Anda di halaman 1dari 25

NEUROTRAUMA

BY:
ITA
FENI
ANATOMI KEPALA
PENGERTIAN

Neurotrauma adalah
merupakan suatu gangguan traumatik dari
fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai
perdarahan interstiil dalam substansi otak
diikuti terputusnya kontinuitas otak ( Arif
Muttaqin, 2018 )
JENIS CEDERA KEPALA
1. Cedera kulit kepala
Trauma dapat menyebabkan abrasi, laserasi atau avulsi.

2. Fraktur tengkorak
Rusaknya kontinuitas tulang tengkorak disebabkan oleh tra
uma, bisa fraktur tertutup dan fraktur terbuka ( durameter
rusak ).

3. Cedera otak
dapat terjadi dengan atau tanpa fraktur tengkorak, yang me
nimbukan kontusio, laserasi, dan hemoragi otak ( epidural
hemoragik, subdural hemarogik, dan intraserebral hemora
gik )
ETIOLOGI
Trauma langsung yang menyebabkan kerusakan tengkorak
atau otak, meliputi :
- Kecelakaan kendaraan atau transportasi
- Kecelakaan terjatuh
- Kecelakaan yang berkaitan dengan olahraga
- Kejahatan dan tindak kekerasan
TANDA DAN GEJALA
• Gangguan kesadaran
• Konfusi
• Abnormalitas pupil
• Perubahan tanda vital
• Gangguan penglihatan
• Disfungsi neuro sensorik
• Kejang otot
• Sakit kepala
• Vertigo
• Gangguan pergerakan
• kejang
KLASIFIKASI

Berdasarkan mekanisme :
 Trauma tumpul
- Kecepatan tinggi ( kecelakaan/tabrakan)
- Kecepatan rendah ( terjatuh/dipukul)
 Trauma tembus
Luka tembus peluru
Berdasarkan keparahan cedera :
 Cedera kepala ringan
- GCS 13-15
- sadar penuh
- pasien mengeluh nyeri kepala dan pusing
- terlihat haematoma pada kulit kepala

 Cedera kepala sedang


- GCS 9-12
- amnesia pasca trauma
- tanda kemungkinan fraktur cranium ( mata rabun, hemotimpanum, otorea)
- kejang

 Cedera kepala berat


- GCS ≤ 8
- penurunan kesadaran secara progresif
- perubahan ukuran pupil (anisokor)
- trias cushing ( denyut jantung menurun, hipertensi, depresi pernafasan )
- teraba fraktur kranium
PENILAIAN SKALA GCS
NO. Jenis pemeriksaan Nilai Respon
1. Eye (mata)

a. spontan 4 Mata terbuka secara spontan


b. rangsangan suara 3 Mata terbuka terhadap perintah verbal
c. rangsangan nyeri 2 Mata terbuka terhadap rangsangan nyeri
d. tidak ada 1 Tidak membuka mata terhadap rangsangan apapun

2. Respon verbal

a. orientasi baik 5 Orientasi baik dan mampu berbicara


b. bingung 4 Disorientasi dan bingung
c. mengucapkan kata” yang tidak tepat 3 Mengulang kata-kata yang tidak tepat secara acak
d. mengucapkan kata-kata yang tidak jelas 2 Mengeram atau merintih
e. tidak ada 1 Tidak ada respon

3. Respon motorik

a. mematuhi perintah 6 Dapat bergerak  mengikuti perintah


b. melokalisasi 5 Dapat melokalisasi nyeri  (gerakan terarah dan bertujuan ke
arah rangsang nyeri)
c. menarik 4 Fleksi  atau menarik saat di rangsang nyeri contoh: menarik
tangan saat kuku di tekan
d. fleksi abnormal 3 Membentuk posisi dekortikasi. Contoh: fleksi pergelangan
tangan
e. ekstensi abnormal 2 Membentuk posisi deserebrasi.contoh : ekstensi pergelangan
tangan
f. tidak ada 1 Tidak ada respon, hanya berbaring lemah, saat di rangsang
apapun
ASKEP PERIOPERATIF PADA
PASIEN DENGAN NEURO TRAUMA
3 PHASE PERIOPERATIF
1. pre operatif phase
2. intra operatif phase
3. post operatif phase

1. phase pre operatif


 melakukan pengkajian perioperatif awal
 merencanakan metode penyuluhan yang sesuai dengan kebutuhan
pasien
 melibatkan keluarga dalam wawancara
 memastikan kelengkapan pre operasi
a. persiapan fisik pasien
 status kesehatan fisik secara umum
Lanj.....
 status nutrisi
 keseimbangan cairan dan elektrolit
 kebersihan lambung dan kolon
 pencukuran daerah operasi
 personal hygene
 pengosongan kandung kemih
 latihan pra operasi

b. persiapan penunjang
 pemeriksaan radiologi
 laboratorium
 pemeriksaan lain seperti ECG, EEG
 CT Scan/ MRI
 dll
Lanj.....
c. pemeriksaan status anastesi
 pemeriksaan status fisik untuk dilakukan pembiusan ( untuk
keselamatan selama pembedahan)
 metode ASA (American Society of Anasthesiologist)

d. inform consent
setiap pasien yang akan menjalani tindakan medis wajib menuliskan
surat pernyataan persetujuan dilakukan tindakan medis
( pembedahan dan anastesi)

c. persiapan mental/ psikis

masalah keperawatan yang timbul


 ansietas tindakan pembedahan/ ancaman kematian
 resiko infeksi prosedur invasive
Lanj......
2. phase intra operatif
faktor-faktor yang mempengaruhi durante operasi pada kasus
neurotrauma
a. administrasi pasien
 kelengkapan status pasien
 IPSG

b. kondisi pasien
 kelengkapan laboratorium
 riwayat penyakit

c. persiapan kamar operasi


 kondisi ruang kamar operasi
 alat dan instrumen siap dan berfungsi dengan baik
 ketersediaan alkes
 dokumentasi keperawatan
Lanj.....
Masalah keperawatan yang timbul
 resiko terhadap cidera
 resiko infeksi
 resiko terjadi perubahan suhu tubuh
 resiko terjadinya gangguan keseimbangan volume cairan tubuh

3. phase post operatif


perawatan post operatif
 menstabilkan kondisi pasien pada keadaan equlibrium fisiologis pasien
 menghilangkan nyeri
 pencegahan komplikasi
 pengkajian yang cermat dan intervensi segera membantu pasien kembali pada fungsi
optimalnya dengan cepat dan aman

tahapan perawatan post operatif


 pemindahan pasien dari OK ke RR
 perawatan post anastesi di RR
 transportasi pasien ke ruang rawat
 perawatan di ruang rawat
Lanj.....
masalah keperawatan yang timbul
 gangguan pertukaran gas
 tidak efektif jalan nafas
 nyeri
 gangguan integritas kulit
 potensial injury
 intoleransi aktivitas
PENATALAKSANAAN ASUHAN
KEPERAWATAN PASIEN TBI DI
RAWAT INAP
1. PEMERIKSAAN TINGKAT
KESADARAN
 Penilaian tingkat kesadaran diukur dengan Glasgow Coma SCALE
(GCS)

 Pasien dengan penurunan GCS diruangan


pertama dilakukan evaluasi exstra cranial, mulai dari airway, brea
thing dan circulation.
a. Airway
evaluasi apakah ada sumbatan jalan nafas parsial ( dahak, mun
tahan, pangkal lidah, benda asing ), atau sumbatan total
b. Breathing
evaluasi apakah ada perubahan suara parau, kecurigaan pneum
onia, edem paru.
c. Circulation
evaluasi apakah ada gangguan perfusi jaringan, tanda-tanda sy
ok dan dehidrasi.
2. PEMERIKSAAN PUPIL

• Melihat diameter pupil penderita ( normal 3


mm), jika diameter >4 mm cek apakah pasien
mengalami hipoksia atau sebagai tanda awal
peningkatan TIK
• Membandingkan diameter pupil mata kanan dan
kiri ( isokor atau anisokor), pupil anisokor
kemungkinan akan ada perdarahan intrakranial
• Melihat bulatan pupil teratur atau tidak
• Memeriksa refleks pupil terhadap cahaya
3. PEMERIKSAAN MOTORIK
Kekuatan otot dinilai dalam derajat :
 5 = kekuatan normal seluruh gerakan dapat dilakukan
berulang ulang tanpa adanya kelelahan.
 4 = seluruh gerakan otot dapat dilakukan dengan benar
dan dapat melawan tahanan ringan dan sedang dari
pemeriksa.
 3 = dapat mengadakan gerakan melawan gaya berat.
 2 = didapatkan gerakan tetapi gerakan ini tidak mampu
melawan gaya berat.
 1 = kontraksi minimal dapat terasa atau teraba pada otot
yang bersangkutan tanpa mengakibatkan gerakan.
 0 = tidak ada kontraksi sama sekali.
4. MANAJEMEN PASIEN DENGA
N EVD
1. Posisi pasien head up 30-45 derajat
2. Posisikan drain disamping kepala
3. Lakukan observasi produksi drain ( kejernihan, warna
dan volume CSF). Normal : putih, jernih, jumlahnya <
20 ml/jam atau maksimal 500 ml/24 jam
4. Observasi, catat, dan laporkan bila ada gejala infeksi :
demam, rembesan CSF , hematoma diarea insersi
5. Pasien yang terpasang EVD dilakukan mobilisasi sesuai
prosedur. Ukur kembali tekanan EVD setelah mobilisasi
sesuai advis dokter.
5. PENANGANAN KEJANG
Penyebab kejang adalah hiperaktifitas listrik sekelompok sel syaraf diotak yang terjadi secara spontan.

 Faktor rseiko kejang


- cedera otak berat : EDH, SDH, ICH
- kontusio serebri
- fraktur tulang tengkorak
- gangguan elektrolit
- demam tinggi

 Prinsip dasar kejang


- stop kejang secepatnya ( kolaborasi dokter untuk pemberian anti kejang, misal diazepam, phenitoin)
- berikan ventilasi agar jalan nafas lancar dan oksigenasi pasien selama kejang
- obs TTV, pastikan jalan napas bebas setelah kejang teratasi
- evaluasi penyebab kejang dan atasi sesuai penyebab kejang
- jangan mencoba membuka mulut atau memasukkan sesuatu kedalam mulut

 Pasca kejang
- apneu/bradipneu, desaturasi, hipotensi, penurunan kesadaran ( obs ketat )
- pasien mengalami lemah
- lidah bisa tergigit
- pasien mengalami bingung dan mengantuk
- memperbailki metabolisme dan menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit
6. HIPERTERMI PADA PASIEN TBI
 Hipertermi karena gangguan pada hipotalamus :
• Karakteristiknya demam tinggi tanpa disertai tanda-tanda infeksi, bradikardi, memiliki pola
suhu yang stabil tinggi.
• Tatalaksana pasca cedera yaitu dilakukan exsternal cooling dengan menurunkan suhu
ruangan.

 Hipertermi karena dehidrasi


• Pantau intake dan output, serta produksi urine
• Jika produksi urine banyak, kolaborasi dengan dokter untuk pemeriksaan urine atau
pemberian obat obatan
• Kolaborasi pemberian cairan rehidrasi ( nacl 0,9%)

 Hipertermi karena sepsis


• Pantau tanda-tanda infeksi ( nadi meningkat, suhu meningkat, leukosit meningkat atau
menurun )
• Cari sumber infeksi ( luka post op, adanya decub atau pneumonia)
• Lakukan hand hygiene sesuai pedoman
• Rawat luka dengan benar dan teratur
• Lakukan kompres
• Manipulasi suhu ruangan
7. PEMBERIAN NUTRISI PASIEN TBI

Prinsip pemberian nutrisi pada pasien


pasca trauma :
 Nutrisi secara enteral bisa diberikan 48 jam pasca
trauma. Pasien cedera otak bisa menerima nutrisi
setidaknya 50% kebutuhan kalori
 Pasien cedera otak dapat diberikan kalori penuh pada
hari ke 7
 Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemenuhan
kebutuhan kalori

Anda mungkin juga menyukai