Anda di halaman 1dari 25

ACUTE LIMB ISKEMIC (ALI)

Oleh

Fajar Prasetyo Winoto, S. Kep., Ners

A. Pengertian Acute Limb Ischemic (ALI)


Acute Limb Ischemic (ALI) merupakan suatu kondisi dimana terjadi penurunan aliran
darah ke ekstremitas secara tiba-tiba yang menyebabkan gangguan pada kemampuan
pergerakkan, rasa nyeri atau tanda-tanda iskemik berat dalam jangka waktu dua minggu.

B. Etiologi ALI
Ada beberapa kemungkinan penyebab ALI, berdasarkan keterangan dari berbagai sumber
pustaka diantaranya :
1. Trombosis
Faktor predisposisi terjadinya adalah dehidrasi, hipotensi, malignan, polisitemia,
ataupun status prototrombik inheritan, trauma vaskuler, injuri Iatrogenik,trombosis
pasca pemasangan bypass graft, trauma vaskuler. Gambaran klinis terjadinya
trombosis adalah riwayat nyeri hilang timbul sebelumnya, tidak ada sumber
terjadinya emboli dan menurunnya (tidak ada) nadi perifer pada tungkai bagian
distal.

2. Emboli
Sekitar 80% emboli timbul dari atrium kiri, akibat atrial fibrilasi atau miokard infark.
Kasus lainnya yang juga berakibat timbulnya emboli adalah katup prostetik, vegetasi
katup akibat peradangan pada endokardium, paradoksikal emboli (pada kasus DVT)
dan atrial myxoma. Aneurisma aorta merupakan penyebab dari sekitar 10%
keseluruhan kasus yang ada, terjadi pada pembuluh darah yang sehat.
C. Klasifikasi ALI
Ad hoc committee of the Society for Vascular Surgery and the North American Chapter
of the International Society for Cardiovasculer Surgery menciptakan suatu klasifikasi
untuk oklusi arterial akut. Dikenal tiga kelas yaitu :
1. Kelas I: Non-threatened extremity; revaskularisasi elektif dapat diperlukan atau
tidak diperlukan.
2. Kelas II: Threatened extremity; revaskularisasi diindikasikan untuk melindungi
jaringan dari kerusakan.
3. Kelas III: Iskemia telah berkembang menjadi infark dan penyelamatan ekstremitas
tidak memungkinkan lagi untuk dilakukan.
Berdasarkan Rutherfort klasifikasi akut Limb Iskemik dapat dikategorikan sebagai
berikut :
1. Kelas I
Perfusi jaringan masih cukup, walaupun terdapat penyempitan arteri, tidak ada
kehilangan sensasi motorik dan sensorik, masih dapat ditangani dengan obat-obatan
pada pemeriksaan doppler signal audible.
2. Kelas II-a
Perfusi jaringan tidak memadai pada aktifitas tertentu. Timbul klaudikasio intermiten
yaitu nyeri pada otot ekstremitas bawah ketika berjalan dan memaksakan berhenti
berjalan, nyeri hilang jika pasien istirahat dan sudah mulai ada kehilangan sensorik.
Harus dilakukan pemeriksaan angiografi segera untuk mengetahui lokasi oklusi dan
penyebaboklusi.
3. Kelas II-b
Perfusi jaringan tidak memadai, ada kelemahan otot ekstremitas dan kehilangan
sensasi pada ekstremitas. Harus dilakukan intervensi selanjutnya seperti
revaskularisasi atau embolektomi.
4. Kelas III
Telah terjadi iskemia berat yang mengakibatkan nekrosis, kerusakan syaraf yang
permanen, irreversible, kelemahan ekstremitas ,kehilangan sensasi sensorik,kelainan
kulit atau gangguan penyembuhan lesi kulit. Intervensi tindakan yang dilakukan
yaitu amputasi.
Dalam sumber pustaka lain Acute Limb Ischemic (ALI) juga dapat diklasifikasikan
berdasarkan terminologi, yaitu :
1. Onset
a. Acute : kurang dari 14 hari
b. Acute on cronic : perburukan tanda dan gejala kurang dari
14 hari
c. Cronic iskemic stable : lebih dari 14 hari
2. Severity
a. Incomplete : tidak dapat ditangani
b. Complete : dapat ditangani
c. Irreversible : tidak dapat kembali ke kondisi normal
D. Manifestasi ALI
Secara umum manifestasi klinis yang dapat ditemukan pada kasus ALI merupakan tanda
dan gejala yang sangat khas dengan sebutan istilah “6P” yang terdiri dari:
1. Pain (nyeri)
2. Parasthesia (tidak mampu merasakan sentuhan pada ekstremitas),
3. Paralysis (kehilangan sensasi motorik pada ekstremitas),
4. Pallor (pucat),
5. Pulseless (menurunnya/tidak adanya denyut nadi)
6. Perishingly cold /Poikilothermia (dingin pada ekstremitas).

Adapun manifestasi klinik pada ALI yang dikatagorikan berdasarkan penyebabnya terdiri
dari :
1. Trombus
Terjadi dalam beberapa jam sampai berhari hari, ada klaudikasio, ada riwayat
aterosklerotik kronik, ekstremitas yang terkena tampak sianotik dan lebam, pulsasi
pada kolateral ekstremitas tidak ada, dapat terdiagnosa dengan angiografi dan
dilakukan tindakan bypass atau pemberian obat - obatan seperti fibrinolitik
2. Embolus
Tanda dan gejala muncul secara tiba - tiba dalam beberapa menit, tidak terdapat
klaudikasio ada riwayat atrial fibrilasi, ekstremitas yang terkena tampak kekuningan

E. Patofisiologi
Berdasarkan beberapa sumber pustaka, penulis dapat mengambil kesimpulan mengenai
patofisiologi ALI. Pada dasarnya, trombus yang mengalami penyumbatan pada arteri
dalam kasus ALI ini, merupakan salah satu bentuk patogenesis yang kemungkinan
ditimbulkan oleh beberapa faktor resiko dan faktor predisposisi yang cukup komleks,
seperti usia, gaya hidup tidak sehat (merokok, tidak pernah olahraga dan pola makan
tinggi kolesterol) dapat meningkatkan resiko terjadinya ALI, sedangkan patogenesis yang
sifatnya predisposisi seperti penyakit rheumatoid hearth disease juga dapat menimbulkan
ALI.
Pada awalnya tungkai tampak pucat, tetapi setelah 6-12 jam akan terjadi vasodilatasi
yang disebabkan oleh hipoksia dari otot polos vaskular. Kapiler akan terisi kembali oleh
darah teroksigenasi yang stagnan, yang memunculkan penampakan mottled (yang masih
hilang bila ditekan). Bila tindakan pemulihan aliran darah arteri tidak dikerjakan, kapiler
akan ruptur dan akan menampakkan kulit yang kebiruan yang menunjukkan
iskemia irreversibel. Nyeri terasa hebat dan seringkali resisten terhadap analgetik.
Adanya nyeri pada ekstremitas dan nyeri tekan dengan penampakan sindrom
kompartemen menunjukkan tanda nekrosis otot dan keadaan kritikal (yang kadangkala
irreversibel). Defisit neurologis motor sensorik seperti paralisis otot dan parastesia
mengindikasikan iskemia otot dan saraf yang masih berpotensi untuk tindakan
penyelamatan invasif (urgent). Tanda-tanda diatas sangat khas untuk kejadian sumbatan
arteri akut yang tanpa disertai kolateral. Bila oklusi akut terjadi pada keadaan yang
sebelumnya telah mengalami sumbatan kronik, maka tanda yang dihasilkan biasanya
lebih ringan oleh karena telah terbentuk kolateral. Adanya gejala klaudikasio intermiten
pada ekstremitas yang sama dapat menunjukkan pasien telah mengalami oklusi kronik
sebelumnya. Keadaan akut yang menyertai proses kronik umumnya disebabkan
trombosis.
Perjalanan ALI yang cukup kompleks ini, dapat menimbulkan beberapa masalah
pemenuhan kebutuhan dasar manusia yang menunjukkan suatu masalah keperawatan
yang kompleks pula, diantaranya gangguan perfusi jaringan, gangguan rasa nyaman
nyeri, intoleransi aktivitas, cemas, resiko tinggi perdarahan dan resiko tinggi cedera serta
banyak lagi yang satu sama lain saling berhubungan dan perlu segera ditangani. Adapun
bentuk skematik patofisologi ALI dapat dilihat pada skema dibawah ini
F. Diagnosis
1. Anamnesis
Anamnesis mempunyai 2 tujuan utama : menanyakan gejala yang muncul pada
ekstremitas yang berhubungan dengan keparahan dari iskemia anggota gerak dan
mengkaji informasi terdahulu, menyinggung etiologi, diagnosis banding, dan
kehadiran penyakit yang signifikan secara berbarengan. Pengkajian sebaiknya
dilakukan pada fase pra koroner, pembuluh darah serebral, dan pembuluh darah
sambungan (revaskularisasi). Pengkajian umum yang sebaiknya dilakukan yaitu
mengenai pengkajian riwayat yang jelas mengenai kemungkinan penyebab dari
iskemik pada tungkai, derajat iskemik, termasuk penjadwalan untuk bedah umum
ataupun bedah vascular bila kondisi memungkinkan.
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pada ALI yang disebutkan beberapa sumber pustaka adalah
dengan membandingkan masing-masing ekstremitas dengan area yang terkena ALI,
yaitu :
a. Pulsasi
Apakah defisit pulsasi bersifat baru atau lama mungkin sulit ditentukan pada
pasien penyakit arteri perifer (PAD) tanpa suatu riwayat dari gejala
sebelumnya, pulsasi radialis, dorsalis pedis mungkin normal pada kasus
mikro embolisme yang mengarah pada disrupsi (penghancuran) plak
aterosklerotik atau emboli kolestrol.
b. Lokasi
Tempat yang paling sering terjadinya oklusi emboli arterial adalah arteri
femoralis, namun juga dapat di temukan pada arteri aksila, poplitea iliaka dan
bifurkasioaorta.
Anatomi Arteri Ekstremitas Bawah
c. Warna dan temperatur
Harus dilakukan pemeriksaan terhadap abnormalitas warna dan temperatur. Warna
pucat dapat terlihat, khususnya pada keadaan awal, namun dengan bertambahnya
waktu, sianosis lebih sering ditemukan. Rasa yang dingin khususnya ekstremitas
sebelahnya tidak demikian, merupakan penemuan yang penting.

d. Kehilangan fungsi sensoris


Pasien dengan kehilangan sensasi sensoris biasanya mengeluh kebas atau
parestesia, namun tidak pada semua kasus. Perlu diketahui pada pasien DM dapat
mempunyai defisit sensoris sebelumnya dimana hal ini dapat membuat kerancuan
dalam membuat hasil pemeriksaan.
e. Kehilangan fungsi motorik
Defisit motorik merupakan indikasi untuk tindakan yang lebih lanjut, limb-
thtreatening ischemia. Bagian ini berhubungan dengan fakta bahwa pergerakkan
pada ekstremitas lebih banyak dipengaruhi oleh otot proximal.

G. Pemeriksaan Diagnostik
Berdasarkan beberapa literatur yang dipelajari, salah satunya Price & Wilson
menjelaskan beberapa prosedur diagnostik yang dilakukan pada kasus penyakit arteri
oklusif atau dalam perkembangannya menjadi ALI terdiri dari :
1. Preoperative arteriogram (angiografi)
Suatu prosedur menggunakan teknik komputer yang dipakai untuk memantau
sirkulasi darah arteri. Hasil gambaran akan memperlihatkan bentuk arteri. Dalam
pemeriksaanya menggunakan kontras zat warna radiopaak sehingga arteri tampak
lebih jelas.
2. Doppler vaskuler
Studi doppler pada pembuluh darah (vaskuler) menggunakan ultrasound sebagai
medium pemeriksaan. Sonde doppler berisi kristal piezoelektrik yang memancarkan
gelombang ultrasound dalam frekuensi tertentu. Ketika diletakkan diatas segmen
arteri atau vena, sinarnya mengenai sel darah merah bergantian menyebar balik atau
dipantulkan sesuai arah dan kecepatan pergerakan sel yang divisualisasikan dengan
warna dan gelombang suara untuk menentukan arteri atau vena.
.
3. MSCT
Prosedur diagnostik ini dalam bidang vaskuler memberikan gambaran langsung
dinding pembuluh darah sehingga dapat dengan jelas dibedakan antara pembuluh
darah yang mengalami oklusi atau tidak melalui gambaran 2 warna khas pencitraan
radiografi (hitam dan putih).

4. Elektrokardiografi (EKG)
Suatu pencatatan aktivitas listrik jantung yang dapat merekan irama jantung pada
pasien. Prosedur diagnostik ini dilakukan sebagai prosedur kontrol dalam
memantau aktivitas jantung terutama pada pasien dengan gangguan jantung dan
pembuluh darah, salah satunya ALI yang mana penyebab awal ALI adalah trombus
yang lepas yang diakibatkan oleh riwayat penyakit infeksi jantung salah satunya
rheumatoid heart diseases sehingga terjadi gangguan katup terutama mitral yang
memicu timbul atrial fibrilasi.
5. Echokardiografi
Merupakan prosedur pemeriksaan menggunakan gelombang ultrasonik sebagai
media pemeriksaan yang dapat memberikan informasi penting mengenai struktur
dan gerakan ruang jantung, katup dan setiap dinding bagian jantung. Hal ini jelas
untuk memberikan data penunjang terutama pada pasien dengan penyakit jantung
dan pembuluh darah salah satunya ALI sehingga dapat diperoleh penyebab utama
trombus pada ALI ini dapat lepas apakah dari penyakit jantung atau tidak.
6. Ankle – Brachial Index (ABI)
Merupakan prosedur diagnostik dalam menentukan kemampuan vaskuler
berdasarkan tekanan yang dibandingkan antara brakhialis (siku) dengan angkle
(pergelangan kaki) sehingga diperoleh nilai (index) tertentu untuk menentukan
kualitas gejala pada kasus ALI

H. Penatalaksanaan
1. Kecepatan adalah penanganan yang utama pada pasien dengan Acute Limb
Ischaemia, dalam 6 jam kondisi ini akan menuju kerusakan jaringan secara
menetap, kecuali bila segera di revaskularisasi
2. Akut Limb Iskemik yang disebabkan oleh emboli di lakukan pengobatan dengan
warparin atau embolektomi sedangkan yang disebabkanoleh trombus angiografi
dan dilakukan tindakan bypass atau pemberian obat-obatan seperti fibrinolitik.
3. Pasien dengan ALI umumnya dalam klinis yang tidak stabil. Perhatikan saat kritis,
saat yang tepat untuk melakukan prosedur CPR. Berikan oksigen 100%, pasang
akses intravena, berikan terapi cairan dalam dosis minimal (1 liter NaCl untuk 8
jam, kecuali bila pasien dehidrasi, pemberian sebaiknya sedikit lebih cepat). Ambil
sampel laboratorium untuk pemeriksaan hitung jenis sel, ureum, kreatinin,
elektrolit, GDS (bila disertai dengan DM), enzim jantung, bekuan darah dan proses
4. pembekuan, dan penanganannya. Bila memungkinkan pemeriksaan trombofilia, dan
profil lipid juga dibutuhkan.
5. Lakukan foto thoraks dan rekam irama jantung. Dan jika ditemukan pasien dalam
kondisi aritmia, segera bantu dengan monitor fungsi kerja jantung. Lakukan
pemasangan kateter urin jika pasien dalam kondisi dehidrasi dan perlu untuk
dimonitor nilai keseimbangan cairannya. Kolabarasi pemberian opium untuk
anastesi jika keluhan nyeri hebat ada
6. Terapi :
a. Preoperative antikoagulan dengan IV heparin
b. Resusitasi cairan, koreksi asidosis sistemik, inotropik support
c. Terapi pembedahan diindikasikan untuk iskemia yang mengancam ekstremitas
d. Thrombolektomi/embolektomi (dapat dilakukan dengan Fogarty baloon
catheter, dimana alat tersebut dimasukkan melewati sisi oklusi, dipompa, dan
dicabut sehingga membawa trombus/embolus bersamanya). Trombolektomi
juga dapat dilakukan distal dari sisi teroklusi, dimana hampir 1/3 penderita
dengan oklusi arteri mempunyai oklusi di tempat lain, kebanyakan trombus
distal. Adapun manual trombosuction secara prosedural sama dengan angiojet
namun tidak menggunakan alat berkecapatan tinggi seperti angiojet saja
perbedaannya.
e. Melindungi vascular bed distal terhadap obstruksi proksimal merupakan hal
yang sangat penting dan dapat dipenuhi oleh antikoagulan sistemik yang
diberikan segera dengan eparin melalui intravena. Heparinisasi sistemik
menawarkan suatu perlindungan dapat melawan perkembangan trombosis distal
dan biasanya tidak menyebabkan masalah yang bermakna sepanjang prosedur
operasi, beberapa keuntungan pheologic telah di klaim untuk pemberian larutan
hipertonik seperti manitol.
f. Potasium mungkin dilepaskan ketika integritas terganggu oleh iskemia.
Keadaan yang hiperkalemia sering kali menjadi respon terhadap
pemberianterapi glukosa, insulin dan cairan pengganti ion. Lactic academia
dapat diterapi dengan pemberian sodium bicarbonate secara bijaksana.
g. Terapi utama akut iskemia adalah pembedahan dalam bentuk embolektomi atau
tindakan rekonstruksi pembedahan vaskuler yang sesuai. Terapi non
pembedahan pada iskemia akut dari episode emboli atau trombolitik dapat
dilakukan dengan streptokinase atau urokinase.
h. Terapi ALI merupakan suatu keadaan yang darurat untuk meminimalkan
penundaan dalam melepaskan oklusi merupakan hal yang penting, karena resiko
kehilangan anggota gerak meningkat sejalan dengan durasi iskemia akut yang
lama. Padas uatu penelitian angka amputasi ditemukan meningkat terhadap
interval antara onset dari akut limb iskemia dan eksplorasi (6 % dalam 12 jam,
12 % dalam 13-24 jam, 20 % setelah>24 jam). Hal inilah yang menyebabkan
untuk mengeliminer segala pemeriksaan yang tidak esensial terhadap kebutuhan
intervensi.
i. Preintervensi anti koagulan dengan kadar terapeutik heparin mengurangi
tingkat morbiditas dan mortalitas (bila dibandingkan dengan tidak
menggunakan antikoagulan) dan merupakan bagian dari keseluruhans trategi
terapi pada pasien. Hal ini bukan hanya membantu mencegah terbentuknya
bekuandarah. Namun,pada kasus embolisme arterial juga amitigasi melawan
embolus lain

I. Komplikasi ALI
1. Hiperkalemia
2. Sindrom kompartemen (nyeri saat flexi/extensi, kelemahan otot,tidak mampu respon
terhadap stimulasi sentuhan, pucat, nadi lemah/tidak teraba). Pembengkakan jaringan
dalam kaitannya dengan reperfusi menyebabkan peningkatan pada tekanan intra
compartment ttekanan, penurunan aliran kapiler, iskemia, dan kematian jaringan otot
(pada>30 mmHg). Penanganannya adalah dengan dilakukannya fasciotomy. Terapi
trombolitik, akan menurunkan risiko compartment syndrome dengan reperfusi
anggota gerak secara berangsur-angsur.
3. Asidosis metabolik
4. Edema ekstremitas
5. Disritmia

J. Asuhan Keperawatan
Asuhan keperawatan pada kasus ALI diberikan sebagaimana beberapa sumber pustaka
yang diperoleh yang menjelaskan tentang beberapa gangguan pembuluh darah, yang
penulis simpulkan menjadi uraian sebagai berikut :
1. Pengkajian
Pengkajian dilakukan mulai dari pengumpulan data mengenai data umum sampai
pemeriksaan fisik sebagaimana dijelaskan pada penegakkan diagnosis ALI
sebelumnya. Teknik yang digunakan sifatnya variatif mulai dari teknik wawancara,
inspeksi, perkusi, auskultasi dan palsasi untuk mendapatkan data sebanyak-
banyaknya dalam menunjang penegakkan masalah pada kasus ALI.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Perfusi perifer tidak efejktif berhubungan dengan penurunan aliran vena, ditandai
dengan : Edema, penurunan nadi perifer, pengisian kapiler > 3 detik , warna kulit
pucat, akral teraba dingin.
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (inflamasi, iskemia)
ditandai dengan ; pasien mengeluh nyeri, menghindari nyeri, gelisah
c. Kecemasan berhubungan dengan ancaman terhadap kematian ditandai dengan
merasa bingung, tampak gelisah, sulit tidur.

3. Rencana Keperawatan
Tujuan dan Kriteria
No. Diagnosis Intervensi
Hasil
1. Perfusi perifer tidak Tujuan: Observasi
efektif berhubungan Perfusi perifer (Ekspektasi 1.Periksa sirkulasi perifer
dengan penurunan meningkat) 2.Identifikasi faktor resiko
aliran vena. Kriteria Hasil: 3.Monitor panas, kemerahan,
 Perfusi jaringan nyeri, atau bengkak pada
meningkat ekstremitas
 Warna kulit pucat Terapiutik
menurun 1. Hindari pemasangan infus atau
 Nyeri ekstremitas pengambilan darah di area
menurun keterbatasan perfusi
2. Lakukan pengukuran tekanan
darah pada ekstremitas dengan
keterbatasan perfusi
3. Hindari pemasangan dan
penekanan torniquet pada area
yang cedera
4. Lakukan pencegahan infeksi
5.Lakukan perawatan kaki dan
kuku
6.Lakukan hidrasi
Edukasi
1.Anjurkan berhenti merokok
2.Anjurkan berolahraga rutin
3.Anjurkan mengecek air mandi
untuk menghindari kulit terbakar
4.Anjurkan penggunaan obat
penurun tekanan darah,
antikoagulan, dan penurun
kolesterol, jika perlu
5.Anjurkan meminum obat
pengontrol tekanan darah secara
teratur
6.Anjurkan menghindari obat
penyekat beta
7.Anjurkan melakukan perawatan
kulit yang tepat
8.Anjurkan program rehabilitasi
vaskular
9.Ajarkan program diet untuk
memperbaiki sirkulasi
10.Informasikan tanda dan gejala
darurat yang harus dilaporkan
2 . Nyeri akut Tujuan: Manajemen Nyeri
berhubungan dengan Tingkat nyeri (Ekspektasi Observasi
agen pencedera menurun) 1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
fisiologis (inflamasi, Kriteria Hasil: durasi, frekuensi, kualitas,
iskemia)  Keluhan nyeri menurun intensitas nyeri
 Gelisah menurun 2. Identifikasi skala nyeri

 Berfokus pada diri Identifikasi respon nyeri non

sendiri menurun verbal


3. Identifikasi faktor yang
memperberat dan memperingan
nyeri
4. Identifikasi pengetahuan dan
keyakinan tentang nyeri
5. Identifikasi pengaruh budaya
terhadap repson nyeri
6. Identifikasi pengaruh nyeri
terhadap kualitas hidup
7.Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah berikan

8. Monitor efek samping

penggunaan analgetik
Terapeutik
9. Berikan teknik non
farmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri (mis : TENS, hypnosis,
akupresure, terapi music,
biofeedback, terapi pijat,
aromaterapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres hangat atau
dingin, terapi bermain)
10. Kontrol lingkungn yang
memperberat rasa nyeri (mis : suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan)
11. Fasilitasi istirahat dan tidur
12.Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam pemeliharaan
strategimeredakan nyeri
Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri.
2. Jelaskan strategi meredakan
nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan
analgetiksecara tepat
5. Ajarkan teknik
nonfarmakaologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
1. Memberikan analgetik jika perlu
3. Kecemasan Tujuan:
Observasi
berhubungan dengan Tingkat ansietas
ancaman terhadap (Ekspektasi menurun) 1. Identifikasi saat tingkat ansietas
kematian Kriteria Hasil: berubah (mis: kondisi, waktu,
 Perilaku gelisah stresor)
menurun 2. Identifikasi kemampuan
 Perilaku tegang mengambil keputusan
menurun 3. Monitor tanda-tanda ansietas

 Palpitasi menurun (verbal dan nonverbal)

Terapeutik

1. Ciptakan suasana terapeutik


untuk menumbuhkan
kepercayaan
2. Temani pasien untuk
mengurangi kecemasan, jika
memungkinkan
3 Pahami situasi yang membuat
ansietas dengarkan dengan
penuh perhatian
4 Gunakan pendekatan yang
tenang dan meyakinkan
5 Tempatkan barang pribadi yang
memberikan kenyamanan
6 Motivasi mengidentifikasi
situasi yang memicu
kecemasan
7 Diskusikan perencanaan
realistis tentang peristiwa yang
akan datang

Edukasi

1. Jelaskan prosedur, termasuk


sensasi yang mungkin dialami

2. Informasikan secara faktual


mengenai diagnosis,
pengobatan, dan prognosis

3. Anjurkan keluarga untuk tetap


bersama pasien, jika perlu

4. Anjurkan melakukan kegiatan


yang tidak kompetitif, sesuai
kebutuhan

5. Anjurkan mengungkapkan
perasaan dan persepsi

6. Latih kegiatan pengalihan


untuk mengurangi ketegangan

7. Latih penggunaan mekanisme


pertahanan diri yang tepat

8. Latih Teknik relaksasi

Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian obat


antiansietas, jika perlu
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan, dimana rencana
keperawatan dilaksanakan; melaksanakan intervensi atau aktivitas yang telah ditentukan.

5. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan, proses yang kontinue
yang penting untuk menjamin kualitas dan ketepatan perawatan yang diberikan, yang
dilakukan dengan meninjau respon pasien untuk menentukan keefektifan rencana
keperawatan dalam memenuhi kebutuhan klien.
Tujuan dari evaluasi adalah menilai keberhasilan dari tindakan perawatan, respon
klien terhadap tindakan yang telah diberikan dan mencegah masalah-masalah yang
mungkin timbul lagi. Ada dua evaluasi yang ditemukan yaitu:
a) Evaluasi formatif adalah evaluasi yang dilakukan secara terus menerus untuk
menilai hasil dari tindakan yang telah dilakukan.
b) Evaluasi sumatif adalah evaluasi akhir dari keseluruhan tindakan yang dilakukan
dan disesuaikan dengan kriteria waktu yang telah ditetapkan.
Deep Venous Thrombosis (DVT)
Oleh

Fajar Prasetyo Winoto, S. Kep., Ners

A. KONSEP DASAR DVT (DEEP VEIN THROMBUS)


1. Pengertian
Deep vein thrombosis (DVT) adalah suatu kondisi dimana terbentuk bekuan darah dalam
vena sekunder akibat inflamasi / trauma dinding vena atau karena obstruksi vena
sebagian, yang mengakibatkan penyumbatan parsial atau total sehingga aliran darah
terganggu.
Deep vein thrombosis (DVT) merupakan pembentukan bekuan darah pada lumen vena
dalam (deep vein) yang diikuti oleh reaksi inflamasi dinding pembuluh darah dan
jaringan perivena.

2. Etiologi
Terdapat 3 faktor yang dianggap penting dalam pembentukan bekuan darah, hal ini
dihubungkan dengan :
a. Imobilitas (statis aliran darah)
Statis vena terjadi bila aliran darah melambat, seperti pada gagal jantung dan syock ;
ketika vena berdilatasi, sebagai akibat terapi obat, dan bila kontraksi otot skeletal
berkurang, seperti pada istirahat lama, paralysis ekstremitas. Tirah baring terbukti
memperlambat aliran darah tungkai sebesar 50%.
b. Abnormalitas dinding pembuluh darah
Kerusakan lapisan intima pembuluh darah menciptakan tempat pembentukan bekuan
darah. Trauma langsung pada pembuluh darah, seperti pada fraktur atau dislokasi,
penyakit vena dan iritasi bahan kimia terhadap vena, baik akibat obat atau larutan intra
vena, semuanya dapat merusak vena.
c. Hypercoagulability (pembekuan darah lebih cepat)
Kenaikan koagubilitas terjadi paling sering pada pasien dengan penghentian obat anti
koagulan secara mendadak. Kontrasepsi oral dan sejumlah besar diskrasia dapat
menyebabkan hiperkoagulabilitas.

3. Patofisiologi
DVT adalah peradangan pada dinding vena dan biasanya disertai pembentukan
bekuan darah. Ketika pertama kali terjadi bekuan pada vena akibat statis atau
hiperkoagulabilitas, tanpa disertai peradangan maka proses ini dinamakan
flebotrombosis. Trombosis vena dapat terjadi pada semua vena, namun yang paling
sering terjadi adalah pada vena ekstremitas . Gangguan ini dapat menyerang baik vena
superficial maupun vena dalam ungkai. Pada vena superficial, vena safena adalah yang
paling sering terkena. Pada vena dalam tungkai, yang paling sering terkena adalah vena
iliofemoral, popliteal dan betis.
Trombus vena tersusun atas agregat trombosit yang menempel pada dinding vena ,
disepanjang bangunan tambahan seperti ekor yang mengandung fibrin, sel darah putih
dan sel darah merah. “Ekor “ dapat tumbuh membesar atau memanjang sesuai arah aliran
darah akibat terbentuknya lapisan bekuan darah. Trombosis vena yang terus tumbuh ini
sangat berbahaya karena sebagian bekuan dapat terlepas dan mengakibatkan oklusi
emboli pada pembuluh darah paru. Fragmentasi thrombus dapat terjadi secara spontan
karena bekuan secara alamiah bisa larut, atau dapat terjadi sehubungan dengan
peningkatan tekanan vena, seperti saat berdiri tiba-tiba atau melakukan aktifitas otot
setelah lama istirahat.

4. Manifestasi Klinik
a. Vena dalam : obstruksi vena dalam tungkai menyebakan oedema dan
pembengkakan ekstremitas karena aliran darah tersumbat. Tungkai yang terkena
biasanya terasa lebih hangat dan vena superfisialnya lebih menojol. Nyeri tekan
biasanya terjadi kemudian adalah sebagai akibat dari inflamasi dinding vena dan
dapat dideteksi dengan palpasi lembut pada tungkai. Tanda homan (nyeri pada
betis ketika kaki didorsoflesikan secara mendadak) tidak spesifik untuk trombosis
vena dalam karena bisa ditimbulkan oleh berbagai kondisi nyeri pada betis.
Pada beberapa kasus emboli paru merupakan tanda pertama trombosis vena
dalam.

b. Vena superficial : trombosis vena superficial mengakibatkan nyeri atau nyeri


tekan, kemerahan dan hangat pada daerah yang terkena. Resiko terjadinya
fragmentasi thrombus menjadi emboli pada vena superficial sangat jarang karena
thrombus dapat larut secara spontan. Jadi kondisi ini dapat ditangani di rumah
dengan tirah baring, peninggian tungkai, analgesik dan obat anti radang.

5. Faktor Resiko
Faktor resiko DVT antara lain faktor demografi/lingkungan (usia tua, imobilitas
yang lama), kelainan patologi (trauma, hiperkoagulabilitas kongenital, antiphospholipid
syndrome, vena varikosa ekstremitas bawah, obesitas, riwayat tromboemboli vena,
keganasan), kehamilan, tindakan bedah, obat-obatan (kontrasepsi hormonal,
kortikosteroid) (JCS Guidelines, 2011; Goldhaber, 2010; Sousou, 2009; Bailey, 2009).

6. Klasifikasi
DVT dibagi menjadi 2 tipe yaitu tipe sentral (iliac DVT dan femoral DVT) dan tipe
perifer (DVT pada vena poplitea dan daerah distal). Berdasarkan gejala dan tanda klinis
serta derajat keparahan drainase vena DVT dibagi menjadi DVT akut dan kronis.
7. Pemeriksaan Diagnostik
a. Angiografi (venography)
b. Non invasive ultrasound (USG Doppler)
c. D-dimer adalah tes darah yang mungkin digunakan sebagai tes penyaringan
(screening) untuk menentukan apakah ada bekuan darah. Pemeriksaan ini bersifat
sensitif tapi tidak spesifik, sehingga tidak dapat dipakai sebagai tes tunggal untuk
diagnosis DVT

Gambar 1. Alogaritma diagnosis DVT

8. Penatalaksanaan Medis
a. Penataksanaan Bedah. Pembedahan trombosis vena dalam (DVT) diperlukan
bila : ada kontraindikasi terapi antikoagulan atau trombolitik, ada bahaya emboli
paru yang jelas dan aliran darah vena sangat terganggu yang dapat mengakibatkan
kerusakan permanen pada ekstremitas. Trombektomi (pengangkatan trombosis)
merupakan penanganan pilihan bila diperlukan pembedahan. Filter vena kava
harus dipasang pada saat dilakukan trombektomi, untuk menangkap emboli besar
dan mencegah emboli paru.
b. Penatalaksanaan Keperawatan. Tirah baring, peninggian ekstremitas yang terkena,
stoking elastik dan analgesik untuk mengurangi nyeri adalah tambahan terapi
DVT. Biasanya diperlukan tirah baring 5 – 7 hari setelah terjadi DVT. Waktu ini
kurang lebih sama dengan waktu yang diperlukan thrombus untuk melekat pada
dinding vena, sehingga menghindari terjadinya emboli. Ketika pasien mulai
berjalan, harus dipakai stoking elastik. Berjalan-jalan akan lebih baik daripada
berdiri atau duduk lama-lama. Latihan ditempat tidur, seperti dorsofleksi kaki
melawan papan kaki, juga dianjurkan. Kompres hangat dan lembab pada
ekstremitas yang terkena dapat mengurangi ketidaknyamanan sehubungan dengan
DVT. Analgesik ringan untuk mengontrol nyeri, sesuai resep akan menambah
rasa nyaman.
9. Komplikasi
a. Pulmonary embolism adalah komplikasi utama dari deep vein thrombosis. Hal ini
dapat ditandai dengan nyeri dada dan sesak napas sehingga dapat mengancam
nyawa. Lebih dari 90% dari pulmonary emboli timbulya dari kaki.
b. Post-thrombotic syndrome dapat terjadi setelah deep vein thrombosis. Kaki yang
terpengaruh dapat menjadi bengkak dan nyeri secara kronis dengan perubahan-
perubahan warna kulit dan pembentukan borok-borok (ulcer) disekitar kaki dan
pergelangan kaki.

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN DVT


1. Pengkajian
a. Identitas
b. Keluhan utama
Gejala pada DVT yang paling dapat dipercaya adalah bengkak dan edema dari
ekstremitas yang bersangkutan. Ini disebabkan oleh peningkatan volume
intravaskuler akibat bendungan darah vena. Nyeri adalah gejala yang paling
umum ; biasanya dilukiskan sebagai sakit atau berdenyut dan bias berat. Berjalan
dapat memperparah nyeri. Nyeri tekan pada ekstremitas yang terserang.
c. Riwayat kesehatan dahulu
Tanyakan kepada pasien mengenai adanya riwayat varises, hiperkoagulasi,
penyakit neoplasma, penyakit kardiovaskuler, pembedahan mayor yang baru saja
dilakukan atau cedera, obesitas, trauma ortopedik, tirah baring yang lama,
paralysis, dehidrasi mungkin terjadi (hiperkoagulasi).
d. Pemeriksaan fisik fokus (ekstremitas bawah)
2) Keadaan umum :
sedang sampai dengan payah. Kesadaran : composmentis sampai dengan apatis.
3) Tanda-tanda vital : tachicardi, penurunan nadi perifer pada ekstremitas yang sakit,
suhu pada ekstremitas yang sakit ; dingin.
4) Ekstremitas bawah :
Nyeri karena aktifitas / berdiri lama, lemah / kelemahan pada kaki yang sakit,
varises dan atau pengerasan, gelembung / ikatan vena (thrombus), warna kulit /
suhu pada ekstremitas yang sakit ; pucat, dingin, oedema, kemerahan, hangat
sepanjang vena.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Perfusi perifer tidak efejktif berhubungan dengan penurunan aliran vena, ditandai
dengan : Edema, penurunan nadi perifer, pengisian kapiler > 3 detik , warna kulit
pucat, akral teraba dingin.
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (inflamasi, iskemia)
ditandai dengan ; pasien mengeluh nyeri, menghindari nyeri, gelisah.
c. Kecemasan berhubungan dengan ancaman terhadap kematian ditandai dengan
merasa bingung, tampak gelisah, sulit tidur.

3. Rencana Keperawatan
Tujuan dan Kriteria
No. Diagnosis Intervensi
Hasil
1. Perfusi perifer tidak Tujuan: Observasi
efektif berhubungan Perfusi perifer (Ekspektasi 1.Periksa sirkulasi perifer
dengan penurunan meningkat) 2.Identifikasi faktor resiko
aliran vena. Kriteria Hasil: 3.Monitor panas, kemerahan,
 Perfusi jaringan nyeri, atau bengkak pada
meningkat ekstremitas
 Warna kulit pucat Terapiutik
menurun 1.Hindari pemasangan infus atau
 Nyeri ekstremitas pengambilan darah di area
menurun keterbatasan perfusi
2.Lakukan pengukuran tekanan
darah pada ekstremitas dengan
keterbatasan perfusi
3.Hindari pemasangan dan
penekanan torniquet pada area
yang cedera
4.Lakukan pencegahan infeksi
5.Lakukan perawatan kaki dan
kuku
6.Lakukan hidrasi
Edukasi
1.Anjurkan berhenti merokok
2.Anjurkan berolahraga rutin
3.Anjurkan mengecek air mandi
untuk menghindari kulit terbakar
4.Anjurkan penggunaan obat
penurun tekanan darah,
antikoagulan, dan penurun
kolesterol, jika perlu
5.Anjurkan meminum obat
pengontrol tekanan darah secara
teratur
6.Anjurkan menghindari obat
penyekat beta
7.Anjurkan melakukan perawatan
kulit yang tepat
8.Anjurkan program rehabilitasi
vaskular
9.Ajarkan program diet untuk
memperbaiki sirkulasi
10.Informasikan tanda dan gejala
darurat yang harus dilaporkan
2 . Nyeri akut Tujuan: Manajemen Nyeri
berhubungan dengan Tingkat nyeri (Ekspektasi Observasi
agen pencedera menurun) 1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
fisiologis (inflamasi, Kriteria Hasil: durasi, frekuensi, kualitas,
iskemia)  Keluhan nyeri menurun intensitas nyeri
 Gelisah menurun 2. Identifikasi skala nyeri

 Berfokus pada diri Identifikasi respon nyeri non

sendiri menurun verbal


3. Identifikasi faktor yang
memperberat dan memperingan
nyeri
4. Identifikasi pengetahuan dan
keyakinan tentang nyeri
5. Identifikasi pengaruh budaya
terhadap repson nyeri
6. Identifikasi pengaruh nyeri
terhadap kualitas hidup
7.Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah berikan

8. Monitor efek samping

penggunaan analgetik
Terapeutik
9. Berikan teknik non
farmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri (mis : TENS, hypnosis,
akupresure, terapi music,
biofeedback, terapi pijat,
aromaterapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres hangat atau
dingin, terapi bermain)
10. Kontrol lingkungn yang
memperberat rasa nyeri (mis : suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan)
11. Fasilitasi istirahat dan tidur
12.Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam pemeliharaan
strategimeredakan nyeri
Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri.
2. Jelaskan strategi meredakan
nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan
analgetiksecara tepat
5. Ajarkan teknik
nonfarmakaologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
1. Memberikan analgetik jika perlu
3. Kecemasan Tujuan:
Observasi
berhubungan dengan Tingkat ansietas
ancaman terhadap (Ekspektasi menurun) 1) Identifikasi saat tingkat ansietas
kematian Kriteria Hasil: berubah (mis: kondisi, waktu,
 Perilaku gelisah stresor)
menurun 2) Identifikasi kemampuan
 Perilaku tegang mengambil keputusan
menurun 3) Monitor tanda-tanda ansietas

 Palpitasi menurun (verbal dan nonverbal)

Terapeutik

1. Ciptakan suasana terapeutik


untuk menumbuhkan
kepercayaan
Temani pasien untuk
mengurangi kecemasan, jika
memungkinkan
2. Pahami situasi yang membuat
ansietas dengarkan dengan
penuh perhatian
3. Gunakan pendekatan yang
tenang dan meyakinkan
4. Tempatkan barang pribadi yang
memberikan kenyamanan
5. Motivasi mengidentifikasi
situasi yang memicu
kecemasan
6. Diskusikan perencanaan
realistis tentang peristiwa yang
akan datang

Edukasi

1. Jelaskan prosedur, termasuk


sensasi yang mungkin dialami
2. Informasikan secara faktual
mengenai diagnosis, pengobatan,
dan prognosis
3. Anjurkan keluarga untuk tetap
bersama pasien, jika perlu
4. Anjurkan melakukan kegiatan
yang tidak kompetitif, sesuai
kebutuhan
5. Anjurkan mengungkapkan
perasaan dan persepsi
6. Latih kegiatan pengalihan untuk
mengurangi ketegangan
7. Latih penggunaan mekanisme
pertahanan diri yang tepat
8. Latih Teknik relaksasi

Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian obat


antiansietas, jika perlu

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan, dimana rencana
keperawatan dilaksanakan; melaksanakan intervensi atau aktivitas yang telah ditentukan.
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan, proses yang kontinue
yang penting untuk menjamin kualitas dan ketepatan perawatan yang diberikan, yang
dilakukan dengan meninjau respon pasien untuk menentukan keefektifan rencana
keperawatan dalam memenuhi kebutuhan klien.
Tujuan dari evaluasi adalah menilai keberhasilan dari tindakan perawatan, respon
klien terhadap tindakan yang telah diberikan dan mencegah masalah-masalah yang
mungkin timbul lagi. Ada dua evaluasi yang ditemukan yaitu:
a) Evaluasi formatif adalah evaluasi yang dilakukan secara terus menerus untuk
menilai hasil dari tindakan yang telah dilakukan.
b) Evaluasi sumatif adalah evaluasi akhir dari keseluruhan tindakan yang dilakukan
dan disesuaikan dengan kriteria waktu yang telah ditetapkan.

Anda mungkin juga menyukai