Anda di halaman 1dari 56

DEMAM TIFOID

Etiologi

Salmonella typhi

Manifestasi klinis

Usia sekolah dan masa dewasa : malaise, aneroksia, sakit di daerah abdomen, mual
dan muntah. Demam remiten sampai hari ke- 4 dengan stepwise fashion, sesudah hari
ke- 5 atau akhir minggu demam kontinua. Dapat ditemukan diare pada awal sakit
kemudian konstipasi. Pada minggu ke-2 keluhan bertambah berat, dapat ditemukan
disorientasi, letargi, delirium atau stupor.
Usia balita : relatif jarang, biasanya bersifat ringan berupa demam ringan, malaise,
dan diare
Neonatus : gejala timbul sesudah 3 hari paska dilahirkan berupa muntah- muntah,
diare, distensi abdomen, suhu tubuh tidak stabil, ikterus, berat badan menurun, kadang
disertai kejang.

Pemeriksaan Fisik

Bradikardi relatif ( jarang pada anak usia muda, dapat pada remaja)
Hepatomegali, splenomegali, distensi abdomen yang sakit.
Rose spot ditemukan pada 50% kasus

Pemeriksaan Penunjang

Darah rutin: anemia normokrom normositer, leucopenia, limfositosis relatif, dapat


ditemukan trombositopenia.
Serologi : tes widal diambil 2X ( dengan serum berpasangan) didapat kenaikan titer O
> 4X. Pemeriksaan anti S.Typhi hari ke 6-8.
Pemeriksaan lain seperti pencitraan (Rontgen thorax, BNO, USG adomen) dan lain
lain bila terjadi komplikasi.

Penyulit

Umumnya terjadi pada akhir minggu kedua atau awal minggu ketiga, berupa: perforasi
intestinal, perdarahan intestinal, hepatitis tifosa, kolesistitis, pancreatitis, sepsis, pneumonia,
ensefalopati.
i
Manajemen

Umum

- Isolasi
- Tirah baring selama demam
- Diet makanan lunak yang mudah dicerna

Khusus

Eradikasi kuman
Kloramfenikol 75- 100mg/kgBB/hari iv selama 14- 21 hari
Ampisilin 75- 100mh/kgBB/hari iv selama 14 hari
Seftriakson 75mg/kgBB/hari iv atau sefotaksim 80 mg/kgBB/hari selama 10-14 hari
Terapi Komplikasi
Kortikosoid: deksametason 3mg/kgBB inisial, diikuti 1 mg/kgBB tiap 6 jam selama
48 jam atau pemberian deksametason dengan dosis 0,15 mg/kgBB, pada kasus berat
dengan gangguan kesadaran, gangguan sirkulasi dan gejala berkepanjangan

Sumedang, Juni 2014

Ketua Komite Medik RSUD Sumedang Ketua SMF ANAK RSUD Sumedang

Dr. H. Isfihany ZK,SPOG (K) Dr. Sonny S Wangsadisastra, Sp.A

i
PNEUMONIA

Etiologi
Bakteri ( Streptococcus pneumonia 30-50%), virus ( Respiratory syncytial virus/ RSV
14 40 %), mikobakterium dan jamur

Manifestasi Klinis
Hanya sebagian kecil anak mengalami pneumonia berat sehingga memerlukan
perawatan di rumah sakit. Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung
pada berat ringannnya infeksi.
Gejala gangguan respiratorik : batuk, sesak nafas, retraksi dinding dada, takipneu,
nafas cuping hidung, air hunger, merintih dan sianosi.

Pemeriksaan Fisis
Pemeriksaan fisis berbeda- beda berdasarkan kelompok usia tertentu. Neonatus :
takipneu, grunting, pernafasan cuping hidung, retraksi dinding dada, sianosis dan
malas menetek.
Bayi lebih tua : batuk, demam, iritabel, jarang ditemukan grunting. Pada anak- anak,
selain gejala diatas dapat ditemukan batuk produktif/nonproduktif
Takipneu berdasarkan WHO :
Usia < 2 bulan 60X /menit
Usia 2 - < 12 bulan 50X /menit
Usia 1- 5 tahun 40X /menit

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan darah : jumlah leukosit > 15.000/L dengan dominasi neutrofil
sering didapatkan pada pneumonia bakteri, tetapi dapat pula karena
pneumonia non bakteri
Radiologis: foto rontgen toraks PA merupakan dasar diagnosis utama
pneumonia, foto lateral bila diperlukan informasi tambahan.

Manajemen
Terapi oksigen : untuk mempertahankan saturasi oksigen 92 %
Analgetik dan antipiretik
i
Terapi cairan
Pemberian antibiotik
Ampisillin 50mg/kgBB/dosis iv setiap 6 jam yang harus dipantau dalam 24
jam selama 48 72 jam
Bila klinis berat, pengobatan inisial berupa ampisilin gentamisin atau
ampisilin- kloramfenikol.
Sesudah 48 jam pengobatan pneumonia berat tidak tampak perbaikan,
antibiotik diubah menjadi seftriakson atau sefotaksim.

Sumedang, Juni 2014

Ketua Komite Medik RSUD Sumedang Ketua SMF ANAK RSUD Sumedang

Dr. H. Isfihany ZK,SPOG (K) Dr. Sonny S Wangsadisastra, Sp.A

i
ASMA SERANGAN BERAT

Asma merupakan inflamasi kronik saluran respiratorik yang mengakibatkan obstruksi aliran
udara secara episodic. Inflamasi kronik ini berhubungan dengan hiperresponsif saluran
respiratorik yang menyebabkan wheezing, sesak nafas, rasa dada tertekan dan batuk berulang.

Manifestasi Klinis

Eksaserbasi asma dapat dipicu oleh sejumlah kondisi atau pajanan antara lain aktifitas
fisik berlebihan, hiperventilasi, udara kering atau dingin, zat iritatif, infeksi virus pada
saluran respiratorik, rhinitis, sinusitis, GER
Pada Eksaserbasi berat dapat ditemukan distress pernafasan yang ditandai dengan
wheezing pada fase ekspirasi dan inspirasi, pemanjangan ekspirasi, retraksi
suprasternal dan interkostal, pernafasan cuping hidung, pemakaian otot pernafasan
tambahan lainnya, dan pada kondisi sangat berat wheezing tidak terdengar

Pemeriksaan Fisis

Mengi, hiperinflasi dada, sianosis, takikardi, kesulitan untuk berbicara, retraksi


dinding dada umumnya ditemukan pada periode serangan akut dan tergantung dari
beratnya serangan
Pada serangan berat terlihat berbicara sepatah demi sepatah kata, intensitas wheezing
keras ( pada seluruh fase ekspirasi dan inspirasi), penggunaan otot bantu nafas jelas,
saturasi O2 < 90 %

Pemeriksaan Penunjang

Foto rontgen toraks

Manajemen

Pemberian Oksigen 2- 4 L/menit


Nebulisasi awal dengan kombinasi - agonis dan antikolinergik, dilanjutkan
nebulisasi dengan jarak 1-2 jam, bila terjadi perbaikan klinis setelah 4 - 6 kali
pemberian , jarak pemberian menjadi setiap 4 - 6 jam.
Bila ada , koreksi dehidrasi dan asidosis.
Steroid 0,5 -1 mg/kgBB/hari tiap 6 - 8 jam

i
Aminofilin 6 - 8 mg/kgBB dalam dekstrosa atau NaCL fisiologis sebanyak 20mL,
diberikan 20 - 30 menit. Bila sudah mendapat aminofilin ( < 8 jam), dosis diberikan
separuhnya.

Dosis rumatan aminofilin 0,5 1 mg/kgBB/jam

Sumedang, Juni 2014

Ketua Komite Medik RSUD Sumedang Ketua SMF ANAK RSUD Sumedang

Dr. H. Isfihany ZK,SPOG (K) Dr. Sonny S Wangsadisastra, Sp.A

i
DENGUE

Etiologi

Virus dengue tipe 1,2,3 dan 4 (gol Arthropod borne virus group B ) yang ditularkan
melalui gigitan banyak spesies nyamuk Aedes (antara lain Aedes aegypti dan Aedes
albopictus.

Manifestasi Klinis

Secara umum ditandai oleh demam yang mendadak tinggi dan terus menerus. Secara
klinis dibagi menjadi 3 fase :

Fase febrile : ditandai dengan demam yang mendadak tinggi disertai nyeri kepala,
nyeri otot seluruh badan , nyeri sendi, kemerahan pada wajah (flushing), dan eritema
kulit. Fase ini berlangsung selama 2- 7 hari.
Fase kritis , yang terjadi pada saat suhu tubuh mulai mengalami penurunan sampai
mendekati batas normal. Biasanya terjadi pada hari ke 3 - 7 (paling sering hari ke-4 -
6) sejak mulai sakit.
Fase pemulihan, ditandai dengan perbaikan keadaan umum, nafsu makan pulih,
hemodinamik stabil, dan diuresis cukup.

Pemeriksaan Penunjang

Darah rutin : trombositopenia (trombosit < 100.000/mm3), peningkatan


hematokrit/hemokonsentrasi.
Serologis :IgG dan IgM antidengue pada hari ke -5 demam.
Pemeriksaan radiologis : rontgen toraks pada kecurigaan efusi pleura dengan klinis
sesak nafas akibat kebocoran plasma.

Managemen

Pemberian cairan melalui infuse harus segera dimulai pada penderita dengan asupan
cairan oral kuning ( muntah atau malas minum), nilai hematokrit yang meningkat,
atau terdapat tanda- tanda bahaya, khususnya tanda syok.
Demam berdarah Dengue derajat I dan II. Jenis cairan yang diberikan adalah
cairan kristaloid dan jumlah cairannya adalah jumlah kebutuhan rumatan ditambah

i
kekurangan ( defisit) sebebsar 5 % ( setara dengan dehidrasi sedang), lama pemberian
tidak lebih dari 60- 72 jam.
Pemberian transfusi trombosit bila ada perdarahan berat atau bila trombosit <
10.000/mm3.
Demam berdarah Dengue derajat III dan IV (Syndrom Syok Dengue). Pada DBD
derajat III, pemberian cairan kristaloid 10cc/kgBB/jam atau bolus dalam 30 menit.
Selanjutnya jumlah dikurangi secara bertahap sesuai klinis dan nilai hematokrit. Pada
DBD derajat IV, jumlah cairan yang diberikan 20cc/kgBB dalam 30 menit.
Selanjutnya jumlah cairan disesuaikan sama seperti DBD derajat III

Sumedang, Juni 2014

Ketua Komite Medik RSUD Sumedang Ketua SMF ANAK RSUD Sumedang

Dr. H. Isfihany ZK,SPOG (K) Dr. Sonny S Wangsadisastra, Sp.A

i
MENINGITIS BAKTERIALIS

Etiologi

Bakteri penyebab tersering meningitis bakterialis tergantung usia, yaitu usia < 1 bulan (E.
Coli, Streptokokus grup B,L. Monocytogenes), usia 1-3 bulan (E. Coli, Streptokokus grup
B,L Monocytogenes,H. Influenzae type B, S.Pneumoniae) dan usia 3 bulan 18 tahun (H.
Influenzae type B,N.Meningitidis, S.Pneumoniae)

Manifestasi Klinis

Bervariasi bergantung pada usia, lama sakit sebelum berobat dan daya tahan
penderita.
Neonatus : gejala mungkin minimal dan menyerupai sepsis
Anak yang lebih besar : demam, kejang, mual muntah, anoreksia, sakit kepala, nyeri
punggung, fotofobi, kaku kuduk, serta tanda gangguan status mental ( gelisah, letargi
dan penurunan kesadaran).
Tanda rangsang meningen biasanya tidak ditemukan pada anak < 2 tahun
Manifestasi klinis lain : defisit neurologi fokal, edema otak, peralisis saraf kranial,
syok septik

Pemeriksaan Penunjang

Analisis likuor serebro spinal (LSS) : warna keruh, sel leukosit pleiositosis dan
berjumlah biasanya > 1000/mm3 dengan predominan PMN. Pada bentuk atipik,
pleiositosis biasanya< 1000/MM3. Absolut neutrophyl count (ANC); bila jumlah sel
leukosit LSS x % PMN LSS x 10 -2/mm3 hasilnya > 1 berarti sangat mendukung
kemungknan meningitis bakterialis. Kadar glukosa LSS terjadi hipoglikorazia ( kadar
rendah), biasanya kadar glukosa LSS : glukosa darah < 0,40. Kadar protein LSS
meningkat > 200mg/mm3 (100-500mg/mm3).Preparat langsung dengan pewarnaan
gram, hasilnya dapat konsisten dengan kultur
Pencitraan : foto toraks , tulang tengkorak, sinus, tulang belakang, dan CT scan
dilakukan atas indikasi

i
Manajemen

Antibiotika segera diberikan setelah penegakan diagnosis. Antibiotika empiris untuk


anak usia < 3 bulan adalah sefotaksim iv dan amoksilin/ampisilin iv, seftriakson dapat
dipertimbangkan untuk menghentikan sefotaksim
Anak usia >3 bulan , diberikan seftriakson iv
Pada saat masuk penderita dipuasakan
Deksametason 0,15 mg/kgBB sampai dosis maksimal 10 mg, 4X/ hari selama 4 hari,
jika LSS parulen, hitung leukosit > 1000L, dan terdapat bakteri pada apus gram.
Terapi suportif :
Pemberian cairan dibatasi 1000 1200 mL/m2/24 jam bila penderita tidak syok
atau dehidrasi untuk hari pertama. Bila BB stabil dan Natrium normal, diberikan
cairan rumatan 1500-1700mL/m2/24 jam
Bila terjadi tekanan tinggi intrakranial : peninggian kepala 300, manitol (0,5g)
selama 30 menit, deksametason 10 - 12 mg/m2/hari terbagi dalam 4 dosis tidak
lebih dari 4 hari
Antikonvulsan bila kejang.

Sumedang, Juni 2014

Ketua Komite Medik RSUD Sumedang Ketua SMF ANAK RSUD Sumedang

Dr. H. Isfihany ZK,SPOG (K) Dr. Sonny S Wangsadisastra, Sp.A

i
SINDROM NEFROTIK
Sindrom nefrotik adalah keadaan klinis dengan gejala proteinuria masif,
hipoalbuminemia, edema, dan hiperkolesterolemia. Kadang- kadang gejala disertai dengan
hematuria, hipertensi, dan penurunan fungsi ginjal. Angka kejadian bervariasi antara 2-7 per
100.000 anak, dan lebih banyak ditemukan pada anak laki- laki dibandingkan pada anak-
anak perempuan dengan perbandingan 2 : 1. Sindrom nefrotik dapat dibedakan menjadi
sindrom nefrotik kongenital, sindrom nefrotik primer, dan sindrom nefrotik sekunder. Pada
umumnya sebagian besar ( 85 %) sindrom nefrotik primer member respon yang baik
terhadap pengobatan awal dengan steroid, tetapi kira- kira 50% diantaranya akan relaps
berulang dan sekitar 10 % tidak member respon lagi dengan pengobatan steroid.

LANGKAH DIAGNOSTIK

Anamnesis

Keluhan yang sering ditemukan adalah bengkak di kedua kelopak mata, perut tungkai atau
seluruh tubuh yang dapat disertai penurunan jumlah urin. Keluhan lain juga dapat ditemukan
seperti urin berwarna kemerahan.

Manifestasi Klnis

Proteinuria massif

Protein urin > 40 mg/m2 LPB/jam atau > 50mg/kgBB/24 jam. Rasio protein/kreatinin urin >
2,5. Dengan pemeriksaan Esbach, kadar protein dalam urin 24 jam > 2 g. Secara
semikuantitatif dengan pemeriksaan Bang atau Dipstick menunjukkan protein urin +2.

Hipoalbuminemia

Kadar albumin dalam serum menurun hingga mencapai < 2,5g/dL

Edema

Hiperlipidemia

Kolesterol total darah meningkat (> 200mg/dL). Meskpun demikian, hiperlipidemia tidak lagi
dijadikan sebagai kriteria diagnostik sindrom nefrotik, karena penderita sindrom nefrotik
terutama kelainan nonminimal dapat menunjukkan kadar lemak darah normal.

Pemeriksaan Penunjang
i
Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan antara lain :

Urin lengkap

Protein kuantitatif urin

Darah : darah rutin

Kadar albumin dan kolesterol plasma darah

Titer ASTO

Kadar komplemen C3,C4,ANA

Medikamentosa

1. Dosis pemberian albumin :


Kadar albumin serum 1 -2 g/dl : diberikan 0,5 g/kgBB/hari; kadar albumin < 1g/dl
diberikan 1g/kgBB/hari.
2. Sindrom Nefrotik Sensitif Steroid
Sebagian besar ahli menganjurkan induksi remisi sesuai protocol ISKDC, yaitu
pengobatan dilakukan dengan pemberian prednisone 60mg/m2LPB/hari ( setara
dengan 2 mg/kgBB/hari), dalam dosis terbagi (maksimal 80mg/hari). Pemberian ini
diberikan sampai remisi terjadi, yang ditandai dengan proteinuria (-) 3 hari berturut-
turut. Selanjutnya prednisone 40mg/m2LPB selang sehari (alternate) dalam dosis
tunggal untuk 4 minggu berikutnya.
Pada pengobatan inisial prednisone dosis penuh (full dose/FD)60mg/m2LPB/hari
(2mg/kgBB/hari) dibagi 3 dosis diberikan setiap hari selama 4 minggu, dilanjutkan
dengan prednisone 40mg/m2LPB( 2/3
dosis penuh) selang sehari (alternate) untuk 4
minggu.
Bila remisi tidak terjadi pada 4 minggu pertama, maka penderita tersebut didiagnosis
sebagai sindrom nefrotik resisten steroid.
Pada pengobatan sindrom nefrotik kambuh, prednisone dosis penuh setiap hari sampai
remisi ( maksimal 4 minggu), dilanjutkan dengan prednisone alternating selama 4
minggu. Bila pengobatan dosis penuh selama 4 minggu tidak juga terjadi remisi, maka
penderita didiagnosis sebagai sindrom nefrotik resisten steroid dan harus diberikan
terapi imunosupresif lain.

i
Bedah

Tidak ada tindakan bedah pada kasus ini

Suportif

Bila ada edem anasarka diperlukan tirah baring.


Selain pemberian imunosupresan, diperlukan pengobatan suportif lainnya, seperti pemberian
diet nefrotik dan diuretik . Diuretik diberikan bila ada edema aasarka atau edema yang
menggangu aktivitas. Jika ada hipertensi, dapat ditambahkan obat antihipertensi. Pemberian
albumin/ plasma dilakukan atas indikasi , seperti edema refrakter atau syok. Terapi psikologis
terhadap pasien dan orangtua diperlukan karena penyakit ini dapat berulang dan merupakan
penyakit kronis.

Lain lain ( rujukan subspesialis, rujukan spesialis lainnya, dll)

Rujukan ke bagian gizi diperlukan untuk pengaturan diet terutama pada pasien dengan
penurunan fungsi ginjal.

Keadaan di bawah ini merupakan indikasi untuk merujuk ke dokter spesialis nefrologi
anak : bila tidak reponsif terhadap pengobatan awal, relaps frekuen, terdapat komplikasi,
terdapat indikasi kontra steroid, diperlukan biopsi ginjal.

PEMANTAUAN ( MONITORING)

Terapi

Dengan pemberian prednisone atau imunosupresan lain dalam jangka lama , maka perlu
dilakukan pemantauan terhadap kemungkinan terjadinya efek samping obat. Prednison dapat
menyebabkan hipertensi atau efek samping lain, dan siklofosfamid dapat menyebabkan
depresi sumsum tulang dan efek samping lain. Pemeriksaan tekanan darah perlu dilakukan
secara rutin. Pada pemakaian siklofosfamid diperlukan pemeriksaan darah tepi setiap minggu.
Apabila terjadi hipertensi, prednison dihentikan dan diganti dengan imunosupresan lain, dan
hipertensi diatasi dengan obat antihipertensi. Jika terjadi depresi sumsum tulang ( leukosit <
3.000/l) maka obat dihentikan sementara dan dilanjutkan lagi jika leukosit 5.000/ l).

i
Tumbuh Kembang

Gangguan tumbuh kembang dapat terjadi sebagai akibat penyakit sindrom nefrotik sendiri
atau efek samping pemberian obat prednisone secara berulang dalam jangka lama. Selain itu,
penyakit ini merupakan keadaan imunokompromais sehingga sangat rentan terhadap infeksi.
Infeksi yang berulang dapat menggangu tumbuh kembang pasien.

Sumedang, Juni 2014

Ketua Komite Medik RSUD Sumedang Ketua SMF ANAK RSUD Sumedang

Dr. H. Isfihany ZK,SPOG (K) Dr. Sonny S Wangsadisastra, Sp.A

i
KEJANG DEMAM
Kejang demam adalah kejang yang berhubungan dengan demam ( suhu diatas 38,4C
per rektal) tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat atau gangguan elektrolit akut, terjadi
pada anak berusia diatas 1 bulan, dan tidak ada riwayat kejang tanpa demam sebelumnya.
Terjadi pada 2-5% anak berumur 6 bulan sampai 3 tahun; insidens tertinggi pada umur 18
bulan. Kejang demam dibagi menjadi kejang demam sederhana dan kompleks. Kejang
demam disebut kompleks apabila kejang bersifat fokal, lamanya lebih dari 10-15 menit atau
berulang dalam 24 jam. Kejang demam disebut sederhana bila bersifat umum, singkat dan
hanya terjadi sekali dalam 24 jam

LANGKAH PROMOTIF/ PREVENTIF

Faktor resiko berulangnya kejang pada kejang demam ialah (1) riwayat kejang demam
dalam keluarga, (2) usia dibawah 18 bulan, (3) suhu tubuh saat kejang, (4) lamanya
demam saat awitan kejang, dan (5) riwayat epilepsi dalam keluarga
Faktor resiko terjadinya epilepsi di kemudian hari adalah (1) adanya gangguan
neurodevelopmental, (2) kejang demam kompleks, (3) riwayat epilepsi dalam keluarga,
(4) lamanya demam saat awitan kejang, dan (5) lebih dari satu kali kejang demam
kompleks.

LANGKAH DIAGNOSTIK

Anamnesis

Adanya kejang, jenis kejang, kesadaran, lama kejang, suhu sebelum/ saat kejang,
frekuensi, interval, pasca kejang, penyebab demam diluar susunan saraf pusat
Riwayat perkembangan, kejang demam dalam keluarga, epilepsi dalam keluarga
Singkirkan penyebab kejang lainnya

Pemeriksaan fisis

Kesadaran , suhu tubuh, tanda rangsang meningeal, tanda peningkatan tekanan intrakranial,
tanda infeksi diluar SSP.

Pemeriksaan Penunjang

i
Pemeriksaan penunjang dilakukan sesuai indikasi untuk mencari penyebab kejang
demam. Pemeriksaan dapat meliputi darah perifer lengkap, gula darah, elektrolit, kalsium
serum, urinalisis dan biakan darah, urin atau feses.
Fungsi lumbal sangat dianjurkan pada anak berusia di bawah 12 bulan, dianjurkan pada
anak berusia 12-18 bulan, dan dipertimbangkan pada anak berusia diatas 18 bulan yang
dicurigai menderita meningitis
Pemeriksaan imaging ( CT scan atau MRI) dapat diindikasikan pada keadaan (1) adanya
riwayat dan tanda klinis trauma kepala, (2) kemungkinan adanya lesi struktural di otak (
mikrosefali, spastik), dan (3) adanya tanda peningkatan tekanan intrakranial ( kesadaran
menurun, muntah berulang, fontanel anterior membonjol, paresis saraf otak VI, edema
papil)
Elektroensefalografi dipertimbangkan pada kejang demam kompleks.
TERAPI
Medikamentosa
Pengobatan medikamentosa saat kejang dapat dilihat pada tata laksana penghentian kejang (
lihat bagan). Saat ini lebih diutamakan pengobatan profilaksis intermiten pada saat demam,
berupa :
1. Antipiretik
Tujuan utama pengobatan kejang demam adalah mencegah demam meningkat. Berikan
parasetamol 10- 15 mg/kgBB/hari setiap 4-6 jam atau ibuprofen 5-10mg/kgBB/hari tiap 4-
6 jam
2. Anti kejang
Beri diazepam oral 0,3 mg/kgBB/dosis tiap 8 jam saat demam atau diazepam rektal
0,5mg/kgBB/hari setiap 12 jam saat demam. Efek samping diazepam oral adalah letargi,
mengantuk, dan ataksia
3. Pengobatan jangka panjang
Pengobatan jangka panjang selama 1 tahun dapat dipertimbangkan pada kejang demam
kompleks dengan faktor resiko. Obat yang digunakan adalah fenobarbital 3-
5mg/kgBB/hari atau asam valproat 15-40mg/kgBB/hari
Bedah
Tidak ada indikasi bedah pada kejang demam
Suportif
Pengobatan suportif ditujukan untuk menurunkan suhu bila anak demam tinggi

i
Rujukan
Pasien kejang demam dirujuk atau dirawat di rumah sakit pada keadaan berikut :
Kejang demam kompleks
Hiperpireksia
Usia dibawah 6 bulan
Kejang demam pertama
Dijimpai kelainan neurologis

Sumedang, Juni 2014

Ketua Komite Medik RSUD Sumedang Ketua SMF ANAK RSUD Sumedang

Dr. H. Isfihany ZK,SPOG (K) Dr. Sonny S Wangsadisastra, Sp.A

i
ENSEFALITIS

Ensefalitis adalah infeksi jaringan otak yang disebabkan oleh berbagai macam
mikroorganisme. Penyebab yang tersering dan terpenting ialah virus. Berbagai jenis virus
dapat menimbulkan ensefalitis dengan gejala yang sama.

LANGKAH PROMOTIF/ PREVENTIF


Vaksinasi MMR
Penyemprotan terhadap vektor serangga
LANGKAH DIAGNOSTIK
Anamnesis
Ensefalitis mempunyai berbagai penyebab, namun gejala klinis ensefalitis lebih kurang
sama dan khas, sehingga gejala klinis tersebut dapat digunakan sebagai penegak diagnosis.
Gejala berupa suhu mendadak naik, seringkali ditemukan hiperpireksia
Kesadaran dengan cepat menurun. Anak agak besar sering mengeluh nyeri kepala sebelum
kesadarannya menurun
Kejang dapat bersifat umum, fokal atau hanya twitching saja
Pemeriksaan fisis
Seringkali ditemukan hiperpireksia, kesadaran menurun dan kejang. Kejang dapat
berlangsung berjam- jam. Gejala serebral lain dapat beraneka ragam, dapat timbul terpisah
atau bersama- sama, misalnya paresis atau paralisis, afasia dan sebagainya
Pemeriksaan penunjang
Darah perifer lengkap, gula darah, elektrolit darah, biakan darah
Fungsi lumbal (LP) : cairan jernih, jumlah sel diatas normal, hitung jenis didominasi sel
limfosit, protein dan glukosa normal atau meningkat
Pemeriksaan CT atau MRI kepala menunjukkan gambaran edema otak. Pada ensefalitis
herpes simpleks, pemeriksaan CT scan hari sakit ketiga menunjukkan gambaran hipodens
pada daerah frontotemporal
Pada pemeriksaan elektroensefalografi didapatkan penurunan akifitas atau perlambatan

TERAPI
Medikamentosa
Tidak ada pengobatan yang spesifik, tergantung dari etiologi.

i
Asiklovir dapat diberikan 10mg/kg tiap 8 jam bila secara klinis dicurigai disebabkan oleh
virus herpes simpleks
Suportif
Mengatasi kejang, hiperpireksia, gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
Mengatasi edema otak dengan manitol 0,5- 1 gram/kg; dapat diberikan setiap 8 jam, dan
metilprednisolon 1-2 mg/kg/hari
Rujukan
Perawatan di ruang rawat intensif

PEMANTAUAN
Terapi
Pemeriksaan fisis neurologis secara teratur dan pemeriksaan penunjang lain yang disesuaikan
dengan temuan klinis
Tumbuh kembang
Angka kematian masih tinggi, berkisar antara 35- 50%. Di antara pasien yang hidup 20-40 %
mengalami sekuele berupa paresis/ paralisis, gerakan koreoatetoid, gangguan penglihatan,
dan kelainan neurologis lain. Pasien yang sembuh tanpa kelainan yang nyata dalam
perkembangan selanjutnya masih mungkin mengalami retardasi mental, gangguan watak, dan
epilepsi

Sumedang, Juni 2014

Ketua Komite Medik RSUD Sumedang Ketua SMF ANAK RSUD Sumedang

Dr. H. Isfihany ZK,SPOG (K) Dr. Sonny S Wangsadisastra, Sp.A

i
FEVER OF UNKNOWN ORIGIN (FUO)

Etiologi

Penyakit Infeksi

Kelainan kolagen dan Vaskular

Keganasan

Manifestasi Klinis

Anamnesis

Usia
Bayi/anak < 6 tahun infeksi pernafasan atau saluran kemih, infeksi yang
terlokalisasi ( abses, osteomielitis), juvenile rheumatoid arthritis (JRA), atau leukemia
( jarang)
Remaja TBC, IBD, proses autoimun, dan limfoma
- Karakteristik Demam
Demam intermiten TBC, Limfoma dan JRA
Demam kontinua demam tifoid
Demam relaps malaria, ret- bite fever, infeksi borelia, dan keganasan
Demam rekuren yang berlangsung > 1 tahun kelainan metabolik, SSP , dan pusat
pengontrol suhu tubuh, serta defisiensi imun.
- Paparan terhadap hewan liar leptospirosis
Riwayat bepergian ke daerah endemis malaria dan histoplamosis
Riwayat pengobatan pemberian tetes mata dapat atropine induced fever
Riwayat penggunaan instrumentasi atau perawatan intensif di rumah sakit

Pemeriksaan Fisis

Mata merah dan berair tanda penyakit jaringan ikat

Konjungtivitis palpebralis campak, virus coxsakie, TBC, mononukleosis infeksiosa,


limfogranuloma venerum, dan penyakit cat- scratch

Pada FUO, konjungtivitis bulbar mungkin disebabkan oleh penyakit Kawasaki atau
leptospirosis

i
Petekia pada konjungtiva merupakan tanda endokarditis infektif

Uveitis merupakan tanda dari sarkoidosis, JRA,SLE, penyakit Kawasaki, penyakit Behcet
dan vaskulitis.

Korioretinitis merupakan gejala infeksi CMV, toksoplasmosis, dan sifilis

Proptosis menunjukkan suatu tumor orbita, tirotoksikosis, metastasis ( neuroblastoma),


infeksi orbita, atau pseudotumor.

Bila FUO disertai pupil yang tidak dapat berkonstruksi, dipikirkan terjadi gangguan pada
hipotalamus.

Oral trush berulang dapat merupakan gejala gangguan system imun

Faring hiperemis menunjukkan infeksi mononukleosis infeksiosa,CMV, toksoplasmosis,


salmonelosis, tularemia, penyakit Kawasaki, atau leptospirosis.

Nyeri pada palpitasi tulang Osteomielitis atau metastasis ke tulang

Nyeri tekan trapezius abses subdiafragma

Nyeri tekan meyeluruh di otot dermatomiosis, poliarteritis, penyakit Kawasaki, atau


infeksi mikoplasma

Limfadenopati perirektal, mungkin merupakan gejala abses di daerah pelvis, adenitis iliaka,
atau osteomielitis pelvis.

Hiperaktif dari deep tendon reflexes merupakan gejala tirotoksikosis

Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium :hitung sel darah lengkap, LED,CRP, tes serum untuk fungsi ginjal, konsentrasi
transaminase hati, albumin, globulin, urinalisis, serta kultur urin

Pencitraan : USG, CT Scan dan MRI

Managemen

Terapi Empirik

Hanya dilakukan pada penderita imunokompromais

i
Pada FUO neutropenia, antibiotik spektrum luas harus segera diberikan

Pada FUO nosokomial diberikan antibiotik yang tepat sesuai kecurigaan

Sumedang, Juni 2014

Ketua Komite Medik RSUD Sumedang Ketua SMF ANAK RSUD Sumedang

Dr. H. Isfihany ZK,SPOG (K) Dr. Sonny S Wangsadisastra, Sp.A

i
DIARE AKUT
Diare akut adalah buang air besar lebih dari 3 kali dalam 24 jam dengan konsistensi
cairan lebih lunak atau cair dan berlangsung 14 hari. Kematian terutama disebabkan karena
dehidrasi. Penyebab terbanyak pada usia 0-2 tahun adalah infeksi rotavirus. Diare
menyebabkan gangguan gizi dan kematian.

LANGKAH PROMOTIF/ PREVENTIF

Upayakan ASI tetap diberikan


Kebersihan perorangan, cuci tangan sebelum makan
Kebersihan lingkungan, buang air besar di jamban
Imunisasi campak
Memberikan makanan penyapihan yang benar
Penyediaan air minum yang bersih
Selalu memasak makanan

LANGKAH DIAGNOSTIK
Anamnesis
Sudah berapa lama diare berlangsung, berapa kali sehari, warna dan konsistensi tinja,
lendir dan/ atau darah dalam tinja, adanya muntah, anak lemah, kesadaran menurun, rasa
haus, rewel, kapan kencing terakhir, suhu badan.
Jumlah cairan yang masuk selama diare
Anak minum ASI atau susu formula, apakah anak makan makanan yang tidak biasa
Apakah ada yangmenderita diare di sekitarnya, darimana sumber air minum

Pemeriksaan Fisis
Pada pemeriksaan fisis harus diperhatikan tanda utama yaitu kesadaran, rasa haus, turgor
kulit abdomen. Perhatikan juga tanda tambahan yaitu, ubun- ubun besar cekung atau tidak,
mata cekung atau tidak, ada atau tidak adanya air mata, kering atau tidaknya mukosa mulut,
bibir dan lidah. Jangan lupa menimbang berat badan
Penilaian derajat dehidrasi dilakukan sesuai dengan kriteria berikut :
Tanpa dehidrasi ( kehilangan cairan < 5 % berat badan)
Tidak ditemukan tanda utama dan tanda tambahan
Keadaan umum baik, sadar

i
Tanda vital dalam batas normal
Ubun- ubun besar tidak cekung, mata tidak cekung, air mata ada, mukosa mulut dan
bibir basah
Turgor abdomen baik, bising usus normal
Akral hangat
Pasien dapat dirawat di rumah kecuali apabila terdapat komplikasi lain ( tidak mau
minum muntah terus menerus, diare yang frekuen)

Dehidrasi ringan sedang ( kehilangan cairan 5- 10 % berat badan)


Apabila didapatkan dua tanda utama ditambah dua atau lebih tanda atambahan
Keadaan umum gelisah atau cengeng
Ubun- ubun besar sedikit cekung, mata sedikit cekung air mata kurang, mukosa
mulut dan bibir sedikit kering
Turgor kurang
Akral hangat
Pasien harus rawat inap
Dehidrasi berat ( kehilangan cairan > 10 % berat badan)
Apabila didapatkan dua tanda utama ditambah dengan dua atau lebih tanda tambahan
Keadaan umum lemah, letargi atau koma
Ubun- ubun sangat cekung, mata sangat cekung, air mata tidak ada, mukosa mulut
dan bibir sangat kering
Turgor buruk
Akral dingin
Pasien harus rawat inap

Pemeriksaan penunjang

Feses rutin, makroskopis ( warna, konsistensi, darah, lender, nanah), dan mikroskopik
(eritrosit, leukosit, telur cacing, amuba, lemak). Pada dehidrasi berat, perlu pemeriksaan
laboratorium lebih lengkap seperti darah rutin, elektrolit dan analisa gas darah.

Medikamentosa

Tidak boleh diberikan obat anti diare


Antibiotik selektif sesuai hasil pemeriksaan penunjang. Sebagai pilihan adalah
kotrimoksazol, amoksisilin dan atau sesuai hasil uji sensitivitas
i
Antiparasit : metronidazol
Pemberian zinc dengan dosis sebagai berikut : untuk bayi usia< 6 bulan diberikan dosis
10mg/hari dan usia 6 bulan diberikan 20mg/hari selama 10- 14 hari

Cairan dan elektrolit

Jenis cairan :
Per oral : cairan rumah tangga, oralit
Parenteral : ringer laktat, ringer asetat, larutan normal salin

Volume cairan disesuaikan derajat dehidrasi

Tanpa dehidrasi : cairan rumah tangga dan ASI diberikan semaunya, oralit diberikan
sesuai usia setiap kali buang air besar atau muntah dengan dosis :
Kurang dari satu tahun : 50- 100 cc
1-5 tahun : 100- 200 cc
Lebih dari 5 tahun : semaunya
Dehidrasi tidak berat ( ringan- sedang); rehidrasi dengan oralit 75 cc/kg/BB dalam 3 jam
pertama dilanjutkan pemberian kehilangan cairan yang sedang berlangsung sesuai umur
seperti di atas setiap kali buang air besar
Dehidrasi berat : rehidrasi parenteral dengan cairan ringer laktat atau ringer asetat 100
cc/kg BB. Cara pemberian :
Kurang dari 1 tahun 30cc/kgBB dalam 1 jam pertama, dilanjutkan 70cc/kgBB dalam 5
jam berikutnya
Lebih dari 1 tahun : 30cc/kgBB dalam jam pertama, dilanjutkan 70 cc/kgBB dalam
2 jam berikutnya

Minum diberikan jika pasien sudah mau minum 5 cc/kgBB selama proses rehidrasi

- Nilai kembali penderita tiap 1 -2 jam. Bila rehidrasi belum tercapai percepat tetesan iv.
- Sesudah 6 jam (bayi) atau 3 jam (anak) nilai lagi penderita menggunakan Tabel
Penilaian. Kemudian pilih rencana terapi yangs esuai (A, B atau C) untuk melanjutkan
terapi

Nutrisi

Anak tidak boleh dipuasakan, makanan diberikan sedikit- sedikit tapi sering ( lebih kurang 6
kali sehari), rendah serat, buah- buahan diberikan terutama pisang
i
Sumedang, Juni 2014

Ketua Komite Medik RSUD Sumedang Ketua SMF ANAK RSUD Sumedang

Dr. H. Isfihany ZK,SPOG (K) Dr. Sonny S Wangsadisastra, Sp.A

i
GAGAL JANTUNG

Batasan

Sindrom klinis akibat jantung tidak mampu memompakan darah dalam jumlah yang cukup ke
seluruh tubuh untuk memenuhi kebutuhan dan menerima aliran darah balik dari vena sistemik
dan pulmonal, atau kombinasi kedua hal tersebut.

Etiologi

Gagal jantung dapat disebabkan oleh kelainan jantung bawaan atau didapat

Penyebab gagal jantung karena penyakit jantung bawaan :

Usia Diagnosis
Saat lahir Hypoplastic left heart syndrome
Regurgitasi trikuspid berat
Regurgitasi pulmonal berat
Arteriovenosus (AV) fistula sistemik yang besar
Minggu pertama Transposisi arteri besar
PDA besar pada bayi kurang bulan
Total anomalous pulmonary venous drainage
Minggu 1- 4 Stenosis aorta berat
Stenosis pulmonal berat
Koartasio aorta
Minggu 4 - 6 Beberapa shunt dari kiri ke kanan seperti AVSD
Minggu 6 4 bulan VSD besar
PDA besar
Anomali arteri koronaria kiri dari arteri pulmonal

Penyebab gagal jantung akibat penyakit jantung didapat :

- Gangguan metabolik ( hipoksis berat dan asidosis, hipoglikemia, hipokalsemia)


- Miokarditis
- Karditis pada demam rematik akut
- Penyakit katup pada penyakit jantung rematik
i
- Kardiomiopati dilatasi idiopatik
- Anemia berat
- Hipertensi akut
- Kor pulmonale akut karena obstruksi jalan nafas

Patofisiologi

Faktor- faktor yang dapat menerangkan terjadinya gagal jantung :

Beban volume (preload)


Beban tekanan (afterload)
Gangguan kontraksi dan fungsi jantung
Denyut jantung (irama jantung)

Kriteria Diagnosis

Anamnesis

Bayi : tidak kuat minum, takipneu, gagal tumbuh dan sering berkeringat di dahi

Anak : sesak nafas terutama saat aktivitas, mudah lelah, edema palpebra atau
tungkai

Pemeriksaan Fisis

- Akibat respons kompensasi karena fungsi jantung menurun


Takikardia
Irama gallop
Kardiomegali
Rangsang simpatis meningkat
Gagal tumbuh
Keringat dan kulit dingin/lembab
- Akibat bendungan pada vena pulmonalis
Takipnea
Ortopnea
Wheezing dan ronki
- Akibat bendungan vena sistemik
Tekanan vena jugularis meningkat

i
Palpebra edema pada bayi
Hepatomegali
Edema tungkai pada anak yang sudah besar, jarang pada bayi.

Pemeriksaan penunjang

Foto thoraks

Kardiomegali tidak terdapat kardiomegali hamper menyingkirkan diagnosis


gagal jantung. Kardiomegali bukan berarti terdapat gagal jantung karena beberapa
anak yang mempunyai pirau kiri ke kanan yang besar dapat menunjukkan
kardiomegali tanpa gagal jantung.

- Elektrokardiografi

Membantu menentukan tipe defek, tidak dapat menentukan apakah terdapat gagal
jantung atau tidak

- Ekokardiografi

Untuk mengetahui pembesaran ruang jantung dan etiologi

Terapi

- Atasi penyebab dasar


- Tindakan intervensi non bedah dan koreksi bedah
- Terapi suportif
Istirahat dengan posisi setengah tegak
Pemberian oksigen
Pemberian nutrisi yang adekuat ( sampai 150 160 kkal/kgBB/hari)
Pembatasan cairan dan garam (< 0,5 g/hari) untuk anak besar
Obati/hindari faktor pencetus ( infeksi, demam , anemia)
Ventilasi mekanik bila diperlukan
Obat gagal jantung

Obat Gagal Jantung

1. Obat gagal jantung dieresis


Untuk mengurangi preload, perlu diperhatikan kadar kalium darah
Furosemid 1mg/kgBB/dosis iv atau 2-3 mg/kgBB/ hari dibagi 2-3 dosis po
i
Spironolakton 1-3 mg/kgBB/hari po dalam 2-3 dosis terbagi
2. Afterload reducing agent
Mengurangi afterload, menambah stroke volume tanpa menambah konsumsi oksigen
miokardium. Terdiri atas :
Arteriolar vasodilator (missal hidralazin)
Venodilator ( misal nitrogliserin)
Mixed vasodilator ( misal ACE inhibitor, nitroprusside)
Kaptropil neonatus : 0,1 0,4 mg/kgBB/dosis po 1-4 x /hari
Bayi : 0,5 6mg/kgBB/hari po 1 -4 x/ hari
Anak : 12,5 mg/dosis po 1-2 x/ hari
3. Digitalis
4. Obat anti gagal jantung yang paling banyak dipakai pada bayi dan anak. Bersifat
inotropik positif dan kronotropik negatif sehingga curah jantung meningkat dan
mempunyai efek parasimpatomimetik
Dosis digitalis pada gagal jantung :

Usia TDD Dosis pemeliharaan


(g/kgBB) (g/kgBB/hari)
Prematur 20 5
Bayi baru lahir 30 8
<2 tahun 40 - 50 10 - 12
2 tahun 30 - 40 8 - 10

Keterangan :

TDD : Total digitalization dose ;1/2 dosis diberikan dalam 8 jam

Dilanjutkan dosis dengan interval 8 jam, dilanjutkan dengan dosis

Pemeliharaan 12 jam sesudah TDD. Dosis iv adalah 75 % dosis oral,

Dosis pemeliharaan adalah 25 % TDD dibagi dalam 2 dosis.

i
Sumedang, Juni 2014

Ketua Komite Medik RSUD Sumedang Ketua SMF ANAK RSUD Sumedang

Dr. H. Isfihany ZK,SPOG (K) Dr. Sonny S Wangsadisastra, Sp.A

i
DEFEK SEPTUM ATRIUM
(ATRIAL SEPTAL DEFECT/ ASD)

Batasan

Defek pada septum yang memisahkan atrium kiri dan kanan

Sebagian besar merupakan ASD sekundum

Klasifikasi

ASD sekundum ( paling banyak)

ASD primum

ASD defek sinus venosus

ASD sinus koronarius

Kriteria Diagnosis

Anamnesis

Pada masa bayi dan anak kecil dapat asimtomatis, tumbuh kembang biasanya normal (
pirau kecil)

Gangguan pertumbuhan , sesak, sering mengalami infeksi paru ( pirau besar)

Jarang terjadi gagal jantung pada masa bayi

Pemeriksaan Fisis

Pada umumnya normal

Komponen aorta dan pulmonal bunyi jantung kedua terbelah lebar ( wide split) yang
tidak berubah pada saat inspirasi atau ekspirasi ( fixed split)

Bising ejeksi sistol terdengar di daerah pulmonal akibat aliran darah berlebih melalui
katup pulmonal ( stenosis pulmonal relatif atau stenosis pulmonal fungsional)

Aliran darah yang memintas dari atrium kiri ke kanan tidak menimbulkan bising karena
perbedaan tekanan atrium kanan dengan kiri kecil

i
Dapat terdengar bising diastole di daerah tricuspid ( tricuspid diastolic flow murmur)
yang terjadi akibat aliran darah berlebihan melalui katup tricuspid pada fase pengisian
cepat ventrikel kanan.

Foto Toraks

Atrium kanan menonjol, konus pulmonalis menonjol, pembesaran jantung ringan, dan
vaskularisasi paru sesuai besarnya pirau

Elektrokardiografi

Right bundle branch block (RBBB) : menunjukkan beban volume ventrikel kanan

Deviasi sumbu QRS ke kanan ( right axis deviation): ASD sekundum

Blok AV derajat I ( pemanjangan interval PR) terdapat pada 10 % ASD sekundum

Deviasi sumbu ke kiri ( left axis deviation) : ASD primum

Terapi

Medis

Tidak diperlukan pembatasan aktivitas

Tidak diperlukan profilaksis terhadap endokarditis infektif, kecuali bila terdapat


kelainan lain seperti prolaps katup mitral

Terapi gagal jantung bila terdapat gagal jantung

ASD sekundum transcatheter ASD occlusion

Operasi ASD closure untuk tipe lain

Perjalanan Alamiah dan Komplikasi

Defek menutup spontan terjadi pada 40 % kasus ASD sekundum pada 4 tahun pertama

Defek mengecil

Asimtomatik, jarang timbul gagal jantung pada masa bayi.

Bila tidak diobati, gagal jantung dan hipertensi pulmonal dapat terjadi pada dewasa
sekitar usia 20- 30 th

i
Aritmia atrium ( flutter dan fibrilasi) dapat terjadi saat dewasa dengan atau tanpa
operasi

Endokarditis jarang terjadi, kecuali terdapat defek lain

Cerebrovaskular accident akibat embolisasi jarang terjadi.

ASD

Aliran Aliran pirau besar


pirau kecil

Observasi Klinis Bayi Anak/ dewasa

Evaluasi usia 5-8 th Gagal Gagal PH - PH +


Jantung (-) Jantung (+)

Penyadapan Elektif Terapi gagal Penyadapan


Jantung usia > 4th jantung jantung

Gagal Berhasil
FR< 1,5 FR 1,5 Reaktif Nonreaktif

Segera Elektif
Usia > 4th

konservatif Intervensi/operasi Konservatif

Gambar 35 Algoritme Tatalaksana Defek Septum Atrium


Keterangan : FR : flow ratio
PH : pulmonal hipertensi

i
Sumedang, Juni 2014

Ketua Komite Medik RSUD Sumedang Ketua SMF ANAK RSUD Sumedang

Dr. H. Isfihany ZK,SPOG (K) Dr. Sonny S Wangsadisastra, Sp.A

i
DEFEK SEPTUM VENTRIKEL

(VENTRICULAR SEPTAL DEFECT/ VSD)


Batasan

Defek pada septum yang memisahkan ventrikel kiri dan kanan

Klasifikasi

Berdasarkan fisiologinya VSD diklasifikasikan menjadi :

VSD kecil dengan resistensi vaskular paru normal

VSD sedang dengan resistensi vaskular paru bervariasi

VSD besar dengan peningkatan resistensi vaskular paru dari ringan sampai sedang

VSD besar dengan resistensi vaskular paru yang tinggi

UKK Kardiologi Anak membagi VSD ( modifikasi Soto dkk):

VSD perimembran outlet, inlet, trabekular, konfluens

VSD muscular posterior, trabekular, dan infundibular

VSD subarterial ( doubly commited subarterial) yang disebut juga tipe Oriental

Gambaran klinis sangat bervariasi, dari yang ringan sampai gagal jantung berat disertai
dengan gagal tumbuh.

VSD Kecil

Patofisiologi

Sebagian kecil darah dari ventrikel kiri ke arteri pulmonalis

Pembesaran ruang jantung minimal

Bendungan paru minimal

Kriteria Diagnosis

Pertumbuhan dan perkembangan normal

Bila defek sangat kecil, terutama defek muscular, ditemukan bising sistol dini pendek
yang mungkin didahului early systolic click

Biasanya bunyi jantung normal, tetapi dapat terdengar bising pansistol yang keras,
disertai thrill, dengan pungtum maks. Disela iga III- IV garis parasternal kiri dan menjalar
ke sepanjang garis sternum kiri, bahkan ke seluruh prekordium
i
EKG dan foto toraks umumnya masih normal.

VSD Sedang- Besar

Patofisiologi

Pirau dari ventrikel kiri- kanan lebih banyak dibandingkan dengan VSD kecil

Ventrikel kanan tidak membesar karena darah dari ventrikel kiri langsung dipompakan ke
arteri pulmonalis pada saat sistol ( perbedaan dengan ASD)

Kriteria Diagnosis

Anamnesis

Gangguan pertumbuhan dan perkembangan

Penurunan intolerasi latihan

Infeksi paru berulang

Gagal Jantung

Pemeriksaan fisis

Auskultasi

Murmur holosistol di tepi kiri bawah sternum

Mid diastolic rumble di apeks

Bunyi jantung kedua terbelah menyempit

Intensitas P2 sedikit mengeras

Kadang- kadang terdengar klik ejeksi

Elektrokardiografi

Hipertrofi ventrikel kiri

Hipertrofi atrium kiri

Foto toraks

Pembesaran jantung

Atrium kiri

Ventrikel kiri

Penonjolan arteri pulmonalis

i
Corakan vaskular paru

VSD besar dengan pengaruh Vaskular Paru

Kriteria Diagnosis

Anamnesis

Sianosis

Intoleransi latihan

Pemeriksaan fisis

Auskultasi

Bunyi jantung kedua tunggal, P2 mengeras

Elektrokardiografi

Hanya pembesaran ventrikel kanan

Foto toraks

Pembesaran ventrikel kanan

Penonjolan a. pulmonalis

Komplikasi VSD

Gagal jantung

Endokarditis

Gangguan fungsi katup

Terapi

Jika terdapat gagal jantung terapi gagal jantung

Jika gagal jantung tidak teratasi intervensi diperlukan dapat berupa :

Pulmonary artery banding (PAB), terutama untuk VSD muscular tipe swiss cheese
defect atau

Penutupan VSD bergantung pada kesiapan institusi ( operasi atau intervensi


kardiologi)

Bila tidak terdapat tanda gagal jantung intervensi bedah dapat ditunda, kecuali
mengganggu struktur jantung lain ( mis. Regurgitasi katup aorta). Pada usia 5-8 th
ditentukan besar aliran pirau dengan penyadapan jantung.
i
Bila aliran pirau ( flow ratio/ FR) 1,5harus ditutup

Jika terdapat tanda hipertensi pulmonal berdasarkan pemeriksaan klinis, foto toraks,
dan ekokardiografi tanpa tanda penyakit vaskular paru (PVP), penutupan dilakukan
tanpa penyadapan

Apabila terdapat PVPpenyadapan terlebih dahulu, dan bila pulmonary artery


resistance index ( PARI) sesudah pemberian oksigen 100% > 8 HRU/m2, penutupan
tidak dianjurkan

Perjalanan Alamiah VSD

Menutup spontan

Prolaps katup aorta

Aneurisma septum membranasea

Stenosis infundibulum

Hipertensi pulmonal

Penyakit vaskular paru

i
VSD

Gagal Jantung Gagal Jantung


(+) (-)

Terapi Gagal
Jantung

Gagal Berhasil Prolaps Stenosis Hipertensi Endokarditis Menutup


Katup Infundibulum pulmonal spontan
aorta

Penyadapan
jantung

Reaktif Nonreaktif
PAB Evaluasi
6bl

Konservatif

Transchatheter VSD oclussion


Operasi penutupan VSD

Gambar 36 Algoritme Tatalaksana VSD

Sumedang, Juni 2014

Ketua Komite Medik RSUD Sumedang Ketua SMF ANAK RSUD Sumedang

Dr. H. Isfihany ZK,SPOG (K) Dr. Sonny S Wangsadisastra, Sp.A

i
DUKTUS ARTERIOSUS PERSISTEN

(PATENT DUCTUS ARTERIOSUS /PDA)


Batasan

Terdapat pembuluh darah fetal yang menghubungkan percabangan arteri pulmonalis kiri ke
aorta desendens tepat disebelah distal arteri subklavia kiri

Prevalensi

Kurang lebih 5- 10% PJB, sering ditemukan pada bayi kurang bulan dengan berat badan lahir
rendah (BBLR)

Kriteria Diagnosis

PDA Kecil

Anamnesis

Biasanya asimtomatik

Pemeriksaan fisis

Auskultasi

Komponen pulmonal (P2) normal

Bising kontinu (machinery murmur) derajat 1- 4/6, jelas terdengar di daerah


infraklavikularis kiri atau LSB atas

PDA Besar

Anamnesis

Gagal jantung kongestif

Gagal tumbuh

Takipnea

Pemeriksaan fisis

Takikardia dispnea terutama saat aktivitas atau minum

Aktivitas prekordium

Trill dapat teraba pada LSB atas

Pulsasi pembuluh darah perifer yang teraba keras ( bounding pulsation) dengan
tekanan nadi yang lebar akibat tekanan sistol dan tekanan diastol
i
Auskultasi

Bising sistol kresendo pada LSB atas

Diastolic rumbled daerah apeks mungkin dapat terdengar

P2 mengeras bila terdapat hipertensi pulmonal

PDA besar menyebabkan PVP

Pirau duktus dari kanan ke kiri

Anamnesis dan pemeriksaan fisis

Diferensial sianosis ( sianosis pada setengah bagian bawah tubuh)

Foto toraks

Ukuran jantung normal dengan penonjolan konus pulmonalis dan corakan vaskular
paru didaerah hilus yang tetapi tidak mencapai perifer

Terapi

Tidak diperlukan pembatasan aktivitas jika terdapat gagal jantung atau hipertensi pulmonal

Profilaksis untuk endokarditis infektif

Medis

Pada bayi kurang bl dapat diberikan ibuprofen sebelum usia 10 hr

Indikasi pemberian ibuprofen

Bayi kurang bulan < 1.500 g ( sesuai usia kehamilan)

Bukan merupakan PJB yang bergantung pada aliran darah duktus ( non- ductus
dependent)

Fungsi ginjal dan perdarahan normal

Jumlah trombosit normal

Tidak didapatkan NEC

Tidak didapatkan sepsis

Pemeriksaan penunjang sebelum pemberian ibuprofen

Laboratorium rutin ( Hb, hitung, leukosit, Ht, hitung trombosit, morfologi darah tepi,
hitung jenis, waktu perdarahan, dan waktu pembekuan).

Pemeriksaan fungsi ginjal (Urea N, kreatinin)


i
Pemeriksaan radiologis ( toraks dan abdomen)

USG kepala

Ekokardiografi

Kontraindikasi

Urea N > 25 mg/dL atau kreatinin > 1,8 mg/dL

Jumlah trombosit < 80.000/mm3

Kecenderungan perdarahan, termasuk perdarahan intracranial

NEC

Hiperbilirubinemia

Bila terdapat tanda gagal jantung, sebelum terapi ibuprofen dilakukan terapi untuk
gagal jantung
Pemberian ibuprofen yang dianjurkan adalah melaui i.v atau pipa nasogastrik dengan
dosis 10mg/kgBB, dilanjutkan dengan 5 mg/kgBB sesudah 24 dan 48 jam dari
pemberian pertama

Observasi sesudah pemberian ibuprofen

Tanda perdarahan dan gangguan fungsi ginjal


Pemeriksaan laboratorium rutin
Pemeriksaan fungsi ginjal sesudah pemberian pertama, bila fungsi ginjal , dosis obat
diturunkan atau terapi dihentikan
Ekokardiografi untuk menilai apakah PDA sudah menutup

Bila usaha penutupan dengan medikamentosa ini gagal dan gagal jantung kongestif menetap,
bedah ligasi/ intervensi perlu segera dilakukan.

Bila tidak ada gagal jantung, penutupan PDA dapat ditunda, akan tetapi sebaiknya tidak
melampaui usia 1 tahun

Prinsipnya semua PDA pada usia > 12 minggu harus dilakukan intervensi tanpa
menghiraukan besarnya aliran pirau

Penutupan PDA dapat dilakukan dengan:

i
Transchatheter PDA occlusion ( terapi pilihan utama)
Operasi ligasi/ divisi : terutama untuk neonates dan bayi kecil dengan gagal jantung,
tubular PDA, dan PDA besar dengan ampula yang kecil

Beberapa anak datang terlambat dengan hipertensi pulmonal akibat penyakit vaskular paru,
bahkan sudah mengalami Elisenmengerisasi. Dalam kondisi demikian sadap jantung
diperlukan untuk menilai rektivitas vaskular

PDA

Neonatus /bayi Anak/dewasa

GJK (+) GJK (-) PH (-) PH (+)

Prematur Cukup bulan


Penyadapan
jantung

Medikamentosa Medikamentosa
Indometasin

Reaktif Nonreaktif

Berhasil Gagal Berhasil Elektif usia


> 12 mgg

Menutup Operasi ligasi/divisi Transchatheter PDA occlussion konservatif


Spontan

Gambar 37 Algoritme Tatalaksana Duktus Arteriosus Persisten


Keterangan: PDA : patent ductus arteriosus
GJK : gagal jantung kongestif
PH : hipertensi pulmonal

i
Sumedang, Juni 2014

Ketua Komite Medik RSUD Sumedang Ketua SMF ANAK RSUD Sumedang

Dr. H. Isfihany ZK,SPOG (K) Dr. Sonny S Wangsadisastra, Sp.A

i
THALASSEMIA

Batasan

Golongan penyakit bersifat keturunan ( herediter) yang ditandai dengan defisiensi


pembentukan rantai globin spesifik dari Hb

Klasifikasi

Klinis

Thalassemia mayor

Thalassemia intermedia

Thalassemia minor

Genetik

Thalassemia ,, ,dan

Etiologi

Defisiensi rantai globin yang bersifat herediter

Diagnosis

Anamnesis

Pucat , gangguan pertumbuhan

Riwayat keluarga

Pemeriksaan fisis

Anemia/ pucat

Ikterik ringan

Facies cooley pada anak lebih besar


Hepatosplenomegali tanpa limfadenopati
Facies cooley
Gizi kurang/ buruk
Perawakan pendek
Hiperpigmentasi kulit
Pubertas terlambat

i
Laboratorium

Anemia berat ( Hb < 3g/dL atau 4 g/dL)


Sediaan apus darah tepi( mikrositer, hipokrom, anisositosis, pokilositosis, sel eritrosit
muda/ normoblas, fragmentosit, sel target)
Indeks eritrosit : MCV, MCH,MCHC , RDW
Bila tidak cell counter, dilakukan uji resistensi osmotik 1 tabung ( fragilitas)
Morfologi eritrosit : gambaran hemolitik ( anisositosis, poikilositosis, polikromasi, sel
target, normoblas)
Dapat terjadi leukopenia dan trombositopenia
Retikulosit
Hb F atau Hb A2
Sumsum tulang aktivitas eritropoesis

Pemeriksaan penunjang

Hb, leukosit, trombosit, hitung jenis, morfologi darah tepi, retikulosit


Indeks eritrosit : MCV, MCHC
Hb- Elektroforesis
Fungsi sumsum tulang
Diagnosis banding
Hemoglobinopati

Anemia defisiensi besi

Anemia diseritropoetik kongenital

Penyulit

Hemosiderosis

Komplikasi

Komplikasi dapat disebabkan oleh thalassemia- nya sendiri atau akibat transfusi rutin yang
dapat penumpukan besi di berbagai organ ( hemosiderosis), seperti :

Gangguan jantung, meliputi perikarditis, aritmia, kardiomiopati, dan gagal jantung

i
Diabetes mellitus
Hipotiroid/ hipoparatiroid
Gangguan pematangan seksual
Gangguan pembekuan darah
Sirosis hepatis
Terapi

Umum

Makanan gizi seimbang

Dietetik

Makanan dan obat yang banyak mengandung zat besi sebaiknya dihindari

Pemantauan tumbuh kembang

Khusus

Dapat dicoba transplantasi sumsum tulang

PRC 10-15 ml/kgBB setiap 4mgg mengatasi anemia, sehingga kadar Hb> 10g/dL

Transfusi darah pertama kali diberikan bila Hb < 7g/dL yang diperiksa 2x
berturutan dengan jarak 2 mgg atau Hb 7 g/dL disertai gejala klinis ( perubahan
muka/facies Cooley, gangguan tumbuh kembang, fraktur tulang, curiga
hematopoetik ekstramedular).

Pada penanganan selanjutnya, transfusi darah diberikan Hb 8 g/dL sampai kadar


Hb 10-11g/dL. Bila terdapat tanda gagal jantung, pernah ada kelainan jantung,
atau Hb < 5g/dL maka dosis untuk satu kali pemberian tidak boleh> 5mL/kgBB
dengan kecepatan tidak > 2mL/kgBB/jam. Sambil menunggu transfusi darah,
diberikan O2 dengan kecepatan 2-4 L/mnt

Kelasi besi diberikan bila kadar feritin serum> 1.000 ng/mL dan saturasi transferin > 50%
atau sudah 10-20x transfusi, untuk mengatasi kelebihan Fe dalam jaringan tubuh.

Desferioksamin

Dewasa dan anak 3 th: 30-50 mg/kgBB/hr, 5-7x/mgg s.k. selama 8- 12 jam
dengan syringe pump. Anak usia < 3 th : 15-25 mg/kgBB/hr
i
Pemakaian desferioksamin dihentikan pada penderita yang sedang hamil, kecuali
penderita gangguan jantung yang berat dan diberikan kembali pada trimester
akhir desferioksamin 20-30mg/kgBB/hr
Ibu menyusui tetap dapat menggunakan kelasi besi ini

Pada penderita tidak patuh/ menolak pemberian desferioksamin dapt diberikan :

Deferipron /L1 : 75-100 mg/kgBB/hr dibagi 3 dosis sesudah makan atau

Deferasiroks/ICL 670: 20-30 mg/kgBB/hr dosis tunggal 75-100 mg/kgBB/hr


dibagi 3 dosis sesudah makan

Terapi kombinasi ( desferioksamin dan deferipron) diberikan pada keadaan :

Feritin >3.000 ng/mL yang bertahan min.3bl

Kardiomiopati akibat kelebihan besi

Atau

Bila T2 *MRI sesuai dengan hemosiderosis jantung ( < 20milisekon)

Untuk jangka waktu tertentu ( 6- 12 bl) bergantung pada kadar feritin dan fungsi jantun g
pada saat evaluasi

Splenektomi

Dilakukan bila terdapat hiperslenisme atau jarak pemberian transfuse yang makin
pendek

Asam folat : 2x 1mg/hr

Vitamin E : 2x200 IU/hr

Vitamin C : 2-3 mg/kgBB/hr ( maks. 50 mg pada anak < 10 th dan 100mg pada anak usia 10
th, tidak melebihi 200mg/hr) dan hanya diberikan saat pemakaian desferioksamin (DFO),
tidak dipakai untuk penderita dengan gangguan fungsi jantung.

Pemantauan Efek samping Kelasi Besi

Desferioksamin (DFO):

i
THT : audiometri ( 1x/th) gangguan pendegaran , tinnitus ( reversibel)

Mata (1x/th) : gangguan lapang pandang ( reversibel)

Feritin setiap 3 bl

Foto tulang panjang + Vertebra+ bone age (1x/th) :

gangguan pertumbuhan pada anak usia < 3 th

Deferipron (L1)

Darah tepid an hitung jenis ( absolute neutrophil count) 5- 10 hr sekali

SGOT, SGPT, ureum, kreatinin setiap 3 bl

Feritin setiap 3 bl

Tidak boleh diberikan pada ibu hamil dan menyusui

Desferasiroks (ICL 670)

Kreatininsetiap bl

SGOT & SGPT setiap bl

Feritin setiap bl

Ibu hamil dan menyususi masih dilakukan penelitian

Prognosis

Buruk

Surat persetujuan

Diperlukan

i
Sumedang, Juni 2014

Ketua Komite Medik RSUD Sumedang Ketua SMF ANAK RSUD Sumedang

Dr. H. Isfihany ZK,SPOG (K) Dr. Sonny S Wangsadisastra, Sp.A

i
MORBILI

Etiologi

Morbilivirus merupakan salah satu virus RNA dari famili paramyxoviridae

Epidemiologi

Terdapat di seluruh dunia merupakan masalah kesehatan di Negara berkembang, namun pada
saat ini terjadi peningkatan kasus di Amerika Serikat dan Eropa. Diduga berhubungan dengan
cakupan imunisasi yang menurun.

Manusia merupakan satu- satunya tuan rumah dan vaksin sudah tersedia, seyogianya
penularan penyakit ini dapat dicegah.

Manifestasi Klinis

Masa inkubasi : 10-12 hr

Tiga stadium : prodromal erupsi konvalesens

Stadium Prodromal

3-5 hr biasanya ringan tetapi pada stadium akhir erupsi dapat mencapai 40 0C.
Ditemukan tanda 3C (coryza, cough, conjunctivitis) Kopliks spot : Patognomonis,
ditemukan 1-2 hr sebelum sampai 1-2 hr sesudah timbul ruam ( stadium erupsi), berupa
lesi punctuta putih di daerah mukosa bukal, tersering di daerah molar 2 bawah

Stadium Erupsi

Pada akhir stadium prodromal terjadi suhu tubuh, pada saat panas mencapai
puncaknya timbul ruam berupa ruam makuloeritrematosus, bersifat konfluens, dimulai
dari belakang telinga menyebar ke badan, lengan dan tungkai. Dalam 3 hari ruam
sudah tersebar ke seluruh tubuh.

Panas badan masih tetap tinggi selama 2- 3 hari sesudah ruam timbul, bila tidak
mengalami penyulit penderita memasuki masa konvalesens

Stadium Konvalesens

i
Panas badan mulai turun, ruam meninggalkan bekas hiperpigmentasi yang dapat
bertahan sampai 7-14 hari

Pemeriksaan penunjang

Leukopenia dengan limfopenia

Di Negara maju diagnosis serologis dilakukan pemeriksaan IgM antibody, terdeteksi sesudah
3 hari timbul ruam. Deteksi antigen dapat dilakukan dengan teknik :

PCR : dapat mendeteksi 5hr sebelum gejala muncul

Fluorescent antibody staining ( rapid method) dari apus nasofaring

Diagnosis

Anamnesis dan pemeriksaan fisis sesuai dengan stadium penyakit.

Tanda utama : 3 C, Kopliks spot, ruam macula eritrematosus dengan penyebaran khas yang
timbul pada saat panas sedang mencapai puncaknya ( panas tinggi) dan panas tetap ada
selama 2-3 hari sesudah timbul ruam.

Penyulit

Infeksi bakteri berupa superinfeksi, harus diwaspadai bila panas tinggi menetap sesudah 4
hari dari timbul ruam dan pada pemeriksaan darah rutin ditemukan leukositosis. Penyulit
dapat pula sebagai akibat virulensi virusnya sendiri atau karena daya tahan tubuh penderita
yang rendah seperti malnutrisi

Beberapa penyulit morbili :

Otitismedia akut ( 10-15%)

Pneumonia interstitialis ( 50-75% disertai dengan kelainan radiologis)

Mokarditis dan perikarditis

Ensefalitis ( 1: 1.00 kasus) biasanya timbul 7- 10 hari sesudah timbul

Subacute sclerosis panencephalitis (SSPE) : 0,2 2/100.000 infeksi virus morbili,


rata- rata masa inkubasi 7 th (CFR) hamper 100% sesudah 6-9 bl)

Imunosupresi sementara : aktivitas TB paru


i
Ulkus kornea : terutama pada defisiensi Vit. A

Manajemen

Suportif terdiri atas :

Pemberian cukup cairan

Kalori dan jenis makanan disesuaikan dengan tingkat kesadaran serta komplikasi

Suplemen nutrisi

Antibiotik diberikan bila terdapat infeksi sekunder

Antikonvulsan diberikan bila terjadi kejang

Pemberian vitamin A 100.000 IU bila disertai malnutrisi, dilanjutkan 1.500 IU/hr

Indikasi rawat inap bila hiperpireksia ( suhu > 390C) dehidrasi, kejang, asupan oral sulit, atau
terdapat komplikasi lain sperti pneumonia

Sumedang, Juni 2014

Ketua Komite Medik RSUD Sumedang Ketua SMF ANAK RSUD Sumedang

Dr. H. Isfihany ZK,SPOG (K) Dr. Sonny S Wangsadisastra, Sp.A

i
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI . i

DEMAM TIFOID . 1

PNEUMONIA . 3

ASMA SERANGAN BERAT . 5

DENGUE . 7

MENINGITIS BAKTERIALIS . 9

SINDROM NEFROTIK . 11

KEJANG DEMAM . 15

ENSEFALITIS . 18

FEVER OF UNKNOWN OROGIN

(FUO) 20

DIARE AKUT ... 23

GAGAL JANTUNG 27

DEFEK SEPTUM ATRIUM

(ATRIAL SEPTAL DEFECT/ASD) 32

DEFEK SEPTUM VENTRIKEL

(VENTRICULAR SEPTAL DEFECT /VSD) . 36

DUKTUS ARTERIOSUS PERSISTEN

(PATENT DUCTUS ARTERIOSUS /PDA) ..... 41

THALASSEMIA . 46

MORBILI . 52

DAFTAR PUSTAKA .. ii

i
i

Anda mungkin juga menyukai