Anda di halaman 1dari 37

ASUHAN KEPERAWATAN TEORI DENGAN KASUS

OSTEOMIELITIS

Dosen Pengampu : Firdaus. Y. Kunoli,.SKM.,M.Kes

DI SUSUN OLEH :
NAMA : SYAFITRI DAMAYANTI
NIM : PO7120318013
PRODI/JURUSAN : DIV KEPERAWATAN

KEMENTERIAN KESEHATAN SULAWESI TENGAH


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALU
PRODI DIV JURUSAN KEPERAWATAN TINGKAT IIA
TAHUN AJARAN 2019/2020

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan Asuhan Keperawatan Osteomielitis  ini dengan lancar.
Askep ini disusun dari hasil penyusunan data-data sekunder yang penulis
peroleh dari internet, tak lupa penyusun ucapkan terima kasih kepada Dosen
pembimbing atas bimbingan dan arahan dalam penulisan makalah
Penulis harap, dengan membaca Askep ini dapat memberi manfaat bagi kita
semua, dalam hal ini dapat menambah wawasan atau pengetahuan kita tentang
Asuhan Keperawatan pada pasien osteomielitis , khususnya bagi penulis.
Memang Askep ini masih jauh dari kata sempurna, maka penulis
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan menuju arah yang lebih
baik.

Palu, 24 Januari 2010

Penulis

ii
DAFTAR ISI

SAMPUL........................................................................................................................i
KATA PENGANTAR...................................................................................................ii
DAFTAR ISI................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang........................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...................................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan.....................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Defenisi...................................................................................................................3
2.2 Klasifikasi...............................................................................................................4
2.3 Etiologi....................................................................................................................5
2.4 Pathway...................................................................................................................6
2.5 Patofisiologi............................................................................................................7
2.6 Manifestasi..............................................................................................................8
2.7 Pemeriksaan Diagnostik..........................................................................................9
2.8 Penatalaksanaan......................................................................................................9
2.9 Komplikasi............................................................................................................10
2.10 Konsep Asuhan
Keperawatan..............................................................................11

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan...........................................................................................................33
3.2 Saran.....................................................................................................................33

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................34

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Osteomielitis adalah infeksi tulang, lebih sulit di sembuhkan dari pada infeksi
jaringan lunak, karena terbatasnya asupan darah, respons jaringan terhadap inflamasi,
tingginya tekanan jaringan dan pembentukan involukrum (Pembentukan tulang baru
disekeliling jaringan tulang mati). Osteomielitis dapat menjadi masalah kronis yang
akan mempengaruhi kualitas hidup atau mengakibatkan kehilangan ekstremitas.
Infeksi disebabkan oleh penyebaran hematogen (melalui darah) dari fukos
infeksi di tempat lain (misalnya : tonsil yang terinfeksi, lepuh, gigi terinfeksi, infeksi
saluran nafas). Osteomielitis akibat penyebaran hematogen biasanya terjadi di tempat
di mana terdapat trauma atau di mana terdapat resistensi rendah, kemungkinan akibat
trauma subklinis (takjelas).
Infeksi dapat berhubungan dengan penyebaran infeksi jaringan lunak (misalnya :
ulkus dekubitus yang terinfeksi atau ulkus vaskuler) atau kontaminasi langsung
tulang (misalnya : fraktur terbuka, cedera traumatic seperti luka tembak, pembedahan
tulang).
Pasien yang beresiko tinggi mengalami osteomielitis adalah mereka yang
nutrisinya buruk, lansia, kegemukan, atau penderita diabetes mellitus. Selain itu,
pasien yang menderita artitis rheumatoid, telah di rawat lama di rumah sakit,
mendapat terapi kortikosteroid jangka panjang, menjalani pembedahan sendi
sebelum operasi sekarang, atau sedang mengalami sepsis rentan, begitu pula yang
menjalani pembedahan ortopedi lama, mengalami infeksi luka mengeluarkan pus,
mengalami nefrosis insisi margial atau dehidrasi luka, atau memerlukan evakuasi
hematoma pascaoperasi.Osteomielitis ini cenderung terjadi pada anak dan remaja
namun demikian seluruh usia bisa saja beresiko untuk terjadinya osteomyelitis pada
umumnya kasus ini banyak terjadi laki-laki dengan perbandingan 2 : 1.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Osteomelitis ?
2. Apa klasifikasi dari Osteomelitis ?
3. Apa etiologi dari Osteomelitis ?
4. Bagaimana Pathway dari Osteomelitis ?
5. Bagaimana patofisiologi dari Osteomelitis ?
6. Bagaimana manifestasi klinis dari Osteomelitis ?
7. Apa pemeriksaan penunjang dari Osteomelitis ?
8. Apa penatalaksanaan dari Osteomelitis ?
9. Apa saja komplikasi dari Osteomelitis ?
10. Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada pasien Osteomelitis ?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari Osteomelitis.
2. Untuk mengetahui klasifikasi dari Osteomelitis.
3. Untuk mengetahui etiologi dari Osteomelitis.
4. Untuk mengetahui pathway dari Osteomelitis.
5. Untuk mengetahu patofisiologi dari Osteomelitis
6. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari Osteomelitis.
7. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari Osteomelitis
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari Osteomelitis.
9. Untuk mengetahui komplikasi dari Osteomelitis.
10. Untuk mengetahui bagaimana konsep asuhan keperawatan pada pasien
Osteomelitis.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Defenisi Osteomielitis


Osteomielitis adalah infeksi tulang. Infeksi tulang lebih sulit disembuhkan
daripada infeksi jaringan lunak karena terbatasnya asupan darah, respons jaringan
terhadap inflamasi, tingginya tekanan jaringan dan pembentukan involukrum
(pembentukan tulang baru di sekeliling jaringan tulang mati). Osteomielitis dapat
menjadi masalah kronis yang akan mempengaruhi kualitas hidup atau mengakibatkan
kehilangan ekstremitas.(
Osteomilitis masih merupakan permasalahan di negara kita karena tingkat
higienis yang masih rendah, pemahaman mengenai penatalaksanaan yang belum
baik, diagnosis yang sering terlambat sehingga biasanya berakhir dengan osteomilitis
kronis, dan fasilitas diagnostik yang belum memadai di puskesamas. Angka jejadian
osteomilitis di Indonesia saat ini masih tinggi sehingga kasus osteomilitis tulang dan
sendi juga masih tinggi. Pengobatan ostemolitis memerlukan waktu yang cukup.
Faktor predisposisi osteomilitis hematogen akut :
1. Usia (terutama mengenai bayi dan anak- anak).
2. Jenis kelamin ( lebih sering pada pria dari pada wanita dengan perbandingan
4 : 1) .
3. Trauma ( hematoma akibat trauma pada daerah metafisis merupakan salah
satu faktor predisposisi terjadinya osteomimitis hematogen akut).
4. Lokasi ( oseteomilitis hematogen akut serng terjadi di daerah metafisis karena
daerah ini merupakan daera aktif tempat erjadinya pertumbuhan tulang)
5. Nutrisi, lingkungan, dan imunitas yang birik serta adanya fokus infeksi
sebelumnya ( seperti bisul, tonsilitis).
Lama dan biaya yang tinggi. Banyak klien fraktur terbuka yang datang
terlambat dan biasanya datang dengan komplikasi osteomilitis. Osteomolitis adalah

3
infeksi pada tulang, baik karena infeksi piogenik maupun non- piogenik, misalnya
Mycrobacterium tuberculosis.

2.2 Klasifikasi Osteomielitis


Osteomielitis secara umum dapat diklasifikasikan berdasarkan perjalanan
klinis, yaitu osteomielitis akut, sub akut, dan kronis. Hal tersebut tergantung dari
intensitas proses infeksi dan gejala yang terkait.
1. Osteomielitis Hematogen Akut
Osteomielitis hematogen akut merupakan infeksi tulang dan sumsum tulang
akut yang disebabkan oleh bakteri piogen dimana mikroorganisme berasal dari fokus
ditempat lain dan beredar  melalui sirkulasi darah. Kelainan ini sering ditemukan
pada anak- anak dan sangat jarang pada orang dewasa.
2. Osteomielitis Hematogen Subakut
Gejala osteomielitis hematogen subakut lebih ringan oleh karena organism
penyebabnya kurang purulen dan penderita lebih resisten. Osteomielitis hematogen
subakut biasanya disebabkan oleh Stafilokokusaureus dan umumnya berlokasi
dibagian distal femur dan proksimal tibia.
3. Osteomielitis Kronis
Osteomielitis kronis umumnya merupakan lanjutan dari osteomielitis akut
yang tidak terdiagnosis atau tidak diobati dengan baik. Osteomielitis kronis juga
dapat terjadi setelah fraktur terbuka atau setelah tindakan operasi padatulang. Bakteri
penyebab osteomielitis kronis terutama oleh stafilokokus aureus ( 75%), atau E.colli,
Proteus atau Pseudomonas
4. Osteomielitis akibat fraktur terbuka
Merupakan osteomielitis yang paling sering ditemukan pada orang
dewasa. Terjadi kerusakan pembuluh darah, edema, dan hubungan antara fraktur
dengan dunia luar sehingga pada fraktur terbuka umumnya terjadi infeksi.
Osteomielitis akibat fraktur terutaman disebabkan oleh staphylococus aureus, B.

4
Coli, Pseudomonas dan kadang-kadanag oleh bakteri anaerob seperti Clostridium
Streptococus anaerobic, atau Bacteroides.
Gambaran klinis osteomielitis akibat fraktur terbuka sama dengan
osteomielitis lainnya. Pada fraktur terbuka, sebaiknya dilakukan pencegahan infeksi
melalui pembersihan dan debridemen luka. Luka dibiarkan terbuka dan diberikan
antibiotik yang adekuat. Pada fraktur tebuka perlu dilakukan pemerikasaan biakan
kuman guna menentukan organisme penyebabnya. Osteomielitis jenis ini terjadi
setelah operasi tulang (terutama pada operasi yang menggunakan implan), invasi
bakteri disebabkan oleh lingkungan bedah. Gejala infeksi dapat timbul segera setelah
operasi atau beberapa bulan kemudian.
1. Osteomielitis pasca operasi
yang paling ditakuti adlaah osteomielitis setelah operasi antroplasti. Pada
keadaan ini, pencegahan osteomielitis lebih penting daripada pengobatan. Scrub
nurse/ perawat instrumen operasi sangat berperan dalam menjaga kesterilan dan
sirkulasi instrumen operasi.
2. Osteomielitis sclerosing atau osteomielitis Garre
adalah suatu osteomielitis subakut dan terdapat kavitas yang dikelilingi oleh
jaringan sklerotik pada daerah metafisis dan disfisis tulang panjang. Klien biasanya
remaja dan orang-orang dewasa, terdapat nyeri dan mungkin sedikit pembengkakan
pada tulang. Pada foto rontgen terlihat adanya kavitas yang dikelilingi oleh jaringan
sklerotik dan tidak ditemukan adanya kavitas yang sentral, hanya berupa kavitas
yang difus.

2.3 Etiologi osteomielitis


1. Osteomielitis dapat terjadi  karena penyebaran hematogen (melalui darah)
dari        focus infeksi tempat lain (Osteomielitis Primer ).
2. Osteomielitis yang disebaabkan oleh bakteri disekitarnya seperti bisul dan
luka (stafilokokus aureus ( 75%), atau E.colli, Proteus atau Pseudomonas).

5
3. Staphylolococcus hemolyticus ( koagulasi positif) sebanyak 90 % dan jarang
Sterptococcus hemolyticus.
4. Haemophilus influenza ( 5- 50 %) pada anak usia dibawah 4 tahun.
5. Organisme lain seperti B. coli, B. aeruginosa apsulate, pneumokokus,
Salmonella typhosa, pseudomonas aeruginosa, Proteus mirabilis, Brucella,
dan bakteri anaerob yaitu Bacteroides fragilis.
2.4 Pathway osteomielitis

Mikroorganisme pathogen/ trauma

Invasi/terinfeksi jaringan lunak dan tulang

reaksi inflamasi demam, kemerahan MK: hipertermi


terjadi vaskularisasi/pembentukan pembuluh darah

edema Nyeri MK: gangguan rasa nyaman


nyeri
(terjadi penekanan
edema)

Menurunya aliran darah

Iskemik/ penyempitan pembuluh darah

Nekrosis/ kerusakan jaringan tulang

Pembentukan involukrum Pembentukan squestrum/jaringan mati


dan pus

6
MK: Resti penyebab infeksi
Terbentuk abses/infeksi pada tulang

Abses/infeksi sub periosteal

Drainase pus

Vaskularisasi baik vaskularisasi kurang baik

Kematian jaringan
Pembentukan jaringan baru
lumpuh/ amputasi
Sembuh
MK: potensial cidera, cemas
Perubahan konsep diri

2.5 Patofisiologi osteomielitis


Staphylococcus aureus merupakan penyebab 70% sampai 80% infeksi tulang.
Organisme patogenik lainnya yang sering dijumpai pada Osteomielitis meliputi :
Proteus, Pseudomonas, dan Escerichia Coli. Terdapat peningkatan insiden infeksi
resistensi penisilin, nosokomial, gram negative dan anaerobik.
Awitan Osteomielitis stelah pembedahan ortopedi dapat terjadi dalam 3 bulan
pertama (akut fulminan – stadium 1) dan sering berhubngan dengan  penumpukan
hematoma atau infeksi superficial. Infeksi awitan lambat  (stadium 2) terjadi antara 4
sampai 24 bulan setelah pembedahan. Osteomielitis awitan lama (stadium 3)
biasanya akibat penyebaran hematogen dan terjadi 2 tahun atau lebih setelah
pembedahan.

7
Respon inisial terhadap infeksi adalah salah satu dari inflamasi, peningkatan
vaskularisasi, dan edema. Setelah 2 atau 3 hari, trombisis pada pembuluh darah
terjadi pada tempat tersebut, mengakibatkan iskemia dan nefrosis tulang sehubungan
dengan penigkatan tekanan jaringan dan medula. Infeksi kemudian berkembang ke
kavitas medularis dan ke bawah periosteum dan dapat menyebar ke jaringan lunak
atau sendi di sekitarnya. Kecuali bila proses infeksi dapat dikontrol awal, kemudian
akan membentuk abses tulang.
Pada perjalanan alamiahnya, abses dapat keluar spontan namun yang lebih
sering harus dilakukan insisi dan drainase oleh ahli bedah. Abses yang terbentuk
dalam dindingnya terbentuk daerah jaringan mati (sequestrum) tidak mudah mencair
dan mengalir keluar. Rongga tidak dapat mengempis dan menyembuh, seperti yang
terjadi pada jaringan lunak lainnya. Terjadi pertumbuhan tulang
baru(involukrum) dan mengelilingi sequestrum. Jadi meskipun tampak terjadi proses
penyembuhan, namun sequestrum infeksius kronis yang ada tetap rentan
mengeluarkan abses kambuhan sepanjang hidup penderita. Dinamakan osteomielitis
tipe kronik

2.6 Manifestasi osteomielitis


Jika infeksi dibawa oleh darah, biasanya awitannya mendadak, sering terjadi
dengan manifestasi klinis septikemia (misalnya, menggigil, demam tinggi, denyut
nadi cepat dan malaise umum). Gejala sismetik pada awalnya dapat menutupi gejala
lokal secara lengkap. Setelah infeksi menyebar dari rongga sumsum ke korteks
tulang, akan mengenai periosteum dan jaringan lunak, dengan bagian yang terinfeksi
menjadi nyeri, bengkak dan sangat nyeri tekan. Pasien menggambarkan nyeri
konstan berdenyut yang semakin memberat dengan gerakan dan berhubungan dengan
tekanan pus yang terkumpul.
Bila osteomielitis terjadi akibat penyebaran dari infeksi di sekitarnya atau
kontaminasi langsung, tidak akan ada gejala septikemia. Daerah infeksi
membengkak, hangat, nyeri dan nyeri tekan.

8
Pasien dengan osteomielitis kronik ditandai dengan pus yang selalu mengalir
keluar dari sinus atau mengalami periode berulang nyeri, inflamasi, pembengkakan
dan pengeluaran pus. Infeksi derajat rendah dapat menjadi pada jaringan parut akibat
kurangnya asupan darah
2.7 Pemeriksaan diagnostik osteomielitis
1. Pemeriksaan darah : Sel darah putih meningkat sampai 30.000 disertai
peningkatan laju endap darah ; pemeriksaan titer antibody anti- stafilo- kokus;
pemeriksaan kultur darah untuk menentukan jenis bakterinya ( 50% positif)
dan diikuti dengan uji sensitivitas. Selain itu, harus diperiksa adanya penyakit
anemia sel sabit yang merupakan jenis osteomielitis yang jarang terjadi.
2. Pemeriksaan feses: Pemeriksaan feses untuk kultur dilakukan bila terdapat
kecurigaan infeksi olehh bakteri Salmonela.
3. Pemeriksaan biopsy : Pemeriksaan ini dilakukan pada tempat yang dicurigai.
4. Pemeriksaan ultrasound : Pemeriksaan ini dapat memperlihatkan adanya efusi
pada sendi
5. Pemeriksaan radiologi : Pada pemeriksaan foto polos dalam 10 hari pertama,
tidak ditemukan kelainan radiologis yang berarti, dan mungkin hanya
ditemukan pembengkakan jaringan lunak. Gambaran destruksi tulang dapat
terlihat setelah 10 hari (2 minggu). Pemeriksaan radioisotope akan
memperlihatkan penangkapan isotop pada daerah lesi.

2.8 Penatalaksanaan osteomielitis


Beberapa prinsip penatalaksanaan klien osteomielitis yang perlu
diketahui perawat dalam melakukan asuhan keperawatan agar mampu
melakukan tindakan kolaboratif adalah sebagai berkut :
1. Istirahat dan pemberian analgesik untuk menghilangkan nyeri
2. Pemberian cairan intravena dan kalau perlu tranfusi darah
3. Istirahat lokal dengan bidai atau traksi

9
4. Pemberian antibiotik secepatnya sesuai dengan penyebab utama yaitu
staphylococus aureus sambil menunggu hasil biakan kuman. Antibiotik
diberikan selama 3-6 minggu dengan melihat keadaan umum dan laju endap
darah klien. Antibiotik tetap diberikan hingga 2 minggu setelah laju endap
darah normal.
5. Drainase bedah. Apabila setelah 24 jam pengobatan lokal dan sistemik
antibiotik gagal (tidak ada perbaikan keadaan umum), dapat dipertimbangkan
drainase bedah. Pada drainase bedah, pus subperiosteal dievakuasi untuk
mengurangi tekanan itra-oseus. Disamping itu, pus digunakan sebagai bahan
untuk biakan kuman. Drainase dilakuakan selama beberapa hari dengan
menggunakan cairan NaCl dan antibiotik.
2.9. Komplikasi osteomielitis
Beberapa komplikasi yang sering terjadi pada osteomielitis hematogen yang
perlu diketahui oleh perawat agar dapat memberikan asuhan keperawatan yang baik
sehingga resiko komplikasi dapat dihindari adalah sebagai berikut.
1. Septikemia. Dengan makin tersedianya obat-obat antibiotik yang memadai,
kematian akibat septikemia pada saat ini jarang terjadi atau ditemukan.
2. Infeksi yang bersifat metastatik. Infeksi dapat bermetastase ke tulang/ sendi
lainnya, otak dan paru-paru, dapat bersifat multifokal dan biasanya terjadi
pada klien dengan status gizi buruk.
3. Artritis supratif. Artritis supratif dapat terjadi pada bayi karena lempeng
epifis bayi (yang bertindak sebagai barier) belum berfungsi dengan baik.
Komplikasi terutama terjadi pada osteomielitis hematogen akut di daerah
metafisis yang bersifat intra-kapsuler (mis ; pada sendi panggul) atau melalui
infeksi metastastatuk
4. Gangguan pertumbuhan. Osteomielitis hematogen akut pada bayi dapat
menyebabkan kerusakan lempeng epifisis sehingga terjadi gangguan
pertumbuhan, tulang yang bersangkutan menjadi lebih pendek. Pada anak
yang lebih besar, akan terjadi hiperemia pada daerah metafisis yang

10
merupakan stimulasi bagitulang untuk bertumbuh. Pada keadaan ini tulang
bertumbuh lebih cepat dan menyebabkan terjadinya pemanjangan tulang.
5. Osteomielitis kronik. Apabila diagnosis dan terapi yang tepat tidak dilakukan,
osteomielitis akut akan berlanjut menjadi osteomielitis kronis.
2.10 Konsep Asuhan Keperawatan
1. PENGKAJIAN
Pengumpulan data, baik subjektif maupun objektif pada klien
gangguan system musculoskeletal karena osteomielitis bergantung pada
lokasi dan adanya komplikasi pada tulang. Pengkajian keperawatan
osteomielitis meliputi anamnesis riwayat penyakit, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan diagnostik dan pengkajian psikososial.
a. Anamnesis, anamnesis dilakukan untuk mengetahui :
1) Identitas : nama, jenis kelamin, usia, alamat, agama, bahasa yang
digunakan, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi,
golongan darah, nomor registrasi, tanggal masuk rumah sakit, dan
diagnosa medis. Pada umumnya, keluhan utama pada kasus
osteomielitis adalah nyeri hebat. Untuk memperoleh pengkajian yang
lengkap tentang nyeri klien, perawat dapat menggunakan metode
PQRST :
Provoking Incident : hal yang menjadi faktor presipitasi nyeri
adalah proses supurasi pada bagian tulang. Trauma, hematoma
akibat trauma pada daerah metafisis, merupakan salah satu faktor
predisposisi terjadinya osteomielitis hematogen akut.
Quality of pain : rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien
bersifat menusuk.
Region, Radiation, Relief : nyeri dapat reda dengan imobilisasi atau
istirahat, nyeri tidak menjalar atau menyebar.
Severity (scale) of pain : nyeri yang dirasakan klien secara subjektif
antara 2-3 pada rentang skala pengukuran 0-4.

11
Time : berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah
buruk pada malam hari atau siang hari.
2) Riwayat penyakit sekarang
Kaji adanya riwayat trauma fraktur terbuka (kerusakan pembuluh
darah, edema, hematoma, dan hubungan fraktur dengan dunia luar
sehingga pada fraktur terbuka umumnya terjadi infeksi), riwayat operasi
tulang dengan pemasangan fiksasi internal dan fiksasi eksternal (invasi
bakteri disebabkan oleh lingkungan bedah) dan pada osteomielitis akut
yang tidak diberi perawatan adekuat sehingga memungkinkan terjadinya
proses supurasi di tulang.
3) Riwayat penyakit dahulu
Ada riwayat infeksi tulang, biasanya pada daerah vertebra torako-
lumbal yang terjadi akibat torakosentesis atau prosedur urologis. Dapat
ditemukan adanya riwayat diabetes mellitus, malnutrisi, adiksi obat-
obatan, atau pengobatan dengan imunosupresif.
4) Riwayat psikososial – spiritual
Perawat menkaji respon emosi klien terhadap penyakit yang
dideritanya dan peran klien dalam keluarga serta masyarakat, respon atau
pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam keluarga maupun
dalam masyarakat. Pada kasus osteomielitis, akan timbul ketakutan akan
terjadi kecacatan dan klien harus menjalani penatalaksanaan kesehatan
untuk membantu penyembuhan tulang. Selain itu, pengkajian juga
meliputi kebiasaan hidup klien seperti penggunaan obat steroid yang
dapat mengganggu metabolisme kalsium, konsumsi alkohol yang dapat
mengganggu keseimbangan, dan apakah klien melakukan olahraga.
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan masyarakat karena
klien menjalani rawat inap. Dampak yang timbul pada klien osteomielitis
yaitu timbul ketakutan akan kecacatan akibat prognosis penyakitnya, rasa
cemas, rasa tidak mampu melakukan aktivitas secara optimal, dan

12
pandangan terhadap dirinya yang salah secara optimal, dan pandangan
terhadap dirinya yang salah (gangguan citra diri).
a. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik terbagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum
untuk mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat
( local).
1.) Keadaan umum meliputi :
a.) Tingkat kesadaran ( apatis, sopor, koma, gelisah, compos
mentis yang bergantung pada keadaan klien).
b.) Kesakitan atau keadaan penyakit (akut, kronis, ringan, sedang,
dan pada kasus osteomielitis biasanya akut).
c.) Tanda-tanda vital tidak normal, terutama pada osteomielitis
dengan komplikasi septicemia.
2.) B1 (Breathing) : pada inspeksi, didapatkan bahwa klien
osteomielitis tidak mengalami kelainan pernapasan. Pada palpasi
toraks, ditemukan taktil fremitus seimbang kanan dan kiri. Pada
auskultasi, tidak didapatkan suara napas tambahan.
3.) B2 (Blood) : pada inspeksi, tidak tampak iktus jantung. Palpasi
menunjukkan nadi meningkat, iktus tidak teraba. Pada auskultasi
didapatkan suara S1 dan S2 tunggal, tidak ada murmur.
4.) B3 (Brain) : Tingkat kesadaran biasanya compos mentis.
a) Kepala : tidak ada gangguan (normosefalik, simetris, tidak ada
penonjolan, tidak ada sakit kepala)
b) Leher : tidak ada gangguan (simetris, tidak ada penonjolan,
refleks menelan ada).
c) Wajah : terlihat menahan sakit, tidak ada perubahan fungsi
atau
bentuk.
d) Mata : tidak ada gangguan, seperti konjungtiva tidak anemis

13
(pada klien patah tulang tertutup karena
tidak terjadi perdarahan). Klien
osteomielitis yang disertai adanya
malnutrisi lama biasanya mengalami
konjungtiva anemis.
e) Telinga : tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal.
tidak ada lesi atau nyeri tekan.
f) Hidung : tidak ada deformitas, tidak ada pernapasan cuping
hidung.
g) Mulut dan faring : tidak ada pembesaran tonsil, gusi tidak
terjadi
perdarahan, mukosa mulut tidak pucat.

h) Status mental : observasi penampilan dan tingkah laku klien


biasanya
status mental tidak mengalami perubahan.
i) Pemeriksaan saraf kranial :
Saraf I : biasanya tidak ada kelainan fungsi
penciuman
Saraf II : tes ketajaman penglihatan normal.
Saraf III, IV, dan VI :Biasanya tidak ada gangguan
mengangkat kelopak mata, pupil isokor.
Saraf V : klien osteomielitis tidak mengalami
paralisis pada otot wajah dan refleks
kornea tidak ada kelainan.
Saraf VII : persepsi pengecapan dalam batas normal
dan wajah simetris.
Saraf VIII : tidak ditemukan tuli konduktif dan tuli
presepsi.

14
Saraf IX dan X : kemampuan menelan baik
Saraf X : tidak ada atrofi otot
sternokleidomastoideus dan trapezius.
Saraf XII : lidah simetris, tidak ada devisiasi pada
satu sisi dan tidak ada fasikulasi. Indra
pengecapan normal.
j). Pemeriksaan refleks : biasanya tidak terdapat refleks patologis

5.) B4 (Bladder) : pengkajian keadaan urine meliputi, warna,


jumlah, karakteristik,dan berat jenis. Biasanya osteomielitis tidak
mengalami kelainan pada system ini.
6.) B5 (Bowel) : inspeksi abdomen, bentuk datar, simetris, tidak
ada hernia. Palpasi, turgor baik, hepar tidak teraba. Perkusi, suara
timpani, ada pantulan gelombang cairan. Auskultasi, peristaltik
usus normal (20x/menit). Inguinal-genitalia-anus : tidak ada
hernia, tidak ada pembesaran limfe, tidak ada kesulitan defekasi.
Pola nutrisi dan Metabolisme: klien osteomelitis harus
mengonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-hari, sperti
kalsium, zat besi, protein, vitamin C, dan lainnya untuk membantu
proses penyembuhan infeksi tulang. Evaluasi terhadap nutrisi klien
dapat membantu menentukan penyebab masalah musculoskeletal
dan mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat,
terutama kalsium dan protein. Masalah nyeri pada osteomelitis
menyebabkan klien kadang mual atau muntah sehingga
pemenuhan nutrisi berkurang. Pola eliminasi: tidak ada gangguan
eliminasi, tetapi tetap perlu dikaji frekuensi, konsistensi, warna,
serta bau fases. Pada pola berkemih, dikaji frekuensi, kepekatan,
warna, bau, dan jumalah urine.

15
7.) B6 (Bone). Adanya osteomelitis hematogen akut akan ditemukan
gangguan pergerakan sendi karena pembekakan sendi akan
menggangu fungsi motorik klien. Kerusakan integritas jaringan
pada kulit karena adanya luka disertai dengan pengeluaran pus atau
cairan bening berbau khas.
b. Look
Pada osteomelitis hematogen akut akan ditemukan
gangguan pergerakan sendi karena pembekan sendi dan
gangguan bertambah berat bila terjadi spasme local. Gangguan
pergerakan sendi juga dapat disebab kan oleh efusi sendi atu
infeksi sendi (arthritis septic). Secara umum, klien osteolelitis
kronis menunjukan adanya luka khas yang disertai dengan
pengeluaran pus atau cairan bening yang berasal dari tulang
yang mengalami infeksi dan dan proses supurasi. Manifestasi
klinis osteomelitis akibat fraktur terbuka biasanya berupa
demam, nyeri, pembekakan pada daerah fraktur, dan sekresi
pus pada luka.
c. Feel.
Kaji adanya nyeri tekan.
d. Move
pemeriksaan ini menentukan apakah ada gangguan
gerak (mobilitas) atau tidak. Pergerakan yang dilihat adalah
gerakan aktif dan pasif. Pemeriksaan yang didapat adalah
adanya gangguan atau keterbatasan gerak sendi pada
osteomelitis akut.
Pola tidur dan istirahat. Semua klien osteomelitis
merasak nyeri sehingga dapat mengganggu pola dan kebutuhan
tidur., suasana, kebiasaan, dan kesulitan serta penggunaan obat
tidur.

16
2. DIAGNOSA
a. Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan pembengkakan
b. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan nyeri, alat
imobilisasi dan keterbatasan menahan beban berat badan.
c. Resiko terhadap perluasan infeksi berhubungan dengan
pembentukan abses tulang
d. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan proses
supurasi di tulang, luka fraktur terbuka, sekunder akibat
infeksi inflamasi tulang.
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan nyeri dan ketakuatn dalam
bergerak
f. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi
g. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri dan gangguan rasa
nyaman
h. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi
penyakit dan pengobatan.

3. INTERVENSI
a. Nyeri yang berhubungan dengan proses supurasi di tulang dan
pembekan sendi
Tujuan: nyeri berkurang, hilang, atau teratasi.
kriteria hasil : klien melaporkan nyeri berkurang atau dapat di
atasi, mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau
mengurangi nyeri. Klien tidak gelisah. Skala nyeri 0-1 atau
teratasi.

Intervensi rasional

17
Mandiri:
1. Kaji nyeri dengan skala 1. Nyeri merupakan respons subjektif yang dapat di
0-4 kaji dengan menggunakan skala nyeri. Klien
melaporkan nyeri biasanya diatas tingkat
cedera.

2. Imobilisasi yang adekuat dapat mengurangi nyeri


2. Atur posisi imobilisasi pada daerah nyeri sendi atau nyeri di tulang yang
pada daerah nyeri sendi mengalami infeksi.
atau nyeri di tulang yang
mengalami infeksi
3. Nyeri dipengaruhi oleh kecemasan, pergerakan
sendi.
3. Bantu klien dalam
mengidentifikasi faktor
pencetus 4. Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan
tindakan nonfarmakologi lain menunjukan
4. Jelaskan dan bantu klien keefektifan dalam mengurangi nyeri.
terkait dengan tindakan
pereda nyeri
nonfarmakologi dan 5. Teknik ini melancarkan peredaran darah
noninvasive. sehingga kebutuhan O2 pada jaringan dapat
terpenuhi dan nyeri berkurang.

5. Ajarkan relaksasi: teknik


mengurangi ketegangan
otot rangka yang dapat
mengurangi intensitas 6. Mengalihkan perhatian klien terhadap nyeri ke
nyeri dan meningkatkan hal-hal yang menyeangakan.
relaksasi masase.
7. Istirahat merelaksasi semua jaringan sehingga
6. Ajarkan metode distraksi meningkatkan kenyamanan.
selama nyeri akut.

7. Beri kesempatan waktu


istirahat bila terasa nyeri 8. Pengetahuan tersebut membantu mengurangi
dan beri posisi yang nyeri dan dapat membantu meningkatkan
nyaman. kepatuhan klien terhadap rencana terapeutik.

8. Tingkatkan pengetahuan 1. Analgetik memblok lintasan nyeri sehingga nyeri


tentang penyebab nyeri akan berkurang.

18
dan hubungan dengan
berapa lama nyeri akan
berlangsung.

Kolaborasi
1. Pemberian analgetik

b. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan nyeri, alat imobilisasi dan


keterbatasan menahan beban berat badan.
Tujuan / Hasil Pasien :Gangguan mobilitas fisik dapat berkurang setelah
dilakukan tindakan keperawatan
Kriteria Hasil :
1.) Meningkatkan mobilitas pada tingkat paling tinggi yang mungkin
2.) Mempertahankan posisi fungsional
3.) Meningkatkan / fungsi yang sakit
4.) Menunjukkna teknik mampu melakukan aktivitas

Intervensi dan Rasionalisasi :

Intervensi Rasionalisasi

Mandiri :

1. Pertahankan tirah baring dalam 1. Agar gangguan mobilitas fisik dapat berkurang
posisi yang di programkan
2. Dapat meringankan masalah gangguan
2. Tinggikan ekstremitas yang sakit, mobilitas fisik yang dialami klien
instruksikan klien / bantu dalam
latihan rentang gerak pada
ekstremitas yang sakit dan tak

19
sakit

3. Dapat meringankan masalah gangguan


3. Beri penyanggah pada ekstremitas mobilitas yang dialami klien
yang sakit pada saat bergerak

2. Jelaskan pandangan dan 4. Agar klien tidak banyak melakukan gerakan


keterbatasan dalam aktivitas yang dapat membahayakan

3. Berikan dorongan pada klien 5. Mengurangi terjadinya penyimpangan –


untuk melakukan AKS dalam penyimpangan yang dapat terjadi
lingkup keterbatasan dan beri
bantuan sesuai kebutuhan

4. Ubah posisi secara periodik 6. Mengurangi gangguan mobilitas fisik

Kolabortasi :

1. Fisioterapi / aoakulasi terapi 1. Mengurangi gangguan mobilitas fisik


Intervensi Rasionalisasi
Mandiri:

1. Pertahankan system kateter steril; berikan 1. Mencegah pemasukan bakteri


perawatan kateter regular dengan sabun dan dari infeksi/ sepsis lanjut.
air, berikan salep antibiotic disekitar sisi
kateter.

2. Ambulasi dengan kantung drainase dependen. 2. Menghindari refleks balik urine,


yang dapat memasukkan bakteri

20
kedalam kandung kemih.

3. Awasi tanda vital, perhatikan demam ringan, 3. Pasien yang mengalami


menggigil, nadi dan pernapasan cepat, sistoskopi/ TUR prostate beresiko
gelisah, peka, disorientasi. untuk syok bedah/ septic
sehubungan dengan manipulasi/
instrumentasi
4. Observasi drainase dari luka, sekitar kateter 4. Adanya drain, insisi suprapubik
suprapubik. meningkatkan resiko untuk
infeksi, yang diindikasikan
dengan eritema, drainase
purulen.

5. Ganti balutan dengan sering (insisi supra/ 5. Balutan basah menyebabkan kulit
retropublik dan perineal), pembersihan dan iritasi dan memberikan media
pengeringan kulit sepanjang waktu untuk pertumbuhan bakteri,
peningkatan resiko infeksi luka.
6. Gunakan pelindung kulit tipe ostomi 6. Memberikan perlindungan untuk
kulit sekitar, mencegah
ekskoriasi dan menurunkan
resiko infeksi.
Kolaborasi:

1. Berikan antibiotic sesuai indikasi 1. Mungkin diberikan secara


profilaktik sehubungan dengan
peningkatan resiko infeksi pada
prostatektom

21
c. Resiko terhadap perluasan infeksi berhubungan dengan pembentukan abses
tulang
Tujuan / Hasil Pasien : Tidak terjadi pesiko perluasan infeksi yang dialami
Kriteria Hasil: Mencapai waktu penyembuhan
Intervensi dan rasionalisasi:

d. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan proses supurasi


di tulang, luka fraktur terbuka, sekunder akibat infeksi inflamasi
tulang.
Tujuan: dalam 7x24 jam integritas jaringan membaik secara optimal.
Intervensi rasional
Mandiri: 1. Menjadi data dasar untuk memberi
1. Kaji kerusakan jaringan lunak informasi tentang intervensi
perawatan luka, alat dan jenis larutan
apa yang akan digunakan.

2. Lakukan perawatan luka: 2.

a. Lakukan perawatan luka dengan a. Perawatan luka dengan tehnik steril


tehnik steril dapat mengurang kontaminasi kuman
langsung ke area luka.
b. Tehnik membuang jaringan dan
b. Kaji keadaan luka dengan tehnik kuman di area luka sehingga keluar
membuka balutan dan mengurangi dari area luka
stimulus nyeri. Bila perban melekat
kuat, perban diguyur dengan NaCl

c. Tutup luka dengan kasa steril atau c. NaCl merupakan larutan fisiologis
kompres dengan NaCl yang yang lebih mudah di absirbsi oleh
dicampur dengan antibiotic. jaringa daripada larutan anti septic.
NaCl yang di csmpur dengsn stibiotik
dspst mempercepat penyembuhan
luka akibat infeksi osteomelitis.
d. Lakukan nekrotomi pada jaringa
yang sudah mati d. Jaringan nekrotik dapat menghambat
penyembuhan luka

22
e. Rawat luka setiap hari atau setiap e. Member rasa nyaman pada klien dan
kali bila pembalut basah atau kotor dapat membantu peningkatan
pertumbuhan jaringan luka.
f. Hindarai pemakaian perawatan
luka yang sudah kontak dengan
klien osteomelitis, jangan f. Pengendalian infeksi nosokominal
digunakan lagi untuk melakukan dengan menghindari kontaminasi
perawtan luka pada klien lain langsung dari perawatan luka yang
tidak steril.
g. Gunakan perban elastic dan gips
pada luka yang disertai kerusakan
tulang atau pembekkan sendi. g. Pada klien osteomelitis dengan
kerusakan tulang, stabilitas formasi
tulang sangat labil. Gips dan perban
elastic dapat membantu memfiksasi
dan mengimobilisasi sehingga dapat
h. Evaluasi perban elastic terhadap mengurangi nyeri.
resolusi edema
h. Pemasangan perban elastic yang
terlalu kuat dapat menyebabkan
edema pada daerah distal dan juga
menambah nyeri padaa klien.
i. Evaluasi kerusakan jaringan dan
perkembangan pertumbuhan i. Adanya batasan waktu selama 7x24
jaringan dan lakukan perubahan jam dalam melakukan perawatan luka
intervensi bila pada waktu yang klien ostemelitis menjadi tolak ukurr
ditetapkan tidak ada perkembangan keberhasilan intervensi yang
jaringan yang optimal. diberikan . apabila masih belum
mencapai kreteria hasil, sebaiknya
kaji ulang faktor-faktor yang
menghambat pertumbuhan jaringan
luka.

Kolaborasi 1. Bedah perbaikan terutama pada klien


1. Kolaborasi dengan tim bedah untuk fraktur terbuka luas sehingga menjadi
bedah perbaikan pada kerusakan pintu masuk kuman yang ideal.
jaringan agar tingkat kesembuhan Bedah perbaikan biasanya dilakukan
dapat dipercepat. setelah masalah infeksi osteomelitis
teratasi.

23
2. Manajemen untuk mentukan anti
mikroba yang sesuai dengan kuman
2. Pemeriksaan kultur jaringan (pus) yang sensitive atau resisten terhadap
yang keluar dari luka. beberapa jenis antibiotic.

3. Antimikroba yang sesuai dengan


hasil kultur ( reaksi sensitive) dapat
membunuh atau mematikan kuman
3. Pemberian antibiotic/antimikroba yang menginvasi jaringan tulang.
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan nyeri dan ketakuatn dalam bergerak
Tujuan / Hasil Pasien (kolaboratif) :Pasien menunjukkan peningkatan
toleransi terhadap aktifitas.
Kriteria Evaluasi :Menurunnya keluhan terhadap kelemahan, dan
kelelahan dalam melakukan aktifitas, berkurangnya nyeri.
Intervensi dan Rasionalisasi :

Intervensi Rasionalisasi
Mandiri :

1. Jelaskan aktivitas dan faktor 1. Merokok, suhu ekstrim dan stre


yang dapat meningkatkan menyebabkan vasokonstruksi pembuluh
kebutuhan oksigen garah dan peningkatan beban jantung

2. Anjurkan program hemat energi 2. Mencegah penggunaan energi berlebihsn

3. Buat jadwal aktifitas harian, 3. Mempertahankan pernapasan lambat


tingkatkan secara bertahap dengan tetap mempertahankan latihan
fiisk yang memungkinkan peningkatan
kemampuan otot bantu pernapasan

24
4. Kaji respon abdomen setelah 4. Respon abdomen melipuit nadi, tekanan
beraktivitas darah, dan pernapasan yang meningkat

5. Berikan kompres air hangat 5. Kompres air hangat dapat mengurangi


rasa nyeri

6. Beri waktu istirahat yang cukup 6. Meningkatkan daya tahan pasien,


mencegah keletihan

f. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi


Tujuan / Hasil Pasien : Mendemonstrasikan bebas dari hipertermia
Kriteria Evaluasi : Pasien tidak mengalami dehidrasi lebih lanjut, suhu
tubuh normal, tidak mual, suhu tubuh normal

Intervensi dan Rasionalisasi


Intervensi Rasionalisasi
Mandiri :

1. Pantau : 1. Memberikan dasar untuk deteksi hati


-          Suhu tubuh setiap 2 jam
-          Warna kulit TD, nadi dan
pernapasan
-     Hidrasi (turgor dan
kelembapan kulit

2. Lepaskan pakaian yang 2. Pakaian yang tidak berlebihan dapat


berlebihan mengurahi peningkatan suhu tubuh dan

25
dapat memberikan rasa nyaman pada
pasien

3. Lakukan kompres dingin atau 3. Menurunkan panas melalui proses


kantong es untuk menurunkan konduksi serta evaporasi, dan
kenaikan suhu tubuh. meningkatkan kenyaman pasien.

4. Motivasi asupan cairan 4. Memperbaiki kehilangan cairan akibat


perspirasi serta febris dan meningkatkan
tingkat kenyamanan pasien.

Kolaborasi :
1. Antipiretik membantu mengontrol
1. Beriakn obat antipiretik sesuai peningkatan suhu tubuh
dengan anjuran

g. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri dan gangguan rasa nyaman
Tujuan / Hasil Pasien : Pola tidur kembali normal
Kriteria Evaluasi :Jumlah jam tidur tidak terganggu, insomnia
berkurang, adanya kepuasan tidur, pasien menunjukkan
kesejahteraan fisik dan psikologi
Intervensi dan Rasionalisasi :
Intervensi Rasionalisasi
Mandiri :

1. Tentukan kebiasaan tidur yang 1. Mengkaji perlunya dan


biasanya dan perubahan yang mengidentifikasi intervensi yang

26
terjadi tepat

2. Berikan tempat tidur yang 2. Meningkatkan kenyamanan tidur


nyaman dan beberapa milik serta dukungan fisiologis/ psikologis
pribadi, misalnya ; bantal dan
guling

3. Buat rutinitas tidur baru yang 3. Bila rutinitas baru mengandung


dimasukkan dalam pola lama dan aspek sebanyak kebiasaan lama,
lingkungan baru stres dan ansietas dapat berkurang

4. Cocokkan dengan teman 4. Menurunkan kemungkinan bahwa


sekamar yang mempunyai pola teman sekamar yang “burung
tidur serupa dan kebutuhan hantu” dapat menunda pasien untuk
malam hari terlelap atau menyebabkan
terbangun

5. Dorong beberapa aktifitas fisik 5. Aktivitas siang hari dapat


pada siang hari, jamin pasien membantu pasien menggunakan
berhenti beraktifitas beberapa energi dan siap untuk tidur malam
jam sebelum tidur hari

6. Instruksikan tindakan relaksasi 6. Membantu menginduksi tidur

7. Kurangi kebisingan dan lampu 7. Memberikan situasi kondusif untuk


tidur

8. Gunakan pagar tempat tidur 8. Pagar tempat tidur memberikan

27
sesuai indikasi, rendhkan tempat keamanan dan dapat digunakan
tidur bila mungkin untuk membantu merubah posisi

Kolaborasi :
1. Mungkin diberikan untuk
1. Berikan sedatif, hipnotik sesuai membantu pasien tidur atau istirahat
indikasi selama periode transisi dari rumah
ke lingkungan baru

h. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi penyakit


dan pengobatan.
Tujuan / Hasil Pasien :Mendemonstrasikan hilangnya ansietas dan
memberikan informasi tentang proses penyakit, program
pengobatan
Kriteria Evaluasi : Ekspresi wajah relaks
Cemas dan rasa takut hilang atau berkurang
Intervensi dan Rasionalisasi :

Intervensi Rasionalisasi
Mandiri :

1. Jelaskan tujuan pengobatan pada 1. Mengorientasi program pengobatan.


pasien Membantu menyadarkan klien untuk
memperoleh kontrol

2. Kaji patologi masalah individu. 2. Informasi menurunkan takut karena


ketidaktahuan.

3. Kaji ulang tanda / gejala yang 3. Memberika pengetahuan dasar untuk

28
memerlukan evaluasi medik pemahaman kondisi dinamik
cepat,contoh nyeri dada tiba-tiba,
dispnea, distres pernapasan lanjut.
4. Berulangnya pneumotorak
4. Kaji ulang praktik kesehatan yang /hemotorak memerlukan intervensi
baik, istirahat. medik untuk mencegah /
menurunkan potensial komplikasi.

Kolaborasi :
1. Mempertahanan kesehatan umum
1. Gunakan obat sedatif sesuai meningkatkan penyembuhan dan
dengan anjuran dapat mencegah
kekambuhan.rapeutik.
Banyak pasien yang membutuhkan
obat penenang untuk
mengontrol ansietasnya

4. IMPLEMENTASI
Implementasi dilaksanakan sesuai dengan rencana yang sudah
direncanakan

5. EVALUASI
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi
proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa
keperawatan, rencana tindakan dan perencanaan berhasil di capai.
Ada dua komponen untuk mengevaluasi kualitas tindakan :
a. Proses ( sumatif )

29
Fokusnya adalah aktifitas dari proses keperawatan dan
kualitas tindakan evaluasi dilaksanakan sesudah perencanaan
keperawatan.
b. Hasil ( formatif )
fokusnya adalah perubahan perilaku atau status
kesehatan klien pada akhir tindakan keperawatan.
Evaluasi yang dilakukan pada klien dengan osteomielitis
meliputi :
a. Mengalami peredaan nyeri
1.)  Melaporkan berkurangnya nyeri
2.) Tidak mengalami nyeri tekan di tempat terjadinya infeksi
3.)  Tidak mengalami ketidak nyamanan bila bergerak
b. Peningkatan mobilitas fisik
1.) Berpartisipasi dalam aktifitas perawatan diri
2.) Mempertahankan fungsi penuh ekstermitas yang sehat
3.)  Memperlihatkan penggunaan alat imobilisasi dan alat
bantu dengan aman
c.  Tidak terjadi perluasan infeksi
1)      Memakai antibiotic sesuai resep
2)      Suhu badan normal
3)      Tidak ada pembengkakan
4)      Tidak ada pus
5)      Angka leukosit dan laju endap darah (LED) kembali
normal
d.      Integritas kulit membaik
1)      Menyatakan kenyamanan
2)      Mempertahankan intergritas kulit
3)      Mempertahankan proses penyembuhan dalam batas
normal

30
e.       Mematuhi rencana terapeutik
1)      Memakai antibiotic sesuai resep
2)      Melindungi tulang yang lemah
3)      Melakukan perawatan luka yang benar
4)      Melaporkan bila ada masalah segera

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Osteomielitis adalah infeksi tulang. Infeksi tulang lebih sulit disembuhkan


daripada infeksi jaringan lunak karena terbatasnya asupan darah, respons jaringan
terhadap inflamasi, tingginya tekanan jaringan dan pembentukan involukrum
(pembentukan tulang baru di sekeliling jaringan tulang mati).

31
Infeksi bisa disebabkan oleh penyebaran hematogen (melalui darah) dari fokus
infeksi di tempat lain (mis. Tonsil yang terinfeksi, lepuh, gigi terinfeksi, infeksi
saluran nafas atas). Osteomielitis akibat penyebaran hematogen biasanya terjadi
ditempat di mana terdapat trauma dimana terdapat resistensi rendah kemungkinan
akibat trauma subklinis (tak jelas).
Jika infeksi dibawah oleh darah, biasanya awitannya mendadak, sering terjadi
dengan manifestasi klinis septikemia (mis. Menggigil, demam tinggi, denyut nadi
cepat dan malaise umum).
Penanganan infeksi lokal dapat menurunkan angka penyebaran hematogen.
Penanganan infeksi jaringan lunak pada mengontrol erosi tulang. Pemilihan pasien
dengan teliti dan perhatian terhadap lingkungan operasi dan teknik pembedahan
dapat menurunkan insiden osteomielitis pascaoperasi.

3.2 Saran

1. Tenaga Keperawatan
Diharapkan mampu memahami tentang penatalaksanaan pada pasien
dengan osteomielitis.
2. Mahasiswa

Diharapkan mampu menambah wawasan dan pengetahuan bagi semua


mahasiswa tentang asuhan keperawatan pada pasien pada pasien dengan
osteomielitis.

32
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarh. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah. Edisi 8.


Volume 3. Jakarta: EGC Kedokteran

Muttaqin, Arif. 2008. Buku ajar asuhan keperawatan klien gangguan system
muskuloskletal. Jakarta: EGC

https://www.academia.edu/23813829/Askep_osteomielitis ( Diaskes pada


tanggal 29 Maret 2020 Pukul 20.00 wita)

33
34

Anda mungkin juga menyukai