Disusun Oleh :
Nama : Syarifatul Mukaromah
NIM : 1820161116
Prodi : D3- Keperawatan
a. Fraktur adalah Terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang
umumnya disebabkan oleh ruda paksa. (Sjamsuhidajat R., 1997)
b. Fraktur adalah Patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik.(Price and
Wilson, 2006).
c. Fraktur adalah Terputusnya kontinuitas tulang dan tulang rawan (Mansjoer,dkk, 2000)
B. PENYEBAB
(Barbara, 1999)
a. Fraktur terjadi ketika tekanan yang menimpa tulang lebih besar daripada daya tahan tulang,
seperti benturan dan cedera.
b. Fraktur terjadi karena tulang yang sakit, ini dinamakan fraktur patologi yaitu
kelemahantulang akibat penyakit kanker atau osteoporosis.
a. Fraktur komplit adalah patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya megalami
pergeseran (bergeser dari posisi normal).
b. Fraktur Tidak komplit (inkomplit) adalah patah yang hanya terjadi pada sebagian dari garis
tengah tulang.
d. Fraktur terbuka (fraktur komplikata/kompleks) merupakan fraktur dengan luka pada kulit
atau mebran mukosa sampai ke patahan kaki. 1) Fraktur terbuka terbagi atas tiga derajat, yaitu :
Derajat I :
· Luka < 1 cm
· Kontaminasi minimal
Derajat II :
· laserasi > 1 cm
· Kontaminasi sedang
Derajat III :
· Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur kulit, otot. dan neurovascular
serta kontaminasi derajat tinggi. Fraktur derajat tiga terbagi atas :
· Jaringan lunak yang menutupi fraktur tulang adekuat, meskipun terdapat laserasi
luas/flap/avulse atau fraktur segmental/sangat kominutif yang disebabkan oleh trauma
berenergi tinggi tanpa melihat besarnya ukuran luka.
· Kehilangann jaringan lunak dengan fraktur tulang yang terpapar atau kontaminasi
massif.Luka pada pembuluh arteri/saraf perifer yang harus diperbaiki tanpa melihat kerusakan
jaringan lunak.
1) Greensick, fraktur dimana salah satu sisi tulang patah sedang sisi lainnya membengkok.
3) Oblik, fraktur membentuk sudut dengan garis tengah tulang (lebih tidak stabil dibanding
transversal).
6) Depresi, fraktur dengan fragmen patahan terdorng ke dalam (sering terjadi pada tulang
tengkorak dan tulang wajah).
7) Kompresi, fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada tulang belakang).
8) Patologik, fraktur yang terjadi pada daerah tulang berpenyakit (kista tulang, penyakit
Paget, metastasi tulang, tumor).
9) Avulsi, tertariknya fragmen tulang oleh ligamen atau tendo pada perlengkatannya.
11) Impaksi, fraktur dimana fragmen tulang terdorong ke fragmen tulang lainnya.
Fraktur femur adalah rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang dapat disebabkan oleh trauma
langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian), kelelahan otot, kondisi-kondisi tertentu
seperti degenerasi tulang/osteoporosis. Ada 2 tipe dari fraktur femur, yaitu :
1. Fraktur Intrakapsuler; femur yang terjadi di dalam tulang sendi, panggul dan kapsula.
2. Fraktur Ekstrakapsuler;
a. Terjadi di luar sendi dan kapsul, melalui trokhanter femur yang lebih besar/yang lebih kecil
/pada daerah intertrokhanter.
b. Terjadi di bagian distal menuju leher femur tetapi tidak lebih dari 2 inci di bawah trokhanter
kecil.
C. MANIFESTASI KLINIS
(Mansjoer,dkk, 2000)
Daerah paha yang patah tulangnya sangat membengkak, ditemukan tanda functio laesa, nyeri
tekan dan nyeri gerak. Tampak adanya deformitas angulasi ke lateral atau angulasi ke anterior.
Ditemukan adanya perpendekan tungkai bawah. Pada fraktur 1/3 tengah femur, saat
pemeriksaan harus diperhatikan pula kemungkinan adanya dislokasi sendi panggul dan
robeknya ligamentum didaerah lutut. Selain itu periksa juga nervus siatika dan arteri dorsalis
pedis
D. PATOFISIOLOGI
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekeuatan dan gaya pegas untuk menahan
tekanan (Apley, A. Graham, 1993). Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang
dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau
terputusnya kontinuitas tulang (Carpnito, Lynda Juall, 1995). Setelah terjadi fraktur, periosteum dan
pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang
rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula
tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami
nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai denagn vasodilatasi, eksudasi
plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. ini merupakan dasar penyembuhan tulang (Black,
J.M, et al, 1993).
E. PATHWAYS KEPERAWATAN
F. PENATALAKSANAAN
ü Reduksi fraktur, berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi
anatomis
· Reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang ke posisinya dengan
manipulasi dan traksi manual.
· Traksi digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi. Beratnya traksi
disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi.
· Reduksi terbuka, dengan pendekatan bedah, fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi interna
dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku atau batangan logam yang dapat digunakan untuk
mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid
terjadi.
ü imobilisasi fraktur, mempertahnkan reduksi sampai terjadi penyembuhan. Setelah fraktur
direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi atau dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran
yang benar sampai trejadi penyatuan. Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai,
traksi kontinu, pin, dan teknik gips atau fiksator eksterna. Sedangkan fiksasi interna dapat
digunakan implant logam yang dapat berperan sebagai bidai interna untuk
mengimobilisasifraktur.
ü Rehabilitasi, mempertahankan dan mengembalikan fungsi setelah dilakukan reduksi dan
imobilisasi.
H. Pemeriksaan penunjang
1. X.Ray
2. Bone scans, Tomogram, atau MRI Scans
3. Arteriogram : dilakukan bila ada kerusakan vaskuler.
4. CCT kalau banyak kerusakan otot.
G. PENGKAJIAN FOKUS
H. A. Pengkajian Keperawatan
1. Data Biografi
Identitas pasien seperti umur, jenis kelamin, alamat, agama, penaggung jawab, status
perkawinan.
2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat medis dan kejadian yang lalu
b. Riwayat kejadian cedera kepala, seperti kapan terjadi dan penyebab terjadinya
c. Penggunaan alkohol dan obat-obat terlarang lainnya.
3. Pemeriksaan fisik
a. Aktivitas/istirahat
Tanda: Keterbatasab/kehilangan fungsi pada bagian yang terkena (mungkin segera, fraktur itu
sendiri, atau terjadi secara sekunder, dari pembengkakan jaringan, nyeri).
b. Sikulasi
Tanda: Hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respon terhadap nyeri/ansietas) atau
hipotensi (kehilangan darah).
Takikardia (respon stres, hipovolemia).
Penurunan/tak ada nadi pada bagian distal yang cedera, pengisian kapiler lambat, pucat pada
bagian yang terkena.
Pembengkakan jaringan atau massa hematoma pada sisi cedera.
c. Neurosensori
Gejala: hilang gerakan/sensasi, spasme otot, kebas/kesemutan (parestesis).
Tanda: deformitas lokal, angulasi abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi (bunyi berderit),
spasme otot, terlihat kelemahan/hilang fungsi.
Agitasi (mungkin berhubungan dengan nyeri/ansietas atau trauma
lain).
d. Nyeri/kenyamanan
Gejala : nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi pada
area jaringan/kerusakan tulang, dapat berkurang pada imobilisasi), tidak ada nyeri
akibat kerusakan saraf.
Spasme/kram otot (setelah imobilisasi)
e. Keamanan
Tanda: laserasi kulit, avulsi jaringan, perdarahan, perubahan warna.
Pembengkakan lokal (dapat meningkat secara bertahap atau tiba-tiba).
4. Pemeriksaan diagnostik
a. Pemeriksaan Ronsen : menentukan lokasi/luasnya fraktur femur/trauma.
b. Scan tulang, tomogram, scan CT/MRI: memperlihatkan fraktur, juga dapat digunakan untuk
mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
c. Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.
d. Hitung darah lengkap: Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan
bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multipel). Peningkatan jumlah SDP
adalah respon stres normal setelah trauma.
e. Kreatinin : trauma otot mungkin meningkatkan beban kreatininuntuk klirens ginjal.
f. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi multipel, atau
cedera hati.
I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri b/d distensi abdomen
2. Ketidak seimbangan nutrisi b/d ketidakmampuan untuk mengabsorpsi nutrient
J. PERENCANAAN KEPERAWATAN
NO DX.KEP NOC/TUJUAN NIC/INTERVENSI
1 Nyeri b/d NOC : NIC :
distensi Pain Level, 1. Lakukan pengkajian nyeri
pain control, secara komprehensif termasuk
abdomen
comfort level lokasi, karakteristik, durasi,
Setelah dilakukan tinfakan keperawatan frekuensi, kualitas dan faktor
selama …. Pasien tidak mengalami nyeri, presipitasi
dengan kriteria hasil: 2. Observasi reaksi nonverbal dari
1. Mampu mengontrol nyeri ketidaknyamanan
(tahu penyebab nyeri, 3. Bantu pasien dan keluarga untuk
mampu menggunakan mencari dan menemukan
tehnik nonfarmakologi dukungan
untuk mengurangi nyeri, 4. Kontrol lingkungan yang dapat
mencari bantuan) mempengaruhi nyeri seperti
2. Melaporkan bahwa nyeri suhu ruangan, pencahayaan dan
berkurang dengan kebisingan
menggunakan manajemen 5. Kurangi faktor presipitasi nyeri
nyeri
3. Mampu mengenali nyeri 6. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
(skala, intensitas, menentukan intervensi
frekuensi dan tanda nyeri) 7. Ajarkan tentang teknik non
4. Menyatakan rasa nyaman farmakologi: napas dala,
setelah nyeri berkurang relaksasi, distraksi, kompres
5. Tanda vital dalam rentang hangat/ dingin
normal 8. Berikan analgetik untuk
6. Tidak mengalami mengurangi nyeri: ……...
gangguan tidur 9. Tingkatkan istirahat
10. Berikan informasi tentang nyeri
seperti penyebab nyeri, berapa
lama nyeri akan berkurang dan
antisipasi ketidaknyamanan dari
prosedur
11. Monitor vital sign sebelum dan
sesudah pemberian analgesik
pertama kal