Anda di halaman 1dari 43

PANDUAN PRAKTIK KLINIS

2012-2014

SMF NEUROLOGI
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN
SUMEDANG
KOMITE MEDIS RSUD KABUPATEN SUMEDANG
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
2012-2014
SMF NEUROLOGI
TOPIK : STROKE

1. Definisi

Stroke adalah suatu keadaan hilangnya sebagian atau seluruh fungsi neurologis (defisit
neurologik fokal atau global) yang terjadi secara mendadak, berlangsung lebih dari 24 jam atau
menyebabkan kematian, yang semata-mata hanya disebabkan karena gangguan peredaran darah
otak karena berkurangnya suplai darah (stroke iskemik) atau pecahnya pembuluh darah secara
spontan (stroke perdarahan).
Pembagian Stroke
1.1 Etiologis
1.1.1 Infark : aterotrombotik, kardioembolik, lakunar
1.1.2 Perdarahan : Perdarahan intra serebral, Perdarahan subarahnoid, AVM

1.2 Lokasi
1.2.1 Sistem Karotis
1.2.2 Sistem Vertebrobasiler

Dasar Diagnosis :
- Anamnesis dari pasien, keluarga atau pembawa pasien
- Pemeriksaan fisik : Keadaan umum, kesadaran (Glasgow Coma Scale/kualitas), tanda vital,
status interna, status neurologis
- Alat Bantu Skoring (skala)
Siriraj Stroke Score (SSS)
Algoritme Stroke Gajah Mada (ASGM)
-Pemeriksaan penunjang :
Pungsi lumbal (terutama Perdarahan Subarahnoid dan jika tidak ada kontraindikasi)
Neuroimejing : CT scan kepala
2. Diagnosis banding
Ensefalopati toksik atau metabolik
Kelainan non neurologis/fungsional (contoh : kelainan jiwa)
Bangkitan epilepsi yang disertai paresis Todds
Migren hemiplegik
Lesi struktural intrakranial (hematoma subdural, tumor otak, AVM)
Infeksi ensefalitis, abses otak
Trauma kepala
Ensefalopati hipertensif
Sklerosis multipel

3. Pemeriksaan Penunjang
Tergantung gejala dan tanda, usia, kondisi pre dan paska stroke, risiko pemeriksaan, biaya,
kenyamanan pemeriksaan penunjang.
Tujuan : Membantu menentukan diagnosis, diagnosis banding, faktor risiko, komplikasi,
prognosis dan pengobatan.

3.1.1 Pemeriksaan rutin :


Hb, leukosit, trombosit, hematokrit
Glukosa plasma puasa (nuchter/ 2 jam post prandial)
Kolesterol plasma (HDL, LDL, Total)
Trigliserida
Asam urat
Ureum, kreatinin
Urinalisis
EKG
Thorax foto

3.1.2 Pemeriksaan atas indikasi :


CT scan kepala
EEG
Pungsi lumbal (jika tidak ada kontraindikasi (impending herniasi)
Elektrolit darah
Analisis Gas darah

4. Konsultasi
Atas indikasi, dengan :
Unit Rehabilitasi Medik
Bag. Ilmu Penyakit dalam
Bag. Radiologi
Bag. Patologi Klinik
ICU/Anestesi
Bag. Gizi
Bag. Psikiatri
Bag. Ilmu Kesehatan Anak

5. Informed consent
Terutama pada tindakan invasif seperti :
Pungsi lumbal
Trakheostomi
Operatif Bedah saraf kasus rujukan

6. Terapi
- Umum :
Ditujukan terhadap fungsi vital : paru-paru, jantung, ginjal, keseimbangan elektrolit dan cairan,
gizi, dan higiene
- Khusus :
Terapi farmaka
Stroke infark : Antiagregasi platelet : ASA, klopidogrel
Antikoagulan : heparin, LMWH, warfarin (untuk stroke emboli)
Perdarahan subarakhnoid : Antivasospasme : Nimodipin
Neuroprotektan
Terapi komplikasi :
Antiedema : Lar. Manitol 20%
Antibiotika, Antidepresan, Antikonvulsan : atas indikasi
Nyeri sentral : amitriptilin, karbamazepin, gabapentin
Anti trombosis vena dalam dan emboli paru
Penatalaksanaan faktor risiko :
Antihipertensi : fase akut stroke dengan persyaratan tertentu (Guidelines stroke 2004)
Antidiabetika : fase akut stroke dengan persyaratan tertentu (Guidelines stroke 2004)
Antidislipidemia : atas indikasi
Terapi Non Farmaka
Rehabilitasi medik
Edukasi

7. Komplikasi
7.1 Fase akut :
Neurologis : Edema otak, infark berdarah, hidrosefalus
Non Neurologis : Hipertensi/Hiperglikemia reaktif, edema paru, gangguan jantung,
infeksi, gangguan keseimbangan elektrolit

7.2 Fase lanjut


Neurologis : gangguan fungsi luhur
Non Neurologis : kontraktur, dekubitus, infeksi, depresi

8. Perawatan
Indikasi Rawat : semua stroke, terutama fase akut
Tempat rawat : bangsal perawatan, unit High Care/unit Intensive Care atas indikasi
Lama perawatan : Tanpa komplikasi penyulit, lama perawatan stroke infark 7-10 hari dari awitan
Stroke perdarahan intraserebral 14 hari dari awitan
Perdarahan subarakhnoid 21 hari dari awitan

9. Prognosis
9.1 Ad vitam
Tergantung berat stroke dan komplikasi yang timbul
Angka kematian dari seluruh kasus stroke pertama :
10 % hari ke 7
20 % hari ke 30
30 % tahun ke 1
60 % tahun ke 5
9.2 Ad functionam
Penilaian dengan parameter : Activity Daily Living (Barthel Index)
Risiko kecacatan dan ketergantungan fisik atau kognitif setelah 1 tahun : 20-30 %

10. Standar Pelayanan Minimal


Lab : Hb, Ht, Leukosit, Trombosit, gula darah sewaktu, kolesterol total, trigliserida, asam urat
Atas indikasi : gula darah puasa dan 2 jam pp, ureum, kreatinin
EKG
Rontgen thoraks
Pungsi lumbal pada perdarahan subarakhnoid
Terapi : antiagregasi platelet : asam salisilat 100-160 mg/hari
antiedema : manitol 20 %
antihipertensi : kaptopril, amlodipin
rehabilitasi medik

Mengetahui
Ketua Komite Medik RSUD Sumedang Ketua SMF IP Saraf RSUD Sumedang

dr. H. Isfihany Z.K, SpOG (K) dr. H. Yordian Yahya, SpS

KOMITE MEDIS RSUD KABUPATEN SUMEDANG


PANDUAN PRAKTIK KLINIS
2012-2014
SMF NEUROLOGI
TOPIK : EPILEPSI

1. Definisi :
Epilepsi adalah suatu/sekumpulan gejala neurologik yang ditandai oleh bangkitan epilepsi yang
berulang dan tidak diprovokasi.
Bangkitan epilepsi (epileptic seizure) adalah suatu manifestasi klinik yang disebabkan oleh
lepasnya muatan listrik yang abnormal, berlebihan dan timbul bersamaan (sinkron), dari neuron
yang (terutama) terletak pada korteks serebri. Aktivitas paroksismal abnormal ini umumnya
timbul intermiten dan self-limited.
Sindroma Epilepsi adalah penyakit epilepsi yang ditandai oleh sekumpulan gejala yang timbul
bersamaan (termasuk tipe bangkitan, etiologi, anatomi, faktor presipitasi usia saat awitan,
beratnya penyakit, siklus harian dan prognosa)
Status Epileptikus (Epilepsy Foundation of Americas Working Group on Status Epilepticus)
adalah bangkitan yang berlangsung lebih dari 30 menit atau dua atau lebih bangkitan berulang,
dimana di antara dua bangkitan tidak terdapat pemulihan kesadaran. Penanganan kejang harus
sudah dimulai dalam 10 menit pertama setelah awitan suatu kejang.

2. Klasifikasi Bangkitan Epilepsi (menurut ILAE tahun 1981) :


Bangkitan Parsial (fokal)
A. Parsial sederhana
1. Disertai gejala motorik
2. Disertai gejala somato-sensorik
3. Disertai gejala psikik
4. Disertai gejala otonomik
B. Parsial kompleks
1. Disertai dengan gangguan kesadaran sejak awitan dengan atau tanpa otomatism
2. Parsial sederhana diikuti gangguan kesadaran dengan atau tanpa otomatism
C. Parsial sederhana yang berkembang menjadi umum sekunder
1. Parsial sederhana menjadi umum tonik klonik
2. Parsial kompleks menjadi umum tonik klonik
3. Parsial sederhana menjadi parsial kompleks menjadi umum tonik klonik
II. Bangkitan Umum
A. Bangkitan Lena (Absence) dan lena atipikal
B. Bangkitan Mioklonik
C. Bangkitan Klonik
D. Bangkitan Tonik
E. Bangkitan Tonik-klonik
F. Bangkitan Atonik
III. Bangkitan yang tidak terklasifikasikan

Klasifikasi Sindroma Epilepsi (menurut ILAE tahun 1989) :


I. Fokal
A. Idiopatik (berhubungan dengan usia awitan)
1. Benign childhood epilepsy with centro-temporal spikes
2. Childhood epilepsy with occipital paroxysmal
3. Primary reading Epilepsy
B. Simptomatik (dengan etiologi yang spesifik atau non spesifik)
1. Chronic progressive epilepsia partialis continua of childhood (Kojewnikows
syndrome)
2. Syndromes characterized by seizures with specific modes of precipitation
3. Epilepsi lobus Temporal/Frontal/Parietal/Oksipital
C. Kriptogenik

II. Umum
A. Idioptaik (berhubungan dengan usia awitan)
1. Benign neonatalFamilial convulsions
2. Benign neonatal convulsions
3. Benign myoclonic epilepsy in infancy
4. Childhood absence epilepsy (pyknolepsy)
5. Juvenile absence epilepsy
6. Juvenile myoclonic epilepsy (impulsive petit mal)
7. Epilepsies with grand mal (GTCS) seizures on awakening
8. Others generalized idiopathic epilepsies not defined above
9. Epilepsies with seizures precipitated by specific modes of activation
B. Kriptogenik/Simptomatik
1. West syndrome (infantile spasms, blitz Nick-Salaam Krampfe)
2. Lennox-Gastaut syndrome
3. Epilepsy with myoclonic-astatic seizures
4. Epilepsy with myoclonic absence
C. Simptomatik (dengan etiologi yang spesifik atau nonspesifik)
1. Dengan etiologi yang nonspesifik
a. Early myoclonic encephalopathy
b. Early infantile epileptic encephalopathy with suprression burst
c. Other symptomatic generalized epilepsies not defined above
2. Sindroma spesifik
Bangkitan epilepsi yang disebabkan oleh penyakit lain
III. Tidak dapat ditentukan apakah fokal atu umum
1. Dengan bangkitan umum dan fokal
a. Neonatal seizures
b. Severe myoclonic epilepsy in infancy
c. Epilepsy with continuous spike wave during slow-wave sleep
d. Acquired epileptic aphasia (Landau-Kleffner syndrome)
e. Other undetermined epilepsies
2. Dengan bangkitan umum atau fokal (sama banyak)

IV. Sindroma spesial


1. Bangkitan yang berhubungan dengan situasi
a. Kejang demam (Febrile convulsion)
b. Bangkitan berulang atau status epileptikus
2. Bangkitan yang disebabkan oleh gangguan metabolik akut yang disebabkan
a. Oleh berbagai faktor seperti alkohol, obat-obatan, eklampsi, hiperglikemia
b. Non ketosis

3. Diagnosis Banding
Bangkitan psikogenik
Gerak involunter (tics, head nodding, paroxysmal choreoathethosis/dystonia, benign sleep
myoclonus, paroxysmal torticolis, startle response, jitterness, dll)
Hilangnya tonus atau kesadaran (sinkop, drop attacks, narkolepsi, attention deficit)
Gangguan respirasi (apnoe, breath holding, hiperventilasi)
Gangguan perilaku (night terrors, sleepwalking, nightmares, confusion, sindroma psikosis akut)
Gangguan persepsi (vertigo, nyeri kepala/wajah, nyeri abdomen)
Keadaan episodik dari penyakit tertentu (tetralogy spells, hydrocephalic spells, aritmia jantung,
hipoglikemia, hipokalsemia, periodic paralysis, dll)

4. Pemeriksaan Penunjang
EEG
CT Scan dengan kontras
Laboratorium :
- Penapisan dini kelainan metabolik perlu selalu diperiksa : kadar glukosa darah, ureum,
kreatinin, elektrolit natrium, kalium, kalsium dan magnesium
Pada kecurigaan infeksi SSP akut : Pungsi lumbal
5. Konsultasi
Atas indikasi : Bagian Psikiatri
Bagian Interna
Bagian Anak
Bagian Bedah saraf
Bagian Anestesi

6. Perawatan
Indikasi rawat :
Status epileptikus
Bangkitan berulang
Kasus bangkitan pertama
Epilepsi intractable (tidak terkendali, membandel)
Mencari etiologi
Tempat Perawatan :
Ruang rawat inap ilmu penyakit Saraf/Penyakit Dalam
High Care Unit (HCU)/Intensive Care Unit (ICU)

7. Terapi
Sangat tergantung pada bentuk bangkitan dan sindroma epilepsi serta kemudahan dan efek
samping pemakaian obat antiepilepsi (OAE). Pilihan utama OAE adalah terapi tunggal dan dosis
tunggal. Kepatuhan pasien antara lain ditentukan oleh harga OAE.
Anti konvulsan utama :
Fenobarbital : 2-4 mg/kgBB/hari dosis tunggal
Fenitoin : 5-8 mg/kgBB/hari dosis terbagi
Karbamazepin : 20 mg/kgBB/hari dosis terbagi
Valproat : 30-80 mg/kgBB/hari dosis terbagi
Diazepam (kerja cepat) anak : 0,3 mg/kgBB iv
Dewasa BB <40 kg : 5 mg iv
BB >40 kg : 10 mg iv
Keputusan pemberian pengobatan setelah bangkitan pertama dibagi dalam 3 kategori (Leppic,
1996) :
1. Definitely treat (Pengobatan harus dilakukan segera)
Terdapatnya lesi struktural
Tumor otak : meningioma, glioma, neoplasma lain
AVM
Infeksi : abses, ensefalitis herpes
Tanpa lesi struktural
Terdapatnya riwayat epilepsi pada saudara sekandung (bukan orang tua)
EEG dengan gambaran epileptik yang jelas
Riwayat bangkitan simptomatik
Riwayat trauma kepala, stroke, infeksi SSP
Status epileptikus pada awitan kejang
2. Possibly treat (kemungkinan harus dilakukan pengobatan)
Bangkitan yang tidak dicetuskan (diprovokasi) atau tanpa disertai faktor resiko di atas
3. Probably not treat (walaupun pengobatan jangka pendek mungkin diperlukan)
Kecanduan alkohol
Ketergantungan obat
Bangkitan dengan penyakit akut (demam tinggi, dehidrasi, hipoglikemia)
Bangkitan segera setelah benturan di kepala
Sindroma epilepsi spesifik yang ringan seperti kejang demam, BECT
Bangkitan yang diprovokasi dengan kurang tidur

8. Penghentian OAE
Tergantung bentuk bangkitan dan sindroma epilepsi yang diderita. Penghentian OAE setelah 2-5
tahun bebas bangkitan, secara bertahap/perlahan dalam beberapa bulan. (Dam, 1997). Bila
bangkitan sulit dikontrol, dapat ditunggu sampai 5 tahun bebas bangkitan.

9. Penanganan Status Epileptikus (Shorvon, 1995)


Stadium Penatalaksanaan
Stadium I Memperbaiki fungsi kardio-respirasi
(0-10 menit) Memperbaiki jalan nafas, pemberian oksigen, resusitasi
Stadium II Memasang infus pada pembuluh darah besar
(0-60 menit) Mengambil 50-100 cc darah untuk pemeriksaan lab.
Pemberian OAE emergensi : diazepam 10-20 mg iv (kecepatan pemberian
2-5 mg/menit atau rektal dapat diulang 15 menit kemudian.
Memasukkan 50 cc glukosa 40% dengan atau tanpa tiamin 250 mg intravena
Menangani asidosis

Stadium III Menentukan etiologi


(0-60-90 menit) Bila kejang berlangsung terus 30 menit setelah pemberian diazepam pertama,
Beri fenitoin iv 15-18 mg/kg dengan kecepatan 50 mg/menit
Memulai terapi dengan vasopresor bila diperlukan
Mengoreksi komplikasi

Stadium IV Bila kejang tetap tidak teratasi selama 30-60 menit, alih rawat ke ICU, beri
(30-90 menit) propofol (2 mg/kgBB bolus iv, diulang bila perlu) atau tiopenton (100-250
mg bolus iv pemberian dalam 20 menit, dilanjutkan dengan bolus 50 mg
setiap 2-3 menit), dilanjutkan sampai 12-24 jam setelah bangkitan klinis atau
bangkitan EEG terakhir, lalu dilakukan tapering off.
Memonitor bangkitan dan EEG, tekanan intrakranial, memulai pemberian
OAE dosis maintenance.

10. Prognosis
Pada kasus baru : baik, 70-80 % kasus bangkitan berhenti dalam beberapa tahun pertama.
Kemungkinan rekurensi rendah dan OAE dapat dihentikan.
Prognosis lebih buruk bila terdapat :
- Lesi struktural otak
- Bangkitan epilepsi parsial
- Sindroma epilepsi berat
- Riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga
- Frekuensi bangkitan tonik-klonik yang tinggi sebelum dimulai pengobatan
- Kelainan neurologis maupun psikiatris

11. Standar Pelayanan Minimal


Diagnosis : anamnesis, teliti
Pemeriksaan Penunjang : atas indikasi kuat
EEG
Neuroimejing bila curiga epilepsi simptomatik
Terapi : Phenobarbital
Status epileptikus : Fenitoin oral loading dose 15-20 mg/kgBB

Mengetahui
Ketua Komite Medik RSUD Sumedang Ketua SMF IP Saraf RSUD Sumedang

dr. H. Isfihany Z.K, SpOG (K) dr. H. Yordian Yahya, SpS


KOMITE MEDIS RSUD KABUPATEN SUMEDANG
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
2012-2014
SMF NEUROLOGI
TOPIK : NYERI KEPALA TIPE TEGANG/TENSION-TYPE HEADACHE

1. Kriteria Diagnosis (sesuai ICHD-2 tahun 2004)


1.1 Nyeri Kepla tipe tegang episodik (Episodic Tension Type Headache/ETTH):

Nyeri kepala (NK) rekuren, berlangsung 30 menit sampai 7 hari. Dalam 1 tahun mengalami NK
< 180 hari/tahun (<15 hari/bulan). Nyeri dengan kualitas menekan, mengikat, intensitas ringan
sampai sedang, lokasi bilateral dan tidak bertambah berat dengan aktivitas rutin. Tidak ada
nausea atau muntah tetapi mungkin ada fotofobia atau fonofobia.

ETTH terdiri dari :

a. ETTH infrekwen (dengan/tanpa nyeri otot perikranial)

Bila serangan < 1 hari/bulan atau < 12 hari/tahun

b. ETTH frekwen (dengan/tanpa nyeri otot perikranial)

Bila serangan NK 1 tetapi tidak >15 hari/bulan selama minimal 3 bulan ( 12 dan <
180 hari/tahun).

1.2 Nyeri kepala tipe tegang kronik (CTTH)

NK seperti di atas tetapi berlangsung 15 hari/bulan selama >3 bulan (180 hari/tahun)

Mungkin ada nausea, fotofobia atau fonofobia.

1.3 Mungkin nyeri kepala tipe tegang episodik frekuen

1.4 Mungkin nyeri kepala tipe tegang episodik infrekuen

1.5 Mungkin nyeri kepala tipe tegang kronik


2. Diagnosis Banding

Nyeri kepala sekunder

3. Pemeriksaan Penunjang

Atas indikasi terutama untuk menyingkirkan nyeri kepala sekunder

Foto polos servikal, kepala

CT scan

EEG (komorbiditas dengan epilepsi)

Laboratorium

4. Konsultasi

Atas indikasi : Psikologi

Psikiatri : komorbiditas gangguan jiwa

5. Informed Consent : -
6. Terapi
Terapi farmaka

Terapi Abortif : Analgesik non-opioid : asetaminofen


NSAID

Analgesik ajuvan : pelemas otot (esperison, tizanidin)

Terapi preventif :

Indikasi nyeri kepala tipe tegang kronik


Antidepresan trisiklik dosis rendah
Amitriptilin
Imipramin
Fluoksetin
Terapi non-farmakologik :

Mengatur gaya hidup


CBT (terapi kognisi-perilaku), terapi relaksasi, Biofeedback

Terapi fisik

7. Perawatan

Indikasi rawat :

-pemakaian obat berlebihan


-dengan berobat jalan terapi di atas gagal atau tidak aman
-komorbiditas dengan penyakit sistemik lain atau kelainan psikiatrik

8. Prognosis

Baik

9. Standar pelayanan minimal

Terapi abortif : asetaminofen, aspirin

Preventif : amitriptilin

Mengetahui
Ketua Komite Medik RSUD Sumedang Ketua SMF IP Saraf RSUD Sumedang

dr. H. Isfihany Z.K, SpOG (K) dr. H. Yordian Yahya, SpS


KOMITE MEDIS RSUD KABUPATEN SUMEDANG
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
2012-2014
SMF NEUROLOGI
TOPIK : NYERI KEPALA MIGREN

1. Kriteria Diagnosis (sesuai ICHD-2 tahun 2004)


1.1 Migren tanpa aura

Serangan NK rekuren, berlangsung 4-72 jam (pada usia < 15 tahun : 2- 48 jam) tanpa terapi atau
tidak berhasil diterapi. Khas lokasi unilateral, kualitas berdenyut, intensitas sedang sampai berat,
bertambah nyeri dengan aktifitas fisik dan disertai nausea, fotofobia dan fonofobia.

1.2 Migren dengan aura

Gangguan rekuren (aura) berupa serangan gejala neurologik fokal (korteks serebri atau batang
otak). Umumnya aura berkembang dalam 5-20 menit dan berlangsung < 60 menit.

Aura : langsung atau dalam < 1 jam disusul dengan NK migren selama 4-72 jam atau tanpa ada
NK.

Migren dengan aura terdiri dari :

Aura tipikal dengan NK migren

Aura tipikal dengan NK non-migren

Aura tipikal tanpa NK

Migren hemiplegik familial

Migren hemiplegik sporadik

Migren tipe basiler

1.3 Sindroma periodik Migren pada anak :

Vomitus siklik
Migren abdominal

BPV pada anak

1.4 Migren retinal


1.5 Migren Komplikasi :

Migren Kronik (15 hari/bulan selama > 3 bulan)

Status Migren (berlangsung > 72 jam)

Aura Persisten tanpa infark

Migren Infark (terbukti dengan neuroimejing)

Migren-triggered seizure

1.6 Mungkin Migren (tanpa aura atau dengan aura atau migren kronik)

2. Diagnosis banding

Nyeri kepala klaster

NK sekunder

3. Pemeriksaan Penunjang

Atas indikasi : CT scan

EEG (migren triggered seizure atau komorbiditas dengan epilepsi)

4. Konsultasi

Atas indikasi, terutama beberapa nyeri kepala sekunder

5. Terapi
Terapi abortif :

Analgetik non spesifik : Parasetamol, NSAID


Analgetik spesifik : Ergotamin

DHE

Triptan

Antiemetik : domperidon, metoklopramid

Terapi Preventif

Penyekat beta seperti propanolol

Antidepresan trisiklik seperti amitriptilin, imipramin, fluoksetin

Antikonvulsan seperti asam valproat, gabapentin, okskarbazepin

Kalsium antagonis seperti flunarizin

6. Komplikasi

Status migren : NK migren > 72 jam (dengan/tanpa terapi) dan interval bebas NK<4 jam

Migren infark :

Gejala neurologik fokal menetap dalam 7 hari dan pada pemeriksaan neuroimejing ada
infark iskemik yang sesuai. Tidak ditemukan penyebab infark serebri lainnya.

7. Perawatan

Indikasi rawat :

NK migren berat dan membandel disertai :

Dehidrasi atau perlu terapi parenteral

Ketergantungan analgetik atau ergotamin

Komorbiditas dengan kelainan neurologik, penyakit medik atau psikiatrik

8. Prognosis

Baik
Migren komplikata mungkin kurang baik

9. Standar Pelayanan Minimal

Terapi abortif : asetaminofen, aspirin, ergotamin (bila ada)

Terapi preventif : amitriptilin

Mengetahui
Ketua Komite Medik RSUD Sumedang Ketua SMF IP Saraf RSUD Sumedang

dr. H. Isfihany Z.K, SpOG (K) dr. H. Yordian Yahya, SpS


KOMITE MEDIS RSUD KABUPATEN SUMEDANG
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
2012-2014
SMF NEUROLOGI
TOPIK : SINDROMA GUILLAIN BARRE

1. Kriteria Diagnosis

Guillain Barre Syndrome (GBS) adalah suatu poliradikuloneuritis yang akut, idiopatik paska
infeksi viral, dan berhubungan dengan autoimmun ditandai dengan kelumpuhan anggota gerak
akut, bilateral simetris, kadang terjadi asending sampai otot pernafasan. Gangguan saraf otak
terutama N. Fasialis bilateral. Gangguan sensorik : nyeri, parestesi, hipestesi (gloves and
stocking). Refleks tendon hilang atau menurun. Gangguan otonom : aritmia jantung, hipotensi,
hipertensi, takikardia.

Cairan serebrospinal : peningkatan protein dengan jumlah sel leukosit normal.

Tidak ada penyebab neuropati akut lain.

Varian GBS :

1. Acute inflammatory demyelinating polyradiculoneuropathy (AIDP)


2. Acute Motor Sensory Axonal Neuropathy (AMSAN)
3. Acute Motor Axonal Neuropathy (AMAN)
4. Millard Fisher Syndrome
5. Acute Panautonomic Neuropathy
6. Pure Sensory Neuropathy

2. Diagnosis Banding

Poliomielitis
Akut mielitis
Periodik paralisis
Polineuropati akut sebab lain
3. Pemeriksaan Penunjang
Lab : Hb, leukosit, gula darah, immunoglobulin
Pungsi Lumbal : minggu kedua-ketiga
Pemeriksaan neurofisiologik : Studi Konduksi Saraf (NCS), minggu kedua-ketiga
EKG
Foto thorak

4. Konsultasi : Ilmu Penyakit Dalam


ICU/anestesi atas indikasi gagal nafas

5. Informed consent
Tindakan pungsi lumbal
Perawatan ICU

6. Terapi
Terapi Farmaka :
Kortikosteroid (1 mg/kg BB/hari), Mecobalamin : masih kontroversi
Plasmafaresis/Immunoglobulin Rujuk
Terapi Non Farmaka : Respiratory care
Fisioterapi

7. Komplikasi
Gagal nafas
Gangguan otonom
Sepsis

8. Perawatan
Indikasi rawat : GBS fase akut
Lama perawatan : selama fase akut (3 minggu pertama)
9. Prognosis
75 85 % : sembuh spontan
10 17 % : sembuh dengan cacat
5 % : mati karena penyulit

10. Standar Pelayanan Minimal


Terapi konservatif, termasuk rehabilitasi medik

Mengetahui
Ketua Komite Medik RSUD Sumedang Ketua SMF IP Saraf RSUD Sumedang

dr. H. Isfihany Z.K, SpOG (K) dr. H. Yordian Yahya, SpS


KOMITE MEDIS RSUD KABUPATEN SUMEDANG
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
2012-2014
SMF NEUROLOGI
TOPIK : PERIODIK PARALISIS

1. Kriteria Diagnostik

Familial periodik paralisis hipokalemia adalah penyakit otosomal dominan. Disebabkan


gangguan pada gen yang mengatur saluran ion kalium ditandai awitan akut dengan gejala
kelumpuhan anggota gerak. Otot respirasi dan otot menelan jarang terkena. Refleks tendon
mungkin menurun. Tidak ada gangguan sensoris.

Serangan terutama pada pagi hari, dan bila tidak diterapi dapat menetap sampai 36 jam.
Faktor presipitasi : makan banyak karbohidrat, terlalu lelah, cuaca dingin.
Kadar kalium darah 2-3 meq. Laboratorium lain dalam batas normal.
Pria lebih banyak daripada wanita.

2. Diagnosis Banding
Hipokalemi karena gastroenteritis, tirotoksikosis atau sebab lain.

3. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium ; Kalium darah
EKG
EMG : Gambaran lesi miogen

4. Konsultasi
Ilmu Penyakit Dalam

5. Informed Consent : -
6. Terapi
Terapi Farmaka :
Fase Akut : pemberian K secara peroral atau parenteral
Profilaksis : Diet tinggi kalium, rendah Natrium, rendah karbohidrat
Aldakton 100 mg po/hari
Tiamin HCl 50 mg/hari
Terapi hipertiroidism

7. Komplikasi
Gangguan jantung

8. Perawatan
Pada fase akut sampai kelumpuhan hilang

9. Prognosis
Ad bonam

10. Standar Pelayanan Minimal


Laboratorium : kalium darah
Terapi : kalium oral
Pencegahan : diit tinggi kalium, rendah Na, rendah karbohidrat

Mengetahui
Ketua Komite Medik RSUD Sumedang Ketua SMF IP Saraf RSUD Sumedang

dr. H. Isfihany Z.K, SpOG (K) dr. H. Yordian Yahya, SpS


KOMITE MEDIS RSUD KABUPATEN SUMEDANG
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
2012-2014
SMF NEUROLOGI
TOPIK : PARKINSON

1. Kriteria Diagnosis
Parkinsonism/Sindroma Parkinson adalah sindroma klinis yang terdiri dari tremor, rigiditas,
akinesia dan ketidakstabilan postur yang dapat disebabkan oleh berbagai macam penyakit.
Penyakit Parkinson/Parkinson Primer adalah salah satu jenis Parkinsonism yang penyebabnya
idiopatik, secara patologis ditandai dengan adanya degenerasi neuron-neuron berpigmen
neuromelanin, terutama di pars kompakta substansia nigra, yang disertai adanya inklusi
sitoplasmik eosinofilik (Lewi bodies)
Diagnosa Penyakit Parkinson berdasarkan kriteria diagnosa klinis dan respon nyata pada
pengobatan dengan L-dopa.
Kriteria Diagnosis Hughes
Possible
Bila terdapat salah satu gejala utama :
Tremor saat istirahat
Rigiditas
Bradikinesia
Gangguan refleks postural

Probable
Bila terdapat kombinasi dua gejala utama (termasuk gangguan refleks postural) atau satu dari
tiga gejala kardinal yang tidak simetris (dua dari empat tanda motorik).

Definite
Bila terdapat kombinasi tiga dari empat gejala atau dua gejala dengan satu gejala lain yang tidak
simetris (tiga tanda kardinal). Bila semua tanda-tanda tidak jelas sebaiknya dilakukan
pemeriksaan ulang beberapa bulan kemudian.

Stadium Penyakit Parkinson (Hoehn & Yahr)


Stadium I : -Unilateral
-Ekspresi wajah berkurang
-Tremor, fleksi dan ayunan lengan berkurang saat jalan
Stadium II : -Bilateral
-Postur yang membungkuk
-Jalan lambat dengan langkah kecil
-Sukar berbalik badan
Stadium III : -Gangguan gaya jalan menonjol
-Postur tidak stabil tetapi jarang sampai jatuh
Stadium IV : -Disabilitas jelas
-Berjalan terbatas tanpa bantuan
-Lebih cenderung jatuh
Stadium V : -Hanya bisa berbaring atau duduk di kursi roda
-Tidak mampu berdiri/berjalan meskipun dibantu
-Bicara tidak jelas, wajah tanpa ekspresi, jarang berkedip
Klasifikasi Parkinsonism
Primer (idiopatik) : Penyakit Parkinson
Sekunder (simptomatik) :
Drug induced (fenotiazin, butirofenon, metoklopramid, reserpin, alfa-metildopa)
Infeksi (postensefalitis, sifilis)
Metabolik (degenerasi hepatoserebral, hipoksia, disfungsi paratiroid)
Struktural (tumor otak, hidrosefalus, trauma)
Toksin (Karbon monoksida, Karbon disulfida, Sianida, Mangan, MPTP)
Vaskular (multi infark)
Sindroma Parkinsonism-plus :
Degenerasi kortiko-basal ganglionik
Hemiparkinsonism-hemiatrofi
Sindroma Dementia
Penyakit Alzheimer
Diffuse Lewy body disease
Atrofi sistem-multipel
Parkinsonism-amiotrofi
Sindroma Shy-Drager
Degenerasi sporadik olivopontoserebelar
Parkinsonism-dementia-ALS complex of Guam (Lytico-bodie)
Progressive supranuclear palsy
Penyakit Herediter degeneratif
Autosomal-dominant cerebellar ataxias (Machado-Joseph disease)
Hallervoren-Spatz disease
Huntingtons disease
Mitochondriopathies
Neuroacanthocytosis
Wilsons disease

2. Diagnosis Banding
Tremor : hipertiroid, ansietas, kelelahan, alkholism, obat asma, kelainan serebelar,
kelainan familial.
Rigiditas : spastisitas akibat lesi sistem piramidal
Akinesia : gait apraksia pada normal pressure hydrocephalus (NPH)

3. Pemeriksaan Penunjang
Terutama mencari etiologi Parkinsonism
4. Konsultasi : atas indikasi
5. Perawatan : atas indikasi
6. Terapi
Terapi Farmaka :
Stadium dini tanpa gangguan fungsional nyata :
-Anti Parkinson : tidak diberikan
-Neuroprotektan : vitamin C 500-1000 mg/hari
Betakarotin (pro vit. A) 4000 IU/hari
Stadium dengan gangguan fungsional
(pekerjaan di rumah, finansial dan pergaulan sosial)
-Anti Parkinson : Triheksifenidil (golongan antikolinergik)
Amantadin (NMDA antagonis)
Karbidopa + Levodopa (golongan Dopaminergik)
Pasien usia muda (< 60 tahun) : Pramipexol (Dopamin agonis)
Bromokriptin mesilat
Entakapon + levodopa
Selegin (MAO-B inhibitor)
Terapi Non Farmaka
Rujukan operasi atas indikasi
-Terapi non-bedah adekuat tidak memuaskan
-Awitan usia < 50 tahun
-Pasien berjalan tanpa bantuan, respon Antiparkinson baik, tetapi ada
komplikasi fluktuasi motorik diskinesia, on-off medication periode atau
tidak dapat teratur minum obat.

7. Prognosis
Dengan terapi farmaka adekuat yang ada saat ini, 50% penderita Parkinson tanpa
disabilitas berat selama 10 tahun awitan.
8. Standar Pelayanan Minimal
Pemeriksaan Penunjang : -
Terapi : Triheksifenidil
Levodopa + benserazid

Mengetahui
Ketua Komite Medik RSUD Sumedang Ketua SMF IP Saraf RSUD Sumedang

dr. H. Isfihany Z.K, SpOG (K) dr. H. Yordian Yahya, SpS


KOMITE MEDIS RSUD KABUPATEN SUMEDANG
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
2012-2014
SMF NEUROLOGI
TOPIK : DEMENSIA

1. Kriteria Diagnosis
Demensia adalah suatu sindroma penurunan kemampuan intelektual progresif yang
menyebabkan deteriorasi kognisi dan fungsional sehingga mengakibatkan gangguan fungsi
sosial, pekerjaan dan aktivitas sehari-hari.
Kriteria Diagnosis Demensia Alzheimer (NINCDS-ADRDA)
1.1 Diagnosa Pasti Demensia Alzheimer
Bila penyandang memenuhi kriteria probable demensia Alzheimer ketika masih hidup
dan konfirmasi pemeriksaan histopatologis pada biopsi atau otopsi saat meninggal.
1.2 Probable Demensia Alzheimer
Demensia ditegakkan berdasarkan pemerisaan klinik, terdokumentasi dengan pemeriksaan
Mini Mental, Blessed Dementia Scale, atau pemeriksaan lain yang setara dan dikonfirmasi
dengan tes neuropsikologi.
Defisit meliputi dua atau lebih area kognisi
Perburukan memori dan fungsi kognisi lain yang progresif
Tidak terdapat gangguan kesadaran
Awitan antara usia 40 90 tahun, sering setelah usia 65 tahun
Tidak ditemukan gangguan sistemik atau penyakit otak sebagai penyebab gangguan
memori dan fungsi kognisi yang progresif tersebut.

Keadaan yang menyokong diagnosis probable demensia Alzheimer:


Perburukan progresif fungsi/kognisi spesifik seperti afasia, apraksia, dan agnosia;
gangguan aktivitas hidup sehari-hari dan perubahan perilaku penderita
Riwayat keluarga dengan penyakit yang serupa
Pemeriksaan laboratorium cairan otak yang normal; gambaran EEG yang normal atau
aspesifik; gambaran atrofi serebri pada CT scan kepala dengan progresivitas yang
dibuktikan pada pemeriksaan serial.
Keadaan yang konsisten dengan diagnosis probable demensia Alzheimer setelah disingkirkan
penyebab demensia lain :
Awitan penyakit insidious (perlahan-lahan)
Gejala muncul bertahap seperti kurva datar (plateau)
Gejala penyerta lain berupa keluhan depresi, insomnia, inkontinensia, delusi, ilusi,
halusinasi, pembicaraan katastrofik, gejolak emosional atau fisik, gangguan seksual, dan
penurunan berat badan.
Hipertonus, mioklonus, gait, seizure dapat pada tahap lanjut.
Gambaran CT scan kepala yang normal sesuai umurnya.
Gambaran klinis yang tidak menyokong diagnosis probable demensia Alzheimer
Awitan penyakit yang mendadak
Ditemukan defisit neurologis fokal seperti hemiparese, gangguan sensorik, gangguan
lapang pandang dan adanya inkoordinasi, kejang atau gangguan gait pada fase awal
perjalanan penyakit.
1.3 Possible Demensia Alzheimer
Penyandang dengan sindroma demensia tanpa gangguan neurologis, psikiatris dan
gangguan sistemik lain yang dapat menyebabkan demensia dan awitan, presentasi atau
perjalanan penyakit yang tidak khas demensia Alzheimer.
Terdapat gangguan sistemik atau gangguan otak sekunder yang dapat menyebabkan
demensia tetapi dipertimbangkan bukan sebagai penyebab demensia.
Untuk keperluan penelitian bila terdapat suatu defisit kognisi berat, progresif bertahap
tanpa penyebab lain yang teridentifikasi.

Kriteria Diagnostik Demensia Vaskuler (VaD)-NINCDS-AIREN


1. Probable VaD
Diagnosa klinis probable VaD meliputi semua item di bawah ini :
1.1 Demensia
1.2 Penyakit Serebrovaskuler (CVD) yang ditandai dengan adanya :
-Defisit neurologik fokal yang konsisten dengan stroke (riwayat stroke)
-Bukti CVD dengan CT sken/MRI antara lain :
Stroke multiple pembuluh darah besar
Infark tunggal tempat strategik (girus angularis, talamus, basal forebrain, teritori A. cerebri
posterior atau A. Cerebri anterior)
Infark lakuner multiple di basal ganglia dan substansia alba atau lesi substansia alba
periventrikuler luas
Kombinasi dari kelainan-kelainan di atas
1.3Terdapat hubungan antara demensia dan CVD dengan satu atau lebih keadaan di bawah
ini :
a. Awitan demensia berada dalam kurun waktu 3 bulan paska stroke
b. Deteriorasi fungsi kognisi yang mendadak atau berfluktuasi, defisit kognisi yang
progresif dan bersifat stepwise.
Gambaran klinis yang konsisten dengan diagnosa probable VaD meliputi :
Gangguan berjalan (langkah kecil-kecil atau marche a petit-pas, magnetic, apraxic-ataxic
or parkinsonian gait)
Riwayat unsteadiness dan sering jatuh yang tidak diprovokasi.
Urgensi urin yang dini dan keluhan kemih yang tidak dapat disebabkan oleh penyakit
urologi. Perubahan kepribadian dan suasana hati, abulia, depresi, inkontinensia emosi, gejala
defisit subkortikal meliputi retardasi psikomotor dan gangguan fungsi eksekusi.
Gambaran klinis yang tidak menyokong diagnosa VaD meliputi :
a. Defisit memori pada tahap dini, perburukan fungsi memori dan gangguan afasia, apraksia
dan agnosia tanpa adanya lesi yang relevan pada pencitraan otak.
b. Tidak ditemukannya defisit neurologik fokal selain gangguan kognisi
c. Tidak ditemukan lesi pada CT sken/MRI kepala

Diagnosis Demensia :
Riwayat Penyakit
Riwayat Medik Umum
Riwayat Neurologi Umum
Riwayat Neurobehavior
Riwayat Psikiatrik
Riwayat keracunan, obat-obatan, nutrisi
Riwayat keluarga
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Fisik Umum
Pemeriksaan Fisik Neurologi
Pemeriksaan Neuropsikologi
-Pemeriksaan MMSE (Minimental Status Examination)
-Clock Drawing Tes
-Clinical Dementia Rating (CDR)
-Skor Iskemik Hachinski
Pemeriksaan Psikiatrik
-Skala Depresi 15
-Neuro-Psychiatry-Inventory (NPI)

2. Diagnosis Banding
Demensia Alzheimer
Pseudodemensia
Demensia vaskuler (VaD)
Demensia Lewi Body (DLB)
Demensia Lobus Frontal (FLD)

3. Pemeriksaan Penunjang :
Laboratorium rutin :
Penghitungan darah lengkap
Fungsi tiroid
Kadar vitamin B12 dan asam folat serum
Ureum dan kreatinin
Urinalisis
Gula darah Elektrolit serum
Fungsi hati
TPHA dan HIV atas indikasi

Diagnostik Pencitraan: CT sken kepala/MRI kepala


Pemeriksaan Likuor serebrospinalis bila ada dugaan meningitis.

4. Penatalaksanaan/Terapi
Gangguan Kognisi :
-Terapi farmaka :
Golongan kolinesterase inhibitor
Donepezil
Rivastigmin
Galantamin
Disease modifying agents : vitamin E
-Non Farmaka :
Stimulasi kognisi
Olah raga
Intervensi lingkungan (ruangan, fasilitasi aktivitas dll)

Gangguan Perilaku :
Diutamakan penanganan secara nonfarmaka dulu, terapi farmaka hanya bila diperlukan
Depresi : Konseling, Golongan SSRI
Ansietas : Golongan Benzodiazepin
Halusinasi/Delusi/Agitasi : Neuroleptik
Amarah dan kekerasan : hilangkan faktor pencetusnya.
Gangguan tidur : obat tidur hanya bila sangat perlu
Deviasi perilaku seksual : alihkan perhatian
Sundowning : Pencahayaan yang terang
Wandering : Salurkan energi, alat keamanan : kartu identitas

5. Prognosis
Demensia Alzheimer : perburukan progresif dalam 7 10 tahun
Demensia vaskuler : potentially treated
Demensia Lewi Body : perburukan progresif lambat
Demensia Lobus Frontal : perburukan progresif lambat

Mengetahui
Ketua Komite Medik RSUD Sumedang Ketua SMF IP Saraf RSUD Sumedang

dr. H. Isfihany Z.K, SpOG (K) dr. H. Yordian Yahya, SpS


KOMITE MEDIS RSUD KABUPATEN SUMEDANG
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
2012-2014
SMF NEUROLOGI
TOPIK : MENINGITIS TUBERCULOSA (MTB)

1. Kriteria Diagnosis (Menurut Ogawa) :


1.1 Definite : MTB jika pemeriksaan kultur (+) dan biopsi (+)
1.2 Probable : MTB jika gula likuor < 40 mg%; protein <60 mg%
TB ekstrakranial (+) dan didapat riwayat kontak dengan penderita TB
Derajat beratnya penyakit (3 stadium) berdasarkan kriteria British Medical Council (1948).

2. Diagnosis banding
Meningitis bakterialis (purulenta) permulaan atau partially treated
Meningitis kriptokokus : terutama pada penderita AIDS
Meningitis viral : biasanya tidak didapat peninggian kadar protein dengan penurunan kadar
glukosa yang minimal.

3. Pemeriksaan Penunjang
Pungsi lumbal cairan serebrospinal tersangka MTB :
Jernih atau santokrom
Pleositosis-dominan limfosit, kadar protein menaik dan glukosa menurun
Pengecatan dan kultur sedimen CSS (mencari mycobacterium TBC)
CSS minimal 10 cc, disentrifuse 2500 rpm selama 5 menit
Pemeriksaan PCR TBC dari CSS bila mungkin
Pemeriksaan darah rutin : LED meninggi
Leukosit meninggi mungkin ada infeksi sekunder
Thorax foto : >50% TB paru aktif dan 15% TB milier
CT scan dengan kontras : penyengatan pada ruang subarachnoid,
komplikasi infark otak,
hidrosefalus

4. Konsultasi (atas indikasi ke Bag. Ilmu Penyakit Dalam, Bedah Saraf)


5. Terapi
Fase inisial : 2RHEZ
OAT BB50 kg BB50 kg
Rifampisin (R) 450 mg 600 mg
INH (H) 300 mg 400 mg
Etambutol (E) 1000 mg 1500 mg
Pirazinamid (Z) 1500 mg 2000 mg
(sumber : Bag. IPD FKUP 1995)

Fase kontinu : 4R7H7 / 4R3H3 / 7H7E7 / 7H3E3


Pada fase kontinu paling baik pemberian obat setiap hari
- Kortikosteroid (deksametason/metilprednisolon) : bila didapatkan ensefalopati
(penurunan kesadaran dengan tanda babinski bilateral)
- Gangguan elektrolit (SIADH atau gangguan intake cairan) dikoreksi penyebabnya

6. Komplikasi
Hidrosefalus : pertimbangkan tindakan ventriculo-peritoneal shunt
SIADH : koreksi dengan restriksi cairan
7. Perawatan
Indikasi rawat : semua MTB dirawat
Tempat perawatan : ruang perawatan khusus

8. Prognosis
Derajat beratnya penyakit saat masuk biasanya berhubungan dengan prognosis saat keluar rumah
sakit, seperti penurunan kesadaran umumnya prognosis buruk.

9. Standar Pelayanan Minimal


Pungsi lumbal/pemeriksaan CSS minimal dua kali
Pemeriksaan lab. lain termasuk SGOT, SGPT satu kali
Terapi : RHEZ

Mengetahui
Ketua Komite Medik RSUD Sumedang Ketua SMF IP Saraf RSUD Sumedang

dr. H. Isfihany Z.K, SpOG (K) dr. H. Yordian Yahya, SpS


KOMITE MEDIS RSUD KABUPATEN SUMEDANG
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
2012-2014
SMF NEUROLOGI
TOPIK : MENINGITIS PURULENTA

1. Kriteria Diagnosis
Definisi : peradangan selaput otak yang disebabkan oleh bakteri piogenik seperti hemophilus
influenza, pneumococus, Neiseria Meningitidis.
Diagnosis pasti : Pungsi lumbal, ditemukannya mikro-organisme penyebab dengan pengecatan
dan atau biakan.

2. Diagnosis banding
Meningitis serosa ec Tuberkulosis, jamur

3. Pemeriksaan Penunjang
Pungsi lumbal CSS warna keruh kadang kehijauan. Leukosit dan protein sangat tinggi
Glukosa turun sampai 0 mg%
Darah tepi : Leukosit meninggi sampai puluhan ribu
Foto Rontgen : Mencari fokus infeksi seperti di nasopharynx, mastoid dan paru-paru
Pengecatan, kultur kuman dan pemeriksaan serologik

4. Konsultasi (atas indikasi ke Bag. Ilmu penyakit Dalam, THT, Bedah Saraf)
5. Informed Consent (Tindakan Pungsi lumbal, pemasangan VP- shunt)
6. Terapi
Kausal : Antibiotika : Sefalosporin golongan tiga (Seftriaxon, sefotaksim)
Kloramfenikol, diberikan min. 7-10 hari, sebaiknya 2 minggu penuh
Simptomatik : Kortikosteroid maks. 2 hari
Antipiretik, antikonvulsan, anti edema otak sesuai indikasi
Bila kesadaran tidak membaik dilakukan LP ulang min. 48 jam kemudian.
Bila hasil CSS jumlah sel banyak menurun (gangguan pemulihan kesadaran mungkin karena
ensefalopati/reaksi toksik dari kuman) terapi dilanjutkan. Bila tidak didapat perbaikan profil
CSS, sebaiknya antibiotika diganti.
Suportif : sesuai kebutuhan kalori, protein dan nutrien lain melalui iv atau NGT

7. Komplikasi
SIADH
Ensefalopati
Stroke
Hidrosefalus

8. Perawatan
Indikasi rawat : semua pasen meningitis purulenta
Tempat perawatan : ruang perawatan khusus

9. Prognosis : dubia
10. Standar Pelayanan Minimal
Pungsi lumbal dan pemeriksaan CSS 2 kali
Terapi : Khloramfenikol iv, Siprofloksasin iv
Mengetahui
Ketua Komite Medik RSUD Sumedang Ketua SMF IP Saraf RSUD Sumedang

dr. H. Isfihany Z.K, SpOG (K) dr. H. Yordian Yahya, SpS

KOMITE MEDIS RSUD KABUPATEN SUMEDANG


PANDUAN PRAKTIK KLINIS
2012-2014
SMF NEUROLOGI
TOPIK : ABSES OTAK

1. Kriteria Diagnosis
Adalah pembentukan kavitasi piogenik dalam rongga kranial. Pada abses otak, tanda peradangan
sering tidak jelas, bahkan lebih menyerupai suatu tumor.

2. Diagnosis Banding : Tumor otak


3. Pemeriksaan Penunjang :
CT scan kepala dengan zat kontras
Pungsi lumbal (kontra indikasi relatif)
Pemeriksaan penunjang lain untuk menentukan fokus infeksi
Abses otak soliter : peradangan mastoid
Abses otak multipel : abses paru, kelainan katup jantung (endokarditis subbakterialis)
Pemeriksaan darah rutin : jumlah leukosit > 10.000
Kultur darah biasanya negatif

4. Konsultasi (atas indikasi ke Bag. Ilmu penyakit Dalam, THT, Bedah Saraf)
5. Informed Consent (Tindakan Pungsi lumbal, pemasangan VP- shunt)
6. Terapi
Kausal : Antibiotika seperti pada meningitis purulenta. Bila curiga bakteri anaerob +
Metronidazol iv. Terapi farmaka saja lebih berhasil jika diberikan pada stadium awal
(serebritis), lesi abses kecil dan gejala < 2 minggu.
Anti edema (atas indikasi)
Steroid : hati-hati menurunkan penetrasi antibiotik ke dalam abses
Antikonvulsan : bila sekuele epilepsi
Non Farmaka
Indikasi tindakan operatif :
-Ada efek massa nyata pada CT scan
-Kesulitan diagnosis
-Lesi abses dekat dengan ventrikel (bahaya ruptur intraventrikuler)
-Kenaikan tekanan intrakranial yang nyata
Pada abses lesi soliter : aspirasi jarum digabung pemberian antibiotika

7. Komplikasi
Edema otak
Herniasi otak
Epilepsi (sebagai sekuele)

8. Perawatan
Indikasi rawat : semua pasien abses otak
Tempat perawatan : ruang rawat inap Ilmu Penyakit Saraf dan Bedah Saraf

9. Prognosis : tergantung kecepatan terapi

Mengetahui
Ketua Komite Medik RSUD Sumedang Ketua SMF IP Saraf RSUD Sumedang

dr. H. Isfihany Z.K, SpOG (K) dr. H. Yordian Yahya, SpS

Anda mungkin juga menyukai