Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

PARAPARESE INFERIOR

OLEH :

JERRY KURNIA SANDY


LAPORAN PENDAHULUAN

PARAPARESE INFERIOR

A. Landasan Teori Paraparese Inferior

1. Defenisi

Kelemahan parsial yang ringan/tidak lengkap atau suatu keadaan yang tandai oleh

sebagian gerakkan terganggu disebut parese. Paraparese merupakan kelemahan

pada kedua tungkai. Pengertian ini kemudian meluas dengan memasukkan kelainan

pola jalan yang disebabkan oleh lesi UMN, bahkan pada keadaan yang tidak disertai

dengan kelemahan pada pemeriksaan otot secara manual. Paraparese penderitanya

masih dapat menggerakkan kedua tungkai walaupun kekuatannya berkurang.

Klasifikasi paraparese berdasarkan kerusakan topisnya :

a. Paraparese spastik

Terjadinya kerusakan yang mengenai Upper Motor Neuron (UMN) sehingga

menyebabkan peningkatan tonus otot atau hipertoni.

b. Paraparese flaksid

Terjadinya kerusakan yang mengenai Lower Motor Neuron (UMN) sehingga

menyebabkan penurunan tonus otot atau hipotoni.

2. Etiologi

Paraparese merupakan suatu keadaan berupa kelemahan pada ekstremitas.

Paraparese merupakan suatu gejala yang disebabkan adanya kelainan patologis pada
medulla spinalis. Kelainan-kelainan pada medulla spinalis tersebut diantaranya

adalah Multiple Sclerosis, suatu penyakit inflamasi dan demielinasi yang disebabkan

oleh berbagai macam hal, diantaranya adalah kelainan genetik, infeksi dari virus dan

faktor lingkungan. Selain itu, Paraparese juga dapat disebabkan oleh tumor yang

menekan medulla spinalis, baik primer maupun sekunder. Juga dapat disebabkan

oleh kelainan vasculer pada pembuluh darah medulla spinalis, yang bisa berujung

pada stroke medulla spinalis.

Semua keadaan tersebut dapat menyebabkan terjadinya Paraparese inferior, yang

apabila tidak segera ditangani akan memperburuk keadaan penderita. Sehingga,

diagnosis dan penanganan yang tepat pada kelainan-kelainan diatas diharapkan dapat

membantu penderita Paraparese untuk mewujudkan kondisi yang optimal.

3. Manifestasi Klinis / Tanda dan Gejala

Gambaran klinis Paraparese inferior adalah timbul kelemahan yang bersifat

spastik secara perlahan-lahan pada tungkai yang mengakibatkan kesukaran berjalan,

reflek tendon yang meningkat dengan reflek plantar ekstensor, sensorik dan fungsi

saraf normal.

Gejalanya antara lain ditemukan kelemahan pada tungkai, apakah unilateral

terlebih dahulu atau langsung bilateral dan simetris. Bila disertai kelemahan otot

kedua lengan, maka dicurigai ada gangguan pada level cervical. Dapat ditemukan

pula rasa tebal sesuai/setinggi dermatom tertentu. Nyeri dapat ditemukan di


punggung, pinggang, yang dapat berupa nyeri nociceptik ataupun nyeri neuropatik,

berupa rasa terbakar, atau kesetrum, yang menjalar sesuai dermatom tertentu. Dapat

pula ditemui gangguan BAK dan BAB (frekuensi, hesitansi, hingga retensi urine dan

feses).

Tanda-tanda yang perlu dicermati yaitu fungsi motoris, sensoris, refleks diatas,

dibawah, dan pada sisi lesi, apakah lesinya tipe UMN atau LMN. Gangguan LMN

akan tampak pada dermatom dan myotom setinggi tingkat terjadinya lesi, sedangkan

untuk gangguan UMN akan tampak dibawah dari batas lesi pada medula spinalis.

Kompresi akut dari medula spinalis akan memberikan gambaran penurunan tonus dan

refleks.

Pada orang dewasa, penyebab yang sering terjadi pada sindroma ini adalah

multiple sclerosis dengan diagnosis banding berupa tumor pada daerah foramen

magnum, Chiari malformation, spondylosis cervical, arteriovenous malformation, dan

lateral sclerosis primer. Diagnosis untuk penyebab sindroma ini tidak bisa dipastikan

dengan melihat gejala klinisnya saja, tetapi memerlukan pemeriksaan lanjutan seperti

pemeriksaan cairan serebrospinalis, CT scan, MRI, dan myelography.

Apabila terdapat tanda-tanda cerebellar ataupun tanda-tanda lain selain dari tanda-

tanda gangguan pada kortikospinal bilateral, kemungkinan gangguan yang

mendasarinya adalah multiple sclerosis ataupun penyakit bawaan lain seperti


olivopontocerebellar degeneration. Kombinasi antara tanda-tanda LMN pada lengan

dan UMN pada tungkai menjadi suatu karakteristik dari amyotrophic lateral sclerosis.

Petunjuk lain dari penyebab spastic paraparesis termasuk nyeri servikal dan

radikular pada neurofibroma atau massa ekstra aksial lainnya pada kanalis servikalis.

Juga kemungkinan muncul bersamaan dengan gejala-gejala cerebellar atau tanda lain

yang mengarah pada multiple sclerosis.

Dikatakan juga bahwa tumor pada otak di daerah parasagital akan menyebabkan

terjadinya isolated spastic paraparesis karena terjadi penekanan pada area tungkai di

korteks motorik pada kedua hemisfer. Paraparesis kronik dapat terjadi sebagai akibat

dari gangguan pada LMN. Alih-alih muncul tanda-tanda gangguan UMN, justru

muncul flaccid paraparesis yang disertai dengan hilangnya reflex tendon pada

tungkai.

Paraparesis akut akan mengakibatkan permasalahan lain pada diagnosisnya. Jika

terdapat nyeri pada punggung dan reflex tendon masih muncul, atau jika ada tanda-

tanda UMN, maka kemungkinan muncul akibat adanya lesi kompresi dimana sebuah

studi menyebutkan bahwa metastase dari tumor menjadi penyebab utamanya.

Pada anak-anak dan orang dewasa muda, tanda dan gejala yang muncul bisa

menjadi lebih berat, ditambah dengan rasa nyeri karena gangguan ini sering

disebabkan oleh acute transverse myelitis. Bila terjadi mulai kanak-kanakk, kaki
menjadi melengkung dan memendek dan terdapat psudokontraktur dari otot betis,

mengakibatkan jalannya menggunakan ujung jari. Kadang-kadang lutut tampak fleksi

ringan dan lengan ekstensi serta adduksi. Otot lengan terkena dalam berbagai

tingkatan.

4. Pemeriksaan Penunjang dan Diagnostik

Diagnosis untuk penyebab sindroma ini tidak bisa dipastikan dengan melihat

gejala klinisnya saja, tetapi memerlukan pemeriksaan lanjutan seperti pemeriksaan

cairan serebrospinalis, CT scan, MRI, dan myelography.

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada penderita paraperise inferior

yaitu :

a. Laboratorium : darah lengkap, LED, elektrolit (potasium,magnesium, fosfat),

LFT, Kadar B12 dan as.folat, serologi untuk siphilis, ANA, PSA, TSH,

Lumbal pungsi (LCS)

b. Imaging : Foto Thorax, Foto Lumbosacral, MRI

c. EMG, biopsi otot/saraf.

d. Tensilon test (untuk myastenia gravis)

5. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan

Penatalaksanaan berfokus pada mengurangi terjadinya peradangan. Hal ini dapat

dilakukan dengan memberikan terapi imunomodulator seperti steroid,

plasmapheresis, dan imunomodulator lain. Lamanya fase penyembuhan ini


tergantung terapi fisik dan okupasi yang diberikan. Terapi dapat menolong pasien

bertambah kuat, mencegah dekubitus, kontaktur, dan mengajari pasien bagaimana

mengkompensasi deficit yang permanen.

Peran perawat terhadap pasien paraparesis inferior adalah sebagai pemberi asuhan

keperawatan terhadap kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan melalui pemberian

layanan keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan sehingga dapat

ditentukan diagnosisnya sehingga dapat diberikan tindakan yang tepat dengan tingkat

kebutuhan dasar manusia.

6. Komplikasi

Komplikasi yang terjadi berupa disfungsi dari neural system motoric, sensori dan

autonomi yang berada di dalam dan melewati area peradangan.


B. Landasan Teori Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

a. Identitas Pasien
 Nama
 Jenis Kelamin
 Usia
 Status Perkawinan
 Pekerjaan
b. Keluhan Utama : alasan pasien masuk rumah sakit terutama berkaitan
dengan paraperise inferior
c. Riwayat Penyakit
 Riwayat Penyakit Sekarang : kondisi pasien saat ini terkait paraperise
inferior
 Riwayat Penyakit Dahulu : kondisi pasien sebelum mengalami paraperise
inferior
 Riwayat Penyakit Keluarga : kondisi keluarga pasien terkait paraperise
inferior
d. Pemeriksaan Fisik
 Pemeriksaan Umum
- Tinggi badan
- Berat badan
- Tekanan darah
- Nadi
- Suhu
- Pernapasan
- IMT
- Keadaan gizi
- Kesadaran
- Sianosis
-
 Aspek Kejiwaan
- Tingkah laku
- Alam perasaan
- Proses pikir
 Kulit
Warna : Effloresensi :
Jaringan parut : Pigmentasi :
Pertumbuhan rambut : Pembuluh darah :
Suhu raba : Lembab / kering :
Keringat : Turgor :
Ikterus : Lapisan lemak :
Edema : Lain-lain :

 Kelenjar Getah Bening


Submandibula : Leher :
Supraklavikula : Ketiak :
Lipat paha :

 Kepala
Ekspresi wajah : Simetri muka :
Rambut : Pembuluh darah temporal :

 Mata
Exophthalmus : Enopthalmus :
Kelopak : Lensa :
Konjungtiva : Visus :
Sklera : Gerakan mata :
Lapangan penglihatan : Tekanan bola mata :
Deviatio konjungae : Nystagmus :
 Telinga
Tuli : Selaput pendengaran :
Lubang : Penyumbatan :
Serumen : Perdarahan :
Cairan :

 Mulut
Bibir : Tonsil :
Langit-langit : Bau pernapasan :
Gigi geligi : Trismus :
Faring : Selaput lendir :
Lidah :

 Leher
Tekanan vena Jugularis (JVP) :
Kelenjar Tiroid :
Kelenjar Limfe :
Deviasi trachea :
 Dada
Bentuk :
Pembuluh darah :
Buah dada :

 Paru-paru
Depan Belakang
Inspeksi Kanan
Kiri
Palpasi Kanan
Kiri
Perkusi Kanan
Kiri
Auskultasi Kanan Suara napas vesikuler
Kiri Rh (-/-)
Wh(-/-)

 Jantung
- Inspeksi :
- Palpasi :.
- Perkusi :
- Auskultasi :

 Abdomen
- Inspeksi :
- Palpasi
i. Dinding perut :
ii. Hati :
iii. Limpa :
iv. Ginjal :
v. Lain-lain :
- Perkusi :
- Auskultasi :

 Alat kelamin (atas indikasi)

 Anggota gerak
Lengan
Kanan Kiri
Otot
Sendi
Gerakan
Kekuatan
Edema
Lain-lain

Tungkai dan kaki


Kanan Kiri
Luka
Varises
Otot (tonus dan massa)
Sendi
Gerakan
Kekuatan
Edema

2. Diagnosa (NANDA), NOC, NIC

Diagnosa
NOC NIC
Keperawatan
1. Nyeri kronis Dengan tujuan selama 3 1. Memberikan
b.d cedera x 24 jam tujuan :
penjelasan pada klien
medula Klien tidak mengalami
spinalis nyeri pada tulang dan keluarga tentang
belakang
penyebab nyeri
Kriteria hasil: klien 2. Pantau TTV dan skala
tidak meraasakan nyeri
nyeri
pada tulang belakang
dengan skala 1. 3. Atur posisi klien
senyaman mungkin
4. Ajarkan klien tentang
relaksasi nafas dalam
5. Kolaborasi dengan
tim dokter dalam
pemberian obat
analgetik.
2. Gangguan Dengan tujuan 3x24 1. Ubah posisi klien tiap
immobilitas jam
2jam
fisik b.d Tujuan:
kerusakan Klien mampu 2. Mengajarkan lien
neuron fungsi melaksankan aktifitas
untuk melakukan
motorik dan fisik sesuai dengan
sensorik kemampuannya latihan gerak aktif
pada ekstremitas yang
Kriteria hasil:
-tidak terjadikonstruksi tidak lemah
sendi
3. Melakukan gerak
-bertambahnya
kekuatan otot pasif pada kedua
-klien menunjukan
ekstremtas bawah
tindakan untuk
meningkatkan 4. Kolaborasi dengan
mobilitas.
ahli fisioterapi untuk
latihan fisik klien
5. Menurunkan resiko
terjadinya iskemia
jaringan akibat
sirkulasi darah yang
jelek pada daerah
yang tertekan

Anda mungkin juga menyukai