Etiologi
Salmonella typhi
Manifestasi klinis
Usia sekolah dan masa dewasa : malaise, aneroksia, sakit di daerah abdomen, mual
dan muntah. Demam remiten sampai hari ke- 4 dengan stepwise fashion, sesudah hari
ke- 5 atau akhir minggu demam kontinua. Dapat ditemukan diare pada awal sakit
kemudian konstipasi. Pada minggu ke-2 keluhan bertambah berat, dapat ditemukan
disorientasi, letargi, delirium atau stupor.
Usia balita : relatif jarang, biasanya bersifat ringan berupa demam ringan, malaise,
dan diare
Neonatus : gejala timbul sesudah 3 hari paska dilahirkan berupa muntah- muntah,
diare, distensi abdomen, suhu tubuh tidak stabil, ikterus, berat badan menurun, kadang
disertai kejang.
Pemeriksaan Fisik
Bradikardi relatif ( jarang pada anak usia muda, dapat pada remaja)
Hepatomegali, splenomegali, distensi abdomen yang sakit.
Rose spot ditemukan pada 50% kasus
Pemeriksaan Penunjang
Penyulit
Umumnya terjadi pada akhir minggu kedua atau awal minggu ketiga, berupa: perforasi
intestinal, perdarahan intestinal, hepatitis tifosa, kolesistitis, pancreatitis, sepsis, pneumonia,
ensefalopati.
i
Manajemen
Umum
- Isolasi
- Tirah baring selama demam
- Diet makanan lunak yang mudah dicerna
Khusus
Eradikasi kuman
Kloramfenikol 75- 100mg/kgBB/hari iv selama 14- 21 hari
Ampisilin 75- 100mh/kgBB/hari iv selama 14 hari
Seftriakson 75mg/kgBB/hari iv atau sefotaksim 80 mg/kgBB/hari selama 10-14 hari
Terapi Komplikasi
Kortikosoid: deksametason 3mg/kgBB inisial, diikuti 1 mg/kgBB tiap 6 jam selama
48 jam atau pemberian deksametason dengan dosis 0,15 mg/kgBB, pada kasus berat
dengan gangguan kesadaran, gangguan sirkulasi dan gejala berkepanjangan
Ketua Komite Medik RSUD Sumedang Ketua SMF ANAK RSUD Sumedang
i
PNEUMONIA
Etiologi
Bakteri ( Streptococcus pneumonia 30-50%), virus ( Respiratory syncytial virus/ RSV
14 40 %), mikobakterium dan jamur
Manifestasi Klinis
Hanya sebagian kecil anak mengalami pneumonia berat sehingga memerlukan
perawatan di rumah sakit. Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung
pada berat ringannnya infeksi.
Gejala gangguan respiratorik : batuk, sesak nafas, retraksi dinding dada, takipneu,
nafas cuping hidung, air hunger, merintih dan sianosi.
Pemeriksaan Fisis
Pemeriksaan fisis berbeda- beda berdasarkan kelompok usia tertentu. Neonatus :
takipneu, grunting, pernafasan cuping hidung, retraksi dinding dada, sianosis dan
malas menetek.
Bayi lebih tua : batuk, demam, iritabel, jarang ditemukan grunting. Pada anak- anak,
selain gejala diatas dapat ditemukan batuk produktif/nonproduktif
Takipneu berdasarkan WHO :
Usia < 2 bulan 60X /menit
Usia 2 - < 12 bulan 50X /menit
Usia 1- 5 tahun 40X /menit
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan darah : jumlah leukosit > 15.000/L dengan dominasi neutrofil
sering didapatkan pada pneumonia bakteri, tetapi dapat pula karena
pneumonia non bakteri
Radiologis: foto rontgen toraks PA merupakan dasar diagnosis utama
pneumonia, foto lateral bila diperlukan informasi tambahan.
Manajemen
Terapi oksigen : untuk mempertahankan saturasi oksigen 92 %
Analgetik dan antipiretik
i
Terapi cairan
Pemberian antibiotik
Ampisillin 50mg/kgBB/dosis iv setiap 6 jam yang harus dipantau dalam 24
jam selama 48 72 jam
Bila klinis berat, pengobatan inisial berupa ampisilin gentamisin atau
ampisilin- kloramfenikol.
Sesudah 48 jam pengobatan pneumonia berat tidak tampak perbaikan,
antibiotik diubah menjadi seftriakson atau sefotaksim.
Ketua Komite Medik RSUD Sumedang Ketua SMF ANAK RSUD Sumedang
i
ASMA SERANGAN BERAT
Asma merupakan inflamasi kronik saluran respiratorik yang mengakibatkan obstruksi aliran
udara secara episodic. Inflamasi kronik ini berhubungan dengan hiperresponsif saluran
respiratorik yang menyebabkan wheezing, sesak nafas, rasa dada tertekan dan batuk berulang.
Manifestasi Klinis
Eksaserbasi asma dapat dipicu oleh sejumlah kondisi atau pajanan antara lain aktifitas
fisik berlebihan, hiperventilasi, udara kering atau dingin, zat iritatif, infeksi virus pada
saluran respiratorik, rhinitis, sinusitis, GER
Pada Eksaserbasi berat dapat ditemukan distress pernafasan yang ditandai dengan
wheezing pada fase ekspirasi dan inspirasi, pemanjangan ekspirasi, retraksi
suprasternal dan interkostal, pernafasan cuping hidung, pemakaian otot pernafasan
tambahan lainnya, dan pada kondisi sangat berat wheezing tidak terdengar
Pemeriksaan Fisis
Pemeriksaan Penunjang
Manajemen
i
Aminofilin 6 - 8 mg/kgBB dalam dekstrosa atau NaCL fisiologis sebanyak 20mL,
diberikan 20 - 30 menit. Bila sudah mendapat aminofilin ( < 8 jam), dosis diberikan
separuhnya.
Ketua Komite Medik RSUD Sumedang Ketua SMF ANAK RSUD Sumedang
i
DENGUE
Etiologi
Virus dengue tipe 1,2,3 dan 4 (gol Arthropod borne virus group B ) yang ditularkan
melalui gigitan banyak spesies nyamuk Aedes (antara lain Aedes aegypti dan Aedes
albopictus.
Manifestasi Klinis
Secara umum ditandai oleh demam yang mendadak tinggi dan terus menerus. Secara
klinis dibagi menjadi 3 fase :
Fase febrile : ditandai dengan demam yang mendadak tinggi disertai nyeri kepala,
nyeri otot seluruh badan , nyeri sendi, kemerahan pada wajah (flushing), dan eritema
kulit. Fase ini berlangsung selama 2- 7 hari.
Fase kritis , yang terjadi pada saat suhu tubuh mulai mengalami penurunan sampai
mendekati batas normal. Biasanya terjadi pada hari ke 3 - 7 (paling sering hari ke-4 -
6) sejak mulai sakit.
Fase pemulihan, ditandai dengan perbaikan keadaan umum, nafsu makan pulih,
hemodinamik stabil, dan diuresis cukup.
Pemeriksaan Penunjang
Managemen
Pemberian cairan melalui infuse harus segera dimulai pada penderita dengan asupan
cairan oral kuning ( muntah atau malas minum), nilai hematokrit yang meningkat,
atau terdapat tanda- tanda bahaya, khususnya tanda syok.
Demam berdarah Dengue derajat I dan II. Jenis cairan yang diberikan adalah
cairan kristaloid dan jumlah cairannya adalah jumlah kebutuhan rumatan ditambah
i
kekurangan ( defisit) sebebsar 5 % ( setara dengan dehidrasi sedang), lama pemberian
tidak lebih dari 60- 72 jam.
Pemberian transfusi trombosit bila ada perdarahan berat atau bila trombosit <
10.000/mm3.
Demam berdarah Dengue derajat III dan IV (Syndrom Syok Dengue). Pada DBD
derajat III, pemberian cairan kristaloid 10cc/kgBB/jam atau bolus dalam 30 menit.
Selanjutnya jumlah dikurangi secara bertahap sesuai klinis dan nilai hematokrit. Pada
DBD derajat IV, jumlah cairan yang diberikan 20cc/kgBB dalam 30 menit.
Selanjutnya jumlah cairan disesuaikan sama seperti DBD derajat III
Ketua Komite Medik RSUD Sumedang Ketua SMF ANAK RSUD Sumedang
i
MENINGITIS BAKTERIALIS
Etiologi
Bakteri penyebab tersering meningitis bakterialis tergantung usia, yaitu usia < 1 bulan (E.
Coli, Streptokokus grup B,L. Monocytogenes), usia 1-3 bulan (E. Coli, Streptokokus grup
B,L Monocytogenes,H. Influenzae type B, S.Pneumoniae) dan usia 3 bulan 18 tahun (H.
Influenzae type B,N.Meningitidis, S.Pneumoniae)
Manifestasi Klinis
Bervariasi bergantung pada usia, lama sakit sebelum berobat dan daya tahan
penderita.
Neonatus : gejala mungkin minimal dan menyerupai sepsis
Anak yang lebih besar : demam, kejang, mual muntah, anoreksia, sakit kepala, nyeri
punggung, fotofobi, kaku kuduk, serta tanda gangguan status mental ( gelisah, letargi
dan penurunan kesadaran).
Tanda rangsang meningen biasanya tidak ditemukan pada anak < 2 tahun
Manifestasi klinis lain : defisit neurologi fokal, edema otak, peralisis saraf kranial,
syok septik
Pemeriksaan Penunjang
Analisis likuor serebro spinal (LSS) : warna keruh, sel leukosit pleiositosis dan
berjumlah biasanya > 1000/mm3 dengan predominan PMN. Pada bentuk atipik,
pleiositosis biasanya< 1000/MM3. Absolut neutrophyl count (ANC); bila jumlah sel
leukosit LSS x % PMN LSS x 10 -2/mm3 hasilnya > 1 berarti sangat mendukung
kemungknan meningitis bakterialis. Kadar glukosa LSS terjadi hipoglikorazia ( kadar
rendah), biasanya kadar glukosa LSS : glukosa darah < 0,40. Kadar protein LSS
meningkat > 200mg/mm3 (100-500mg/mm3).Preparat langsung dengan pewarnaan
gram, hasilnya dapat konsisten dengan kultur
Pencitraan : foto toraks , tulang tengkorak, sinus, tulang belakang, dan CT scan
dilakukan atas indikasi
i
Manajemen
Ketua Komite Medik RSUD Sumedang Ketua SMF ANAK RSUD Sumedang
i
SINDROM NEFROTIK
Sindrom nefrotik adalah keadaan klinis dengan gejala proteinuria masif,
hipoalbuminemia, edema, dan hiperkolesterolemia. Kadang- kadang gejala disertai dengan
hematuria, hipertensi, dan penurunan fungsi ginjal. Angka kejadian bervariasi antara 2-7 per
100.000 anak, dan lebih banyak ditemukan pada anak laki- laki dibandingkan pada anak-
anak perempuan dengan perbandingan 2 : 1. Sindrom nefrotik dapat dibedakan menjadi
sindrom nefrotik kongenital, sindrom nefrotik primer, dan sindrom nefrotik sekunder. Pada
umumnya sebagian besar ( 85 %) sindrom nefrotik primer member respon yang baik
terhadap pengobatan awal dengan steroid, tetapi kira- kira 50% diantaranya akan relaps
berulang dan sekitar 10 % tidak member respon lagi dengan pengobatan steroid.
LANGKAH DIAGNOSTIK
Anamnesis
Keluhan yang sering ditemukan adalah bengkak di kedua kelopak mata, perut tungkai atau
seluruh tubuh yang dapat disertai penurunan jumlah urin. Keluhan lain juga dapat ditemukan
seperti urin berwarna kemerahan.
Manifestasi Klnis
Proteinuria massif
Protein urin > 40 mg/m2 LPB/jam atau > 50mg/kgBB/24 jam. Rasio protein/kreatinin urin >
2,5. Dengan pemeriksaan Esbach, kadar protein dalam urin 24 jam > 2 g. Secara
semikuantitatif dengan pemeriksaan Bang atau Dipstick menunjukkan protein urin +2.
Hipoalbuminemia
Edema
Hiperlipidemia
Kolesterol total darah meningkat (> 200mg/dL). Meskpun demikian, hiperlipidemia tidak lagi
dijadikan sebagai kriteria diagnostik sindrom nefrotik, karena penderita sindrom nefrotik
terutama kelainan nonminimal dapat menunjukkan kadar lemak darah normal.
Pemeriksaan Penunjang
i
Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan antara lain :
Urin lengkap
Titer ASTO
Medikamentosa
i
Bedah
Suportif
Rujukan ke bagian gizi diperlukan untuk pengaturan diet terutama pada pasien dengan
penurunan fungsi ginjal.
Keadaan di bawah ini merupakan indikasi untuk merujuk ke dokter spesialis nefrologi
anak : bila tidak reponsif terhadap pengobatan awal, relaps frekuen, terdapat komplikasi,
terdapat indikasi kontra steroid, diperlukan biopsi ginjal.
PEMANTAUAN ( MONITORING)
Terapi
Dengan pemberian prednisone atau imunosupresan lain dalam jangka lama , maka perlu
dilakukan pemantauan terhadap kemungkinan terjadinya efek samping obat. Prednison dapat
menyebabkan hipertensi atau efek samping lain, dan siklofosfamid dapat menyebabkan
depresi sumsum tulang dan efek samping lain. Pemeriksaan tekanan darah perlu dilakukan
secara rutin. Pada pemakaian siklofosfamid diperlukan pemeriksaan darah tepi setiap minggu.
Apabila terjadi hipertensi, prednison dihentikan dan diganti dengan imunosupresan lain, dan
hipertensi diatasi dengan obat antihipertensi. Jika terjadi depresi sumsum tulang ( leukosit <
3.000/l) maka obat dihentikan sementara dan dilanjutkan lagi jika leukosit 5.000/ l).
i
Tumbuh Kembang
Gangguan tumbuh kembang dapat terjadi sebagai akibat penyakit sindrom nefrotik sendiri
atau efek samping pemberian obat prednisone secara berulang dalam jangka lama. Selain itu,
penyakit ini merupakan keadaan imunokompromais sehingga sangat rentan terhadap infeksi.
Infeksi yang berulang dapat menggangu tumbuh kembang pasien.
Ketua Komite Medik RSUD Sumedang Ketua SMF ANAK RSUD Sumedang
i
KEJANG DEMAM
Kejang demam adalah kejang yang berhubungan dengan demam ( suhu diatas 38,4C
per rektal) tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat atau gangguan elektrolit akut, terjadi
pada anak berusia diatas 1 bulan, dan tidak ada riwayat kejang tanpa demam sebelumnya.
Terjadi pada 2-5% anak berumur 6 bulan sampai 3 tahun; insidens tertinggi pada umur 18
bulan. Kejang demam dibagi menjadi kejang demam sederhana dan kompleks. Kejang
demam disebut kompleks apabila kejang bersifat fokal, lamanya lebih dari 10-15 menit atau
berulang dalam 24 jam. Kejang demam disebut sederhana bila bersifat umum, singkat dan
hanya terjadi sekali dalam 24 jam
Faktor resiko berulangnya kejang pada kejang demam ialah (1) riwayat kejang demam
dalam keluarga, (2) usia dibawah 18 bulan, (3) suhu tubuh saat kejang, (4) lamanya
demam saat awitan kejang, dan (5) riwayat epilepsi dalam keluarga
Faktor resiko terjadinya epilepsi di kemudian hari adalah (1) adanya gangguan
neurodevelopmental, (2) kejang demam kompleks, (3) riwayat epilepsi dalam keluarga,
(4) lamanya demam saat awitan kejang, dan (5) lebih dari satu kali kejang demam
kompleks.
LANGKAH DIAGNOSTIK
Anamnesis
Adanya kejang, jenis kejang, kesadaran, lama kejang, suhu sebelum/ saat kejang,
frekuensi, interval, pasca kejang, penyebab demam diluar susunan saraf pusat
Riwayat perkembangan, kejang demam dalam keluarga, epilepsi dalam keluarga
Singkirkan penyebab kejang lainnya
Pemeriksaan fisis
Kesadaran , suhu tubuh, tanda rangsang meningeal, tanda peningkatan tekanan intrakranial,
tanda infeksi diluar SSP.
Pemeriksaan Penunjang
i
Pemeriksaan penunjang dilakukan sesuai indikasi untuk mencari penyebab kejang
demam. Pemeriksaan dapat meliputi darah perifer lengkap, gula darah, elektrolit, kalsium
serum, urinalisis dan biakan darah, urin atau feses.
Fungsi lumbal sangat dianjurkan pada anak berusia di bawah 12 bulan, dianjurkan pada
anak berusia 12-18 bulan, dan dipertimbangkan pada anak berusia diatas 18 bulan yang
dicurigai menderita meningitis
Pemeriksaan imaging ( CT scan atau MRI) dapat diindikasikan pada keadaan (1) adanya
riwayat dan tanda klinis trauma kepala, (2) kemungkinan adanya lesi struktural di otak (
mikrosefali, spastik), dan (3) adanya tanda peningkatan tekanan intrakranial ( kesadaran
menurun, muntah berulang, fontanel anterior membonjol, paresis saraf otak VI, edema
papil)
Elektroensefalografi dipertimbangkan pada kejang demam kompleks.
TERAPI
Medikamentosa
Pengobatan medikamentosa saat kejang dapat dilihat pada tata laksana penghentian kejang (
lihat bagan). Saat ini lebih diutamakan pengobatan profilaksis intermiten pada saat demam,
berupa :
1. Antipiretik
Tujuan utama pengobatan kejang demam adalah mencegah demam meningkat. Berikan
parasetamol 10- 15 mg/kgBB/hari setiap 4-6 jam atau ibuprofen 5-10mg/kgBB/hari tiap 4-
6 jam
2. Anti kejang
Beri diazepam oral 0,3 mg/kgBB/dosis tiap 8 jam saat demam atau diazepam rektal
0,5mg/kgBB/hari setiap 12 jam saat demam. Efek samping diazepam oral adalah letargi,
mengantuk, dan ataksia
3. Pengobatan jangka panjang
Pengobatan jangka panjang selama 1 tahun dapat dipertimbangkan pada kejang demam
kompleks dengan faktor resiko. Obat yang digunakan adalah fenobarbital 3-
5mg/kgBB/hari atau asam valproat 15-40mg/kgBB/hari
Bedah
Tidak ada indikasi bedah pada kejang demam
Suportif
Pengobatan suportif ditujukan untuk menurunkan suhu bila anak demam tinggi
i
Rujukan
Pasien kejang demam dirujuk atau dirawat di rumah sakit pada keadaan berikut :
Kejang demam kompleks
Hiperpireksia
Usia dibawah 6 bulan
Kejang demam pertama
Dijimpai kelainan neurologis
Ketua Komite Medik RSUD Sumedang Ketua SMF ANAK RSUD Sumedang
i
ENSEFALITIS
Ensefalitis adalah infeksi jaringan otak yang disebabkan oleh berbagai macam
mikroorganisme. Penyebab yang tersering dan terpenting ialah virus. Berbagai jenis virus
dapat menimbulkan ensefalitis dengan gejala yang sama.
TERAPI
Medikamentosa
Tidak ada pengobatan yang spesifik, tergantung dari etiologi.
i
Asiklovir dapat diberikan 10mg/kg tiap 8 jam bila secara klinis dicurigai disebabkan oleh
virus herpes simpleks
Suportif
Mengatasi kejang, hiperpireksia, gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
Mengatasi edema otak dengan manitol 0,5- 1 gram/kg; dapat diberikan setiap 8 jam, dan
metilprednisolon 1-2 mg/kg/hari
Rujukan
Perawatan di ruang rawat intensif
PEMANTAUAN
Terapi
Pemeriksaan fisis neurologis secara teratur dan pemeriksaan penunjang lain yang disesuaikan
dengan temuan klinis
Tumbuh kembang
Angka kematian masih tinggi, berkisar antara 35- 50%. Di antara pasien yang hidup 20-40 %
mengalami sekuele berupa paresis/ paralisis, gerakan koreoatetoid, gangguan penglihatan,
dan kelainan neurologis lain. Pasien yang sembuh tanpa kelainan yang nyata dalam
perkembangan selanjutnya masih mungkin mengalami retardasi mental, gangguan watak, dan
epilepsi
Ketua Komite Medik RSUD Sumedang Ketua SMF ANAK RSUD Sumedang
i
FEVER OF UNKNOWN ORIGIN (FUO)
Etiologi
Penyakit Infeksi
Keganasan
Manifestasi Klinis
Anamnesis
Usia
Bayi/anak < 6 tahun infeksi pernafasan atau saluran kemih, infeksi yang
terlokalisasi ( abses, osteomielitis), juvenile rheumatoid arthritis (JRA), atau leukemia
( jarang)
Remaja TBC, IBD, proses autoimun, dan limfoma
- Karakteristik Demam
Demam intermiten TBC, Limfoma dan JRA
Demam kontinua demam tifoid
Demam relaps malaria, ret- bite fever, infeksi borelia, dan keganasan
Demam rekuren yang berlangsung > 1 tahun kelainan metabolik, SSP , dan pusat
pengontrol suhu tubuh, serta defisiensi imun.
- Paparan terhadap hewan liar leptospirosis
Riwayat bepergian ke daerah endemis malaria dan histoplamosis
Riwayat pengobatan pemberian tetes mata dapat atropine induced fever
Riwayat penggunaan instrumentasi atau perawatan intensif di rumah sakit
Pemeriksaan Fisis
Pada FUO, konjungtivitis bulbar mungkin disebabkan oleh penyakit Kawasaki atau
leptospirosis
i
Petekia pada konjungtiva merupakan tanda endokarditis infektif
Uveitis merupakan tanda dari sarkoidosis, JRA,SLE, penyakit Kawasaki, penyakit Behcet
dan vaskulitis.
Bila FUO disertai pupil yang tidak dapat berkonstruksi, dipikirkan terjadi gangguan pada
hipotalamus.
Limfadenopati perirektal, mungkin merupakan gejala abses di daerah pelvis, adenitis iliaka,
atau osteomielitis pelvis.
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium :hitung sel darah lengkap, LED,CRP, tes serum untuk fungsi ginjal, konsentrasi
transaminase hati, albumin, globulin, urinalisis, serta kultur urin
Managemen
Terapi Empirik
i
Pada FUO neutropenia, antibiotik spektrum luas harus segera diberikan
Ketua Komite Medik RSUD Sumedang Ketua SMF ANAK RSUD Sumedang
i
DIARE AKUT
Diare akut adalah buang air besar lebih dari 3 kali dalam 24 jam dengan konsistensi
cairan lebih lunak atau cair dan berlangsung 14 hari. Kematian terutama disebabkan karena
dehidrasi. Penyebab terbanyak pada usia 0-2 tahun adalah infeksi rotavirus. Diare
menyebabkan gangguan gizi dan kematian.
LANGKAH DIAGNOSTIK
Anamnesis
Sudah berapa lama diare berlangsung, berapa kali sehari, warna dan konsistensi tinja,
lendir dan/ atau darah dalam tinja, adanya muntah, anak lemah, kesadaran menurun, rasa
haus, rewel, kapan kencing terakhir, suhu badan.
Jumlah cairan yang masuk selama diare
Anak minum ASI atau susu formula, apakah anak makan makanan yang tidak biasa
Apakah ada yangmenderita diare di sekitarnya, darimana sumber air minum
Pemeriksaan Fisis
Pada pemeriksaan fisis harus diperhatikan tanda utama yaitu kesadaran, rasa haus, turgor
kulit abdomen. Perhatikan juga tanda tambahan yaitu, ubun- ubun besar cekung atau tidak,
mata cekung atau tidak, ada atau tidak adanya air mata, kering atau tidaknya mukosa mulut,
bibir dan lidah. Jangan lupa menimbang berat badan
Penilaian derajat dehidrasi dilakukan sesuai dengan kriteria berikut :
Tanpa dehidrasi ( kehilangan cairan < 5 % berat badan)
Tidak ditemukan tanda utama dan tanda tambahan
Keadaan umum baik, sadar
i
Tanda vital dalam batas normal
Ubun- ubun besar tidak cekung, mata tidak cekung, air mata ada, mukosa mulut dan
bibir basah
Turgor abdomen baik, bising usus normal
Akral hangat
Pasien dapat dirawat di rumah kecuali apabila terdapat komplikasi lain ( tidak mau
minum muntah terus menerus, diare yang frekuen)
Pemeriksaan penunjang
Feses rutin, makroskopis ( warna, konsistensi, darah, lender, nanah), dan mikroskopik
(eritrosit, leukosit, telur cacing, amuba, lemak). Pada dehidrasi berat, perlu pemeriksaan
laboratorium lebih lengkap seperti darah rutin, elektrolit dan analisa gas darah.
Medikamentosa
Jenis cairan :
Per oral : cairan rumah tangga, oralit
Parenteral : ringer laktat, ringer asetat, larutan normal salin
Tanpa dehidrasi : cairan rumah tangga dan ASI diberikan semaunya, oralit diberikan
sesuai usia setiap kali buang air besar atau muntah dengan dosis :
Kurang dari satu tahun : 50- 100 cc
1-5 tahun : 100- 200 cc
Lebih dari 5 tahun : semaunya
Dehidrasi tidak berat ( ringan- sedang); rehidrasi dengan oralit 75 cc/kg/BB dalam 3 jam
pertama dilanjutkan pemberian kehilangan cairan yang sedang berlangsung sesuai umur
seperti di atas setiap kali buang air besar
Dehidrasi berat : rehidrasi parenteral dengan cairan ringer laktat atau ringer asetat 100
cc/kg BB. Cara pemberian :
Kurang dari 1 tahun 30cc/kgBB dalam 1 jam pertama, dilanjutkan 70cc/kgBB dalam 5
jam berikutnya
Lebih dari 1 tahun : 30cc/kgBB dalam jam pertama, dilanjutkan 70 cc/kgBB dalam
2 jam berikutnya
Minum diberikan jika pasien sudah mau minum 5 cc/kgBB selama proses rehidrasi
- Nilai kembali penderita tiap 1 -2 jam. Bila rehidrasi belum tercapai percepat tetesan iv.
- Sesudah 6 jam (bayi) atau 3 jam (anak) nilai lagi penderita menggunakan Tabel
Penilaian. Kemudian pilih rencana terapi yangs esuai (A, B atau C) untuk melanjutkan
terapi
Nutrisi
Anak tidak boleh dipuasakan, makanan diberikan sedikit- sedikit tapi sering ( lebih kurang 6
kali sehari), rendah serat, buah- buahan diberikan terutama pisang
i
Sumedang, Juni 2014
Ketua Komite Medik RSUD Sumedang Ketua SMF ANAK RSUD Sumedang
i
GAGAL JANTUNG
Batasan
Sindrom klinis akibat jantung tidak mampu memompakan darah dalam jumlah yang cukup ke
seluruh tubuh untuk memenuhi kebutuhan dan menerima aliran darah balik dari vena sistemik
dan pulmonal, atau kombinasi kedua hal tersebut.
Etiologi
Gagal jantung dapat disebabkan oleh kelainan jantung bawaan atau didapat
Usia Diagnosis
Saat lahir Hypoplastic left heart syndrome
Regurgitasi trikuspid berat
Regurgitasi pulmonal berat
Arteriovenosus (AV) fistula sistemik yang besar
Minggu pertama Transposisi arteri besar
PDA besar pada bayi kurang bulan
Total anomalous pulmonary venous drainage
Minggu 1- 4 Stenosis aorta berat
Stenosis pulmonal berat
Koartasio aorta
Minggu 4 - 6 Beberapa shunt dari kiri ke kanan seperti AVSD
Minggu 6 4 bulan VSD besar
PDA besar
Anomali arteri koronaria kiri dari arteri pulmonal
Patofisiologi
Kriteria Diagnosis
Anamnesis
Bayi : tidak kuat minum, takipneu, gagal tumbuh dan sering berkeringat di dahi
Anak : sesak nafas terutama saat aktivitas, mudah lelah, edema palpebra atau
tungkai
Pemeriksaan Fisis
i
Palpebra edema pada bayi
Hepatomegali
Edema tungkai pada anak yang sudah besar, jarang pada bayi.
Pemeriksaan penunjang
Foto thoraks
- Elektrokardiografi
Membantu menentukan tipe defek, tidak dapat menentukan apakah terdapat gagal
jantung atau tidak
- Ekokardiografi
Terapi
Keterangan :
i
Sumedang, Juni 2014
Ketua Komite Medik RSUD Sumedang Ketua SMF ANAK RSUD Sumedang
i
DEFEK SEPTUM ATRIUM
(ATRIAL SEPTAL DEFECT/ ASD)
Batasan
Klasifikasi
ASD primum
Kriteria Diagnosis
Anamnesis
Pada masa bayi dan anak kecil dapat asimtomatis, tumbuh kembang biasanya normal (
pirau kecil)
Pemeriksaan Fisis
Komponen aorta dan pulmonal bunyi jantung kedua terbelah lebar ( wide split) yang
tidak berubah pada saat inspirasi atau ekspirasi ( fixed split)
Bising ejeksi sistol terdengar di daerah pulmonal akibat aliran darah berlebih melalui
katup pulmonal ( stenosis pulmonal relatif atau stenosis pulmonal fungsional)
Aliran darah yang memintas dari atrium kiri ke kanan tidak menimbulkan bising karena
perbedaan tekanan atrium kanan dengan kiri kecil
i
Dapat terdengar bising diastole di daerah tricuspid ( tricuspid diastolic flow murmur)
yang terjadi akibat aliran darah berlebihan melalui katup tricuspid pada fase pengisian
cepat ventrikel kanan.
Foto Toraks
Atrium kanan menonjol, konus pulmonalis menonjol, pembesaran jantung ringan, dan
vaskularisasi paru sesuai besarnya pirau
Elektrokardiografi
Right bundle branch block (RBBB) : menunjukkan beban volume ventrikel kanan
Terapi
Medis
Defek menutup spontan terjadi pada 40 % kasus ASD sekundum pada 4 tahun pertama
Defek mengecil
Bila tidak diobati, gagal jantung dan hipertensi pulmonal dapat terjadi pada dewasa
sekitar usia 20- 30 th
i
Aritmia atrium ( flutter dan fibrilasi) dapat terjadi saat dewasa dengan atau tanpa
operasi
ASD
Gagal Berhasil
FR< 1,5 FR 1,5 Reaktif Nonreaktif
Segera Elektif
Usia > 4th
i
Sumedang, Juni 2014
Ketua Komite Medik RSUD Sumedang Ketua SMF ANAK RSUD Sumedang
i
DEFEK SEPTUM VENTRIKEL
Klasifikasi
VSD besar dengan peningkatan resistensi vaskular paru dari ringan sampai sedang
VSD subarterial ( doubly commited subarterial) yang disebut juga tipe Oriental
Gambaran klinis sangat bervariasi, dari yang ringan sampai gagal jantung berat disertai
dengan gagal tumbuh.
VSD Kecil
Patofisiologi
Kriteria Diagnosis
Bila defek sangat kecil, terutama defek muscular, ditemukan bising sistol dini pendek
yang mungkin didahului early systolic click
Biasanya bunyi jantung normal, tetapi dapat terdengar bising pansistol yang keras,
disertai thrill, dengan pungtum maks. Disela iga III- IV garis parasternal kiri dan menjalar
ke sepanjang garis sternum kiri, bahkan ke seluruh prekordium
i
EKG dan foto toraks umumnya masih normal.
Patofisiologi
Pirau dari ventrikel kiri- kanan lebih banyak dibandingkan dengan VSD kecil
Ventrikel kanan tidak membesar karena darah dari ventrikel kiri langsung dipompakan ke
arteri pulmonalis pada saat sistol ( perbedaan dengan ASD)
Kriteria Diagnosis
Anamnesis
Gagal Jantung
Pemeriksaan fisis
Auskultasi
Elektrokardiografi
Foto toraks
Pembesaran jantung
Atrium kiri
Ventrikel kiri
i
Corakan vaskular paru
Kriteria Diagnosis
Anamnesis
Sianosis
Intoleransi latihan
Pemeriksaan fisis
Auskultasi
Elektrokardiografi
Foto toraks
Penonjolan a. pulmonalis
Komplikasi VSD
Gagal jantung
Endokarditis
Terapi
Pulmonary artery banding (PAB), terutama untuk VSD muscular tipe swiss cheese
defect atau
Bila tidak terdapat tanda gagal jantung intervensi bedah dapat ditunda, kecuali
mengganggu struktur jantung lain ( mis. Regurgitasi katup aorta). Pada usia 5-8 th
ditentukan besar aliran pirau dengan penyadapan jantung.
i
Bila aliran pirau ( flow ratio/ FR) 1,5harus ditutup
Jika terdapat tanda hipertensi pulmonal berdasarkan pemeriksaan klinis, foto toraks,
dan ekokardiografi tanpa tanda penyakit vaskular paru (PVP), penutupan dilakukan
tanpa penyadapan
Menutup spontan
Stenosis infundibulum
Hipertensi pulmonal
i
VSD
Terapi Gagal
Jantung
Penyadapan
jantung
Reaktif Nonreaktif
PAB Evaluasi
6bl
Konservatif
Ketua Komite Medik RSUD Sumedang Ketua SMF ANAK RSUD Sumedang
i
DUKTUS ARTERIOSUS PERSISTEN
Terdapat pembuluh darah fetal yang menghubungkan percabangan arteri pulmonalis kiri ke
aorta desendens tepat disebelah distal arteri subklavia kiri
Prevalensi
Kurang lebih 5- 10% PJB, sering ditemukan pada bayi kurang bulan dengan berat badan lahir
rendah (BBLR)
Kriteria Diagnosis
PDA Kecil
Anamnesis
Biasanya asimtomatik
Pemeriksaan fisis
Auskultasi
PDA Besar
Anamnesis
Gagal tumbuh
Takipnea
Pemeriksaan fisis
Aktivitas prekordium
Pulsasi pembuluh darah perifer yang teraba keras ( bounding pulsation) dengan
tekanan nadi yang lebar akibat tekanan sistol dan tekanan diastol
i
Auskultasi
Foto toraks
Ukuran jantung normal dengan penonjolan konus pulmonalis dan corakan vaskular
paru didaerah hilus yang tetapi tidak mencapai perifer
Terapi
Tidak diperlukan pembatasan aktivitas jika terdapat gagal jantung atau hipertensi pulmonal
Medis
Bukan merupakan PJB yang bergantung pada aliran darah duktus ( non- ductus
dependent)
Laboratorium rutin ( Hb, hitung, leukosit, Ht, hitung trombosit, morfologi darah tepi,
hitung jenis, waktu perdarahan, dan waktu pembekuan).
USG kepala
Ekokardiografi
Kontraindikasi
NEC
Hiperbilirubinemia
Bila terdapat tanda gagal jantung, sebelum terapi ibuprofen dilakukan terapi untuk
gagal jantung
Pemberian ibuprofen yang dianjurkan adalah melaui i.v atau pipa nasogastrik dengan
dosis 10mg/kgBB, dilanjutkan dengan 5 mg/kgBB sesudah 24 dan 48 jam dari
pemberian pertama
Bila usaha penutupan dengan medikamentosa ini gagal dan gagal jantung kongestif menetap,
bedah ligasi/ intervensi perlu segera dilakukan.
Bila tidak ada gagal jantung, penutupan PDA dapat ditunda, akan tetapi sebaiknya tidak
melampaui usia 1 tahun
Prinsipnya semua PDA pada usia > 12 minggu harus dilakukan intervensi tanpa
menghiraukan besarnya aliran pirau
i
Transchatheter PDA occlusion ( terapi pilihan utama)
Operasi ligasi/ divisi : terutama untuk neonates dan bayi kecil dengan gagal jantung,
tubular PDA, dan PDA besar dengan ampula yang kecil
Beberapa anak datang terlambat dengan hipertensi pulmonal akibat penyakit vaskular paru,
bahkan sudah mengalami Elisenmengerisasi. Dalam kondisi demikian sadap jantung
diperlukan untuk menilai rektivitas vaskular
PDA
Medikamentosa Medikamentosa
Indometasin
Reaktif Nonreaktif
i
Sumedang, Juni 2014
Ketua Komite Medik RSUD Sumedang Ketua SMF ANAK RSUD Sumedang
i
THALASSEMIA
Batasan
Klasifikasi
Klinis
Thalassemia mayor
Thalassemia intermedia
Thalassemia minor
Genetik
Thalassemia ,, ,dan
Etiologi
Diagnosis
Anamnesis
Riwayat keluarga
Pemeriksaan fisis
Anemia/ pucat
Ikterik ringan
i
Laboratorium
Pemeriksaan penunjang
Penyulit
Hemosiderosis
Komplikasi
Komplikasi dapat disebabkan oleh thalassemia- nya sendiri atau akibat transfusi rutin yang
dapat penumpukan besi di berbagai organ ( hemosiderosis), seperti :
i
Diabetes mellitus
Hipotiroid/ hipoparatiroid
Gangguan pematangan seksual
Gangguan pembekuan darah
Sirosis hepatis
Terapi
Umum
Dietetik
Makanan dan obat yang banyak mengandung zat besi sebaiknya dihindari
Khusus
PRC 10-15 ml/kgBB setiap 4mgg mengatasi anemia, sehingga kadar Hb> 10g/dL
Transfusi darah pertama kali diberikan bila Hb < 7g/dL yang diperiksa 2x
berturutan dengan jarak 2 mgg atau Hb 7 g/dL disertai gejala klinis ( perubahan
muka/facies Cooley, gangguan tumbuh kembang, fraktur tulang, curiga
hematopoetik ekstramedular).
Kelasi besi diberikan bila kadar feritin serum> 1.000 ng/mL dan saturasi transferin > 50%
atau sudah 10-20x transfusi, untuk mengatasi kelebihan Fe dalam jaringan tubuh.
Desferioksamin
Dewasa dan anak 3 th: 30-50 mg/kgBB/hr, 5-7x/mgg s.k. selama 8- 12 jam
dengan syringe pump. Anak usia < 3 th : 15-25 mg/kgBB/hr
i
Pemakaian desferioksamin dihentikan pada penderita yang sedang hamil, kecuali
penderita gangguan jantung yang berat dan diberikan kembali pada trimester
akhir desferioksamin 20-30mg/kgBB/hr
Ibu menyusui tetap dapat menggunakan kelasi besi ini
Atau
Untuk jangka waktu tertentu ( 6- 12 bl) bergantung pada kadar feritin dan fungsi jantun g
pada saat evaluasi
Splenektomi
Dilakukan bila terdapat hiperslenisme atau jarak pemberian transfuse yang makin
pendek
Vitamin C : 2-3 mg/kgBB/hr ( maks. 50 mg pada anak < 10 th dan 100mg pada anak usia 10
th, tidak melebihi 200mg/hr) dan hanya diberikan saat pemakaian desferioksamin (DFO),
tidak dipakai untuk penderita dengan gangguan fungsi jantung.
Desferioksamin (DFO):
i
THT : audiometri ( 1x/th) gangguan pendegaran , tinnitus ( reversibel)
Feritin setiap 3 bl
Deferipron (L1)
Feritin setiap 3 bl
Kreatininsetiap bl
Feritin setiap bl
Prognosis
Buruk
Surat persetujuan
Diperlukan
i
Sumedang, Juni 2014
Ketua Komite Medik RSUD Sumedang Ketua SMF ANAK RSUD Sumedang
i
MORBILI
Etiologi
Epidemiologi
Terdapat di seluruh dunia merupakan masalah kesehatan di Negara berkembang, namun pada
saat ini terjadi peningkatan kasus di Amerika Serikat dan Eropa. Diduga berhubungan dengan
cakupan imunisasi yang menurun.
Manusia merupakan satu- satunya tuan rumah dan vaksin sudah tersedia, seyogianya
penularan penyakit ini dapat dicegah.
Manifestasi Klinis
Stadium Prodromal
3-5 hr biasanya ringan tetapi pada stadium akhir erupsi dapat mencapai 40 0C.
Ditemukan tanda 3C (coryza, cough, conjunctivitis) Kopliks spot : Patognomonis,
ditemukan 1-2 hr sebelum sampai 1-2 hr sesudah timbul ruam ( stadium erupsi), berupa
lesi punctuta putih di daerah mukosa bukal, tersering di daerah molar 2 bawah
Stadium Erupsi
Pada akhir stadium prodromal terjadi suhu tubuh, pada saat panas mencapai
puncaknya timbul ruam berupa ruam makuloeritrematosus, bersifat konfluens, dimulai
dari belakang telinga menyebar ke badan, lengan dan tungkai. Dalam 3 hari ruam
sudah tersebar ke seluruh tubuh.
Panas badan masih tetap tinggi selama 2- 3 hari sesudah ruam timbul, bila tidak
mengalami penyulit penderita memasuki masa konvalesens
Stadium Konvalesens
i
Panas badan mulai turun, ruam meninggalkan bekas hiperpigmentasi yang dapat
bertahan sampai 7-14 hari
Pemeriksaan penunjang
Di Negara maju diagnosis serologis dilakukan pemeriksaan IgM antibody, terdeteksi sesudah
3 hari timbul ruam. Deteksi antigen dapat dilakukan dengan teknik :
Diagnosis
Tanda utama : 3 C, Kopliks spot, ruam macula eritrematosus dengan penyebaran khas yang
timbul pada saat panas sedang mencapai puncaknya ( panas tinggi) dan panas tetap ada
selama 2-3 hari sesudah timbul ruam.
Penyulit
Infeksi bakteri berupa superinfeksi, harus diwaspadai bila panas tinggi menetap sesudah 4
hari dari timbul ruam dan pada pemeriksaan darah rutin ditemukan leukositosis. Penyulit
dapat pula sebagai akibat virulensi virusnya sendiri atau karena daya tahan tubuh penderita
yang rendah seperti malnutrisi
Manajemen
Kalori dan jenis makanan disesuaikan dengan tingkat kesadaran serta komplikasi
Suplemen nutrisi
Indikasi rawat inap bila hiperpireksia ( suhu > 390C) dehidrasi, kejang, asupan oral sulit, atau
terdapat komplikasi lain sperti pneumonia
Ketua Komite Medik RSUD Sumedang Ketua SMF ANAK RSUD Sumedang
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI . i
DEMAM TIFOID . 1
PNEUMONIA . 3
DENGUE . 7
MENINGITIS BAKTERIALIS . 9
SINDROM NEFROTIK . 11
KEJANG DEMAM . 15
ENSEFALITIS . 18
(FUO) 20
GAGAL JANTUNG 27
THALASSEMIA . 46
MORBILI . 52
DAFTAR PUSTAKA .. ii
i
i