Anda di halaman 1dari 34

PROPOSAL PENELITIAN

EFEKTIVITAS KOMBINASI SENAM LANSIA DAN AROMA TERAPI


LAVENDER TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH
PADA PASIEN HIPERTENSI di DESA KARANG JATI

YURINDRA AJENG SETIYANI


NIM. 1601470066

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN LAWANG


JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
MALANG
2019
2

BAB 1

PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan

penelitian dan manfaat penelitian

1.1 Latar Belakang

Hipertensi adalah suatu keadaan di mana seseorang mengalami

peningkatan darah di atas normal yang ditunjukkan oleh angka systolik (bagian

atas) dan diastolik (bagian bawah) pada pemeriksaan menggunakan alat pengukur

tekanan darah baik yang berupa cuff air raksa (sphygmomanometer) ataupun alat

digital lainnya (Irwan, 2016). Faktor-faktor yang dapat menyebabkan hipertensi

adalah umur, ras/suku,jenis kelamin, urbanisasi, geografis, stres psikologi dan

hereditas (keturunan) (Manuntung, 2018).

Menurut World Health Organization (WHO) 2015 menunjukkan sekitar

1,13 miliar orang di dunia menderita hipertensi. Artinya 1 dari 3 orang

terdiagnosis menderita hipertensi. Jumlah penderita hipertensi di dunia terus

meningkat setiap tahunnya , diperkirakan pada 2025 akan ada 1,5 miliar orang

yang terkena hipertensi (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2018).

Menurut data Riskesdas 2018, prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 34,1%

(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2018). Persentase hipertensi di

Provinsi Jawa Timur sebesar 13,47% atau sekitar 935.736 penduduk, dengan
3

proposi laki-laki sebesar 13,78% (387.913 penduduk) dan perempuan sebesar

13,25% (547.823penduduk) (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, 2017). Bila

hal ini dibiarkan maka diperkirakan akan bedampak setiap tahun ada 9,4 juta

orang meninggal akibat hipertensi dan komplikasi (Kementerian Kesehatan

Republik Indonesia, 2018).

Terdapat 2 penatalaksanaan hipertensi yaitu, farmakologi dan non

farmakologi. Penanganan secara farmakologi terdiri atas pemberian obat yang

bersifat diuretik, beta bloker dan vasodilator yang mempunyai efek samping

penurunan curah jantung. Sedangkan penanganan non farmakologi merupakan

penanganan yang meliputi penurunan berat badan, olahraga secara teratur, diet

rendah garam dan lemak dan terapi komplementer (Lubis, 2014).

Jika hipertensi dibiarkan terus-menerus bisa merusak pembuluh darah dan

organ-organ dalam tubuh dan bisa menyebabkan komplikasi. Beberapa

komplikasi hipertensi yang bisa terjadi adalah serangan jantung, stroke, gagal

jantung (Pusat Data dan Informasi - Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,

2015).

Lansia dikatakan tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia.

Menurut UU No. 13/Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lansia disebutkan bahwa

lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun (Dewi,

2014). Lansia yang berusia diatas 60 tahun dideteksi sebagai kelompok umur

terbanyak pengidap hipertensi. Ini terjadi karaena semakin bertambah usia, maka

organ tubuh, terutama pembuluh darah dan jantung sering mengalami penurunan

fungsi. Terlebih bila ditambah lagi dengan gaya hidup di masa muda yang tidak

sehat, peluang hipertensi juga akan semakin tinggi (Dewi, 2014).


4

Aroma terapi lavender adalah suatu cara perawatan tubuh atau

penyembuhan penyakit dengan menggunakan minyak esensial (essential oil)

(Jaelani, 2009a). Aroma terapi lavender bekerja dengan mempengarui tidak hanya

fisik tetapi juga tingkat emosi (Setiono and Hidayati, 2005). Beberapa minyak

esensial yang dipakai dalam aromaterapi, seperti minyak bunga

lavender, sandalwood, kamomil, hingga minyak pala, memiliki wangi

menenangkan yang bisa mengendalikan sistem saraf simpatis yang bertanggung

jawab mengatur respon stres dan menurunkan kadar hormon kortisol. Sebagai

gantinya, efek relaksasi dari aromaterapi akan mengaktifkan sistem saraf

parasimpatis yang membuat denyut jantung perlahan menurun stabil. Selain itu,

aromaterapi lavender juga mengandung komponen linalyl asetat yang berperan

dalam relaksasi otot (Jaelani, 2009).

Senam lansia adalah serangkaian gerak nada yang teratur dan terarah serta

terencana yang diikuti oleh orang lanjut usia dalam bentuk latihan fisik yang

berpengaruh terhadap kemampuan fisik lansia. Aktifitas olahraga ini akan

membantu tubuh agar tetap bugar dan tetap segar karena melatih tulang tetap kuat

dan membantu menghilangkan radikal bebas yang berkeliaran dalam tubuh

(Widianti and Atika, 2010). Senam lansia pada usia lanjut yang dilakukan secara

rutin akan meningkatkan kebugaran fisik, sehingga secara tidak langsung senam

dapat meningkatkan fungsi jantung dan menurunkan tekanan darah serta

mengurangi resiko penumpukan lemak pada dinding pembuluh dara sehingga

akan menjaga elastisitasnya (DINKES DIY, 2017).


5

Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian

tentang “Efektifitas Kombinasi Senam Lansia dan Aroma Terapi Lavender

Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Hipertensi”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka rumusan masalah dalam peneliti ini adalah

“Bagaimana efektifitas kombinasi senam lansia dan aroma terapi lavender

terhadap penurunan tekanan darah pada hipertensi?”

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengetahui efektifitas kombinasi

senam lansia dan aroma terapi lavender terhadap penurunan tekanan darah pada

hipertensi.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi tekanan darah sebelum dan sesudah diberi kombinasi senam

lansia dan aroma terapi lavender pada kelompok perlakuan.

b. Mengidentifikasi tekanan darah sebelum dan sesudah diberi tindakaan senam

lansia pada kelompok kontrol.

c. Menganalisis efektifitas kombinasi senam lansia dan aroma terapi lavender

terhadap penurunan tekanan darah.

1.4 Manfaat

1.4.1 Secara Praktis


6

a. Mempertimbangkan pemilihan terapi non farmakologi dalam upaya

menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi.

b. Diharapkan penulis dapat memperoleh pengalaman dalam melaksanakan

aplikasi riset keperawatan di tatatnan pelayanan keperawatan, khususnya

penelitian tentang pelaksanaan tindakan senam lansia dan aroma terapi

lavender terhadap penurunan tekanan darah pada hipertensi

1.4.2 Secara Teoritis

1. Diharapkan dapat bermanfaat bagi perawat dalam melakukan asuhan

keperawatan menggunakan terapi non farmakologi pada pasien hipertensi

yang mengalami peningkatan tekanan darah.

2. Diharapkan dapat menjadi dasar penelitian selanjutnya, dengan metodologi

yang berbeda.
7
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hipertensi

2.1.1 Pengertian

Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah di arteri yang bersifat

sistemik alias berlangsung terus-menerus untuk waktu jangka lama. Hipertensi

tidak terjadi tiba-tiba, melainkan melalui proses yang cukup lama. Tekanan darah

tinggi yang tidak terkontrol untuk periode tertentu akan menyebabkan tekanan

darah tinggi permanen yang disebut hipertensi (Lingga, 2012).

Hipertensi merupakan suatu kondisi ketika tekanan darah seseorang sama

atau melebihi 160 mmHg pada sistolik dan 95 mmHg pada diastolik. Tekanan

darah adalah tekanan dari aliran darah di dalam pembuluh nadi (arteri). Pada

pemeriksaan tekanan darah akan diperoleh dua angka, yaitu sistolik dan diastolik.

Sistolik untuk mengukur tekanan darah sebagai hasil kontraksi jantung untuk

memompa darah keluar dari jantung, biasanya angka yang dihasilkan lebih besar.

Sementara itu, tekanan diastolik untuk mengukur tekanan darah ketika jantung

berelaksasi dan membiarkan darah mengalir ke dalam jantung, biasanya angka

yang dihasilkan lebih kecil (Junaedi, Yulianti and Gustia Rinata, 2013).

2.1.2 Klasifikasi

Hipertensi dikenal dengan 2 type klasifikasi, diantaranya yaitu :

1. Hipertensi primer adalah suatu kondisi dimana terjadinya tekanan darah

tinggi akibat dampak dari gaya hidup seseorang dan faktor lingkungan.
9

2. Hipertensi sekunder adalah suatu kondisi dimana terjadinya tekanan darah

tinggi akibat seseorang mengalami/menderita penyakit lain seperti gagal

jantung, gagal ginjal atau kerusakan sistem hormon tubuh. Sedangkan,

pada ibu hamil tekanan darah secara umum meningkat saat kehamilan

berusia 20 minggu. Terutama pada wanita yang berat badannya di atas

normal atau gemuk (Irwan, 2016).

Klasifikasi hipertensi menurut Seventh Joint National Committee (JNC-7)

dan Sixth Joint National Committee (JNC-6), yaitu :

Tabel 1. Klasifikasi hipertensi menurut JNC-6 dan JNC-7 (Tjokroprawiro, 2015)


Kategori JNC-6 Tekanan Darah Sistolik Kategori JNC-7
(TDS)/Tekanan Darah Diastolik
(TDD)
Optimal <120/80 Normal
Normal 120-129/80-84 Prehipertensi
Borderline 130-139/85-89 Prehipertensi
Hipertensi ≥140/90 Hipertensi
Stadium 1 140-159/90-99 Stadium 1
Stadium 2 160-179/100-109 Stadium 2
Stadium 3 ≥180/110 Stadium 2

2.1.3 Etiologi

Berdasarkan etiologinya, hipertensi dibagi menjadi 2 golongan yaitu :

1. Hipertensi esensial atau primer

Penyebab pasti hipertensi esensial sampai saat ini masih belum dapat

diketahui. Namun, berbagai faktor diduga turut berperan sebagai penyebab

hipertensi primer, seperti bertambahnya umur, stress psikologi dan

hereditas (keturunan). Kurang lebih 90% penderita hipertensi tergolong

hipertensi primer, sedangkan 10% tergolong hipertensi sekunder.


10

2. Hipertensi sekunder

Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang penyebabnya dapat diketahui,

antara lain kelainan pembuluh darah ginjal, gangguan kelenjar tiroid

(hipertiroid), penyakit kelenjar adrenal (hiperaldosteronisme), dan lain-

lain. Karena golongan terbesar dari penderita hipertensi adalah hipetensia

esensial, maka penyelidikan dan pengobatan lebih banyak diujukan ke

penderita hipertensi esensial (Manuntung, 2018).

2.1.4 Patofisiologi

Tingkat tekanan darah merupakan suatu sifat kompleks yang di tentukan

oleh interaksi berbagai faktor genetik, lingkungan dan demografi yang

memperngaruhi dua variabe hemodinamik: curah jantung dan TPR (Total

Periferal Resistention). Total curah jantung dipengaruhi oleh volume darah,

sementara volume darah sangat tergantung pada homeostatis natrium. Retensi

perifer total ditentukan tingkat aeteriol dan bergantung pada efek pengaruh saraf

dan hormon. Tonus vaskular normal mencerminkan keseimbangan antara

pengaruh vasokontriksi humoral (termasuk angiotensin I I dan ketokolamin) dan

vasodilator (termasuk kinin, prostaglandin, dan oksida nitrat). Retensi pembuluh

juga memperlihatkan autoregulasi, peningkatan aliran darah memicu

vasokontriksi agar tidak terjadi hiperperfusi jaringan. Faktor lokal lain seperti pH

dan hipoksia, serta interaksi saraf, mungkin penting. Ginjal berperan penting

dalam pengendalian tekanan darah, melalui sistem renin- angiotensin, ginjal

mempengaruhi resistensi perifer dan homeostasis natrium. Angiotensin I I

meningkatkan tekanan darah dengan meningkatkan resistensi perifer (efek

langsung pada sel otot polos vaskular) dan volume darah (stimulasi sekresi
11

aldosteron, peningkatan reabsorbsi natrium dalam tubulus ginjal). Ginjal juga

menghasilkan berbagai zat vasodepresor atau anti-hipertensi yang melawan

vasopresor Angiotensin. Bila volume darah berkurang laju filtrasi glomerulus

turun sehingga terjadi peningkatan reabsorbsi natrium ditahan dan volume darah

meningkat akibatnya tekanan darah dapat meningkat secara otomatis (Elizabeth,

2009).

Pada saraf simpatis mengeluarkan norepinefrin disebagaian besar

pembuluh darah, yang berkaitan dengan reseptor spesifik di sel-sel otot polos

yang disebut reseptor. Perangsangan reseptor alfa menyebabkan sel otot polos

berkontraksi, sehingga pembuluh mengalami penyempitan, hal ini akan

meningkatkan TPR dan akibatnya tekanan darah meningkat. Peningkatan

ramgsangan simpatis, atau responsivitas dapat berperan menyebabkan hipertensi.

Hal ini terjadi akibat respons stres yang berkepanjangan, yang diketahui

melibatkan pengaktifan sistem simpatis (Elizabeth, 2009).

2.1.5 Faktor Resiko

a. Faktor resiko yang tidak dapat di ubah

 Ras

Tekanan darah tinggi umumnya diderita warga kulit hitam

ketimbang ras lainnya, dan itu menimpa mreka di usia yang lebih

muda. Warga Afrika-Amerika jauh lebih peka terhadap natrium

daripada orang berkulit putih, dan menu makanan mereka pun

cenderung tinggi natrium,sehingga resiko hipertensi menjadi

berlipat ganda (Kowalksi, 2010).


12

 Usia

Penambahan usia dapat meningkatkan resiko terjangkitnya

penyakit hipertensi. Meningkatnya tekanan darah seiring dengan

bertambahnya usia memang sangat wajar. Hal ini disebabkan

adanya perubahan alami pada jantung, pembuluh darah dan kadar

hormon. Namun, jika perubahan ini disertai dengan faktor resiko

lain bisa memicu terjadinya hipertensi (Junaedi, Yulianti and

Gustia Rinata, 2013).

 Riwayat keluarga

Hipertensi merupakan penyakit keturunan. Jika salah satu orang

tua kita menderita hipertensi maka, kita memiliki resiko hipertensi

sebesar 25%. Jika kedua orang tua kita menderita hipertensi maka,

kita memiliki resiko hipertensi sebesar 60%. Penelitian terhadap

penderita hipertensi di kalangan orang kembar dan anggota

keluarga yang sama menunjukkan ada faktor keturunan yang

berperan pada kasus tertentu. Namun, kemungkinan itu tidak

selamanya terjadi. Ada seseorang yang sebagian besar keluarganya

penderita hipertensi, tetapi dirinya tidak terkena penyakit tersebut

(Junaedi, Yulianti and Gustia Rinata, 2013).

 Jenis kelamin

Di antara orang dewasa dan setengah baya, ternyata kaum laki-laki

lebih banyak yang menderita hipertensi. Namun, hal ini akan

terjadi sebaliknya setelah berumur 55 tahun ketika sebagian wanita


13

mengalami menopause. Hipertensi lebih banyak dijumpai pada

kaum wanita (Junaedi, Yulianti and Gustia Rinata, 2013).

b. Faktor yang dapat di ubah

 Obesitas

Obesitas merupakan faktor resiko lain yang turut menentukan

keparahan hipertensi. Semakin besar massa tubuh seseorang,

semakin banyak darah yang dibutuhkan untuk menyuplai oksigen

dan nutrisi ke otot dan jaringan lain. Obesitas meningkatkan

jumlah panjangnya pembuluh darah sehingga dapat meningkatkan

resistensi darah yang seharusnya mampu menempuh jarak lebih

jauh. Peningkatan resistensi ini menyebabkan tekanan darah

menjadi lebih tinggi. Kondisi ini juga dapat diperparah oleh adanya

sel-sel lemak yang memproduksi senyawa merugikan bagi jantung

dan pembuluh darah (Junaedi, Yulianti and Gustia Rinata, 2013).

 Konsumsi garam berlebih

Garam mempunyai sifat menahan air. Konsumsi garam yang

berlebihan dengan sendirinya akan menaikkan tekanan darah.

Sebaiknya hindari pemakaian garam berlebihan ata makanan

diasinkan. Hal itu berarti menghentikan pemakaian garam sama

sekali dalam makanan. Namun, sebaiknya penggunaan garam

dibatasi seperlunya saja (Dalimartha, 2012).

 Kurang olahraga

Olahraga isotonik, seperti bersepeda, joging, dan aerobik yang

terartur dapat memperlancar peredaran darah sehingga dapat


14

menurunkan tekanan darah. Orang yang kurang aktif berolahraga

pada umumnya cenderung mengalami kegemukan. Olahrag juga

dapat mengurangi atau mencegah obesitas serta mengurangi asupan

garam kedalam tubuh. Garam akan keluar dari dalam tubuh

bersama keringat (Dalimartha, 2012).

 Stres

Hubungan antara stres dan hipertensi diduga melalui aktivasi saraf

simpatik yang dapat meningkatkan tekanan darah secara intermiten

(selang-seling atau berselang). Jika stres terjadi berkepanjangan,

dapat menyebabkan tekanan darah tinggi secara menetap. Namun,

hal ini belum secara pasti terbukti. Pada hewan percobaan telah

dibuktikan bahwa pemaparan terhadap stres dapat menyebabkan

hewan tersebut menjadi hipertensi (Junaedi, Yulianti and Gustia

Rinata, 2013).

2.1.6 Manifestasi Klinik

Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala.

Meskipun secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya

berhubungan dengan tekanan darah tinggi (padahal sesungguhnya tidak). Gejala

yang dimaksud adalah sakit kepala, pendarahan dari hidung, wajah kemerahan

dan kelelahan, yang bisa saja terjadi baik pada penderita hipertensi, maupun pada

seseorang dengan tekanan darah normal. Jika hipertensinya berat atau menahun

dan tidak diobati, bisa timbul gejala berikut: sakit kepala, kelelahan, mual,

muntah, sesak napas dan gelisah (Manuntung, 2018).


15

2.1.7 Penatalaksanaan

Menurut (Susyanti, 2012), pengobatan hipertensi dibagi

menjadi dua antara lain :

1. Nonfarmakologi

a. Kurangi konsumsi garam

Anda dapat mengurangi konsumsi garam dengan tidak

menambahkan garam ke dalam makanan yang dihidangkan di meja

atau yang sedang dimasak. Cobalah untuk makan lebih banyak

makanan segar seperti daging, buah-buahan, dan sayuran segar.

Makan makanan yang diproses jikan diperlukan, semua bumbu

dapur bebas dari garam.

b. Makan sedikit garam

Menyesuaikan diri dengan pola makan rendah garam bisa

terasa agak menyulitkan pada awalnya. Tetapi anda akan merasakan

bahwa jika dapat menjaga terus konsumsi garam tetap rendah, maka

setelah sekitar sebulan anda akan lebih menyukai makanan yang

mengandung sedikit garam.

c. Pengendalian berat badan

Selain mengurangi penggunaan garam dalam makanan, anda

juga memiliki kesempatan yang lebih baik untuk mencapai target

berat badan jika lebih banyak berolahraga dan mengurangi minum

alkohol.
16

d. Pengendalian minum alkohol

Terdapat bukti yang kuat bahwa mengurangi minum alkohol

dapat menurunkan tekanan darah. Minum lebih dari empat kali

perhari tampaknya berkaitan dengan meningkatnya risiko hipertensi

dan stroke, juga berdampak merusak pada organ hati, sistem saraf

dan kualitas hidup.

e. Melakukan olahraga

Berbagai bentuk olahraga baik apabila tidak membuat anda

kelelahan, tetapi anda perlu melakukan usaha yang cukup untuk

sedikit meningkatkan denyut nadi anda dan membuat anda sedikit

berkeringat.

Jenis latihan fisik (olahraga) yang bisa di lakukan antara lain

adalah senam lansia. Senam lansia adalah serangkaian gerak nada

yang teratur dan terearah serta terencana yang diikuti oleh orang

lanjut usia dalam bentuk latihan fisik yang berpengaruh terhadap

kemampuan fisik lansia. Aktifitas olahraga ini akan membantu tubuh

agar tetap bugar dan tetap segar karena melatih tulang tetap kuat dan

membantu menghilangkan radikal bebas yang berkeliaran dalam

tubuh (Widianti and Atika, 2010).

2. Farmakologi

a. Thiazide diuretik

Obat-obatan golongan ini bekerja dengan membuka pembuluh

darah yang dapat menurunkan tekanan darah. Bekerja membuat

ginjal membuang garam dan air dalam bentuk urine, sehingga sedikit
17

menurunkan volume sirkulasi darah dan mengalihkan sebagian

tekanan ke luar sistem.

b. Beta-blocker

Obat-obatan ini bekerja dengan menghambat kerja non

adrenalin, yang bersama dengan zat kimiawi lainnya yang disebut

adrenalin, mempersiapkan tubuh untuk menghadapi situasi yang

gawat yang disebut respon. Zat ini juga mempercepat kerja jantung

agar memompa darah dengan lebih kuat, sehingga meningkatkan

tekanan darah.

c. Penghambat saluran kalsium

Penghambat saluran kalsium (juga dikenal sebagai antagonis

kalsium) bekerja dengan menghambat kerja kalsium dalam otot

halus pada dinding arteriol. Hal ini berdasarkan pemikiran bahwa

penyempitan otot halus, yang sebagian disebabkan oleh kalsium,

mempersempit pembuluh darah yang kemudian menyebabkan

terjadinya hipertensi. Dengan menghambat kerja kalsium dapat

membuka pembuluh darah dan menurunkan tekanan darah.

d. Penghambat ACE

Penghambat ACE (Angiotensin Converting Enzyme) bekerja

dengan mencegah aktivitas hormon angiotensin I I dari dua

perintisnya, yakni renin dan angiostensin I. Karena angiotensin I I

mempersempit pembuluh darah, penghambat ACE secara efektif

membukanya kembali sehingga menurunkan tekanan darah.

e. Alpha-blocker
18

Obat-obatan ini bekerja dengan menghambat kerja adrenalin

pada otot-otot yang menyusun dinding-dinding pembuluh darah.

Adrenalin menyebabkan pembuluh darah menyempit dan

meningkatkan tekanan darah. Dengan menghambat reseptor ini dapat

membuat rileks dan menurunkan tekanan darah. Sebagai akibatnya,

alpha-blocker dapat juga menyebabkan rasa pusing, khususnya

ketika berdiri tiba-tiba.

f. Antagonis reseptor angiostensin

Obat-obatan ini bekerja dengan cara yang hampir sama seperti

penghambat ACE, tetapi lebih ringan dengan menghambat reseptor

angiostensin II dari pada menghambat aktivasi angiostensin II.

Untuk alasan ini, obat-obatan ini memiliki pengaruh yang lebih

spesifik terhadap tekanan darah dan tidak menyebabkan efek

samping yang mengganggu seperti batuk (Susyanti, 2012).

2.1.8 Komplikasi

Menurut (Marliani and Tantan S, 2013) komplikasi hipertensi adalah

sebagai berikut:

a) Arteriosklerosis atau pengerasan pembuluh darah arteri.

Pengerasan pada dinding arteri ini terjadi karena terlalu besarnya

tekanan. Karena hipertensi, lama kelamaan dinding ateri menjadi

tebal dan kaku. Pengerasan pada arteri ini mengakibatkan tidak

lancarnya aliran darah sehingga dibutuhkan tekanan yang lebih

kuat lagi sebagai kompensasinya.


19

b) Arterosklerosis atau penumpukan lemak pada lapisan dinding

pembuluh darah arteri. Penumpukan lemak dalam jumlah besar

disebut plak. Pembentukan plak dalam pembuluh darah sangat

berbahaya karena dapat menyebabkan penyempitan pembuluh

darah sehingga organ-organ tubuh akan kekurangan pasokan darah.

Arterosklerosis paling sering terjadi pada arteri yang melewati

jantung, otak dan ginjal, juga pada pembuluh darah besar yang

disebut aorta abdominalis di dalam perut dan tungkai.

c) Aneurisma, yaitu terbentuknya gambaran seperti balon pada

dinding pembuluh darah akibat melemah atau tidak elastisnya

pembuluh darah akibat kerusakan yang timbul. Aneurisma ini

paling sering terjadi pada pembuluh darah arteri yang melalui otak

dan pembuluh darah aorta ang melalui perut. Aneurisma ini sangat

berbahaya karena bisa pecah yang bisa mengakibatan perdarahan

yang sangat fatal. Gejala yang dapat timbul dari aneurisma ini

adalah sakit kepala hebat yang tidak bisa hilang bila terjadi pada

arteri otak dan sakit perut yang berkepanjangan jika terjadi di

daerah perut.

d) Gagal jantung, yaitu suatu keadaan ketika jantung tidak kuat

memompa darah keseluruh tubuh sehingga banyak organ lain rusak

karena kekurangan darah dan tidak kuatnya otot jantung dalam

memompa darah kembali ke jantung.

e) Pada ginjal, komplikasi hipertensi timbul karena pembuluh darah

dalam ginjal mengalami arterosklerosis karena tekanan darah


20

terlalu tinggi sehingga aliran darah ke ginjal akan menurun dan

ginjal tidak dapat melaksanakan fungsinya. Fungsi dari ginjal

adalah membuang semua bahan sisa dari dalam darah. Bila ginjal

tidak berfungsi, bahan sisa akan menumpuk dalam darah dan ginjal

akan mengecil dan berhenti berfungsi (Marliani and Tantan S,

2013).

2.2 Senam Lansia

2.2.1 Definisi Senam Lansia

Menurut Widianti & Atikah (2010) senam lansia adalah serangkaian gerak

nada yang teratur, terarah serta terencana dalam bentuk latihan fisik yang

berpengaruh terhadap latihan fisik lansia. Senam mampu mengembalikan posisi

dan kelenturan sistem saraf dan aliran darah. Senam mampu memaksimalkan

suplay oksigen ke otak, mampu menjaga sistem kesegaran tubuh serta sistem

pembuangan energi negatif dari dalam tubuh. Senam lansia merupakan kombinasi

dari gerakan otot dan teknik pernafasan. Teknik pernapasan yang dilakukan secara

sadar dan menggunakan diafragma, memungkinkan abdomen terangkat perlahan

dan dada mengembang penuh. Teknik pernapasan tersebut, mampu memberikan

pijatan pada jantung yang menguntungkan akibat naik turunnya diafragma,

membuka sumbatan-sumbatan dan memperlancar aliran darah ke jantung serta

meningkatkan aliran darah ke seluruh tubuh.

2.2.2 Aspek Fisiologis Senam Lansia

Selama melakukan senam lansia terjadi kontraksi otot skletal (rangka)

yang akan menyebakan respons mekanik dan kimiawi. Menurut Ronny (2009),
21

respons mekanik pada saat otot berkontraksi dan berelaksasi menyebabkan kerja

katup vena menjadi optimal sehingga darah yang balik ke ventrikel kanan menjadi

meningkat. Aliran balik jantung yang meningkat mempengaruhi peningkatan

regangan pada ventrikel kiri jantung sehingga curah jantung meningkat sampai

mencapai 4-5 kali dibandingkan curah jantung saat istirahat (Latief, 2008).

Respons kimiawi menghasilkan penurunan pH dan kadar PO2, terakumulasinya

asam laktat, adenosin dan K+ oleh metabolisme selama otot aktif berkontraksi

(Ronny, 2009). Akumulasi zat metabolik ini menyebabkan pembuluh darah

mengalami dilatasi yang akan menurunkan tekanan arteri, namun berlangsung

sementara karena adanya respon arterial baroreseptor dengan meningkatkan

denyut jantung dan isi sekuncup sehingga tekanan darah meningkat (Latief, 2009).

Tekanan darah yang meningkat akan meningkatkan stimulus impuls pada pusat

baroresptor diarteri karotis dan aorta. Impuls ini akan menuju pusat pengendalian

kardiovaskuler di medula oblongata melalui neuron sensorik yang akan

mempengaruhi kerja saraf simpatis dan melepaskan NE (norepinephrin dan

epinephrin), dan saraf parasimpatis yang akan melepaskan lebih banyak ACH

yang mempengaruhi SA node yang akan menurunkan tekanan darah (Guyton,

2011).

2.2.3 Manfaat Senam Lansia

Semua jenis senam dan aktivitas olahraga ringan tersebut, sangat

bermanfaat untuk menghambat proses degeneratif atau proses penuaan. Senam

lansia disamping memiliki dampak positif terhadap peningkatan fungsi organ

tubuh juga dapat berpengaruh dalam peningkatan imunitas dalam tubuh manusia

setelah latihan teratur. Tingkat kebugaran di evaluasi dengan cara mengawasi


22

kecepatan denyup jantung waktu istirahat, yaitu kecepatan denyut nadi sewaktu

istirahat. Penelitian menyebutkan bahwa agar tubuh menjadi lebih bugar, maka

kecepatan denyut jantung sewaktu istirahat harus menurun. Efek minimal yang

dapat diperoleh dengan mengikuti senam lansia adalah bahwa lansia merasa

senantiasa berbahagia, senantiasa bergembira, bisa tidur lebih nyenyak, dan

pikiran tetap segar (Anggriyana & Proverawati, 2010). Senam lansia pada usia

lanjut yang dilakukan secara rutin akan meningkatkan kebugaran fisik, sehingga

secara tidak langsung senam dapat meningkatkan fungsi jantung dan menurunkan

tekanan darah serta mengurangi resiko penumpukan lemak pada dinding

pembuluh dara sehingga akan menjaga elastisitasnya (DINKES DIY, 2017).

2.2.4 Gerakan Senam Lansia

Berdasarkan dari beberapa penelitian senam lansia dilakuakan dengan

frekuensi tiga kali seminggu terbukti melenturkan pembuluh darah (Depkes RI,

2007). Berikut adalah standart operasional prosedur (SOP) dari senam lansia

(Pamungkas, 2017) :

SOP
SENAM LANSIA
NO. DOKUMEN NO. REVISI HALAMAN

PROTAP TANGGAL Unit : Laboratorium


DITETAPKAN Keperawatan

PENGERTIAN Salah satu jenis terapi modalitas fisik untuk lansia.

Terapi agar tubuh orang yang lanjut usia tetap bugar dan
TUJUAN terhindar dari berbagai jenis penyakit yang berhubungan
dengan proses menua, bersifat menyeluruh dengan gerakan
yang melibatkan sebagian besar otot tubuh, serasi sesuai
23

dengam kebutuhan, setara dengan kondisi, luwes, anatomis,


enak dikerjakan.

1. Perawat
PETUGAS 2. Mahasiswa keperawatan

PERSIAPAN Tempat yang bersih dan nyaman


TEMPAT
1. Laptop
PERSIAPAN 2. Daftar hadir
ALAT 3. CD senam Lansia
4. Speeker (pengeras suara)

PERSIAPAN Memberitahu dan menjelaskan tujuan tindakan yang akan


PASIEN dilakukan

PROSEDUR 1. Pemanasan (warming up), gerakan umum, yang


melibatkan otot dan sendi, dilakukan secara lambat
dan hati-hati. Pemanasan dilakukan bersama dengan
peregangan lamanya kira-kira 8-10 menit. Pada 5
menit terakhir pemanasan dilakukan lebih cepat,
pemanasan dilakukan dengan tujuan untuk
mengurangi cedera dan mempersiapkan sel-sel
tubuh agar dapat turut serta dalam proses
metabolisme yang meningkat.
2. Latihan/gerakan inti senam lansia dilakukan 10-20
menit, gerakannya meliputi :
a. Jalan ditempat sambil mengatur napas
b. Kaki bergantian ke depan dan tangan
diangkat setinggi bahu
c. Melangkah kesamping dua langkah, posisi
tangan seperti mendorong
d. Ulangi gerakan diatas 4 set
e. Jalan ditempat sambil mengatur napas
f. Maju dengan mengangkat lutut sejajar paha
dan kedua siku diayun didepan dada
g. Melangkah ke samping satu langkah dan
tangan didorong ke atas dengan mengepal
h. Ulangi  gerakan e,f,g selama 4 set
i. Jalan ditempat sambil mengatur napas
j. Mengangkat lutut serong dan siku seolah-
olah menyentuh lutut
k. Mengankat kaki ke depan dan mengangkat
tangan ke pinggang
l. Ulangi gerakan i,j,k selama 4 set
m. Jalan ditempat sambil mengatur napas
n. Kaki maju dan mundur 2 langkah dan tangan
24

mengepal diluruskan kedepan


o. Kaki dibuka jinjit kesamping dan tangan
bertepuk dan dibuka
p. Ulangi latihan m,n,o selama 4 set
q. Jalan ditempat sambil mengatur napas
r. Melangkah ke samping 2 langkah sambil
merentangkan lengan sejajar bahu
s. Menghadap kesamping, ujung kaki dibuka-
tutup sambil tangan didorong ke atas
t. Ulangi q,r,s selama 4 set
u. Jalan ditempat sambil mengatur napas
v. Mengayun tangan diatas sampai sejajar bahu
w. Mengayun tangan dibawah sampai sejajar
bahu
x. Bertepuk tangan
3. Pendinginan (cooling down), dilakukan secara aktif
artinya, setelah latihan inti perlu gerakan umum
yang ringan sampai suhu tubuh kembali normal
yang ditandai dengan pulihnya denyut nadi dan
terhentinya keringat. Pendinginan dilakukan seperti
pada pemanasan yaitu selama 8-10 menit.

EVALUASI Menjelaskan kepada pasien tentang tindakan yang telah


dilakukan

DOKUMENTASI Mencatat kegiatan pada lembar catatan keperawatan.

2.3 Aroma Terapi Lavender

2.3.1 Definisi Aroma Terapi Lavender

Aromaterapi berasal dari kata aroma yang berarti harum dan wangi, dan

therapy yang dapat diartikan sebagai cara pengobatan atau penyembuhan.

Sehingga aromaterapi dapat diartikan sebagai : “ suatu cara perawatan tubuh dan

atau penyembuhan penyakit dengan menggunakan minyak esensial (Jaelani,

2009).

Aromaterapi adalah salah satu bagian dari pengobatan alternatif yang

menggunakan bahan cairan tanaman yang mudah menguap dikenal sebagai

minyak esensial dan senyawa aromatik lainnya yang dapat mempengaruhi jiwa,
25

emosi dan kesehatan seseorang (Nurgiwiati, 2015).

Aromaterapi berpengaruh langsung terhadap otak manusia, seperti hanya

narkotika. Hidung memiliki kemampuan untuk membedakan lebih dari 100.000

aroma yang berbeda yang mempengaruhi bagian otak yang berkaitan dengan

emosi, mood dan ingatan. Misalnya, dengan cara menghirup aroma lavender

maka akan meningkatkan gelombang- gelombang alfa dalam otak dan gelombang

inilah yang membantu untuk mencipatakan keadaan yang rileks (Jaelani, 2009).

Aromaterapi lavender adalah suatu cara perawatan tubuh atau

penyembuhan penyakit dengan menggunakan minyak esensial (essential oil)

(Jaelani, 2009).

2.3.2 Manfaat Aroma Terapi

Aromaterapi sangat efektif untuk mempengaruhi emosi seseorang dan

meredakan gejala penyakit. Penggunaan minyak esensial diyakini oleh para ahli

terapi dapat mencegah berkembangnya beberapa penyakit. Berbagai kondisi yang

dapat diredakan dengan aromaterapi antara lain gigitan dan sengatan serangga,

sakit kepala, tekanan darah tinggi, sakit demam, peredaran darah tidak lancar

dapat disembuhkan dengan aromaterapi (Geddes & Grosset, 2005).

Manfaat pemberian aromaterapi lavender bagi seseorang adalah dapat

menurunkan kecemasan, nyeri sendi, tekanan darah tinggi, frekuensi jantung, laju

metabolik, dan mengatasi gangguan tidur (insomnia) dan stress (Setiono and

Hidayati, 2005).

2.3.3 Kandungan Lavender

Lavender mengandung sebagian besar ester (26%-52%), yang mana dapat

menenangkan dan memberikan efek langsung pada sistem saraf (Young DG, 2003
26

dalam Walsh, Debra and Tisha, 2011). Beberapa minyak esensial yang dipakai

dalam aromaterapi, seperti minyak bunga lavender, memiliki wangi menenangkan

yang bisa mengendalikan sistem saraf simpatis yang bertanggung jawab mengatur

respon stres dan menurunkan kadar hormon kortisol. Sebagai gantinya, efek

relaksasi dari aromaterapi akan mengaktifkan sistem saraf parasimpatis yang

membuat denyut jantung perlahan menurun stabil. Selain itu, aromaterapi

lavender juga mengandung komponen linalyl asetat yang berperan dalam relaksasi

otot (Jaelani, 2009).

2.3.4 Cara Menggunakan Aroma Terapi

Cara menggunakan aroma terapi menurut Jaelani (2009) :

1. Hirup atau Inhalasi

Aromaterapi merupakan alat bantu yang berkhasiat untuk

menyalurkan zat-zat yang dihasilkan oleh minyak esensial secara

langsung. Zat-zat yang menghasilkan dapat berupa tetes uap yang

halus, serta uap yang terhirup melalui hidung dan akan tertelan

lewat mulut. Caranya adalah teteskan 3 tetes minyak aromaterapi

lavender, tuangkan air sebanyak 5 cc, nyalakan lilin dibawah anglo

dengan suhu 60o sampai tercium baunya selama 10 menit.

2. Kompres

Kompres merupakan salah satu upaya untuk mengatasi kondisi fisik

dengan cara memanipulasi suhu tubuh atau dengan menghilangkan

efek rasa sakit. Cara pemberiannya berikan 3-6 tetes minyak

esensial pada setengah liter air kemudian masukkan handuk kecil

pada air lalu diperas, setelah itu letakkan handuk pada daerah yang
27

diinginkan. Bisa juga dengan mengompres tambahkan 2 tetes

minyak esensial di mangkuk air hangat dan masukkan handuk kecil

pada air kemudian di peras setalah itu letakkan pada wajah selama

beberapa menit. Ulangi selama 3 kali.

3. Steaming

Steaming adalah salah satu cara alami untuk mendapatkan uap

aromatis melalui penguapan air panas. Cara pemberian aromaterapi

berikan 3-5 tetes minyak esensial dalam 250 ml air panas kemudian

tutup kepala dan mangkok handuk, sambil muka ditundukkan

selama 10-15 menit hingga uap panas mengenai muka.

Berikut standar operasional (SOP) aromaterapi lavender:

SOP
AROMATERAPI LAVENDER
NO. DOKUMEN NO. REVISI HALAMAN

PROTAP TANGGAL Unit : Laboratorium


DITETAPKAN Keperawatan

Aromaterapi merupakan terapi inhalasi untuk menciptakan


PENGERTIAN
rasa nyaman.
1. Pasien mampu menikmati aromaterapi.
TUJUAN 2. Pasien mampu menceritakan perasaan setelah
pemberian aromaterapi.
1. Perawat
PETUGAS 2. Mahasiswa keperawatan

PERSIAPAN Tempat yang bersih dan nyaman


TEMPAT
1. Lilin aromaterapi lavender
PERSIAPAN 2. Korek api
ALAT
28

PERSIAPAN Memberitahu dan menjelaskan tujuan tindakan yang akan


PASIEN dilakukan

PROSEDUR  Mengucapkan salam terapeutik


 Menanyakan perasan pasien hari ini
 Menjelaskan tujuan kegiatan
 Bawa peralatan ke dekat pasien
 Hidupkan lilin aromaterapi menggunakan korek api
 Usahakan lilin jangan terlalu dekat dengan pasien.

EVALUASI Menjelaskan kepada pasien tentang tindakan yang telah


dilakukan

DOKUMENTASI Mencatat kegiatan pada lembar catatan keperawatan.


29

Hasil penelitian yang pernah dilakukan

NO. Judul Penelitian Hasil Penelitian


1. PENGARUH SENAM Tekanan darah responden sebelum
HIPERTENSI LANSIA pemberian intervensi sebagian besar
TERHADAP PENURUNAN adalah prehypertension (39%). Tekanan
TEKANAN DARAH darah responden setelah pemberian
LANSIA DENGAN intervensi senam hipertensi sebagian
HIPERTENSI DI PANTI besar adalah prehypertension (46%).
WREDA DARMA BHAKTI Terdapat pengaruh senam hipertensi
KELURAHAN PAJANG terhadap tekanan darah lansia di Panti
SURAKARTA Wredha Panjang Surakarta.
2. PENGARUH SENAM Hasil identifikasi tekanan darah lansia
LANSIA TERHADAP sebelum dilakukan senam lansia di
TEKANAN DARAH dapatkan rata-rata tekanan darah sistole
LANSIA DENGAN 149,17 mmHg dan rata-rata tekanan
HIPERTENSI PADA darah diastole 91,25 mmHg. Hasil
KELOMPOK SENAM identifikasi tekanan darah setelah
LANSIA DI BANJAR KAJA dilakukan senam lansia di dapatkan rata-
SESETAN DENPASAR rata tekanan darah sistole 127,50 mmHg
SELATAN dan rata-rata tekanan darah diastole
78,75 mmHg. Didapatkan penurunan
rata-rata tekanan darah sistolik 21,67
mmHg dan penurunan tekanan darah
diastolik 12,50 mmHg. Pemberian
senam lansia berpengaruh secara
signifikan terhadap tekanan darah
sistolik pada lansia dengan hipertensi
yaitu nilai p (0,000) < 0,05 dan tekanan
darah diastolik pada lansia dengan
hipertensi yaitu p (0,000) < 0,05.
3. PENGARUH PEMBERIAN Berdasarkan hasil penelitian dan
AROMA TERAPI pembahasan yang telah disesuaikan
LAVENDER dengan tujuan penelitian mengenai
(LAVANDULA “Pengaruh pemberian aroma terapi
ANGUSTIFOLIA) lavender (Lavandula Angustifolia)
TERHADAP PENURUNAN terhadap penurunan hipertensi pada
HIPERTENSI PADA lansia di Desa Cemagi, Kecamatan
LANSIA DI DESA Mengwi, Kabupaten Badung”, maka
CEMAGI, KECAMATAN dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh
MENGWI, KABUPATEN yang signifikan pemberian aroma terapi
BADUNG lavender terhadap penurunan hipertensi
pada lansia p (0,001) < α (0,05).
4. PENGARUH SENAM Berdasarkan hasil penelitian rata-rata
30

LANSIA TERHADAP (mean) pengukuran tekanan darah


TEKANAN DARAH PADA sistolik pada 14 responden sebelum dan
LANSIA PENDERITA setelah dilakukan senam lansia di
HIPERTENSI DI POSYANDU Banaran 8, Playen,
POSYANDU LANSIA Gunungkidul di dapatkan hasil :
DUSUN BANARAN 8 sebelum dilakukan 171,42 mmHg dan
PLAYEN GUNUNGKIDUL setelah dilakukan 166,07 mmHg dan
hasil rata-rata (mean) pengukuran
tekanan darah diastolik pada 14
responden sebelum dan setelah
dilakukan senam lansia di POSYANDU
Banaran 8, Playen, Gunungkidul di
dapatkan hasil : sebelum dilakukan
94,64 mmHg dan setealah dilakukan
89,28 mmHg. Ada perbedaan sebelum
dan sesudah perlakuan senam lansia
pada lansia penderita hipertensi di
POSYANDU Dusun Banaran 8 Playen
Gunungkidul. Ada pengaruh senam
lansia pada lansia penderita hipertensi di
POSYANDU Dusun Banaran 8 Playen
Gunungkidul’’.
5. EFEKTIVITAS Rata-rata tekanan darah responden
PEMBERIAN sebelum dilakukan intervensi memiliki
AROMATERAPI nilai tekanan darah sistol yaitu 147,63
LAVENDER TERHADAP dan setelah dilakukan intervensi dengan
PENGUKURAN TEKANAN aromaterapi lavender nilai tekanan darah
DARAHPADA PASIEN sistol mengalami penurunan menjadi
HIPERTENSI DI KLINIK 135,25. Rata-rata nilai tekanan darah
PRATAMA UNIVERSITAS diastol sebelum diberikan aromaterapi
TANJUNGPURA lavender yaitu 93,19 dan setelah
diberikan terapi aromaterapi lavender
terjadi penurunan pada nilai tekanan
darah diastol menjadi 83,00.Ada
pengaruh yang signifikan dalam
pemberian aromaterapi lavender
terhadap penurunan nilai tekanan darah
pada pasien hipertensi.
31

6. PENGARUH Berdasarkan penelitian mengenai


AROMATERAPI pengaruh aromaterapi lavender terhadap
LAVENDER TERHADAP penurunan tekanan darah pada lansia
PENURUNAN TEKANAN dengan hipertensi di Kelurahan Siantan
DARAH PADA LANSIA Hulu Pontianak Utara tahun 2014, maka
DENGAN HIPERTENSI DI dapat disimpulkan bahwa rata-rata
KELURAHAN SIANTAN tekanan darah sistolik dan diastolik
HULU PONTIANAK sebelum diberikan aromaterapi lavender
UTARA yaitu 154,44 mmHg dan 95 mmHg, dan
rata-rata tekanan darah sistolik dan
diastolik setelah diberikan aromaterapi
lavender yaitu 138,89 mmHg dan 85
mmHg, ada penurunan tekanan darah
sistolik dan diastolik pada lansia dengan
hipertensi setelah diberikan aromaterapi
lavender.
2.5 Kerangka Konsep
Faktor risiko hipertensi :
Penderita hipertensi 1. Faktor yang tidak
Faktor-faktor yang dapat terkontrol :
mempengaruhi tekanan a. Keturunan
darah : b. Jenis kelamin
Usia c. Umur
Jenis kelamin 2. Faktor yang dapat
Olahraga di kontrol :
Stress a. Kegemukan
Obesitas b. Konsumsi
Ras garam
berlebih
c. Kurang
olahraga

Penatalaksanaan
Pengobatan farmakologi :

Deuretik Tekanan
Beta-blocker darah:
Alpha-blocker
Sistolik
Non farmakologi : Diastolik
1. Relaksasi (aromaterapi Normal Ringan Sedang Berat
lavender)
2. Senam lansia

: Ditelti

: Tidak diteliti
2.6 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan uraian tinjauan pustaka, peneliti dapat mengambil hipotesis sebagai

berikut :

H1 : Ada perbedaan yang signifikan antara kombinasi senam lansia dengan aromaterapi

lavnder dan senam lansia terhadap penurunan tekanan darah pada pasien hipertensi.

H0 : Tidak ada perbedaan yang signifikan antara kombinasi senam lansia dengan

aromaterapi lavnder dan senam lansia terhadap penurunan tekanan darah pada pasien

hipertensi.

Anda mungkin juga menyukai