Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

FRAKTUR LUMBAL (CA BULI)


Oleh: Amira Fathidzkia Asmas
NPM: 1206218871

1. Anatomi dan Fisiologi


1.1 Anatomi Tulang Femur
Sebagian besar tulang panjang dapat ditemukan pada ekstremitas atas dan bawah. Humerus, radius,
ulna, femur, tibia, fibula, dan falang merupakan contoh dari tulang panjang. Tulang panjang memilki
dua bagian, yaitu diafisis (batang) dan epifisis (ujung). Matriks tulangnya tersusun dari unsur organik
(seperti kolagen dan garam) dan anorganik. Tulang dibungkus oleh membran periosteum dan
endosteum. Periosteum merupakan membran yang membungkus seluruh permukaan luar tulang,
kecuali sendi, sedangkan endosteum yang melapisi rongga sumsum tulang. Jika dilihat secara
mikroskopik, tulang terdiri dari beberapa sel, antara lain:
1. Osteogenik/ Osteoid
Sel induk yang memilki daya mitosis untuk berkembang menjadi tulang dewasa
2. Osteoblast
Sel pembentuk tulang yang ditemukan di permukaan tulang
3. Osteosit
Sel tulang dewasa yang ditemukan dalam matriks tulang
4. Osteoklast
Sel pemakan tulang yang mengabsorpsi sel-sel tulang yang rusak, sehingga tulang dapat tumbuh,
memperbaiki diri dan merubah bentuknya.

Gambar 1. Anatomi Tulang Panjang

Tulang femur merupakan tulang panjang dari bagian paha. Ujung tulangnya berbentuk bulat dan
tersusun atas tulang rawan disebut epifisis. Pada anak-anak, epifisis merupakan daerah pertumbuhan
logitudinal dan akan berhenti pada tulang dewasa. Bagian epifisis langsung berbatasan dengan sendi
tulang panjang yang bersatu dengan metafisis sehingga pertumbuhan tulang memanjang berhenti.
Metafisis adalah bagian tulang yang melebar di dekat ujung akhir batang. Daerah ini terutama disusun
oleh tulang trabekular atau tulang spongiosa atau tulang berongga yang mengandung sel-sel
hematopoetik. Terdapat juga sumsum tulang yang terdiri dari pembuluh darah dan pembuluh saraf.
Tulang panjang memiliki dua sumsum tulang, yaitu sumsum merah dan sumsum kuning. Tempat sel
darah merah dibentuk berada dalam sumsum merah, sedangkan tempat pembentukan sel-sel lemak
terdapat pada sumsum kuning. Pada anak-anak sumsum merah mengisi sebagian besar bagian dalam
tulang panjang, tetapi kemudian diganti oleh sumsum kuning sejalan dengan semakin dewasa. Pada
orang dewasa, aktivitas hematopoetik menjadi terbatas hanya pada sternum dan krista iliaka, walaupun
tulang yang lain masih berpotensi untuk aktif lagi bila diperlukan. Diafisis atau batang adalah bagian
tengah tulang yang berbentuk silinder. Bagian ini tersusun dari tulang kortikal yang memiliki kekuatan
yang besar (Price & Wilson, 2005).

Seluruh tulang diliputi oleh lapisan fibrosa yang disebut periosteum, yang mengandung sel-sel yang
dapat berproliferasi dan berperan dalam proses pertumbuhan transversal tulang panjang. Kebanyakan
tulang panjang memiliki arteria nutrisi khusus. Lokasi dan keutuhan dari arteri-arteri inilah yang
menentukan berhasil atau tidaknya proses penyembuhan suatu tulang yang patah.

1.2 Fisiologi Tulang Femur


Tulang berfungsi untuk memberikan bentuk pada tubuh, mendukung berbagai jenis jaringan,
melindungi organ dalam tubuh, dan membuat pergerakan dengan memberikan perlekatan bagi tendon
dan otot (Black & Hawks, 2014). Tulang merupakan rumah untuk jaringan hematopoietik, yang
menghasilkan sel-sel darah. Pada individu dewasa, sel-sel darah dibentuk di rongga sumsum pada
tengkorak, tulang belakang, rusuk, sternum, bahu, dan pelvis. Tulang juga berperan dalam
keseimbangan mineral dengan menyimpan kalsium, fosfor, sodium, kalium, dan mineral lainnya.

Proses pergantian tulang (remodeling) merupakan proses untuk mempertahankan keseimbangan


kalsium dalam tubuh. Sekitar 15% dari total massa tulang mengalami pergantian tiap tahunnya melalui
tiga fase (Black & Hawks, 2014). Tiga fase proses pergantian tulang tersebut yaitu:
a. Fase 1 merupakan fase siklus dimulai ketika stimulus (hormon, obat, atau stresor) mengaktivasi
prekursol sel tulang untuk menjadi osteoklas.
b. Fase 2 merupakan fase dimana osteoklas secara bertahap menyerap tulang dan menyisakan selah
yang memanjang (celah resopso).
c. Fase 3 merupakan fase dimana tulang baru diproduksi oleh osteoblas. Osteoblas ini akan mengikuti
alur dari osteoklas untuk membentuk sistem haversian atau trabekulae (osteon) yang baru.

2. Fraktur
2.1 Definisi
Fraktur merupakan terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang terjadi karena adanya tekanan pada
tulang yang melebihi absorpsi tulang, terjadi ketika tekanan yang berlebihan mengenai tulang dan tidak
bisa diredam (Smeltzer, Burke, Hinkle, & Cheever, 2010). Fraktur dapat menimbulkan cedera jaringan
lunak sekitarnya seperti kulit, jaringan subkutan, otot, pembuluh darah, syaraf, ligamen, dan tendon
(Black & Hawks, 2014). Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan
puntir mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrem (Smeltzer, Burke, Hinkle, & Cheever, 2010).
Fraktur dapat memengaruhi jaringan sekitarnya cedera, mengakibatkan edema jaringan lunak,
perdarahan ke otot dan sendi, dislokasi sendi, ruptur tendo, kerusakan saraf, dan kerusakan pembuluh
darah akibat gaya yang disebabkan oleh fraktur atau akibat fragmen tulang (Smeltzer, Burke, Hinkle,
& Cheever, 2010).

2.2 Klasifikasi Fraktur


a. Klasifikasi berdasarkan luas fraktur
 Fraktur komplit : patah dari seluruh garis tengah tulang, biasanya
mengalami pergeseran (bergeser dari posisi normal) dan tulang
menjadi dua bagian yang terpisah.
 Fraktur inkomplit : patahnya terjadi di sebagian garis tengah tulang.

Gambar 2. (A) fraktur komplit


(B) fraktur inkomplit
b. Klasifikasi berdasarkan luas kerusakan jaringan lunak sekitar
 Fraktur terbuka (compound fraktur) merupakan fraktur dengan luka pada kulit atau membrane
mukosa sampai patahan tulang dan adanya luka eksternal. Fraktur terbuka ini digradasi menjadi:
 Grade I : luka bersih kurang dari 1 cm panjangnya, trauma dan kerusakan kulit minimal,
kontaminasi minimal
 Grade II : luka bersih luas tanpa kerusakan jaringan lunak ekstensif dengan panjang lebih
dari 1 cm. Adanya luka memar pada kulit dan otot, kontaminasi sedang
 Grade III : Kerusakan meliputi kulit (jaringan lunak), tendon, otot, saraf, pembuluh darah,
diameter luka lebih dari 6-8 cm, luka sangat terkontaminasi dan mengalami kerusakan
jaringan lunak ekstensif.
 Fraktur tertutup (simple fraktur) : fraktur tidak melukai jaringan kulit dan tidak terlihat adanya
luka (tidak merobek jaringan kulit).

Gambar 3. (kiri) fraktur tertutup, (kanan) fraktur terbuka

c. Klasifikasi berdasarkan pergeseran anatomis fragmen tulang (fraktur bergeser atau tidak bergeser)
 Greenstick : fraktur di mana salah satu sisi tulang patah sedangkan sisi lainnya membengkok.
 Tranversal, suatu fraktur yang melintang pada tulang (fraktur sepanjang garis tengah tulang)
merupakan akibat dari trauma langsung.
 Oblik, yaitu fraktur yang membentuk sudut dengan garis tengah tulang (lebih tidak stabil
dibanding tranversal) akibat trauma langsung.
 Spiral, suatu fraktur yang mengelilingi batang tulang, arah garis patahnya berbentuk spiral yang
disebabkan karena trauma rotasi
 Impacted (Telescopic) atau kompresi, yaitu sebagian fragmen tulang menusuk bagian fragmen
yang lain.
 Displaced. Fragmen tulang terpisah dengan kesegarisan tulang lain

Gambar 4. Tipe fraktur berdasarkan pergeseran anatomis fragmen tulang

d. Klasifikasi berdasarkan jumlah dan garis patah/bentuk/konfigurasi


 Fraktur kominutif : lebih dari satu garis fraktur, fragmen tulang pecah, terpisah-pisah dalam
berbagai serpihan.
 Fraktur segmental : bila garis patah lebih dari satu tetapi tidak berhubungan satu ujung yang
tidak memiliki pembuluh darah menjadi sulit untuk sembuh dan keadaan ini perlu terapi bedah.
 Fraktur multipel : garis patah lebih dari satu tetapi pada tulang yang berlainan tempatnya, seperti
fraktur femur, cruris dan vertebra.

Gambar 5. Fraktur kominutif, segmental, dan multiple

2.3 Etiologi Fraktur


Etiologi fraktur, diantaranya:
a. Trauma langsung, yaitu benturan pada tulang dan mengakibatkan fraktur pada tempat terkenanya
benturan.
b. Fragility fraktur, yaitu fraktur yang terjadi karena kelemahan tulang, biasanyanya pada lanjut usia
yang mengalami osteoporosis.
c. Kelemahan/stress fraktur, yaitu fraktur yang terjadi bukan karena satu kali trauma, tetapi karena
stress tulang yang terjadi berulang-ulang, biasanya terjadi pada atlit. Fraktur ini dimulai dari
kerusakan-kerusakan kecil, dan berakumulasi dan berkembang menjadi fraktur komplit.
d. Fraktur patologi, fraktur yang terjadi karena tulang yang lemah akibat suatu proses penyakit
misalnya kanker, riketsia, spiondilitis TB.

2.4 Patofisiologi Fraktur


a. Patofisiologi Fraktur
Keparahan dari fraktur bergantung pada gaya yang menyebabkan fraktur. Jika ambang suatu tulang
hanya sedikit terlewati, maka tulang mungkin hanya retak saja, bukan patah. Jika gayanya sangat
ekstrem seperti tabrakan mobil, maka tulang dapat pecah berkeping-keping. Saat terjadi fraktur,
otot yang melekat pada ujung tulang dapat terganggu. Otot dapat mengalami spasme dan menarik
fragmen fraktur keuar posisi. Kelompok otot yang bedat dapat menimbulkan spasme otot yang
kuat bahkan mampu menggeser tulang besar seperti femur. Walaupun bagian proksimal dari tulang
patah tetap pada tempatnya, namun bagian distal dapat bergeser karena gaya penyebab patah
maupun spasme otot-otot sekitar. Fragmen fraktur dapat bergeser ke samping, pada suatu sudut
(membentuk sudut), atau menimpa segmen tulang lain. Fragmen juga dapat berotasi atau
berpindah.

Selain itu, periosteum dan pembuluh darah di korteks serta sumsum dari tulang yang patah juga
terganggu, terutama pada cedera jaringan lunak. Perdarahan terjadi karena cedera jaringan lunak
atau cedera tulang.pada saluran sumsum (medula), hematoma terjadi di antara fragmen-fragmen
dan di bawah periosteum. Jaringan tulang di sekitar lokasi fraktur akan mati dan menciptakan
respon peradangan yang hebat. Respon dari fraktur akan terjadi vasodilatai, edema, nyeri,
kehilangan fungsi, eksudari plasma dan leukosit, serta infiltrasi sel darah putih. Respon
patofisiologis ini juga merupakan tahap awal dari penyembuhan tulang.

b. Penyembuhan Tulang
Tulang merupakan salah satu jaringan tubuh manusia yang sapat sembuh melalui regenerasi.
Perbaikan fraktur terjadi melalui proses yang sama dengan pembentukan tulang saat fase
pertumbuhan normal dengan mineralisasi dan matriks tulang baru yang kemudian diikuti oleh
remodelisasi menuju tulang matur.

Tabel 1. Tahap Penyembuhan Tulang (Black & Hawks, 2014)


Tahapan Penjelasan
Tahap I Pembentukan hematoma pada lokasi fraktur. Darah membentuk
Stadium hematoma gumapalan diantara fragmen fraktur, memberikan sedikit stabilisasi.
atau stadium Terjadi nekrosis pada tulang karena hilangnya suplai darah pada
inflamatori daerah yang terluka dan akan meluas ke area yang mulai terbentuk
Waktu: 1-3 hari sirkulasi kolateral. Terjadi dilatasi vaskular sebagai respon
akumulasi sel-sel mati dan debris pada lokasi fraktur, serta eksudat
dari plasma kaya fibrin akan mendorong migrasi dari sel-sel
fagositik ke area cedera. Jika suplai vaskular ke lokasi fraktur tidak
cukup, penyembuhan tahap I terganggu.
Tahap II Fibroblas, ostesoblas, dan kondroblas bermigrasi ke daerah fraktur
Pembentukan sebagai akibat dari inflamasi akut. Kemudian membentuk
fibrokartilago fibrokartilago,. Adanya hematoma menjadi pondasi bagi
Waktu: 3 hari sampai penyembuhan tulang dan jaringan tahap II. Aktivitas osteoblas
2 minggu distimulasi oleh trauma periosteal dan kemudian pembentukan
tulang terjadi dengan cepat. Periosteum terangkat jauh dari tulang.
Dalam beberapa hari kombinasi dari elevasi periosteum dan
pembentukan jaringan granulasi akan membentuk sabuk di sekitar
ujung dari tiap fragmen fraktur. Saat sabuk tersebut berkembang
akan terbentuk jembatan diantara lokasi fraktur. Pembentuk jaringan
fibrosa awal ini kadang disebut sebagai kalus primer dan
mengakibatkan stabilitas fraktur.
Tahap III Jaringan granulasi matur menjadi jaringan kalus provisional (pro
Pembentukan kalus kalus) saat kartilago baru dan matriks tulang tersebar melalui kalus
Waktu: 2-6 minggu primer. Pro kalus besar dan longgar dan biasanya lebih lebar dari
tulang yang cedera. Pro kalus mengikat fragmen-fragmen fraktur,
meluas hingga di luar lokasi fraktur agar dapat menjadi bidai,
walaupun tidak cukup kuat. Jika sel-sel terletak jauh dari suplai
darah dan tekanan oksigen cukup rendah, akan terbentuk kartilago.
Ketika kalsium terdeposit ke dalam jaringan kolagen dari jaringan
granulasi, tebentuk tulang fibrosa. Kelurusan tulang yang baik
penting selama tahap III. Tahap ini sangat penting menentukan
kesembuhan klien. Jika terjadi perlambatan atau gangguan, maka
dua tahap berikutnya tidak dapat terjadi. Penyatuan menjadi
terhambat bahkan tidak terjadi penyatuan.
Tahap IV Kalus permanen dari tulang keras akan menyeberangi gap fraktur
Penulangan diantara periosteum dan korteks untuk bergabung dengan fragmen-
Waktu: 3 minggu fragmen. Selain itu, pembentukan kalus medularis akan terjadi di
sampai 6 bulan dalam untuk memastikan keberlangsungan antara rongga-rongga
sumsum. Tulang trabekular akhirnya akan menggantikan kalus di
sepanjang garis tekanan. Penyatuan tulang dapat dikonfirmasi
dengan rontgen. Penahan beban pada fraktur tungkai bawah
seharusnya bebas nyeri setelah penyatuan tulang.
Tahap V Kalus yang tidak dibutuhkan akan diresorpsi atau dibuang dari lokasi
Konsolidasi dan penyembuhan tulang. Proses resorpsi dan deposisi disepanjang garis
remodeling tekanan akan memungkinkan tulang menahan beban yang diberikan
Waktu: 6 minggu padanya. Jumlah dan waktu remodeling bergantung pada stres yang
sampai 1 tahun diberikan pada tulang yang dipengaruhi oleh otot, berat badan, dan
usia.
2.5 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang dapat ditemukan dari pengkajian fisik klien fraktur, diantaranya (Black &
Hawks, 2014):
a. Deformitas
Pembengkakan dari perdarahan lokal dapat menyebabkan deformitas pada lokasi fraktur.
b. Pembengkakan
Edema dapat muncul segera, sebagai akibat dari akumulasi cairan serosa pada lokasi frakur serta
ekstravasasi darah ke jaringan sekitar.
c. Memar (ekimosis)
Memar terjadi karena perdarahan subkutan pada lokasi fraktur.
d. Spasme otot
Spasme otot dapat menyebabkan pemendekan tungkai, deformitas rotasional atau angulasi.
Spasme otot involuntar dapat berfungsi sebagai bidai alami untuk mengurangi gerakan lebih lanjut
dari fragmen fraktur.
e. Nyeri
Intensitas dan keparahan nyeri akan berbeda pada masing-masing klien. Nyeri biasanya terus
menerus dan makin meningkat jika fraktur tidak diimobilisasi. Hal ini terjadi karena spasme otot,
fragmen fraktur yang bertindihan, atau cidera pada struktur lainnya.
f. Ketegangan
Ketegangan di atas lokasi fraktur disebabkan karena cedera yang terjadi
g. Kehilangan fungsi
Hilangnya fungsi terjadi karena nyeri yang disebabkan fraktur atau karena hilangnya fungsi
pengungkit lengan pada tungkai yang terkena. Kelumpuhan juga dapat terjadi dari cidera saraf.
h. Gerakan abnormal dan krepitasi
Manifestasi ini terjadi karena gerakan dari bagian tengah tulang atau gesekan antar fragmen fraktur
yang menciptakan sensasi dan suara deritan
i. Perubahan neurovascular
Cedera neurovascular terjadi akibat kerusakan saraf perifer atau struktur vascular yang terkait.
Klien dapat mengeluhkan rasa kebas atau kesemutan atau tidak terba nadi pada daerah distal dari
fraktur
j. Syok
Fragmen tulang dapat merobek pembuluh darah. Perdarahan besar atau tersembunyi dapat
menyebabkan syok.

2.6 Komplikasi
Komplikasi dari fraktur adalah sebagai berikut (Black & Hawks, 2014).
a. Cedera saraf
Fragmen tulang dan edema jaringan yang berkaitan dengan cedera dapat menyebabkan cedera
saraf. Perhatikan jika ada pucat dan tungkai klien yang teraba sakit dingin, perubahan kemampuan
klien untuk menggerakkan bagian distal tubuhnya, parestesia, atau adanya keluhan nyeri yang
meningkat. Hal ini merupakan tanda dan gejala dari sindrom kompartemen yang berpengaruh pada
persarafan klien.

b. Sindroma kompartemen
Sindrom kompartemen merupakan kondisi gangguan sirkulasi yang berhubungan dengan
peningkatan tekanan yang terjadi secara progresif pada ruang terbatas. Sindrom ini terjadi
disebabkan oleh faktor eksternal (contohnya kompresi dari gips yang terlalu ketat) atau faktor
internal (contohnya perdarahan dan edema). Sindrom ini dapat terjadi dimana saja namun lebih
sering terjadi di tungkai bawah atau lengan. Edema yang terjadi sebagai respon terhadap fraktur
dapat menyebabkan peningkatan tekanan kompartemen yang dapat mengurangi perfusi darah
kapiler. Jika suplai darah lokal tidak dapat memenuhi kebutuhan metabolik jaringan, maka terjadi
iskemia. Iskemia yang berkelanjutan akan mengakibatkan pelepasan histamine oleh otot-otot yang
terkena, menyebabkan edema lebih besar dan penurunan perfusi lebih lanjut. Peningkatan asam
laktat menyebabkan lebih banyak metabolism anaerob dan peningkatan aliran darah, hingga
kemudian meningkatkan tekanan jaringan. Hal tersebut yang membuat adanya peningkatan
tekanan pada kompartemen. Sensasi kesemutan atau rasa terbakar (parestesia) pada otot dapat juga
ditemukan pada sindrom ini. Otot terasa ketat atau penuh. Jika area menjadi kebas atau lumpuh,
kematian sel pun telah dimulai dan usaha untuk menurunkan tekanan dalam kompartemen
mungkin tidak dapat mengembalikan fungsinya seperti semula.

c. Mal union
Pada keadaan ini terjadi penyambungan fraktur yang tidak normal sehingga menimbulkan
deformitas. Gerakan ujung patahan akibat imobilisasi yang jelek menyebabkan mal union, selain
itu infeksi dari jaringan lunak yang terjepit diantara fragmen tulang, akhirnya ujung patahan dapat
saling beradaptasi dan membentuk sendi palsu dengan sedikit gerakan (non union) juga dapat
menyebabkan mal union.

d. Non union
Dimana secara klinis dan radiologis tidak terjadi penyambungan tulang. Non union dapat di bagi
menjadi beberapa tipe, yaitu:
 Tipe I (Hypertrophic non union), tidak akan terjadi proses penyembuhan fraktur dan diantara
fragmen fraktur tumbuh jaringan fibros yang masih mempunyai potensi untuk union dengan
melakukan koreksi fiksasi dan bone grafting.
 Tipe II (atropic non union), disebut juga sendi palsu (pseudoartrosis) terdapat jaringan synovial
sebagai kapsul sendi beserta ronga cairan yang berisi cairan, proses union tidak akan tercapai
walaupun dilakukan imobilisasi lama.
Beberapa faktor yang menimbulkan non union seperti disrupsi periosteum yang luas, hilangnya
vaskularisasi fragmen-fragmen fraktur, waktu imobilisasi yang tidak memadai, distraksi
interposisi, infeksi dan penyakit tulang (fraktur patologis). Non union adalah jika tulang tidak
menyambung dalam waktu 20 minggu. Hal ini diakibatkan oleh reduksi yang kurang memadai.
e. Delayed union
Delayed union adalah penyembuhan fraktur yang terus berlangsung dalam waktu lama atau lambat
dari waktu proses penyembuhan fraktur secara normal. Pada pemeriksaan radiografi tidak terlihat
bayangan sklerosis pada ujung-ujung fraktur.

f. Kontraktur Volkmann
Kontraktur Volkmann adalah suatu deformitas tungkai akibat sindroma kompartemen yang tidak
tertangani. Tekanan terus menerus yang mengakibatkan iskemia membuat otot secara perlahan
digantikan dengan jaringan fibrosa yang menjepit tendon dan saraf. Pada tungkai atas, kontraktur
Volkmann umumnya terjadi setelah fraktur pada siku dan lengan bawah atau setelah cedera remuk
pada lengan bawah atau karena gips atau perban elastis yang terlalu ketat. Gangguan tersebut dapat
menyebabkan deformitas tangan dan lengan yang secara permanen kaku dan terbentuk seperti
cakar (claw). Kontraktur dpaat dihindari dengan pengenalan dini dari manifestasi sindroma
kompartemen, diikuti oleh pembidaian tungkai dan dekompresi kompartemen.

g. Sindrom emboli lemak


Emboli lemak serupa dengan emboli paru, kecuali embolusnya adalah lemak dan kondisi ini
muncul pada klien dengan fraktur. Insiden 90% dari keseluruhan kasus dari sindroma emboli lemak
terjadi setelah fraktur dari tulang panjang yaitu femur, tibia, tulang rusuk, fibula dan panggul
(Black & Hawks, 2014). Emboli lemak meningkatkan mortalitas setelah fraktur sebesar 10%
hingga 20%. Dua teori terjadinya emboli lemak yaitu teori mekanikal dan teori biokimia
(metabolik). Teori mekanikal menyatakan bahwa terdapat pelepasan globulus lemak dari sumsum
tulang belakang ke dalam sirkulasi vena setelah terjadi fraktur. Sedangkan teori biokimia
menyatakan bahwa trauma menyebabkan pelepasan asam lemak dan lemak netral yang tersimpan.
Selanjutnya terjadi agregasi platelet dan pembentukan globulus lemak. Pada kenyataannya proses
dari patofisiologi emboli lemak belum diketahui.
h. Infeksi
Patogen dapat mengontaminasi fraktur terbuka saat terjadi cedera atau dapat masuk saat prosedur
bedah. Infeksi luka bedah pada masa pasca operasi biasanya diakibatkan oleh Staphylococcus
aureus atau Staphylococcus epidermidis. Infeksi parah juga dapat terjadi, disebut osteomilitis.

2.7 Pemeriksaan Diagnostik


a. Pemeriksaan radiologi.
Sebagai penunjang,pemeriksaan yang penting adalah pencitraan menggunakan sinar Rongent
(Sinar-X). Untuk mendapatkan gambaran tiga dimensi dari keadaan dan kedudukan tulang yang
sulit, kita memerlukan dua proyeksi, yaitu AP atau PA dan lateral. Dalam keadaan tertentu
diperlukan proyeksi tambahan (khusus) jika ada indikasi untuk memperlihatkan patologi yang dicari
karena adanya superposisi. Perlu disadari bahwa permintaan sinar-X harus atas dasar indikasi
kegunaan.
b. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang lazim digunakan untuk mengetahui lebih jauh kelainan yang terjadi
meliputi hal – hal sebagai berikut:
 Kalsium serum dan fosfor serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
 Fosfatase alkali meningkat pada saat kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan osteoblastik
dalam membentuk tulang.
 Enzim otot seperti kreatinin kinase, laktat dehidrogenase (LDH – 5), aspartat amino transferase
(AST) meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
c. Pemeriksaan Lain – lain
Pada pemeriksaan kultur mikroorganisme dan tes sensitivitas didapatkan mikroorganisme penyebab
infeksi
 Biopsi tulang dan otot: pada intinya, pemeriksaan ini sama dengan pemeriksaan di atas, tetapi
lebih diindikasikan bila terjadi infeksi.
 Artroskopi: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma yang berlebihan.
 Indium imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada tulang.

2.8 Penatalaksanaan
a. Reduksi
Reduksi atau manipulasi adalah upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali
seperti semula secara optimum. Reduksi tertutup, traksi, atau reduksi terbuka dapat dilakukan untuk
mereduksi fraktur. Reduksi fraktur sesegera mungkin dilakukan untuk mencegah jaringan lunak
kehilangan elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan perdarahan.
b. Imobilisasi
Indikasi dari imobilisasi, diantaranya:
 Untuk mencegah kesalahan tempat atau angulasi dari fragmen.
 Untuk mencegah pergeseran yang mempengaruhi penyatuan tulang.
 Untuk mengurangi nyeri.
Immobilisasi merupakan upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali
seperti semula secara optimum. Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi, atau
dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat
dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna. Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips,
bidai, traksi kontinu, pin dan teknik gips, atau fiksator eksterna. Sedangkan untuk fiksasi interna
dapat digunakan implan logam yang berperan sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur.
Fiksasi eksterna ataupun interna biasanya dikenal dengan pemasangan OREF dan ORIF.
 OREF (Open Reduction and External Fixation) adalah reduksi terbuka dengan fiksasi eksternal
di mana prinsipnya tulang ditransfiksasikan di atas dan di bawah fraktur, sekrup atau kawat
ditransfiksi di bagian proksimal dan distal kemudian dihubungkan satu sama lain dengan suatu
batang lain. Fiksasi eksternal memberikan dukungan yang stabil untuk fraktur kominutif (hancur
atau remuk).
 ORIF (Open Reduction and Internal Fixation) adalah suatu bentuk pembedahan dengan
pemasangan internal fiksasi pada tulang yang mengalami fraktur. Fungsi ORIF untuk
mempertahankan posisi fragmen tulang agar tetap menyatu dan tidak mengalami pergeseran.
c. Rehabilitasi
Rehabilitasi merupakan tindakan untuk menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi.
Latihan isometrik dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan
peredaran darah. Rehabilitasi ini dilakukan dengan cara gerak aktif menggunakan ekstremitas yang
terkena fraktur dan aktivitas latihan (Hamblen & Simpson, 2007).

3. Proses Keperawatan
3.1 Pengkajian
 Pemeriksaan awal untuk mengetahui adanya fraktur (Reeves, Roux, Lockhart, 2001):
Pain (rasa sakit).
Paloor (kepucatan atau adanya perubahan warna).
Paralysis (kelumpuhan atau ketidakmampuan untuk bergerak).
Paresthesia (kesemutan).
Pulselessness (tidak adanya denyut).
 Berikut adalah pengkajian keperawatan menurut Doenges (2010):
Aktivitas
Tanda :
 Keterbatasan/kehilangan fungsi pada bagian yang terkena(mungkin segera, fraktur itu
sendiri, atau terjadi secara sekunder dari pembengkakan jaringan, nyeri)
Sirkulasi
Tanda :
 Hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respon terhadap nyeri, ansietas)
 Hipotensi (kehilangan darah)
 Takikardia (respon stres, hipovolemia)
 Penurunan/tidak ada nadi pada bagian distal yang cedera
 Pengisian kapiler lambat
 Pucat pada bagian yang terkena
 Pembengkakan jaringan atau masa hematoma pada sisi cedera
Neurosensor
Gejala :
 Hilangnya gerakan/sensasi
 Spasme otot
 Kebas/kesemutan (parestesis)
Tanda :
 Deformitas lokal
 Angulasi abnormal
 Pemendekan
 Rotasi
 Krepitasi
 Spame otot
 Terlihat kelemahan/hilang fungsi
 Agitasi (mungkin berhubungan dengan nyeri/ ansietas/trauma)
Nyeri/kenyamanan
Gejala :
 Nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi pada area jaringan/kerusakan
tulang; dapat berkurang dengan imobilisasi)
 Tidak ada nyeri karena kerusakan syaraf
 Spasme/kram otot (setelah imobilisasi)
Keamanan
Tanda :
 Laserasi kulit
 Avulsi jaringan
 Perdarahan
 Perubahan warna
 Pembengkakan lokal (dapat meningkat secara bertahap atau tiba-tiba)

3.2 Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul


1. Nyeri (akut) b.d spasme otot; gerakan fragmen tulang, edema, dan cedera pada jaringan lunak;
alat traksi/imobilisasi; stres, ansietas
2. Kerusakan integritas kulit b.d fraktur terbuka; bedah perbaikan; pemasangan traksi pen, kawat,
sekrup; perubahan sensasi, sirkulasi
3. Gangguan mobilitas fisik b.d kerusakan muskuloskeletal; terapi restriktif/imobilisasi tungkai
4. Risiko infeksi b.d tidak adekuatnya pertahanan tubuh primer; ketidakadekuatan pertahanan tubuh
sekunder; prosedur invasif; traksi tulang

3.3 Rencana Keperawatan


Diagnosa
No Tujuan Rencana Tindakan Rasional
Keperawatan
1 Nyeri (akut) b.d Nyeri hilang atau Mandiri
 Spasme otot terkontrol a. Pertahankan imobilisasi bagian a. Menghilangkan nyeri dan mencegah
 Gerakan Kriteria evaluasi: yang sakit dengan tirah baring, kesalahan posisi tulang yang cedera
fragmen tulang,  Klien tampak gips, pembebat, traksi b. Meningkatkan aliran balik vena,
edema, dan rileks dan b. Tinggikan dan dukungan menurunkan edema dan meneurunkan
cedera pada santai ekstrimitas yang terkena nyeri
jaringan lunak  Klien mau c. Hindari penggunaan c. Dapat meningkatkan ketidaknyamanan
 Alat berpartisipasi sprei/bantal plastik dibawah karena peningkatan produksi padas
traksi/imobilisas dalam ekstrimitas dalm gips dalam gips yang kering
i aktivitas/tidu d. Tinggikan penutup tempat d. Mempertahankan kehangatan tubuh
 Stres, ansietas s/ istirahat tidur, pertahankan linen tanpa ketidaknyamanan karena tekanan
yang tepat terbuka pada ibu jari kaki selimut pada bagian yang sakit
 Klien mampu e. Evaluasi keluhan e. Mempengaruhi pilihan keefektifan
menggunaka nyeri/ketidaknyamanan, intervensi. Tingkat intensitas dapat
n ketrampilan perhatikan karakteristik, lokasi, mempengaruhi persepsi reaksi terhadap
relaksasi termasuk intensitasnya (skala nyeri
 Tanda-tanda 0-10). Perhatikan petunjuk f. Membantu menghilangkan ansietas.
vital stabil nyeri non verbal (perubahan Pasien dapat merasakan kebutuhan
tanda-tanda vital dan emosi) untuk menghilangkan pengalaman
f. Dorong pasien untuk kecelakaan
mendiskusikan masalah g. Mempertahankan kekuatan/mobilitas
sehubungan dengan cedera otot yang sakit dan memudahkan
g. Lakukan dan awasi rentang resolusi inflamasi pada jaringan cedera
gerak pasif/aktif h. Meningkatkan sirkulasi umum,
h. Berikan alternatif tindakan menurunkan area tekanan lokal dan
ketidakmampuan (pijatan kelelahan otot
punggung, perubahan posisi) i. Menfokuskan kembali perhatian,
i. Dorong menggunakan teknik meningkatkan rasa kontrol kemampuan
manajemen stres (relaksasi, koping dalam manajemen nyeri untuk
latihan nafas dalam, imajinasi periode lebih lama
visualisasi, sentuhan j. Mencegah kebosanan, menurunkan
terapeutik) ketegangan dan dapat meningkatkan
j. Identifikasi aktifitas terapeutik kekuatan otot, dapat meningkatkan
yang tepat untuk usia pasien, harga diri dan kemmapuan koping
kemampuan fisik dan k. Dapat menandakan terjadinya
penampilan pribadi komplikasi
k. Cek adanya keluhan nyeri yang l. Menurunkan edema/ pembentukan
tidak biasa atau tidak hilang hematom, menurunkan sensasi nyeri
dengan analgesik m. Diberikan untuk menurunkan nyeri dan
Kolaborasi atau spasme otot. Penelitia toradol telah
l. Lakukan kompres dingin 24- diperbaiki lebih efektif dalam
48 jam pertama/ sesuai menghilangkan nyeri tulang dengan
indikasi masa kerja lebih lama
m. Berikan obat sesuai indikasi, n. Pemberian rutin ADP mempertahankan
narkotik, relaksan otot kadar analgetik darah adekuat,
n. Awasi pemberian analgetik mencegah fluktuasi dalam
yang dikontrol pasien menghilangkan nyeri sehubungan
dengan tegangan otot/spasme
Diagnosa
No Tujuan Rencana Tindakan Rasional
Keperawatan
.
Kerusakan Menpertahankan Mandiri:
integritas kulit integritas kulit a. Kaji kulit untuk luka terbuka, a. Memberikan informasi tentang sirkulasi
Berhubungan dan mukosa benda asing, kemerahan, kulit dan masalah yang mungkin
dengan: Kriteria evaluasi: perdarahan, perubahan warna disebabkan oleh alat dan/atau
cedera tusuk; fraktur  Integritas pada kulit. pemasangan gips/bebat atau traksi, atau
terbuka; bedah kulit yang b. Masase kulit dan penonjolan pembentukan edema yang
perbaikan; baik dapat tulang. Pertahankan tempat membutuhkan intervensi medik lanjut.
pemasangan traksi dipertahankan tidur kering dan bebas kerutan. b. Menurunkan tekanan pada area yang
pen, kawat, sekrup;  Penyembuhan Tempatkan bantalan peka dan risiko abrasi/kerusakan kulit.
perubahan sensasi, luka air/bantalan lain bawah c. Mengurangi tekanan konstan pada area
sirkulasi; Ditandai  Tidak ada siku/tumit sesuai indikasi. yang sama dan meminimalkan risiko
dengan: tanda-tanda c. Ubah posisi dengan sering. kerusakan kulit, Penggunaan trapeze
Data Subyektif: infeksi Dorong penggunaan trapeze dapat menurunkan abrasi pada
- Keluhan nyeri bila mungkin. siku/tumit.
Data Obyektif: d. Kaji posisi posisi fiksasi d. Posisi yang tak tepat dapat
- Luka Tertutup/ eksternal menyebabkan cedera kulit/kerusakan.
terbuka Kolaborasi: e. Karena imobilisasi bagian tubuh,
- Fraktur e. Gunakan tempat tidur busa, tonjolan tulang lebih dari area yang
- Kerusakan lapisan bantal apung, atau kasur udara sakit oleh fiksasi mungkin sakit karena
kulit sesuai indikasi. penurunan sirkulasi.

3. Gangguan mobilitas Mobilitas fisik Mandiri


fisik b.d meningkat a. Kaji derajat mobilitas yang a. Pasien mungkin dibatasi oleh
 Kerusakan secara optimal dihasikan oleh pandangan diri tentang keterbatasan
muskuloskeletal Kriteria evaluasi: cedera/pengobatan dan fisik aktual, memerlukan informasi
 nyeri/ketidakny  Kekuatan otot perhatikan persepsi pasien untuk meningkatkan kemajuan
amanan  Posisi terhadap imobilisasi kesehatan.
 Terapi restriktif/ anatomis b. Instruksikan pasien b. Meningkatkan aliran darah ke otot dan
imobilisasi pada untuk/bantu dalam rentang tulnag untuk meningkatkan tonus otot,
tungkai ektrimitas gerak pasif/aktif pada mempertahankan gerak sendi,
yang cedera ektrimitas yang sakit dan tidak mencegah kontraktur/atropi dan
 Mampu sakit resorpsi kalsium karena tidak
melakukan c. Dorong penggunaan latihan digunakan
aktivitas/RO isometrik mulai dengan c. Kontraksi otot isometrik tanpa
M tungkai yang tidak sakit menekuk sendi/menggerakkan tungkai
 Tanda vital d. Bantu dorong untuk perawatan dan membantu mempertahankan
stabil diri kekuatan dan masa otot. Cat. Kontra
 Luka e. Berikan/bantu dalam indikasi pada perdarahan akut dan
membaik mobilisasi dengan kursi roda, edema
kruk, tongkat sesegera d. Meningkatkan kekuatan otot/sirkulasi,
mungkin. Instruksikan meningkatkan kontrol pasien dalam
keamanan dalam penggunaan situasi dan meningkatkan kesehatan diri
alat mobilitas langsung
f. Awasi TD dengan melakukan e. Mobilsasi dini menurukan komplikasi
aktivitas perhatikan keluhan tirah baring dan meningkatkan
pusing pengaturan dan normalisasi fungsi
g. Ubah posisi secara periodik organ
dan dorong untuk latihan f. Hipotensi postural adalah masalah
batuk/nafas dalam umum yang menyertai tirah baring lama
h. Dorong masukan cairan sampai dan memerlukan intervensi khusus
2000-3000 cc/hari g. Mencegah/menurunkan insiden
Kolaborasi komplikasi kulit/pernapasan
i. Konsul dengan ahli terapi h. Mempertahankan hidrasi tubh,
fisik/okupasi dan atau menurunkan resiko infeksi urinarius,
rehabilitasi medik pembentukan batu dan konstipasi
j. Lakukan prigram defikasi i. Berguna dalam membuat aktifitas
(pelunak feses, enema laksatif) individual paien dapat menentukan
bantuan jangka anjang dengan gerakan,
kekuatan dan aktifitas yang
mengandalkan BB dan juga
penggunaan alat
j. Dilakukan untuk meningkatkan
evaluasi usus
Diagnosa
No Tujuan Rencana Tindakan Rasional
Keperawatan
4 Resiko infeksi b.d Perluasan/penye Mandiri a. Kemerahan/abrasi dapat menimbulkan
 Tidak adekuatnya baran infeksi a. Inspeksi kulit untuk adanya infeksi tulang
pertahanan primer: tidak terjadi luka b. Dapat mengindikasikan timbulnya
kerusakan kulit, Kriteria evaluasi: b. Kaji peningkatan keluhan infeksi lokal/nekrosis jaringan yang
trauma jaringan,  Luka nyeri, adanya edema, dapat menimbulkan osteomielitis
terpajan pada membaik, pus drainase/bau tidak enak/asam c. Dapat mencegah kontaminasi silang
lingkungan tidak ada, c. Berikan perawatan luka secra dan kemungkinan infeksi
 Prosedur invasif tidak ada bau steril sesuai protokol d. Tanda perkiraan infeksi gas gangren
 Traksi tulang dan adanya d. Observasi luka untuk e. Dapat mengindikasikan terjadinya
pertumbuhan pembentukan bula, krepitasi, osteomielitis
jaringan/gran perubahan warna kulit f. Anemia dapat terjadi pada
ulasi kecoklatan, bau drainase yang osteomielitis, leukositosis biasanya ada
 Sekitar luka tidak enak dengan proses infeksi, Peningkatan
tidak pucat, e. Selidiki nyeri tiba- osteomielitis, mengidentifikasi
edema tiba/keterbatasan gerakan organisme infeksi
berkurang dengan edema lokal/eritema g. Antibiotik spektrum luas dapat
 Tidak ada ektrimitas cedera digunakan secara profilaksis/dapat
demam Kolaborasi ditunjukkan pada mikroorganisme
 Tanda vital f. Awasi pemeriksaan khusus
stabil laboratorimum h. Debridement lokal/pembersihan luka
 Hb 13-16 g/dl - Hitung darah lengkap menurunkan mikroorganisme dan
 Ht 40-48% - LED insiden infeksi sistemik
- Kultur i. Banyak prosedur dilakukan pada
 Lekosit 5000-
g. Berikan obat sesuai indikasi pengobatan infeksi lokal, osteomielitis,
1000
- Antibiotik gas gangren
h. Berikan irigasi luka/tulang j. Sequestrektomi/pengangkatan tulang
i. Bantu prosedur insisi/drainase, nekrotik perlu untuk membantu
pemasangan drain, terapi O2 penyembuhan dan mencegah perluasan
hiperbarik proses infeksi
j. Siapkan pembedahan sesuai
indikasi

Daftar Pustaka
Brunner & Suddarth. (2002). Buku ajar keperawatan medikal bedah edisi 8. Jakarta: EGC
Black, J. M, & Hawks, J. H. (2014). Keperawatan medikal bedah edisi 8. Singapore: Elsevier
Bulecheckk, G.M., Butcer, H.K. Dochterman, J.McC., Wagner, C.M. (2013). Nursing Interventions
Classification (6th Ed.). Missouri: Elsevier Mosby
Doenges E, Marilynn, dkk. (2010). Rencana asuhan keperawatan: Pedoman untuk perancanaan dan
pendokumentasian perawatan pasien. Edisi 8. Jakarta : EGC
Hamblen, D. L., & Simpson, A. H. R. W. (2007). Adams’s outline of fractures: Including joint injuriest. USA:
Elsevier.
Herdman, T.H., Kamitsuru, S. (2014). NANDA international nursing diagnoses: definitions & classification
2015–2017(10th Ed.). Oxford: Wiley Blackwell
Ignatavicius, D. D., & Workman, M. L. (2006). Medical surgical nursing: Critical thinking for collaborative
care. (5th Ed). St. Louis: Elseveir Saunders.
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M.L., & Swanson, E. (2013). Nursing Outcomes Classification (NOC):
Measurement of health outcomes (5th Ed.). Missouri: Elsevier Mosby
Smeltzer,S.C., Burke,B.G., Hinkle,J.L & Cheever,K.H. (2010). Brunner & Suddarth’s textbook of medical
surgical nursing. (12th Ed). Philadelphia: Lippincott William & Wilkins.
WOC
Fraktur

Diskontinuitas tulang Pergeseran fragmen Nyeri


tulang

Perubahan jaringan sekitar Kerusakan Mengenai jaringan lunak Mengenai jaringan keras
integritas
kulit
Pergeseran fragmen tulang Arteri Vena Tulang kehilangan asupan
darah
Terputusnya arteri Vena statis karena
Deformitas Gangguan sirkulasi
penekanan lokal
Spasme arteri
Gangguan fungsi Trombosis Nutrisi dan O2 tidak adekuat
Penekanan arteri
Masuk ke dalam paru
Gangguan mobilitas fisik Trombosis arteri Nekrosis vaskular tulang
Emboli
Perdarahan Osteomiolitis

Cairan keluar dari ekstrasel ke jaringan


lunak Infeksi
Syok hipovolemik Kematian

Gangguan
pertukaran gas

Anda mungkin juga menyukai