Anda di halaman 1dari 23

TUGAS MAKALAH UJIAN PERBAIKAN MATA KULIAH

KEPERAWATAN GERONTIK TENTANG INSOMNIA

Di Susun Oleh: Kelompok 5

1. Robbi Hakim (1211011095)

2. Ruly Virga Nanda (1211011096)

3. Samsul Arifin (1211011097)

4. Sari Puji Lestari (1211011069)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER

2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah


memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kelompok kami dapat
menyelesaikan tugas ujian perbaikan mata kuliah keperawatan gerontik yang
berupa makalah dapat terselesaikan dengan baik. Atas terselesaikannya tugas ini
kami mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Sofi selaku dosen pengampu mata kuliah keperawatan gerontik yang
telah sabar memberika ilmu kepada kami.
2. Anggota kelompok 5 yang telah kompak untuk menyelesaikan tugas
tersebut
Dalam penyusunan tugas ini penulis menyadari belum sempurna, untuk itu
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaannya makalah ini.

Jember, Juli 2016

Kelompok 5
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................................................. ii
DAFTAR ISI ................................................................................................................ xi

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1


A. Latar Belakang ........................................................................................... 1
B. Tujuan dan Manfaat Penulisan ................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................. 3


A. Fisiologi Tidur ............................................................................................ 3
B. Definisi Insomnia ....................................................................................... 4
C. Klasifikasi Insomnia ................................................................................... 5
D. Jenis Insomnia ............................................................................................ 5
E. Etiologi Insomnia ....................................................................................... 6
F. Tanda Gejala ............................................................................................... 6
G. Diagnosis .................................................................................................... 7
H. Komplikasi ................................................................................................. 8
I. Penatalaksanaan ........................................................................................... 8

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 11


A. Kesimpulan ................................................................................................ 11
B. Saran ........................................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 12


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Insomnia adalah gejala kelainan dalam tidur berupa kesulitan berulang
untuk tidur atau mempertahankan tidur walaupun ada kesempatan untuk
itu1. Gejala tersebut biasanya diikuti gangguan fungsional saat bangun dan
beraktivitas di siang hari. Sekitar sepertiga orang dewasa mengalami
kesulitan memulai tidur dan/atau mempertahankan tidur dalam setahun,
dengan 17% di antaranya mengakibatkan gangguan kualitas hidup2.
Insomnia umumnya merupakan kondisi sementara atau jangka
pendek. Dalam beberapa kasus, insomnia dapat menjadi kronis. Hal ini
sering disebut sebagai gangguan penyesuaian tidur karena paling sering
terjadi dalam konteks situasional stres akut, seperti pekerjaan baru atau
menjelang ujian. Insomnia ini biasanya hilang ketika stressor hilang atau
individu telah beradaptasi dengan stressor. Namun, insomnia sementara
sering berulang ketika tegangan baru atau serupa muncul dalam kehidupan
pasien3.
Insomnia jangka pendek berlangsung selama 1-6 bulan. Hal ini
biasanya berhubungan dengan faktor-faktor stres yang persisten, dapat
situasional (seperti kematian atau penyakit) atau lingkungan (seperti
kebisingan). Insomnia kronis adalah setiap insomnia yang berlangsung
lebih dari 6 bulan. Hal ini dapat dikaitkan dengan berbagai kondisi medis
dan psikiatri biasanya pada pasien dengan predisposisi yang mendasari
untuk insomnia4.

1
Kaplan, H.I, Sadock BJ. 2010. Kaplan dan Sadock Sinopsis Psikiatri. Ed: Wiguna, I Made.
Tangerang: Bina Rupa Aksara Publisher
2
American Academy of Sleep Medicine. ICSD2 - International Classification of Sleep Disorders.
American Academy of Sleep Medicine Diagnostic and Coding Manual . Diagnostik dan Coding
Manual. 2nd. 2. Westchester, Ill: American Academy of Sleep Medicine; 2005:1-32
3
Zeidler, M.R. 2011. Insomnia. Editor: Selim R Benbadis (
http://emedicine.medscape.com/article/1187829overview. Diakses 27 Juli 2016).
4
Zeidler, M.R. 2011. Insomnia. Editor: Selim R Benbadis (
http://emedicine.medscape.com/article/1187829overview. Diakses 27 Juli 2016)
Meskipun kurang tidur, banyak pasien dengan insomnia tidak
mengeluh mengantuk di siang hari. Namun, mereka mengeluhkan rasa
lelah dan letih, dengan konsentrasi yang buruk. Bahkan, meskipun tidak
mendapatkan tidur cukup, pasien dengan insomnia seringkali mengalami
kesulitan tidur bahkan untuk tidur siang atau jam istirahat lainnya.
Insomnia juga memiliki banyak konsekuensi kesehatan seperti
berkurangnya kualitas hidup, sebanding dengan yang dialami oleh pasien
dengan kondisi seperti diabetes, arthritis, dan penyakit jantung. Kualitas
hidup meningkat dengan pengobatan tetapi masih tidak mencapai tingkat
yang terlihat pada populasi umum. Selain itu, insomnia kronis dikaitkan
dengan terganggunya kinerja pekerjaan dan sosial.
Insomnia merupakan salah satu faktor risiko depresi dan gejala dari
sejumlah gangguan medis, psikiatris, dan tidur. Bahkan, insomnia
tampaknya menjadi prediksi sejumlah gangguan, termasuk depresi,
kecemasan, ketergantungan alkohol, ketergantungan obat, dan bunuh diri.
Insomnia sering menetap meskipun telah dilakukan pengobatan
kondisi medis atau kejiwaan yang mendasari, bahkan insomnia dapat
meningkatkan resiko kekambuhan penyakit primernya. Dalam hal ini,
dokter perlu memahami bahwa insomnia adalah suatu kondisi tersendiri
yang membutuhkan pengakuan dan pengobatan untuk mencegah
morbiditas dan meningkatkan kualitas hidup bagi pasien mereka5.
B. Tujuan dan manfaat penulisan
a. Tujuan
Agar lebih mengetahui tentang insomnia lebih mendalam
b. Manfaat
Manfaat penulisan makaalah ini adalah untuk membantu memahami
pola ganggguan tidur yang disebut insomnia dan sebagai proses
penuaian tugas kuliah.

5
Tomb, David A. 2004. Buku Saku Psikiatri Ed 6. Jakarta: EGC
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Fisiologi tidur
Semua makhluk hidup mempunyai irama kehidupan yang sesuai dengan
beredarnya waktu dalam siklus 24 jam. Irama yang seiring dengan rotasi
bola dunia disebut sebagai irama sirkadian6.
Tidur tidak dapat diartikan sebagai meanifestasi proses deaktivasi
sistem Saraf Pusat. Saat tidur, susunan saraf pusat masih bekerja dimana
neuron-neuron di substansia retikularis ventral batang otak melakukan
sinkronisasi.
Bagian susunan saraf pusat yang mengadakan kegiatan sinkronisasi
terletak pada substansia ventrikulo retikularis batang otak yang disebut
sebagai pusat tidur (sleep center). Bagian susunan saraf pusat yang
menghilangkan sinkronisasi/desinkronisasi terdapat pada bagian rostral
batang otak disebut sebagai pusat penggugah (arousal center).
Tidur dibagi menjadi 2 tipe yaitu:
1. Tipe Rapid Eye Movement (REM)
2. Tipe Non Rapid Eye Movement (NREM)
Fase awal tidur didahului oleh fase NREM yang terdiri dari 4
stadium, lalu diikuti oleh fase REM. Keadaan tidur normal antara fase
NREM dan REM terjadi secara bergantian antara 4-6 kali siklus semalam.
Tidur REM meliputi 25% dari keseluruhan waktu tidur. Tidak
dibagi-bagi dalam stadium seperti dalm tidur NREM. Sedangkan Tidur
NREM yang meliputi 75% dari keseluruhan waktu tidur, dibagi dalam
empat stadium, antara lain7:
a. Stadium 1, berlangsung selama 5% dari keseluruhan waktu tidur.
Stadium ini dianggap stadium tidur paling ringan. EEG
menggambarkan gambaran kumparan tidur yang khas, bervoltase

6
Tomb, David A. 2004. Buku Saku Psikiatri Ed 6. Jakarta: EGC
7
Tomb, David A. 2004. Buku Saku Psikiatri Ed 6. Jakarta: EGC
rendah, dengan frekuensi 3 sampai 7 siklus perdetik, yang disebut
gelombang teta.
b. Stadium 2, berlangsung paling lama, yaitu 45% dari keseluruhan
waktu tidur. EEG menggambarkan gelombang yang berbentuk pilin
(spindle shaped) yang sering dengan frekuensi 12 sampai 14 siklus
perdetik, lambat, dan trifasik yang dikenal sebagai kompleks K. Pada
stadium ini, orang dapat dibangunkan dengan mudah.
c. Stadium 3, berlangsung 12% dari keseluruhan waktu tidur. EEG
menggambarkan gelombang bervoltase tinggi dengan frekuensi 0,5
hingga 2,5 siklus perdetik, yaitu gelombang delta. Orang tidur dengan
sangat nyenyak, sehingga sukar dibangunkan.
d. Stadium 4, berlangsung 13% dari keseluruhan waktu tidur. Gambaran
EEG hampir sama dengan stadium 3 dengan perbedaan kuantitatif
pada jumlah gelombang delta. Stadium 3 dan 4 juga dikenal dengan
nama tidur dalam, atau delta sleep, atau Slow Wave Sleep (SWS)
Pola siklus tidur dan bangun adalah bangun sepanjang hari saat
cahaya terang dan tidur sepanjang malam saat gelap. Jadi, faktor kuncinya
adalah adanya perubahan gelap dan terang. Stimulasi cahaya terang akan
masuk melalui mata dan mempengaruhi suatu bagian di hipotalamus yang
disebut nucleus supra chiasmatic (NSC). NSC akan mengeluarkan
neurotransmiter yang mempengaruhi pengeluaran berbagai hormon
pengatur temperatur badan, kortisol, growth hormone, dan lain-lain yang
memegang peranan untuk bangun tidur. NSC bekerja seperti jam,
meregulasi segala kegiatan bangun tidur. Jika pagi hari cahaya terang
masuk, NSC segera mengeluarkan hormon yang menstimulasi peningkatan
temperatur badan, kortisol dan GH sehingga orang terbangun. Jila malam
tiba, NSC merangsang pengeluaran hormon melatonin sehingga orang
mengantuk dan tidur. Melatonin adalah hormon yang diproduksi oleh
glandula pineal. Saat hari mulai gelap, melatonin dikeluarkan dalam darah
dan akan mempengaruhi terjadinya relaksasi serta penurunan temperatur
badan dan kortisol. Kadar melatonin dalam darah mulai meningkat pada
jam 9 malam, terus meningkat sepanjang malam dan menghilang pada jam
9 pagi8
B. Definisi insomnia
Menurut DSM-IV, Insomnia didefinisikan sebagai keluhan dalam hal
kesulitan untuk memulai atau mempertahankan tidur atau tidur non-
restoratif yang berlangsung setidaknya satu bulan dan menyebabkan
gangguan signifikan atau gangguan dalam fungsi individu. The
International Classification of Diseases mendefinisikan Insomnia sebagai
kesulitan memulai atau mempertahankan tidur yang terjadi minimal 3
malam/minggu selama minimal satu bulan. Menurut The International
Classification of Sleep Disorders, insomnia adalah kesulitan tidur yang
terjadi hampir setiap malam, disertai rasa tidak nyaman setelah episode
tidur tersebut. Jadi, Insomnia adalah gejala kelainan dalam tidur berupa
kesulitan berulang untuk tidur atau mempertahankan tidur walaupun ada
kesempatan untuk melakukannya. Insomnia bukan suatu penyakit, tetapi
merupakan suatu gejala yang memiliki berbagai penyebab, seperti
kelainan emosional, kelainan fisik dan pemakaian obat-obatan. Insomnia
dapat mempengaruhi tidak hanya tingkat energi dan suasana hati tetapi
juga kesehatan, kinerja dan kualitas hidup9.
C. Klasifikasi insomnia
Secara umum, insomnia dibedakan menjadi 2, yaitu:
a. Insomnia primer
Insomnia primer ini mempunyai faktor penyebab yang jelas. insomnia
atau susah tidur ini dapat mempengaruhi sekitar 3 dari 10 orang yang
menderita insomnia. Pola tidur, kebiasaan sebelum tidur dan
lingkungan tempat tidur seringkali menjadi penyebab dari jenis
insomnia primer ini
b. Insomnia sekunder

8
Sudoyo. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
9
Gelder, Michael G, etc. 2003. New Oxford Textbook of Psychiatry. London: Oxford University
Press
Insomnia sekunder biasanya terjadi akibat efek dari hal lain, misalnya
kondisi medis. Masalah psikologi seperti perasaan bersedih, depresi
dan dementia dapat menyebabkan terjadinya insomnia sekunder ini
pada 5 dari 10 orang. Selain itu masalah fisik seperti penyakit arthritis,
diabetes dan rasa nyeri juga dapat menyebabkan terjadinya insomnia
sekunder ini dan biasanya mempengaruhi 1 dari 10 orang yang
menderita insomnia atau susah tidur. Insomnia sekunder juga dapat
disebabkan oleh efek samping dari obat-obatan yang diminum untuk
suatu penyakit tertentu, penggunaan obat-obatan yang terlarang
ataupun penyalahgunaan alkohol. Faktor ini dapat mempengaruhi 1-2
dari 10 orang yang menderita insomnia10.
D. Jenis insomnia
Berdasarkan jenis tipenya, insomnia dibedakan menjadi 3 macam, yaitu11:
a. Insomnia inisial
Merupakan seseorang yang kesulitan tidur disaat orang tersebut
berkehendak untuk tidur. Dengan kata lain, sulit untuk memulai untuk
tidur.
b. Insomnia intermitten
Merupakan kelainan dimana seseorang tidak mampu untuk
mempertahankan tidurnya atau sering terbangun disaat tidur.
c. Insomnia terminal
Meurpakan kelainan diamana seseorang terbangun lebih awal
daripada biasanya dan tidak dapat tidur kembali.
E. Etiologi insomnia
Berikut merupakan beberapa etiologi penyebab tersering untuk terjadinya
insomnia, yaitu12,13:
a. Stress

10
Gelder, Michael G, etc. 2003. New Oxford Textbook of Psychiatry. London: Oxford University
Press
11
Insomnia.(http://www.mayoclinic.com/health/insomnia/DS00187/DSECTION=alternative-
medicine. Diakses tanggal 27 Juli 2016)
12
Zeidler, M.R. 2011. Insomnia. Editor: Selim R Benbadis
(http://emedicine.medscape.com/article/1187829overview. Diakses 27 Juli 2016)
13
Gelder, Michael G, etc. 2003. New Oxford Textbook of Psychiatry. London: Oxford University
Press
Kekhawatiran tentang pekerjaan, kesehatan sekolah, atau keluarga
dapat membuat pikiran menjadi aktif di malam hari, sehingga sulit
untuk tidur. Peristiwa kehidupan yang penuh stres, seperti kematian
atau penyakit dari orang yang dicintai, perceraian atau kehilangan
pekerjaan, dapat menyebabkan insomnia.
b. Kecemanasan dan depresi
Hal ini mungkin disebabkan ketidakseimbangan kimia dalam otak
atau karena kekhawatiran yang menyertai depresi.
c. Obat-obatan
Beberapa resep obat dapat mempengaruhi proses tidur, termasuk
beberapa antidepresan, obat jantung dan tekanan darah, obat alergi,
stimulan (seperti Ritalin) dan kortikosteroid.

d. Kafein, nikotin serta alkohol


Kopi, teh, cola dan minuman yang mengandung kafein adalah
stimulan yang terkenal. Nikotin merupakan stimulan yang dapat
menyebabkan insomnia. Alkohol adalah obat penenang yang dapat
membantu seseorang jatuh tertidur, tetapi mencegah tahap lebih dalam
tidur dan sering menyebabkan terbangun di tengah malam.
e. Kondisi medis
Jika seseorang memiliki gejala nyeri kronis, kesulitan bernapas dan
sering buang air kecil, kemungkinan mereka untuk mengalami
insomnia lebih besar dibandingkan mereka yang tanpa gejala tersebut.
Kondisi ini dikaitkan dengan insomnia akibat artritis, kanker, gagal
jantung, penyakit paru-paru, gastroesophageal reflux disease (GERD),
stroke, penyakit Parkinson dan penyakit Alzheimer.
f. Lingkungan
Kelelahan akibat perjalanan jauh atau pergeseran waktu kerja dapat
menyebabkan terganggunya irama sirkadian tubuh, sehingga sulit
untuk tidur. Ritme sirkadian bertindak sebagai jam internal, mengatur
siklus tidur-bangun, metabolisme, dan suhu tubuh.
g. Mengubah jam biologis tubuh
Hal ini dapat terjadi ketika Anda khawatir berlebihan tentang tidak
bisa tidur dengan baik dan berusaha terlalu keras untuk jatuh tertidur.
Kebanyakan orang dengan kondisi ini tidur lebih baik ketika mereka
berada jauh dari lingkungan tidur yang biasa atau ketika mereka tidak
mencoba untuk tidur, seperti ketika mereka menonton TV atau
membaca.
h. Wanita
Perempuan lebih mungkin mengalami insomnia. Perubahan hormon
selama siklus menstruasi dan menopause mungkin memainkan peran.
Selama menopause, sering berkeringat pada malam hari dan hot
flashes sering mengganggu tidur14
i. Usia 60 tahun keatas
Karena terjadi perubahan dalam pola tidur, insomnia meningkat
sejalan dengan usia15.
F. Tanda gejala
Berikut adalah beberapa tanda gejala yang umum muncul pada seseorang
yang mengalami insomnia, yaitu16,17,18:
a. Kesulitan untuk memulai tidur pada malam hari
b. Sering terbangun pada malam hari
c. Bangun tidur terlalu awal
d. Kelelahan atau mengantuk pada siang hari
e. Iritabilitas, depresi atau kecemasan
f. Konsentrasi dan perhatian berkurang
g. Peningkatan kesalahan dan kecelakaan
h. Ketegangan dan sakit kepala
i. Gejala gastrointestinal
G. Diagnosis
14
Kaplan, H.I, Sadock BJ. 2010. Kaplan dan Sadock Sinopsis Psikiatri. Ed: Wiguna, I Made.
Tangerang: Bina Rupa Aksara Publisher
15
Tomb, David A. 2004. Buku Saku Psikiatri Ed 6. Jakarta: EGC
16
Kaplan, H.I, Sadock BJ. 2010. Kaplan dan Sadock Sinopsis Psikiatri. Ed: Wiguna, I Made.
Tangerang: Bina Rupa Aksara Publisher
17
Zeidler, M.R. 2011. Insomnia. Editor: Selim R Benbadis.
( http://emedicine.medscape.com/article/1187829-overview. Diakses 27 juli 2016
18
Maslim, Rusdi. 2001. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III.
Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya
Untuk mendiagnosis insomnia, perlu dilakukan penilaian terhadap:
a. Pola tidur
b. Pemakaian obat-obatan dan atau alkohol
c. Tingkatan stress
d. Riwat medis
e. Aktivitas fisik
Pemeriksaan fisik akan dilakukan untuk menemukan adanya suatu
permasalahan yang bisa menyebabkan insomnia. Ada kalanya
pemeriksaan darah juga dilakukan untuk menemukan masalah pada tyroid
atau pada hal lain yang bisa menyebabkan insomnia.
Jika penyebab dari insomnia tidak ditemukan, akan dilakukan
pemantauan dan pencatatan selama tidur yang mencangkup gelombang
otak, pernapasan, nadi, gerakan mata, dan gerakan tubuh19.
Sedangkan menurut PPDGJ memberikan beberapa kriteria untuk
menegakan diagnosis insomnia, yaitu20:
a. Keluhan adanya kesulitan masuk tidur atau mempertahankan tidur,
atau kualitas tidur yang buruk
b. Gangguan minimal terjadi 3 kali dalam seminggu selama minimal 1
bulan
c. Adanya preokupasi dengan tidak bisa tidur dan peduli yang berlebihan
terhadap akibatnya pada malam hari dan sepanjang siang hari
d. Ketidakpuasan terhadap kuantitas dan atau kualitas tidur menyebabkan
penderitaan yang cukup berat dan mempengaruhi fungsi dalam sosial
dan pekerjaan
e. Adanya gangguan jiwa lain seperti depresi dan anxietas tidak
menyebabkan diagnosis insomnia diabaikan.
f. Kriteria lama tidur (kuantitas) tidak diguankan untuk menentukan
adanya gangguan, oleh karena luasnya variasi individual. Lama
gangguan yang tidak memenuhi kriteria di atas (seperti pada transient

19
Insomnia.(http://www.mayoclinic.com/health/insomnia/DS00187/DSECTION=alternative-
medicine. Diakses tanggal 27 Juli 2016)
20
Maslim, Rusdi. 2001. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III.
Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya
insomnia) tidak didiagnosis di sini, dapat dimasukkan dalam reaksi
stres akut atau gangguan penyesuaian.
H. Komplikasi
Tidur sama pentingnya dengan makanan yang sehat dan olahraga yang
teratur. Insomnia dapat mengganggu kesehatan mental dan fisik.
Komplikasi insomnia meliputi:
a) Gangguan dalam pekerjaan atau di sekolah.
b) Saat berkendara, reaksi reflex akan lebih lambat. Sehingga
meningkatkan reaksi kecelakaan.
c) Masalah kejiwaan, seperti kecemasan atau depresi
d) Kelebihan berat badan atau kegemukan
e) Daya tahan tubuh yang rendah
f) Meningkatkan resiko dan keparahan penyakit jangka panjang,
contohnya tekanan darah yang tinggi, sakit jantung, dan diabetes
I. Penatalaksanaan
a. Non farmakologis
i. Terapi jam biologis tubuh
Terapi ini merupakan terapi tingkah laku bertujuan untuk mengatur
pola tidur yang baru dan mengajarkan cara untuk menyamankan
suasana tidur. Terapi tingkah laku ini umumnya direkomendasikan
sebagai terapi tahap pertama untuk penderita insomnia
ii. Terapi kognitif
Meliputi merubah pola pikir dari kekhawatiran tidak tidur dengan
pemikiran yang positif. Terapi kognitif dapat dilakukan pada
konseling tatap muka atau dalam grup.
iii. Retraksi tidur
Terapi ini dimaksudkan untuk mengurangi waktu yang dihabiskan
di tempat tidur yang dapat membuat lelah pada malam berikutnya.
iv. Kontrol stimulus
Terapi ini dimaksudkan untuk membatasi waktu yang dihabiskan
untuk beraktivitas.
b. Farmakolgis
i. Pemilihan jenis obat
Dalam hal ini, terapi obat ditinjua dari sifat gangguan tidur, yaitu:
1. Initial Insomnia (sulit masuk ke dalam proses tidur)
Obat yang dibutuhkan adalah bersifat Sleep inducing anti-
insomnia yaitu golongan benzodiazepine (Short Acting).
Misalnya pada gangguan anxietas
2. Delayed Insomnia (proses tidur terlalu cepat berakhir dan
sulit masuk kembali ke proses tidur selanjutnya). Obat yang
dibutuhkan adalah bersifat Prolong latent phase Anti-
Insomnia, yaitu golongan heterosiklik antidepresan
(Trisiklik dan Tetrasiklik). Misalnya pada gangguan depresi
3. Broken Insomnia (siklus proses tidur yang normal tidak utuh
dan terpecah-pecah menjadi beberapa bagian (multiple
awakening). Obat yang dibutuhkan adalah bersifat Sleep
Maintining Anti-Insomnia, yaitu golongan phenobarbital
atau golongan benzodiazepine (Long acting). Misalnya pada
gangguan stres psikososial
ii. Pengaturan dosis
Dalam hal ini, pemberian dosis obat berdsarakan pada:
1. Pemberian tunggal dosis anjuran 15 sampai 30 menit sebelum
pergi tidur.
2. Dosis awal dapat dinaikkan sampai mencapai dosis efektif
dan dipertahankan sampai 1-2 minggu, kemudian secepatnya
tapering off (untuk mencegah timbulnya rebound dan
toleransi obat)
3. Pada usia lanjut, dosis harus lebih kecil dan peningkatan
dosis lebih perlahan-lahan, untuk menghindari oversedation
dan intoksikasi
4. Ada laporan yang menggunakan antidepresan sedatif dosis
kecil 2-3 kali seminggu (tidak setiap hari) untuk mengatasi
insomnia pada usia lanjut
iii. Lama pemberian
1. Pemakaian obat antiinsomnia sebaiknya sekitar 1-2 minggu
saja, tidak lebih dari 2 minggu, agar resiko ketergantungan
kecil. Penggunaan lebih dari 2 minggu dapat menimbulkan
perubahan Sleep EEG yang menetap sekitar 6 bulan
lamanya.
2. Kesulitan pemberhetian obat seringkali oleh karena
Psychological Dependence (habiatuasi) sebagai akibat rasa
nyaman setelah gangguan tidur dapat ditanggulangi
iv. Efek samping
Efek samping dapat terjadi sehubungan dengan farmakokinetik
obat anti-insomnia (waktu paruh) :
1. Waktu paruh singkat, seperti Triazolam (sekitar 4 jam)
gejala rebound lebih berat pada pagi harinya dan dapat
sampai menjadi panik
2. Waktu paruh sedang, seperti Estazolam gejala rebound
lebih ringan
3. Waktu paruh panjang, seperti Nitrazepam menimbulkan
gejala hang over pada pagi harinya dan juga intensifying
daytime sleepiness
Penggunaan lama obat anti-insomnia golongan benzodiazepine
dapat terjadi disinhibiting effect yang menyebabkan rage
reaction.
v. Interaksi obat
1. Obat anti-insomnia + CNS Depressants (alkohol dll)
menimbulkan potensiasi efek supresi SSP yang dapat
menyebabkan oversedation and respiratory failure
2. Obat golongan benzodiazepine tidak menginduksi hepatic
microsomal enzyme atau produce protein binding
displacement sehingga jarang menimbulkan interaksi obat
atau dengan kondisi medik tertentu.
3. Overdosis jarang menimbulkan kematian, tetapi bila disertai
alkohol atau CNS Depressant lain, resiko kematian akan
meningkat.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Insomnia merupalan kesulitan untuk masuk tidur, kesulitan dalam
mempertahankan tidur, atau tidak cukup tidur. Insomnia merupakan
gangguan fisiologis yang cukup serius, dimana apabila tidak ditangani
dengan baik dapat mempengaruhi kinerja dan kehidupan sehari-hari.
Insomnia dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti stres,
kecemasan berlebihan, pengaruh makanan dan obat-obatan, perubahan
lingkungan, dan kondisi medis. Insomnia didiagnosis dengan melakukan
penilaian terhadap pola tidur penderita, pemakaian obat-obatan, alkohol,
atau obat terlarang, tingkatan stres psikis, riwayat medis, aktivitas fisik,
dan kebutuhan tidur secara individual.
Insomnia dapat ditatalaksana dengan cara farmakologi dan non
farmakologi, bergantung pada jenis dan penyebab insomnia. Obat-obatan
yang biasanya digunakan untuk mengatasi insomnia dapat berupa
golongan benzodiazepin (Nitrazepam, Trizolam, dan Estazolam), dan non
benzodiazepine (Chloral-hydrate, Phenobarbital). Tatalaksana insomnia
secara non farmakologis dapat berupa terapi tingkah laku dan pengaturan
gaya hidup dan pengobatan di rumah seperti mengatur jadwal tidur
B. Saran
Karena kurangnya data mengenai epidemiologi insomnia di Indonesia,
maka diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai gambaran insomnia di
Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

American Academy of Sleep Medicine. ICSD2 - International Classification of


Sleep Disorders. American Academy of Sleep Medicine Diagnostic and
Coding Manual . Diagnostik dan Coding Manual. 2nd. 2. Westchester, Ill:
American Academy of Sleep Medicine; 2005:1-32.

Gelder, Michael G, etc. 2003. New Oxford Textbook of Psychiatry. London:


Oxford University Press

Hazzard. 2009. Hazzards Geriatric Medicine and Gerontology 6th ed. New
York: McGraw-Hill.

Insomnia.(http://www.mayoclinic.com/health/insomnia/DS00187/DSECTION=alt
ernative-medicine. Diakses tanggal 8 Jan 2013)

Kaplan, H.I, Sadock BJ. 2010. Kaplan dan Sadock Sinopsis Psikiatri. Ed:
Wiguna, I Made. Tangerang: Bina Rupa Aksara Publisher

Maslim, Rusdi. 2001. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari
PPDGJ-III. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya.

Maslim, Rusdi. 2001. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik.


Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya.

Sudoyo. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
KUESIONER KUALITAS TIDUR No.

(PSQI)

1. Jam berapa biasanya anda mulai tidur malam?


2. Berapa lama anda biasanya baru bisa tertidur tiap malam?
3. Jam berapa anda biasanya bangun pagi?
4. Berapa lama anda tidur dimalam hari?
5 Seberapa sering masalah-masalah dibawah ini Tidak 1x 2x 3x
mengganggu tidur anda? pernah semi seming semi
nggu gu nggu
a) Tidak mampu tertidur selama 30 menit sejak
berbaring
b) Terbangun ditengah malam atau terlalu dini
c) Terbangun untuk ke kamar mandi
d) Tidak mampu bernafas dengan leluasa
e) Batuk atau mengorok
f) Kedinginan dimalam hari
g) Kepanasan dimalam hari
h) Mimpi buruk
i) Terasa nyeri
j) Alasan lain
6 Seberapa sering anda menggunakan obat tidur
7 Seberapa sering anda mengantuk ketika melakukan
aktifitas disiang hari
Tidak Kecil Sedang Besar
antusias
8 Seberapa besar antusias anda ingin menyelesaikan
masalah yang anda hadapi
Sangat Baik kurang Sangat
baik kurang
9 Pertanyaan preintervensi : Bagaimana kualitas tidur
anda selama sebulan yang lalu
Pertanyaan postintervensi : Bagaimana kualitas tidur
anda selama seminggu yang lalu
Keterangan Cara Skoring
Komponen :

1. Kualitas tidur subyektif Dilihat dari pertanyaan nomer 9

0 = sangat baik

1 = baik

2 = kurang

3 = sangat kurang

2. Latensi tidur (kesulitan memulai tidur) total skor dari pertanyaan nomer 2
dan 5a

Pertanyaan nomer 2:

15 menit = 0

16-30 menit = 1

31-60 menit = 2

> 60 menit = 3

Pertanyaan nomer 5a:

Tidak pernah =0

Sekali seminggu = 1

2 kali seminggu = 2

>3 kali seminggu= 3

Jumlahkan skor pertanyaan nomer 2 dan 5a, dengan skor dibawah ini:

Skor 0 =0

Skor 1-2 = 1

Skor 3-4 = 2
Skor 5-6 = 3

3. Lama tidur malam Dilihat dari pertanyaan nomer 4

> 7 jam = 0

6-7 jam = 1

5-6 jam = 2

< 5 jam = 3

4. Efisiensi tidur Pertanyaan nomer 1,3,4

Efisiensi tidur= (# lama tidur/ # lama di tempat tidur) x 100%

# lama tidur pertanyaan nomer 4

# lama di tempat tidur kalkulasi respon dari pertanyaan nomer 1 dan 3

Jika di dapat hasil berikut, maka skornya:

> 85 % = 0

75-84 % = 1

65-74 % = 2

< 65 % = 3

5. Gangguan ketika tidur malam Pertanyaan nomer 5b sampai 5j

Nomer 5b sampai 5j dinilai dengan skor dibawah ini:

Tidak pernah =0

Sekali seminggu = 1

2 kali seminggu = 2

>3 kali seminggu= 3

Jumlahkan skor pertanyaan nomer 5b sampai 5j, dengan skor dibawah ini:
Skor 0 =0

Skor 1-9 =1

Skor 10-18 =2

Skor 19-27 =3

6. Menggunakan obat-obat tidur Pertanyaan nomer 6

Tidak pernah =0

Sekali seminggu = 1

2 kali seminggu = 2

>3 kali seminggu= 3

7. Terganggunya aktifitas disiang hari Pertanyaan nomer 7 dan 8

Pertanyaan nomer 7:

Tidak pernah =0

Sekali seminggu = 1

2 kali seminggu = 2

>3 kali seminggu= 3

Pertanyaan nomer 8:

Tidak antusias = 0

Kecil =1

Sedang =2

Besar =3

Jumlahkan skor pertanyaan nomer 7 dan 8, dengan skor di bawah ini:


Skor 0 =0

Skor 1-2 = 1

Skor 3-4 = 2

Skor 5-6 = 3

Skor akhir: Jumlahkan semua skor mulai dari komponen 1 sampai 7

Anda mungkin juga menyukai