Anda di halaman 1dari 79

ASUHAN KEPERAWATAN PERIOPERATIF PADA PASIEN

COLELITHIASIS DENGAN TINDAKAN COLESISTEKTOMI

DI RUANG OK RSUD JEND A.YANI METRO/DIPOLI RSU SM BMS

TAHUN 2021

LAPORAN AKHIR PROFESI NERS

INDANA ZULFA

2014901064

POLTEKKES TANJUNGKARANG KEMENKES RI

KEPERAWATAN TANJUNGKARANG

PRODI PROFESI NERS

TAHUN 2021

ASUHAN KEPERAWATAN PERIOPERATIF PADA PASIEN

COLELITHIASIS DENGAN TINDAKAN COLESASTEKTOMI

DI RUANG OK RSUD JEND A.YANI METRO

TAHUN 2021

LAPORAN AKHIR PROFESI NERS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Profesi Ners

INDANA ZULFA

2014901064

POLTEKKES TANJUNGKARANG KEMENKES RI

KEPERAWATAN TANJUNGKARANG

PRODI PROFESI NERS


TAHUN 2021

POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNGKARANG

JURUSAN KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

LAPORAN AKHIR PROFESI NERS,

Juli 2021

Indana Zulfa

Asuhan Keperawatan Perioperatif Pada Pasien Colelitiasis Dengan Tindakan

Colesastektomi Di Ruang OK RSUD Jend A Yani Metro Tahun 2021

xv + 76 halaman, 13 tabel, 1gambar, dan 7 lampiran

ABSTRAK

Kolelithiasis adalah terdapatnya batu di dalam kandung empedu yang

penyebab secara pasti belum diketahui sampai saat ini, akan tetapi beberapa faktor

predisposisi yang paling penting tampaknya adalah gangguan metabolisme yang

disebabkan oleh perubahan susunan. Berdasarkan World Health Organization

(WHO) tahun 2014 menunjukkan bahwa terdapat 400 juta penduduk di dunia

mengalami Cholelithiasis dan mencapai 700 juta penduduk pada tahun 2016.

Cholelithiasis atau batu empedu terbentuk akibat ketidak seimbangan kandungan


kimia dalam cairan empedu yang menyebabkan pengendapan satu atau lebih

komponen empedu.

Penyusunan laporan tugas akhir ini bertujuan untuk menggambarkan

pelaksanaan asuhan keperawatan perioperatif dengan tindakan colesastektomi atas

indikasi Colelithiasis di ruang operasi Rumah Sakit A.Yani Metro. Metode yang

digunakan pada laporan tugas akhir ini ialah pengambilan data melalui wawancara,

observasi, pemeriksaan fisik, dan studi dokumentasi.

Didapatkan hasil dari permasalahan yang ditemukan adalah pasien dengan

diagnosa keperawatan ansietas dan nyeri pada fase pre operatif, resiko hipotermia

prioperatif pada fase intra operatif, dan risiko aspirasi pada fase post operatif.

Setelah diberikan tindakan keperawatan dan dievaluasi pada tahap pre operatif

masalah ansietas teratasi. Tahap intra operasi resiko hipotermia perioperatif

masalah teratasi. Tahap post operasi risiko aspirasi tidak terjadi. Diharapkan

perawat untuk lebih teliti dan memahami dalam melakukan asuhan keperawatan

perioperatif pada pasien kasus Colelithiasis terutama yang akan dilakukan tindakan

pembedahan colesastektomi.

Kata Kunci: Colesastektomi, Colelithiasis, Asuhan Keperawatan Perioperatif

Referensi: 27 sumber (2005-2020)

POLYTECHNIC OF HEALTH TANJUNGKARANG

NURSING MAJOR

NERS STUDY PROGRAM

PROFESSION NURSES FINAL REPORT, JULY 2021

Indana Zulfa
Perioperative Nursing Care for Colelithiasis Patients with Cholesastectomy in the

OK Room at Jend A Yani Metro Hospital in 2021

xv + 76 pages, 13 tables, 1 pictures and 7 attachments

ABSTRACT

Cholelithiasis is the presence of stones in the gallbladder whose exact cause

is not yet known, but some of the most important predisposing factors seem to be

metabolic disorders caused by structural changes. Based on the World Health

Organization (WHO) in 2014 shows that there are 400 million people in the world

experiencing cholelithiasis and reaching 700 million people in 2016. Cholelithiasis

or gallstones are formed due to an imbalance of chemical content in bile which

causes the deposition of one or more components of bile.

The preparation of this final report aims to describe the implementation of

perioperative nursing care with cholesastectomy for indications of Colelithiasis in

the operating room of A. Yani Metro Hospital. The method used in this final report

is data collection through interviews, observations, physical examinations, and

documentation studies.

The results of the problems found were patients with nursing diagnoses of

anxiety and pain in the preoperative phase, the risk of preoperative hypothermia in

the intraoperative phase, and the risk of aspiration in the postoperative phase. After

being given nursing actions and evaluated at the preoperative stage, anxiety

problems are resolved. In the intraoperative stage the risk of perioperative

hypothermia is resolved. The postoperative stage of aspiration risk does not occur.

Nurses are expected to be more thorough and understand in carrying out


perioperative nursing care for patients with Colelithiasis cases, especially those

who will undergo cholesastectomy surgery.

Keywords: Cholesastectomy, Colelithiasis, Perioperative Nursing Care

Reference list: 27 sources (2005-2020)


KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan

rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan Laporan studi kasus “ Asuhan Keperawatan

Perioperatif Pada Pasien Colelithiasis Dengan Tindakan Colesastektomi di Ruang

Ok Rumah Sakit Jend.A.Yani Kota Metro”. Penulisan laporan ini dilakukan dalam

rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Profesi Ners. penyusun

mendapat bantuan dari berbagai pihak, dalam kesempatan ini penyusun berkenan

menyampaikan terimakasih kepada:

1. Warjidin Aliyanto, S.K.M.,M.Kes, selaku Direktur Poltekkes

Tanjungkarang Kemenkes RI.

2. Gustop Amatiria., S.Kp.,M.Kep.,Sp.KMB selaku Ketua Jurusan

Keperawatan Poltekkes Tanjungkarang Kemenkes RI.

3. Dr. Anita Bustami, M.Kep.,Sp.Mat, selaku Ketua Program Studi Pendidikan

Profesi Ners Jurusan Keperawatan Poltekkes Tanjungkarang.

4. Gustop Amatiria., S.Kp.,M.Kep.,Sp.KMB selaku dosen pembimbing utama

yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan

saya dalam penyusunan laporan ini.

5. Tori Rihiantoro, S.Kp,.M.Kep selaku dosen pembimbing pendamping yang

telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya

dalam penyusunan laporan ini.

6. Dwi Agustanti, S.Kp., M.Kep., Sp.Kom selaku dosen penguji yang telah
menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam

penyusunan laporan ini.

7. Pihak Rumah Sakit Umum Daerah Jend A Yani Metro yang telah banyak

membantu dalam usaha memperoleh data yang saya perlukan.

Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala

kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga laporan ini membawa

manfaat bagi pengembangan ilmu.

Kota Metro, Juli 2021

Penulis

BIODATA PENULIS

Nama : Indana Zulfa

NIM : 1614301025

Tempat & Tanggal Lahir : Metro,02 Maret 1998

Agama : Islam

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat :Jl. Mutiara No.6 21P, Yosodadi, Metro Timur,

Kota Metro

Email : Indanazulfa119@yahoo.co.id

RIWAYAT PENDIDIKAN

TK (2003-2004) : TK Aisyyah Kota Metro

SD (2004-2010) : SDN 4 Metro Timur

SMP (2010-2013) : SMPN 3 Kota Metro

SMA (2013-2016) : SMAN 2 Kota Metro


DIV Keperawatan (2016 – 2020) : Politeknik Kesehatan Tanjungkarang

Profesi Ners ( 2020- 2021 ) : Politeknik Kesehatan Tanjung

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .........................................................................................i

HALAMAN SAMPUL......................................................................................ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS..............................................iii

LEMBAR PERSETUJUAN .............................................................................iv

LEMBAR PENGESAHAN ..............................................................................v

BIODATA PENULIS........................................................................................vi

HALAMAN PERSEMBAHAN .......................................................................vii

MOTTO .............................................................................................................viii

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI .....................ix


ABSTRAK .........................................................................................................x

ABSTRACT.......................................................................................................xi

KATA PENGANTAR………………………………………………………...xii

DAFTAR ISI ………………………………………………………………….xiii

DAFTAR GAMBAR………………………………………………………….xv

DAFTAR TABEL …………………………………………………………… xvi

DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………… xvii

BAB 1 : PENDAHULUAN

a. Latar Belakang …………………………………………………………….. 1

b. Rumusan Masalah …………………………………………………………. 4

c. Tujuan ………………………………………………………………………4

d. Manfaat …………………………………………………………………….4

e. Ruang Lingkup 5

BAB 2 : TINJAUAN PUSTAKA

a. Tinjauan Konsep Perioperatif ………………………………………………6

b. Konsep Asuhan Keperawatan Perioperatif………………………………….14

c. Tinjauan Konsep Penyakit Colelithiasis…………………………………….19

d. Jurnal Terkait ……………………………………………………………….30

BAB 3 : METODE

a. Fokus Asuhan Keperawatan………………………………………………... 33

b. Subyek Asuhan……………………………………………………………... 33

c. Lokasi dan Waktu…………………………………………………………... 33

d. Pengumpulan Data…………………………………………………………. 33
e. Penyajian Data……………………………………………………………… 35

f. Prinsip Etik…………………………………………………………………. 35

BAB 4 : ASUHAN KEPERAWATAN PERIOPERATIF

a. Pengkajian………………………………………………………………….. 37

1. Praoperatif………………………………………………………………. 37

2. Intraoperatif …………………………………………………………….. 42

3. Postoperatif……………………………………………………………… 46

b. Pembahasan………………………………………………………………… 55

1. Pre Operasi……………………………………………………………… 59

2. Intra Operasi ……………………………………………………………. 66

3. Post Operasi…………………………………………………………….. 70

BAB 5 : KESIMPULAN DAN SARAN

a. Kesimpulan ………………………………………………………………… 74

b. Saran ………………………………………………………………………. 76

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kolelithiasis adalah 90% batu kolesterol dengan komposisi kolesterol lebih

dari 50%, atau bentuk campuran 20-50% berunsurkan kolesterol dan predisposisi

dari batu kolesterol adalah orang dengan usia yang lebih dari 40 tahun, wanita,

obesitas, kehamilan, serta penurunan berat badan yang terlalu cepat (Cahyono,

2014).

Kolelithiasis adalah terdapatnya batu di dalam kandung empedu yang

penyebab secara pasti belum diketahui sampai saat ini, akan tetapi beberapa faktor

predisposisi yang paling penting tampaknya adalah gangguan metabolisme yang

disebabkan oleh perubahan susunan

Berdasarkan data yang diperoleh dari World Health Organization (WHO)

jumlah pasien dengan tindakan operasi (perioperatif) mencapai angka peningkatan

yang sangat signifikan dari tahun ke tahun. Tercatat ditahun 2011 terdapat 140 juta

pasien seluruh rumah sakit di dunia, sedangkan pada tahun 2012 data mengalami

peningkatan sebesar 148 juta jiwa. Hal ini menyebabkan tindakan pembedahan

dilakukan mampu sebagai pilihan yang penting dalam pengobatan pasien. Prosedur

operasi (perioperatif) merupakan salah satu bentuk terapi yang dapat menimbulkan

rasa takut, cemas hingga stress, karena dapat mengancam integritas tubuh, jiwa dan

dapat menimbulkan rasa nyeri. Ansietas adalah kondisi emosi dan pengalaman
subyektif individu terhadap obyek yang tidak jelas dan spesifik akibat antisipasi

bahaya yang memungkinkan individu melakukan tindakan untuk menghadapi

ancaman (SDKI, 2016). Pemilihan waktu untuk intervensi bedah dapat

diklasifikasikan sebagai elektif, urgen, dan emergensi. Semua prinsip yang terkait

dengan perawatan perioperatif berlaku untuk semua macam pembedahan sekalipun

bisa dilakukan beberapa modifikasi untuk pembedahan emergensi karena waktu

persiapan perioperatif sangat terbatas (Baradero, Dayrit & Siswadi, 2009). Kondisi

ini menuntut persiapan yang baik dilakukan oleh perawat untuk menjamin

pelaksanaan operasi dapat berjalan dengan baik.

Data World Health Organization (WHO) tahun 2014 menunjukkan bahwa

terdapat 400 juta penduduk di dunia mengalami Cholelithiasis dan mencapai 700

juta penduduk pada tahun 2016. Cholelithiasis atau batu empedu terbentuk

akibat ketidak seimbangan kandungan kimia dalam cairan empedu yang

menyebabkan pengendapan satu atau lebih komponen empedu. Cholelithiasis

merupakan masalah kesehatan umum dan sering terjadi di seluruh dunia, walaupun

memiliki prevalensi yang berbeda beda di setiap daerah (Arif Kurniawan , Yunie

Armiyati, 2017 dalam Pane dkk 2018).

Prevalensi kolelithiasis di Eropa yaitu 5-15% berdasarkan beberapa survey

pemeriksaan ultrasonografi. Di Asia, pada tahun 2013, prevalensi kolelithiasis

berkisar antara 3% sampai 10%. Berdasarkan prevalensi kolelithiasis di Negara

Jepang sekitar 3,2 %, China 10,7%, India Utara 7,1%, dan Taiwan 5,0% (Chang et

al., 2013). Di Amerika Serikat, insiden batu empedu diperkirakan 20 juta

orang, dengan 70% di antaranya di dominasi oleh batu kolesterol dan 30%
sisanya terdiri dari batu pigmen dan komposisi yang bervariasi (Heuman, 2017).

Insiden kolelithiasis di negara barat adalah 10 – 20% dan biasanya terjadi pada

orang dewasa tua dan lanjut usia. Kira – kira 700.000 kolesistektomi disebabkan

oleh batu empedu, setiap tahunnya komplikasi batu empedu menyebabkan 3000

kematian (0,12% dari seluruh angka kematian), rasio penderita batu empedu

pada wanita terhadap pria adalah 3:1 pada usia dewasa dan berkurang 2:1 pada

usia di atas 70 tahun. Sekitar 1 juta pasien baru terdiagnosis mengidap batu

empedu pertahun, dengan dua per tiganya menjalani pembedahan. Angka kematian

akibat pembedahan secara keseluruhan sangat rendah, tetapi sekitar 1000

pasien meninggal setiap tahun akibat penyakit batu empedu atau penyulit

pembedahan (Robbins, 2007).

Di Indonesia, cholelitiasis baru mendapat perhatian setelah di klinis,

sementara publikasi penelitian tentang cholelitiasis masih terbatas. Berdasarkan

studi kolesitografi oral didapatkan laporan angka insidensi cholelitiasis terjadi

pada wanita sebesar 76% dan pada laki-laki 36%dengan usia lebih dari 40 tahun.

Sebagian besar pasien dengan batu empedu tidak mempunyai keluhan. Risiko

penyandang batu empedu untuk mengalami gejala dan komplikasi relatif kecil.

Walaupun demikian, sekali batu empedu mulai menimbulkan serangan nyeri kolik

yang spesifik maka resiko untuk mengalami masalah dan penyulit akan terus

meningkat. (Cahyono, 2014)

Data Rumah Sakit RS. A.Yani Kota Metro, pada April hingga juni 2021

didapatkan 8 kasus kolelithiasis. Berdasarkan studi didapatkan laporan angka

insidensi kolelitiasis terjadi pada wanita sebesar 75% dan pada laki-laki 25%
dengan usia lebih dari 40 tahun. Sebagian besar pasien dengan batu empedu tidak

mempunyai keluhan. Walaupun demikian, sekali batu empedu mulai menimbulkan

serangan nyeri kolik yang spesifik maka risiko untuk mengalami masalah dan

penyulit akan terus meningkat (Cahyono, 2014).

dengan usia lebih dari 40 tahun. Sebagian besar pasien dengan batu empedu tidak

mempunyai keluhan. Walaupun demikian, sekali batu empedu mulai menimbulkan

serangan nyeri kolik yang spesifik maka risiko untuk mengalami masalah dan

penyulit akan terus meningkat (Cahyono, 2014). Pasien kolelithiasis dengan kolesistektomi
memiliki beberapa masalah

keperawatan yang kompleks dan sangat memerlukan asuhan keperawatan yang

holistik (menyeluruh), sehingga kebutuhan pasien dapat terpenuhi. Solusi

masalah pada pasien dengan kolelithiasis adalah perawat sebagai pemberi asuhan

keperawatan dapat memberikan informasi tentang bagaimana tanda gejala, cara

pencegahan, cara pengobatan, dan penanganan pasien dengan kolelithiasis

sehingga keluarga juga dapat berperan aktif dalam pemeliharaan kesehatan baik

individu itu sendiri maupun orang lain di sekitarnya.

Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk membuatan laporan

tugas akhir yang berjudul “ Asuhan Kepewatan Perioperatif pada Pasien

Colelithiasis Dengan Tindakan Colesastektomi di Ruang OK RSUD Jend A.Yani

Metro Tahun 2021”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis mengambil rumusan masalah

sebagai berikut “Bagaimana asuhan keperawatan perioperatif pada pasien


kolelithiasis dengan tindakan kolesistektomi di ruang OK RSUD Jend A.Yani

Metro Tahun 2021 ?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum :

Melaksanakan asuhan keperawatan perioperatif pada pasien kolelithiasis

dengan Tindakan Colesastektomi di Ruang OK RSUD Jend A.Yani Metro

Tahun 2021.

2. Tujuan khusus :

a. Menggambarkan pengkajian, diagnosa, rencana, implementasi, dan

evaluasi pre operasi pada pasien kolelithiasis dengan tindakan

Colesastektomi di Ruang Persiapan OK RSUD Jend A.Yani Metro Tahun

2021.

b. Menggambarkan pengkajian, diagnosa, rencana, implementasi, dan

evaluasi intra operasi pada pasien kolelithiasis dengan tindakan

Colesastektomi di Ruang Intra OK RSUD Jend A.Yani Metro Tahun 2021.

c. Menggambarkan pengkajian, diagnosa, rencana, implementasi, dan

evaluasi post operasi pada pasien kolelithiasis dengan tindakan

Colesastektomi di Ruang RR/Pacu OK RSUD Jend A.Yani Metro Tahun

2021.

D. Manfaat Penulisan

1. Manfaat teoritis

Karya tulis ini diharapkan dapat menjadi referensi dan menambah

wawasan bagi pembaca dalam memberikan asuhan keperawatan yang


komprehensif dan dapat meningkatkan keterampilan dalam memberikan

asuhan keperawatan perioperatif pada pasien dengan kolelithiasis serta

karya tulis ilmiah ini dapat dipakai sebagai salah satu bahan bacaan

diperpustakaan.

2. Manfaat praktis

Bagi institusi pendidikan, sebagai bahan masukan dan informasi

terbaru mengenai asuhan keperawatan perioperatif pada pasien

kolelithiasis dan bagi rumah sakit sebagai masukan yang diperlukan dalam

pelaksanaan praktik pelayanan keperawatan khususnya masalah pada pasien

kolelithiasis.

E. Ruang lingkup

Ruang lingkup laporan tugas akhir ini berfokus pada keperawatan

perioperatif pada pasien colelithiasis dengan tindakan colesistektomi di Ruang

Ok Rumah Sakit Ahmad Yani Kota Metro Tahun 2021. Lokasi dilakukan

diruang operasi Rumah Sakit Ahmad Yani Kota Metro. Penelitian ini

dilakukan pada bulan 17 Juni 2021, subjek pada penulisan asuhan keperawatan

pada pasien yang mengalami masalah colelithiasis, dengan melakukan asuhan

keperawatan pada pasien pre operasi di ruang persiapan , intra operasi, post

operasi di ruang RR, yang akan dilakukan tindakan operasi colesistektomi.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Konsep Perioperatif

1. Pengertian Pembedahan

Pembedahan adalah sebuah proses invasi karena insisi dilakukan pada

tubuh atau ketika bagian tubuh di angkat. Asuhan keperawatan yang hati hati

dan penuh perhatian sering kali membuat perbedaan antara pengalaman bedah

negatif atau positif dan dapat mempengaruhi pemulihan klien. Caroline Bunker

& Mary T (2017).

2. Jenis Pembedahan

Caroline Bunker & Mary T (2017). Tingkat pilihan klien dalam pembedahan

adalah:

a. Pembedahan pilihan atau elektif: kondisi tidak mengancam jiwa. Klien

dapat memilih untuk menjalani pembedahan atau tidak. Contohnya antara

lain bedah plastik, penghilang tanda lahir nonmaligna ( tidak ganas), dan

ligasi tuba atau vasektomi untuk sterilisasi.

b. Diperlukan / non elektif: pembedahan diperlukan pada saat tertentu. Klien

memiliki berapa pilihan tentang kapan prosedur akan dilakukan. Contohnya

antara lain perbaikan hernia, prolaps uterus, dan perbaikan posisi sendi

pinggul.

c. Urgent (mendesak) nonelektif: pembedahan harus dilakukan dalam waktu

segera, untuk mencegah kerusakan lebih lanjut pada klien. Contohnya antara

lain pengangkatan keganasan (kanker) dan pengangkatan apendiks yang


mengalami imflamasi.

d. Darurat: pembedahan harus dilakukan segera untuk menyelamatkan jiwa

klien. Contohnya adalah kehamilan etopik dengan ancaman ruptur,

hemoragi internal yang buruk, ruptur apendiks, dan angioplasti setelah

serangan jantung

3. Klasifikasi Pembedahan

Klasifikasi pembedahan berdasarkan tingkat risiko dibedakan menjadi dua

yaitu pembedahan mayor dan pembedahan minor.Bedah minor adalah

pembedahan yang sederhana dan risikonya sedikit.Kebanyakan bedah minor

dilaksanakan dalam anestesi lokal,sekalipun ada juga yang dilakukan dalam

anestesi umum.Meskipun bedah minor adalah pembedahan sederhana,perlu

diingat bahwa ada pasien yang tidak memandangnya sebagai pembedahan

sederhana sehingga mereka bisa cemas, takut dan nyeri.Bedah mayor adalah

pembedahan yang mengandung risiko cukup tinggi untuk pasien dan biasanya

pembedahan ini luas,biasanya bedah mayor dilakukan dalam anestesi umum(

Marry,Marry & Yakobus 2009).

4. Etiologi Pembedahan

Pembedahan dilakukan dengan berbagai alasan dan tujuan (Marry,Marry

& Yakobus,2009), yaitu seperti

a. Diagnostik, dilakukan untuk mengetahui penyebab dari gejala atau asal

masalah.

b. Kuratif,untuk mengatasi masalah dengan mengangkat jaringan atau organ

yang terkena, seperti appendiktomi.


c. Restoratif atau rekonstruktif, dilaksanakan untuk memperbaiki cacat atau

memperbaiki status fungsional pasien, misalnya rekonstruksi neovaginal

setelah vagina diangkat karena kanker atau trauma kecelakaan.

d. Paliatif, untuk meringankan gejala tanpa menyembuhkannya

e. Ablatif, untuk mengangkat jaringan atau organ yang bisa memperburuk

masalah medis yang sedang dialami pasien, misalnya orkiektomi

dilaksanakan pada pasien dengan kanker prostat.

f. Kosmetik, dilakukan untuk memperbaiki penampilan seseorang.

5. Konsep Perioperatif

Menurut Muttaqin & Kumala (2009), terdapat tiga fase perioperatif yaitu

fase pra operatif, fase intraoperatif, dan fase post operatif.

a. Fase pra operatif dimulai saat keputusan untuk melakukan pembedahan

sampai berakhir di meja operasi. Pada tahap ini akan dilakukan pengkajian

secara umum untuk mengetahui riwayat kesehatan pasien, sehingga

intervensi yang dilakukan perawat sesuai. Pengkajian pada tahap preoperatif

meliputi pengkajian umum, riwayat kesehatan dan pengobatan, pengkajian

psikososiospiritual, pemeriksaa fisik, dan pemeriksaan diagnostik.

b. Fase intra operatif dimulai saat pasien dipindahkan ke meja operasi dan

berakhir di ruang pemulihan atau ruang pasca anastesi. Pada tahap ini pasien

akan mengalami beberapa prosedur meliputi anastesi, pengaturan posisi

bedah, manajemen asepsis dan prosedur tindakan invasif akan memberikan

implikasi pada masalah keperawatan yang akan muncul. Pengkajian pada

tahap ini lebih kompleks dan dilakukan secara cepat serta ringkas agar
segera bisa dilakukan tindakan keperawatan yang sesuai. Perawat berusaha

untuk meminimalkan risiko cedera dan risiko infeksi yang merupakan efek

samping dari pembedahan.

c. Fase post operatif dimulai saat pasien masuk ke ruang pemulihan sampai

pasien dalam kondisi sadar sepenuhnya untuk dibawa ke ruang rawat inap.

Proses keperawatan pasca operatif akan dilaksanakan secara berkelanjutan

baik di ruang pemulihan, ruang intensif, maupun ruang rawat inap.

Pengkajian pada tahap ini meliputi pengkajian respirasi, sirkulasi, status

neurologi, suhu tubuh, kondisi luka dan drainase, nyeri, gastrointestinal,

genitourinari, cairan dan elektrolit dan keamanan peralatan.

6. Peran Perawat Perioperatif

Muttaqin (2009) berpendapat bahwa perawat perioperatif sebagai anggota

tim operasi, mempunyai peran dari dari tahap pra operasi sampai pasca

operasi. Secara garis besar maka peran perawat perioperatif adalah:

a. Peran Perawat Pre Operasi

1) Pengkajian

Sebelum operasi dilaksanakan pengkajian menyangkut riwayat

kesehatan dikumpulkan, pemeriksaan fisik dilakukan, tanda-tanda vital

dicatat dan data dasar ditegakkan untuk perbandingan di masa yang akan

datang. Pemeriksaan diagnostik mungkin dilakukan seperti analisa

darah, endoskopi, rontgen, biopsi jaringan, dan pemeriksaan feses dan

urine. Perawat berperan memberikan penjelasan pentingnya

pemeriksaan fisik diagnostik, status nutrisi pasien pre operasi perlu


dikaji guna perbaikan jaringan post operasi, penyembuhan luka akan

di pengaruhi status nutrisi pasien. Demikian pula dengan kondisi

obesitas, klien obesitas akan mendapat masalah post operasi

dikarenakan lapisan lemak yang tebal akan meningkatkan resiko

infeksi luka, juga terhadap kesulitan teknik dan mekanik selama dan

atau setelah pembedahan.

2) Informed consent

Tanggung jawab perawat dalam informed consent adalah memastikan

bahwa informed consent yang diberikan dokter didapat dengan

sukarela dari klien, sebelumnya diberikan penjelasan yang gamblang

dan jelas mengenai pembedahan dan kemungkinan risiko.

3) Pendidikan pasien pre operasi

Penyuluhan pre operasi didefinisikan sebagai tindakan suportif dan

pendidikan yang dilakukan perawat untuk membantu pasien bedah

dalam meningkatkan kesehatannya sendiri sebelum dan sesudah

pembedahan. Tuntutan pasien akan bantuan keperawatan terletak pada

area pengambilan keputusan, tambahan pengetahuan, keterampilan, dan

perubahan perilaku.

Dalam memberikan penyuluhan pasien pre operasi perlu

dipertimbangkan masalah waktu, jika penyuluhan diberikan terlalu lama

sebelum pembedahan memungkinkan pasien lupa, demikian juga bila

terlalu dekat dengan waktu pembedahan klien tidak dapat berkonsentrasi

belajar karena adanya kecemasan atau adanya efek medikasi sebelum


anastesi.

4) Informasi lain

Pasien mungkin perlu diberikan penjelasan kapan keluarga atau orang

terdekat dapat menemani setelah operasi, pasien dianjurkan berdoa,

pasien diberi penjelasan kemungkinan akan dipasang alat post operasinya

seperti ventilator, selang drainase atau alat lain agar pasien siap menerima

keadaan post operasi.

b. Peran Perawat Administratif

Perawat administratif berperan dalam pengaturan manajemen

penunjang pelaksanaan pembedahan. Biasanya terdiri dari perencanaan dan

pengaturan staf, kolaborasi penjadwalan pasien bedah, perencanaan

manajemen material, dan manajemen kinerja (Muttaqin, 2009).

Peran perawat administratif:

1) Perencanaan dan pengaturan staf

2) Penjadwalan staf

3) Penjadwalan pasien bedah

4) Manajemen material dan inventaris

5) Pengaturan kinerja

c. Peran Perawat Instrumen

Perawat scrub atau di Indonesia dikenal sebagai perawat instrumen

memiliki tanggung jawab terhadap manajemen instrumen operasi pada

setiap jenis pembedahan (Majid, 2011). Peran spesifik dan tanggung jawab

dari perawat instrumen adalah sebagai berikut:


1) Perawat instrumen menjaga kelengkapan alat instrumen steril yang

sesuai dengan jenis operasi.

2) Perawat instrumen harus selalu mengawasi teknik aseptik dan

memberikan instrumen kepada ahli bedah sesuai kebutuhan dan

menerimanya kembali.

3) Perawat instrumen harus terbiasa dengan anatomi dasar dan teknikteknik bedah yang sedang
dikerjakan.

4) Perawat instrumen harus secara terus menerus mengawasi prosedur

untuk mengantisipasi segala kejadian

5) Melakukan manajemen sirkulasi dan suplai alat instrumen operasi.

Mengatur alat-alat yang akan dan telah digunakan. Pada kondisi ini,

perawat instrumen harus benar-benar mengetahui dan mengenal alatalat yang akan dan telah
digunakan beserta nama ilmiah dan mana

biasanya, dan mengetahui penggunaan instrumen pada prosedur spesifik.

6) Perawat instrumen harus mempertahankan integritas lapangan steril

selama pembedahan.

7) Dalam menangani instrumen, perawat instrumen harus

mengawasi semua aturan keamanan yang terkait. Benda-benda tajam,

terutama (scaplel), harus diletakkan dimeja belakang untuk

menghindari kecelakaan.

8) Perawat instrumen harus memelihara peralatan dan menghindari

kesalahan pemakaian.

9) Perawat instrumen harus bertanggung jawab untuk


mengomunikasikan kepada tim bedah mengenai setiap

pelanggaran teknik aseptik atau kontaminasi yang terjadi selama

pembedahan.

10) Menghitung kasa, jarum, dan instrumen. Perhitungan dilakukan

sebelum pembedahan dimulai dan sebelum ahli bedah menutup luka

operasi.

d. Peran Perawat Sirkulasi

Perawat sirkulasi atau dikenal juga dengan sebutan perawat onloop

bertanggung jawab menjamin terpenuhinya perlengkapan yang dibutuhkan

oleh perawat instrumen dan mengobservasi pasien tanpa menimbulkan

kontaminasi terhadap area steril. Perawat sirkulasi adalah petugas

penghubung antara area steril dan bagian ruang operasi lainnya

(Muttaqin, 2009). Secara umum, peran dan tanggung jawab perawat

sirkulasi adalah sebagai berikut:

1) Menjemput pasien dari bagian penerimaan, mengidentifikasi pasien, dan

memeriksa formulir persetujuan.

2) Mempersiapkan tempat operasi sesuai prosedur dan jenis pembedahan

yang akan dilaksanakan. Tim bedah harus diberitahu jika terdapat

kelainan kulit yang mungkin dapat menjadi kontraindikasi pembedahan.

3) Memeriksa kebersihan dan kerapian kamar operasi sebelum

pembedahan. Perawat sirkulasi juga harus memperhatikan bahwa

peralatan telah siap dan dapat digunakan. Semua peralatan harus dicoba

sebelum prosedur pembedahan, apabila prosedur ini tidak dilaksanakan


maka dapat mengakibatkan penundaan atau kesulitan dalam

pembedahan.

4) Membantu memindahkan pasien ke meja operasi, mengatur posisi

pasien, mengatur lampu operasi, memasang semua elektroda, monitor,

atau alat-alat lain yang mungkin diperlukan

5) Membantu tim bedah mengenakan busana (baju dan sarung tangan

steril).

6) Tetap ditempat selama prosedur pembedahan untuk mengawasi atau

membantu setiap kesulitan yang mungkin memerlukan bahan dari luar

area steril.

7) Berperan sebagai tangan kanan perawat instrumen untuk mengambil,

membawa, dan menyesuaikan segala sesuatu yang diperlukan oleh

perawat instrumen. Selain itu juga untuk mengontrol keperluan spons,

instrument, dan jarum.

8) Membuka bungkusan sehingga perawat instrumen dapat mengambil

suplai steril.

9) Mempersiapkan catatan barang yang digunakan serta penyulit yang

terjadi selama pembedahan.

10) Bersama dengan perawat instrumen menghitung jarum, kasa, dan

kompres yang digunakan selama pembedahan.

11) Apabila tidak terdapat perawat anestesi, maka perawat sirkulasi

membantu ahli anestesi dalam melakukan induksi anestesi.

12) Mengatur pengiriman specimen biopsy ke laboratorium.


13) Menyediakan suplai alat instrumen dan alat tambahan.

14) Mengeluarkan semua benda yang sudah dipakai dari ruang operasi

pada akhir prosedur, memastikan bahwa semua tumpahan dibersihkan,

dan mempersiapkan ruang operasi untuk prosedur berikutnya.

e. Peran Perawat Anestesi

Perawat anestesi adalah perawat dengan pendidikan perawat

khusus anestesi. Peran utama sebagai perawat anestesi pada tahap

praoperatif adalah memastikan identitas pasien yang akan dibius dan

melakukan medikasi pra anestesi. Kemudian pada tahap intraoperatif

bertanggung jawab terhadap manajemen pasien instrumen dan obat bius

membantu dokter anestesi dalm proses pembiusan sampai pasien sadar

penuh setelah operasi. Pada pelaksanaannya saat ini, perawat anestesi

berperan pada hampir seluruh pembiusan umum. Perawat anestesi dapat

melakukan tindakan prainduksi, pembiusan umum, dan sampai pasien sadar

penuh di ruang pemulihan (Majid, 2011).

Peran dan tanggung jawab perawat anestesi antara lain:

1) Menerima pasien dan memastikan bahwa semua pemeriksaan telah

dilaksanakan sesuai peraturan institusi.

2) Melakukan pendekatan holistik dan menjelaskan perihal tindakan

prainduksi.

3) Manajemen sirkulasi dan suplai alat serta obat anestesi.

4) Pengaturan alat-alat pembiusan yang telah digunakan.

5) Memeriksa semua peralatan anestesi (mesin anestesi, monitor dan


lainnya) sebelum memulai proses operasi.

6) Mempersiapkan jalur intravena dan arteri, menyiapkan pasokan obat

anestesi, spuit, dan jarum yang akan digunakan; dan secara umum

bertugas sebagai tangan kanan ahli anestesi, terutama selama induksi

dan ektubasi.

7) Membantu perawat sirkulasi memindahkan pasien serta

menempatkan tim bedah setelah pasien ditutup duk dan sesudah operasi

berjalan.

8) Berada di sisi pasien selama pembedahan, mengobservasi, dan mencatat

status tanda-tanda vital, obat-obatan, oksigenasi, cairan, tranfusi

darah, status sirkulasi, dan merespon tanda komplikasi dari operator

bedah.

9) Memberikan segala sesuatu yang dibutuhkan ahli anestesi untuk

melakukan suatu prosedur (misalnya anestesi lokal, umum, atau

regional)

10) Memberi informasi dan bantuan pada ahli anestesi setiap terjadi

perubahan status tanda-tanda vital pasien atau penyulit yang mungkin

mengganggu perkembangan kondisi pasien.

11) Menerima dan mengirim pasien baru untuk masuk ke kamar

prainduksi dan menerima pasien di ruang pemulihan.

f. Peran Perawat Ruang Pemulihan

Perawat ruang pemulihan adalah perawat anestesi yang menjaga

kondisi pasien sampai sadar penuh agar bisa dikirim kembali ke ruang
rawat inap. Tanggung jawab perawat ruang pemulihan sangat banyak

karena kondisi pasien dapat memburuk dengan cepat pada fase ini.

Perawat yang bekerja di ruangan ini harus siap dan mampu mengatasi

setiap keadaan darurat. Walaupun pasien di ruang pemulihan

merupakan tanggung jawab ahli anestesi, tetapi ahli anestesi

mengandalkan keahlian perawat untuk memantau dan merawat pasien

sampai benar-benar sadar dan mampu dipindahkan ke ruang rawat inap

(Muttaqin, 2009).

B. Konsep Asuhan Keperawatan Perioperatif

1. Pre Operasi

a. Pengkajian Focus Keperawatan Pre Operasi

Arif muttaqin (2014:122), menyatakan bahwa untuk mengkaji klien

dengan post operasi laparatomy ileus obstruktif di perlukan data data

sebagai berikut:

1) Identitas klien yaitu nama, umur, jenis kelamin, agama, suku atau

bangsa, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, alamat, tanggal

masuk rumah sakit, tanggal pengkajian

2) Riwayat keehatan atau perawatan meliputi :

a) Keluhan utama/alasan masuk rumah sakit . Biasanya klien datang

karena ada masalah dibagian sistem pencernaannya

b) Riwayat kesehatan sekarang . sering untuk meminta pertolongan

kesehatan adalah nyeri pada bagian abdomen.

c) Riwayat kesehatan keluarga, Apakah ada riwayat penyakit


degeneratif dalam keluarga

Pada pengkajian diruang prabedah, perawat melakukan pengkajian

ringkas mengenai kondisi fisik pasien dan kelengkapan yang

berhubungan dengan pembedahan. Pengkajian ringkas tersebut adalah

sbb :

1) Validasi : perawat melakukan konfirmasi kebenaran identitas pasien

sebagai data dasar untuk mencocokan prosedur jenis pembedahan

yang akan dilakukan

2) Kelengkapan administrasi : Status rekam medik, data-data penunjang

(Laboratorium, dan Radiologi ) serta kelengkapan informed consent.

3) Tingkat kecemasan dan pengetahuan pembedahan

4) Pemeriksaan fisik terutama tanda-tanda vital dan kondisi masa pada

abdomen

b. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa yang sering muncul pada pre operasi adalah :

1. Ansietas b.d Krisis Situasional

2. Nyeri akut b.d agen pencidera fisiologis

c. Rencana Keperawatan

Menurut SIKI (2018) Intervensi keperawatan yang

dilakukan berdasarkan 2diagnosa diatas adalah :

1. Ansietas Berhubungan Dengan Krisis Situasional

• Intervensi utama:

a) Reduksi ansietas
b) Terapi relaksasi

• Intervensi pendukung:

a) Biblioterapi

b) Dukungan emosi

c) Dukungan kelompok

d) Dukungan keyakinan

e)Dukungan pelaksanaan

ibadah

f)Dukungan pengungakapan

kebutuhan

g) Persiapan pembedahan

h) Teknik distraksi

i) Teknik hipnosis

j) Teknik imajinasi terbimbing

k) Teknik menenangkan

l) Terapi musik

m) Terapi relaksasi otot progresif

2. Nyeri Akut Berhubungan Dengan Agen Pencedera Fisiologis

• Intervensi utama:

a) Manajemen nyeri

b) Pemberian analgesic

• Intervensi pendukung:

a) Aromaterapi
b) Edukasi manajemen nyeri

c) Edukasi teknik napas

d) Kompres dingin

e) Kompres hangat

f) Konsultasi

g) Latihan pernapasan

h) Manajemen sedasi

i) Manajemen kenyamanan

lingkungan

j) Pemantauan nyeri

k) Pemberian obat intravena

l) Pengaturan posisi

m) Teknik distraksi

n) Terapi murratal

o) Terapi musik

p) Terapi relaksasi

q) Transcutaneous Electrical

2. Intra Operasi

a. Pengkajian Fokus Keperawatan Intra Operasi

Pengkajian intraoperatif bedah digestif secara ringkas mengkaji hal- hal

yang berhubungan dengan pembedahan . Diantaranya adalah validasi

identitas dan prosedur jenis pembedahan yang akan dilakukan, serta

konfirmasi kelengkapan data penunjang laboratorium dan radiologi .


(Muttaqin , 2009)

b. Diagnosa Keperawatan

Diagnosis keperawatan yang lazim adalah sebagai berikut :

1. Risiko hipotermia perioperative d.d suhu ligkungan rendah

2. Risiko perdarahan d.d tindakan pembedahan

c. Rencana Keperawatan

Menurut SIKI (2018) Intervensi keperawatan yang dilakukan

berdasarkan 2 diagnosa diatas adalah :

1. Resiko perdarahan b.d dengan tindakan pembedahan

• Intervensi utama:

a. Pencegahan perdarahan

• Intervensi pendukung:

a. Balut tekan

b. Edukasi keamanan anak

c. Edukasi keamanan bayi

d. Edukasi kemoterapi

e. Edukasi proses penyakiTt

f. Identifikasi resiko

g. Manajemen kemoterapi

h. Manajemen keselamatan lingkungan

i. Manajemen

nedikasi

j. Manajemen
trombolitik

k. Pemantauan cairan

l. Pemantauan

tanda vital

m. Pemberian obat

n. Pencegahan cidera

o. Pencegahan jatuh

p. Pencegahan syok

q. Perawatan area insisi

r. Perawatan pasca persalinan

s. Perawatan persalinan

t. Perawatan sirkumsisi

u. Promosi keamanan

berkendara

v. Surveilens keamanan dan

keselamatan

2. Resiko hipotermi perioperative d.d tindakan pembedahan

• Intervensi utama:

a. Manajemen hipotermia

b. Pemantauan hemodinamik invasive

• Intervensi pendukung:

a.Edukasi efek samping

obat
b.Edukasi kemoterapi

c.Edukasi pengukuran

suhu tubuh

d.Edukasi pengurangan

resiko

e.Edukasi Preoperatif

f.Edukasi Proses

Tindakan

g.Edukasi reaksi alergi

h.Kompres [anas

i. Induksi hipotermia

J.Koordinasi pra operatif

k. Manajemen caian

l. Manajemen kemoterapi

m. Manajemen syok

o. Pemantauan tanda vital

p. Pemberian anastesi

q.Pemantauan cairan

r. Pendampingan pembedahan

s. Perawatan pasca anastesi

t. Regulasi temepratur

u. Terapi paparan panas

3. Post Operasi
a. Pengkajian Fokus Keperawatan Post Operasi

Pengkajian post operasi dilakukan secara sitematis mulai dari

pengkajian awal saat menerima pasien, pengkajian status respirasi,

status sirkulasi, status neurologis dan respon nyeri, status integritas kulit

dan status genitourinarius.

1) Pengkajian Awal

Pengkajian awal post operasi adalah sebagai berikut

a. Diagnosis medis dan jenis pembedahan yang dilakukan

b. Usia dan kondisi umum pasien, kepatenan jalan nafas, tandatanda vital

c. Anastesi dan medikasi lain yang digunakan

d. Segala masalah yang terjadi dalam ruang operasi yang

mungkin memengaruhi peraatan pasca operasi

e. Patologi yang dihadapi

f. Cairan yang diberikan, kehilangan darah dan penggantian

g. Segala selang, drain, kateter, atau alat pendukung lainnya

h. Informasi spesifik tentang siapa ahli bedah atau ahli anastesi

yang akan diberitahu

2) Status Respirasi

a. Kontrol pernafasan

1. Obat anastesi tertentu dapat menyebabkan depresi

pernapasan

2. Perawat mengkaji frekuensi, irama, kedalaman ventilasi

pernapasan, kesemitrisan gerakan dinding dada, bunyi


nafas, dan arna membran mukosa

b. Kepatenan jalan nafas

1. Jalan nafas oral atau oral airway masih dipasang untuk

mempertahankan kepatenan jalan nafas sampai tercapai

pernafasan yang nyaman dengan kecepatan normal

2. Salah satu khawatiran terbesar perawat adalah obstruksi

jalan nafas akibat aspirasi muntah, okumulasi sekresi,

mukosa di faring, atau bengkaknya spasme faring

c. Status Sirkulasi

1. Pasien beresiko mengalami komplikasi kardiovaskuler

akibat kehilangan darah secara aktual atau resiko dari

tempat pembedahan, efek samping anastesi,

ketidakseimbangan elektrolit, dan defresi mekanisme

regulasi sirkulasi normal.

2. Pengkajian kecepatan denyut dan irama jantung yang teliti

serta pengkajian tekanan darah menunjukkan status

kardiovaskuler pasien.

3. Perawat membandingkan TTV pra operasi dan post operasi

4. Status Neurologi

Perawat mengkaji tingkat kesadaran pasien dengan cara

memanggil namanya dengan suara sedang, dan mengkaji

respon nyeri

3) Muskuloskletal
Kaji kondisi organ pada area yang rentan mengalami cedera posisi

post operasi

b. Diagnosa Keperawatan

1. Resiko aspirasi d.d penurunan kesadaran

c. Rencana Keperawatan

1) Risiko aspirasi dibuktikan dengan .

• Intervensi utama:

a) Manajemen jalan napas

b) Pencegahan aspirasi

• Intervensi pendukung:

a) Manajemen jalan napas

buatan

b) Manajemen sedasi

c) Manajemen ventilasi

mekanik

d)Pemantauan respirasi

e) Pemberian obat inhalasi

f) Pemberian obat intravena

g) Pengaturan posisi

h) Penghisapan jalan napas

C.Tinjauan Konsep Penyakit

1. Definisi Kolelithiasis

Kolelithiasis adalah 90% batu kolesterol dengan komposisi kolesterol lebih


dari 50%, atau bentuk campuran 20-50% berunsurkan kolesterol dan

predisposisi dari batu kolesterol adalah orang dengan usia yang lebih dari 40

tahun, wanita, obesitas, kehamilan, serta penurunan berat badan yang terlalu

cepat (Cahyono, 2014).

Kolelithiasis adalah terdapatnya batu di dalam kandung empedu yang

penyebab secara pasti belum diketahui sampai saat ini, akan tetapi beberapa

faktor predisposisi yang paling penting tampaknya adalah gangguan

metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan.

Empedu dan infeksi yang terjadi pada kandung empedu serta

kolesterol yang berlebihan yang mengendap di dalam kandung empedu tetapi

mekanismenya belum diketahui secara pasti, faktor hormonal selama proses

kehamilan dapat dikaitkan dengan lambatnya pengosongan kandung empedu

dan merupakan salah satu penyebab insiden kolelitiasis yang tinggi, serta

terjadinya infeksi atau radang empedu memberikan peran dalam pembentukan

batu empedu (Rendi,2012).

Kolelithiasis merupakan endapan satu atau lebih komponen diantaranya

empedu kolesterol, billirubin, garam, empedu, kalsium, protein, asam lemak, dan

fosfolipid. Batu empedu biasanya terbentuk dalam kantung empedu terdiri

dari unsur- unsur padat yang membentuk cairan empedu, batu

empedu memiliki ukuran, bentuk, dan komposisi yang sangat bervariasi. Batu

empedu yang tidak lazim dijumpai pada anak-anak dan dewasa muda tetapi

insidenya semakin sering pada individu yang memiliki usia lebih diatas 40

tahun. Insiden kolelithiasis atau batu empedu semakin meningkat hingga sampai
pada suatu tingkat yang diperkirakan bahwa pada usia 75 tahun satu dari 3

orang akan memiliki penyakit batu empedu, etiologi secara pastinya belum

diketahui akan tetapi ada faktor predisposisi yang penting diantaranya:

gangguan metabolisme, yang menyebabkan terjadinya perubahan komposisi

empedu, adanya statis empedu, dan infeksi atau radang pada empedu.

Perubahan yang terjadi pada komposisi empedu sangat mungkin menjadi faktor

terpenting dalam terjadinya pembentukan batu empedu karena hati penderita

kolelithiasis kolesterol mengekskresi empedu yang sangat jenuh dengan

kolesterol. Kolesterol yang berlebihan tersebut mengendap di dalam

kandung empedu (dengan cara yang belum diketahui secara pasti) untuk

membentuk batu empedu, gangguan kontraksi kandung empedu atau spasme

spingterrodi, atau mungkin keduanya dapat menyebabkan statis empedu dalam

kandung empedu. Faktor hormon (hormon kolesistokinin dan sekretin) dapat

dikaitkan dengan keterlambatan pengosongan kandung empedu, infeksi bakteri

atau radang empedu dapat menjadi penyebab terbentuknya batu empedu. Mukus

dapat meningkatkan viskositas empedu dan unsur sel atau bakteri dapat berperan

sebagai pusat pengendapan. Infeksi lebih timbul akibat dari terbentuknya batu,

dibanding penyebab terbentuknya kolelithiasis (Haryono, 2012)

2. Etiologi

Menurut Cahyono (2014), etiologi kolelithiasis yaitu:

a. Supersaturasi kolesterol secara umum komposisi

Komposisi cairan empedu yang berpengaruh terhadap terbentuknya batu

tergantung keseimbangan kadar garam empedu, kolesterol dan lesitin.


Semakin tinggi kadar kolesterol atau semakin rendah kandungan

garam empedu akan membuat keadaan didalam kandung empedu menjadi

jenuh akan kolesterol (Supersaturasi kolesterol).

b. Pembentukan inti kolesterol

Kolesterol diangkut oleh misel (gumpalan yang berisi fosfolipid,

garam empedu dan kolesterol). Apabila saturasi, Kolesterol lebih tinggi

maka ia akan diangkut oleh vesikel yang mana vesikel dapat digambarkan

sebagai sebuah lingkaran dua lapis. Apabila konsentrasi kolesterol banyak

dan dapat diangkut, vesikel memperbanyak lapisan lingkarannya, pada

akhirnya dalam kandung empedu, pengangkut kolesterol, baik misel

maupun vesikel bergabung menjadi satu dan dengan adanya protein

musin akan membentuk kristal kolesterol, kristal kolesterol

terfragmentasi pada akhirnya akan dilem atau disatukan.

c. Penurunan fungsi kandung empedu

Menurunnya kemampuan menyemprot dan kerusakan dinding

kandung empedu memudahkan seseorang menderita batu empedu,

kontraksi yang melemah akan menyebabkan statis empedu dan akan

membuat musin yang diproduksi di kandung empedu terakumulasi

seiring dengan lamanya cairan empedu tertampung dalam kandung

empedu. Musin tersebut akan semakin kental dan semakin pekat sehingga

semakin menyulitkan proses pengosongan cairan empedu. Beberapa

keadaan yang dapat mengganggu daya kontraksi kandung empedu,

yaitu: hipomotilitas empedu, parenteral total (menyebabkan cairan asam


empedu menjadi lambat), kehamilan, cidera medula spinalis, dan diabetes.

3. Klasifikasi

Menurut gambaran makroskopis dan komposisi kimianya, batu

empedu di golongkan atas 3 (tiga) golongan (Sylvia and Lorraine, 2005)

a. Batu kolesterol

Berbentuk oval, multifokal atau mulberry dan mengandung lebih dari

70% kolesterol. Lebih dari 90% batu empedu adalah kolesterol (batu yang

mengandung > 50% kolesterol). Untuk terbentuknya batu kolesterol

diperlukan 3 faktor utama.

1. Supersaturasi kolesterol

2. Hipomotilitas kandung empedu

3. Nukleasi atau pembentukan nidus cepat

b. Batu pigmen

Batu pigmen merupakan 10% dari total jenis baru empedu yang

mengandung <20% kolesterol. Jenisnya antara lain:

1. Batu pigmen kalsium bilirubinan (pigmen coklat)

Berwarna coklat atau coklat tua, lunak, mudah dihancurkan, dan

mengandung kalsium-bilirubinat sebagai komponen utama.

Batu pigmen cokelat terbentuk akibat adanya faktor stasis dan

infeksi saluran empedu. Stasis dapat disebabkan oleh adanya disfungsi

sfingter oddi, striktur, operasi bilier, dan infeksi parasit. Bila terjadi

infeksi saluran empedu, khususnya E. Coli, kadar enzim Bglukoronidase yang berasal dari
bakteri akan di hidrolisasi menjadi
bilirubin bebas dan asam glukoronat. Kalsium mengikat bilirubin

menjadi kalsium bilirubinat yang tidak larut. Dari penelitian yang

dilakukan didapatkan adanya hubungan erat antara infeksi bakteri dan

terbentuknya batu pigmen cokelat, umumnya batu pigmen cokelat ini

terbentuk di saluran empedu dalam empedu yang terinfeksi.

Bila terjadi infeksi saluran empedu, khususnya E. Coli, kadar

enzim B-glukoronidase yang berasal dari bakteri akan di hidrolisasi

menjadi bilirubin bebas dan asam glukoronat. Kalsium mengikat

bilirubin menjadi kalsium bilirubinat yang tidak larut. Dari

penelitian yang dilakukan didapatkan adanya hubungan erat antara

infeksi bakteri dan terbentuknya batu pigmen cokelat, umumnya

batu pigmen cokelat ini terbentuk di saluran empedu dalam empedu

yang terinfeksi.

c. Batu campuran

Batu campuran antara kolesterol dan pigmen dimana mengandung 20-50%

kolesterol.

4. Patofisiologi

Pembentukan batu empedu dibagi menjadi tiga tahap: (1) pembentukan

empedu yang supersaturasi, (2) nukleasi atau pembentukan inti batu,

dan (3) berkembang karena bertambahnya pengendapan. Kelarutan kolesterol

merupakan masalah yang terpenting dalam pembentukan semua batu, kecuali

batu pigmen. Supersaturasi empedu dengan kolesterol terjadi bila perbandingan

asam empedu dan fosfolipid (terutama lesitin) dengan kolesterol turun di bawah
harga tertentu. Secara normal kolesterol tidak larut dalam media yang

mengandung air. Empedu dipertahankan dalam bentuk cair oleh pembentukan

koloid yang mempunyai inti sentral kolesterol, dikelilingi oleh mantel yang

hidrofilik dari garam empedu dan lesitin. Jadi sekresi kolesterol yang

berlebihan, atau kadar asam empedu rendah, atau terjadi sekresi lesitin,

merupakan keadaan yang litogenik.

Pembentukan batu dimulai hanya bila terdapat suatu nidus atau inti

pengendapan kolesterol. Pada tingkat supersaturasi kolesterol, kristal

kolesterol keluar dari larutan membentuk suatu nidus, dan membentuk suatu

pengendapan. Pada tingkat saturasi yang lebih rendah, mungkin bakteri,

fragmen parasit, epitel sel yang lepas, atau partikel debris yang lain

diperlukan untuk dipakai sebagai benih pengkristalan. Batu pigmen terdiri dari

garam kalsium dan salah satu dari keempat anion ini: bilirubinat,

karbonat, fosfat dan asam lemak. Pigmen (bilirubin) pada kondisi

normal akan terkonjugasi dalam empedu. Bilirubin terkonjugasi karena

adanya enzim glokuronil tranferase bila bilirubin tak terkonjugasi diakibatkan

karena kurang atau tidak adanya enzim glokuronil tranferase tersebut yang akan

mengakibatkan presipitasi/pengendapan dari bilirubin tersebut. Ini disebabkan

karena bilirubin tak terkonjugasi tidak larut dalam air tapi larut dalam

lemak.sehingga lama kelamaan terjadi pengendapan bilirubin tak terkonjugasi

yang bisa menyebabkan batu empedu tapi ini jarang terjadi.

5. Manifestasi Klinis

Gejala klinik kolelithiasis bervariasi dari tanpa gejala hingga munculnya gejala.
Lebih dari 80% pasien kolelithiasis bersifat asimptomatik (pasien tidak

menyadari gejala apapun). Gejala klinik yang biasnya timbul pada orang dewasa

yaitu:

a. Nyeri pada perut kanan atas, dapat menjalar hingga punggung

b. Dispepsia non spesifik

c. Mual, muntah

d. Demam

6. Pemeriksaan Penunjang

a. Radiologi

Pemeriksaan USG telah menggantikan kolesistografi oral sebagai

prosedur diagnostik pilihan karena pemeriksaan ini dapat dilakukan

dengan cepat dan akurat, dan dapat digunakan pada penderita disfungsi

hati dan ikterus. Disamping itu, pemeriksaan USG tidak membuat pasien

terpapar radiasi inisasi. Prosedur ini akan memberikan hasil yang paling

akurat jika pasien sudah berpuasa pada malam harinya sehingga kandung

empedunya berada dalam keadan distensi. Penggunaan ultra sound

berdasarkan pada gelombang suara yang dipantulkan kembali. Pemeriksan

USG dapat mendeteksi kalkuli dalam kandung empedu atau duktus

koleduktus yang mengalami dilatasi.

b. Radiografi: Kolesistografi

Kolesistografi digunakan bila USG tidak tersedia atau bila hasil USG

meragukan. Kolangiografi oral dapat dilakukan untuk mendeteksi batu

empedu dan mengkaji kemampuan kandung empedu untuk melakukan


pengisian, memekatkan isinya, berkontraksi serta mengosongkan isinya. Oral

kolesistografi tidak digunakan bila pasien jaundice karena liver tidak dapat

menghantarkan media kontras ke kandung empedu yang mengalami

obstruksi2.8.3 ERCP (Endoscopic Retrograde Colangiopancreatografi)

Pemeriksaan ini memungkinkan visualisasi struktur secara langsung yang

hanya dapat dilihat pada saat laparatomi. Pemeriksaan ini meliputi insersi

endoskop serat optic yang fleksibel ke dalam esofagus hingga mencapai

duodenum pars desendens. Sebuah kanula dimasukan ke dalam duktus

koleduktus serta duktus pankreatikus, kemudian bahan kontras disuntikan ke

dalam duktus tersebut untuk menentukan keberadaan batu di duktus dan

memungkinkan visualisassi serta evaluasi percabangan bilier.

c. Pemeriksaan Laboratorium

1. Kenaikan serum kolesterol.

2. Penurunan ester kolesterol.

3. Kenaikan protrombin serum time.

4. Kenaikan bilirubin total, transaminase (Normal < 0,4 mg/dl).

5. Penurunan urobilirubin.

6. Peningkatan leukosit: 12.000-15.000/iu (Normal:5000-10.000/iu)

7.Penatalaksanaan medis

Menurut JB Suharso (2009), penanganan kolelithiasis dibedakan menjadi

dua yaitu penatalaksanaan non bedah dan bedah. Ada juga yang membagi

berdasarkan ada tidaknya gejala yang menyertai kolelithiasis, yaitu penata

laksanaan pada kolelithiasis simptomatik dan kolelithiasis yang asimptomatik.


a. Penatalaksanaan Nonbedah

1.Penatalaksanaan pendukung dan diet

Sekitar 80% dari pasien-pasien inflamasi akut kandung empedu sembuh

dengan istirahat, cairan infus, penghisapan nasogastrik, analgesik, dan

antibiotik. Intervensi bedah harus ditunda sampai gejala akut mereda dan

evalusi yang lengkap dapat dilaksanakan, kecuali jika kondisi pasien

memburuk (JB Suharso, 2009). Manajemen terapi :

a) Diet rendah lemak, tinggi kalori, tinggi protein

b) Observasi keadaan umum dan pemeriksaan vital sign.

c) Dipasang infus program cairan elektrolit dan glukosa untuk

mengatasi syok.

d) Pemberian antibiotik sistemik dan vitamin K (anti koagulopati).

2. Disolusi medis

Oral Dissolution Therapy adalah cara penghancuran batu

dengan pemberian obat-obatan oral. Ursodeoxycholic acid lebih dipilih

dalam pengobatan daripada chenodeoxycholic karena efek samping

yang lebih banyak pada penggunaan chenodeoxycholic seperti terjadinya

diare, peningkatan aminotransfrase, dan hiperkolesterolemia sedang.

Pemberian obat-obatan ini dapat menghancurkan batu pada 60%

pasien dengan kolelithiasis, terutama batu yang kecil. Angka kekambuhan

mencapai lebih kurang 10%, terjadi dalam 3-5 tahun setelah terapi.

Disolusi medis sebelumnya harus memenuhi kriteria terapi nonoperatif

diantaranya batu kolesterol diameternya < 20 mm, batu kurang dari 4


batu, fungsi kandung empedu baik dan duktus sistik paten. Pada anak-anak

terapi ini tidak dianjurkan, kecuali pada anak- anak dengan risiko

tinggi untuk menjalani operasi (JB Suharso, 2009).

3. Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL)

Prosedur non invasive ini menggunakan gelombang kejut berulang

(Repeated Shock Wave) yang diarahkan pada batu empedu didalam

kandung empedu atau duktus koledokus dengan maksud

memecah batu tersebut menjadi beberapa sejumlah fragmen (JB

Suharso, 2009).

4. Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP)

Pada ERCP, suatu endoskop dimasukkan melalui mulut,

kerongkongan, lambung dan ke dalam usus halus. Zat kontras radioopak

masuk ke dalam saluran empedu melalui sebuah selang di dalam

sfingter oddi. Pada sfingterotomi, otot sfingter dibuka agak lebar

sehingga batu empedu yang menyumbat saluran akan berpindah ke usus

halus. ERCP dan sfingterotomi telah berhasil dilakukan pada 90%

kasus. Kurang dari 4 dari setiap 1.000 penderita yang meninggal dan

3-7% mengalami komplikasi, sehingga prosedur ini lebih aman

dibandingkan pembedahan perut. ERCP saja biasanya efektif

dilakukan pada penderita batu saluran empedu yang lebih tua, yang

kandung empedunya telah diangkat (JB Suharso, 2009).

b. Penata laksanaan Perioperatif

1. Kolesistektomi terbuka
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien dengan

kolelithiasis simtomatik. Komplikasi yang paling bermakna yang dapat

terjadi adalah cedera duktus biliaris yang terjadi pada 0,2%

pasien. Angka mortalitas yang dilaporkan untuk prosedur ini

kurang dari 0,5%. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi

adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut.

2. Kolesistektomi laparaskopi

Kolesistektomi laparoskopik mulai diperkenalkan pada tahun 1990

dan sekarang ini sekitar 90% kolesistektomi dilakukan secara

laparoskopi. 80-90% batu empedu di Inggris dibuang dengan cara ini

karena memperkecil resiko kematian dibanding operasi normal (0,1-

0,5% untuk operasi normal) dengan mengurangi komplikasi pada jantung

dan paru. Kandung empedu diangkat melalui selang yang dimasukkan

lewat sayatan kecil di dinding perut.

1. Penata laksanaan keperawatan

Diagnosa keperawatan perioperatif (SDKI, 2017)

a. Pre operatif

1. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional operasi

2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisiologis

b. Intra operatif

1. Resiko perdarahan berhubungan dengan tindakan pembedahan

2. Resiko cedera berhubungan dengan prosedur pembedahan

c. Post operatif
1. Bersihan jalan napas berhubungan dengan efek agen farmakologis

2. Hipotermi berhubungan dengan terpapar suhu lingkungan rendah

3. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik Intervensi keperawatan

perioperatif

Intervensi Keperawatan Perioperatif (SIKI, 2018)

Tabel 2.1 Rencana keperawatan

NO DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI

Pre Operatif

Ansietas b.d

krisis

situasional operasi

Setelah dilakukan

tindakan keperawatan

diharapkan cemas dapat

terkontrol, dengan kriteria

hasil:

1. Secara verbal dapat

mendemonstrasikan

teknik menurunkan

cemas

2. Mencari informasi yang

dapat menurunkan
cemas

3. Menggunakan teknik

relaksasi unntuk

menurunkan cemas

4. Menerima status

kesehatan

1. Bina hubungan saling

percaya dengan pasien dan

keluarga

2. Kaji tingkat kecemasan pasien

3. Tenangkan pasien dan

dengarkan keluhan pasien

dengan atesi

4. Jelaskan semua prosedur

tindakan kepada pasien setiap

akan melakukan tindakan

5. Dampingi pasien dan ajak

berkomunikasi yang terapeutik

6. Berikan kesempatan kepada

pasien untuk mengungkapkan

perasaannya

7. Ajarkan teknik relaksasi

8. Bantu pasien untuk


mengungkapkan hal – hal yang

membuat cemas

9. Kolaborasi dengan tim

kesehatan lain untuk

pemberian obat penenang

Pre Operatif

Nyeri akut b.d agen

cedera fisiologis

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan diharapkan nyeri

berkurang dengan kriteria

hasil:

1. mengatakan nyeri

berkurag

2. Pasien tampak rileks

3. Tanda – tanda vital

dalam batas normal

1. Kaji nyeri secara komprehensif

lokasi, karakteristik, durasi,

frekuensi, kualitas dan fase

presipitasi)
2. Observasi tanda – tanda vital

3. Atur posisi pasien senyaman

mungkin

4. Latih teknik relaksasi napas

dalam

5. Anjurkan pasien menggunakan

teknik relaksasi napas dalam saat

nyeri timbul

6. Gunakan teknik distraksi

7. Kolaborasi dengan dokter dalam

terapi obat analgesic

8. Persiapan pasien untuk

tindakan

operasi

9. Dokumentasikan semua hal

yang dilakukan

Intra Operatif

Resiko perdarahan

b.d tindakan

pembedahan

Setelah dilakukan

tindakan keperawatan
diharapkan resiko

perdarahan tidak terjadi,

dengan kriteria hasil:

1. Tidak ada tanda –

tanda perdarahan hebat

1. Monitor tanda dan

gejala

2. perdarahan

3. Monitor jumlah perdarahan yang

keluar.

4. Pantau pemasukan dan

pengeluaran cairan selama

pembedahan

5. Menghentikan perdarahan bila

terjadi, menggunakan kassa atau

couter

6. Kolaborasi pengontrol perdarahan

Intra Operatif

Resiko cedera b.d

prosedur

pembedahan

Setelah dilakukan
tindakan keperawatan

diharapkan cedera tidak

terjadi, dengan kriteria

hasil:

1. Tubuh pasien bebas

dari cedera

1. Pastikan posisi pasien yang

sesuai

dengan tindakan operasi

2. Cek integritas kulit

3. Cek daerah penekanan pada

tubuh pasien selama operasi

4. Hitung jummlah kasa, jarum,

bisturi, depper, dan hitung

instrumen bedah

5. Lakukan time out

6. Lakukan sign out

Post Operatif

Bersihan jalan

napas b.d efek

agen farmakologis

Setelah dilakukan
tindakan keperawatan

diharapkan bersihan napas

efektif dengan kriteria

hasil:

1. Dispnea tidak ada

2. Tidak ada gelisah,

sianosis, dan keletihan

3. Produksi sputum

menurun

1. Kaji bunyi paru, frekuensi

napas,

kedalaman usaha napas

2. Auskultasi bunyi napas, tandai

area penurunan atau hilangnya

ventilasi, dan adanya bunyi

tambahan

3. Pantau hasil gas darah dan

kadar elektrolit

4. Pantau status mental

5. Pantau status pernapasan dan

oksigenasi

6. Ajarkan teknik relaksasi

napas dalam
7. Kolaborasi dalam pemberian

oksigen sesuai dengan kebutuhan

Post Operatif

Hipotermi b.d

Setelah dilakukan

tindakan keperawatan

diharapkan hipotermi tidak

1. Monitor suhu tubuh

2. Monitor tanda-tanda vital

3. Identifikasi penyebab hipotermi

terpapar suhu

lingkungan rendah

terjadi, dengan kriteria

hasil:

1. Akral teraba hangat

2. Suhu tubuh dalam

batas normal

(>36,5)

3.Menggigil tampak

berkurang

4. Monitor tanda gejala hipotermi

5. Sediakan lingkungan yang hangat


6. Lakukan penghangatan

aktif eksternal (selimut hangat)

Post Operatif

Nyeri akut b.d agen

cedera fisik

Setelah dilakukan

tindakan keperawatan

diharapkan nyeri

berkurang/teratasi,

dengan kriteria hasil:

1. Pasien melaporkan nyeri

berkurang dengan skala

nyeri -2

2. Ekspres wajah pasien

tenang

3. Pasien dapat istirahat dan

tidur dengan nyaman

1. Kaji nyeri secara komprehensif

4. lokasi,karakteristik,durasi,

frekuensi,kualitasdanfase

presipitasi)
2. Observasi reaksi ekspresi

wajah dari ketidak nyamanan

3. Monitor tanda – tanda vital pasien

4. Gunakan komunikasi terapeutik

untuk mengetahui pengalaman

nyeri pasien

5. Kontrol faktor lingkungan yang

mempengaruhi nyeri seperti

suhu ruangan, pencahayaan, dan

kebisingan

5. Ajarkan pasien teknik

relaksasi napas dalam untuk

mengontrol nyeri

6. Kolaborasi dengan tim kesehatan

lainnya dalam pemberian

analgesik untuk mengurangi

nyeri

7. Evaluasi tindakan

pengurangan

nyeri

Sumber: SIKI PPNI, 2018.

Indikasi awal hanya pasien dengan kolelithiasis simtomatik

tanpa adanya kolesistitis akut. Karena semakin bertambahnya pengalaman,


banyak ahli bedah mulai melakukan prosedur ini pada pasien dengan

kolesistitis akut dan pasien dengan batu duktus koledokus. Secara teoritis

keuntungan tindakan ini dibandingkan prosedur konvensional adalah

dapat mengurangi perawatan di rumah sakit dan biaya yang dikeluarkan,

pasien dapat cepat kembali bekerja, nyeri menurun dan perbaikan

kosmetik. Masalah yang belum terpecahkan adalah keamanan dari

prosedur ini, berhubungan dengan insiden komplikasi seperti cedera

duktus biliaris yang mungkin dapat terjadi lebih sering selama

kolesistektomi laparoskopi.

9.Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita kolelithiasis :

a. Obstruksi duktus sistikus

b. Kolik bilier

c. Pankreatitis

d. Perforasi

d. Jurnal Terkait

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rokawie (2017), mengatakan

bahwa ansietas dapat dicegah dengan terapi yaitu terdapat terapi relaksasi napas

dalam, distraksi lima jari, atau hipnosis lima jari, terapi genggam jari, terapi

dengan aromaterapi, relaksasi imajinasi terbimbing dan lainnya.

Berdasarkan hasil penelitian oleh Kustiawan & Hilmansyah (2013)

menunjukkan berdasarkan jenis kelamin menunjukkan tingkat kcemasan sedang

(52.40%), berdasarkan pendidikan (52.40%), berdasakan jenis pekerjaan


(33.30%), berdasarkan usia >35 tahun (52.40%). Mayoritas tingkat kecemasan

pada pasien pre operasi adalah cemas sedang (81%).

Hasil penelitian Pringgayuda dkk (2020) didapat hasil Responden dengan

lama operasi ≤2 jam yang mengalami hipotermi sebanyak 10 (52,6%). Hasil

uji statistik di dapatkan p-value = 0,011 < α (0.05) artinya H0 ditolak sehingga

dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara lama operasi dengan

kejadian hipotermi pada pasien pasca general anestesi di IBS Rumah Sakit

Graha Husada Bandar Lampung tahun 2019.

Hasil penelitian Ari Setiyajati (2020), didapatkan hasil penelitian

mayoritas responden paska anastesi spinal berusia lansia sebanyak 22 orang

(41,8%) dan lama oprasi responden pasca nasntesi spinal tergolong cepat yaitu

sebanyak 33 orang (62,3%). Ada hubungan antara faktor usia (p=0,028) dan

lama operasi (p=0,005) dengan hipotermi pasca anastesi spinal. Kesimpulan

yang didapat yaitu adanya hubungan antara usia dan lama operasi dengan

hipotermi pada pasien pasca nastesi spinal.

Penelitian Amilia Hanifah (2017), menunjukkan responden sebagian

besar mengalami hipotermi pasca anestesi (65,5%). Kejadian waktu pulih sadar

lambat akibat hipotermi sebesar (52,7%) dari keseluruhan responden. Hasil uji

chisqure didapat hasil nilai x2 hipotermi sebesar 4,954 dengan signifikansi (p)

0,026 dan nilai kontingensi 0,323 . Hasil uji statistik menunjukkan bahwa p

value 0,026 lebih kecil dari 0,05 (0,026<0,05), terdapat hubungan dengan

waktu pulih sadar pasca general anestesi, sedangkan untuk nilai kontingensi

0,323 mendekati 0, maka keeratan hubungan antara hipotermi dengan waktu


pulih sadar adalah rendah.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Akbar dkk (2014) didapatkan

dari hasil uji statistic didapatkan adanya hubungan yang significan antara tingkat

kecemasan pre operasi dengan derajat nyeri post sectio caesaria dengan v-value

0,010. Hasil penelitian Mario & Vandri (2017) didapat hasil yaitu terdapat

Pengaruh Terapi Musik Instrumental Terhadap Perubahan Skala Nyeri Pada

Pasien Pre Operasi Fraktur di Rumkit Tk.III R.W. Monginsidi Teling dan RSU

GMIM Bethesda Tomohon.


BAB III

METODE

A. Fokus Asuhan Keperawatan

Laporan tugas akhir ini penulis menggunakan pendekatan asuhan

keperawatan area pre, intra, post operatif di ruang operasi yang meliputi

pengkajian, diagnosa, perencanaan, implementasi, dan evaluasi. Asuhan ini

berfokus pada Ny.M yang berumur 51 tahun dengan diagnosa Colelithiasis

dengan tindakan Colesastektomi di ruang operasi rumah sakit A.Yani Kota

Metro.

B. Subyek Asuhan

Subyek asuhan keperawatan ini fokus pada Ny.M yang berusia 51 tahun

dengan diagnosa medis Colelithiasis dengan tindakan Colesastektomi di ruang

operasi rumah sakit A.Yani Kota Metro pada Juni 2021.

C. Lokasi dan Waktu


1. Lokasi Asuhan Keperawatan

Lokasi dilakukannya asuhan keperawatan dengan fokus perioperatif ini

dilakukan di ruang pre operasi, ruang operasi dan di ruang pemulihan

rumah sakit A.Yani Kota Metro.

2. Waktu Asuhan Keperawatan

Waktu pelaksanaan kegiatan asuhan keperawatan telah dilakukan pada

tanggal 16 Juni 2021.

D. Pengumpulan Data

1. Alat pengumpulan Data

Instrumen/ alat penelitian adalah alat-alat yang akan digunakan

untuk Pengumpulan data, yang dapat berupa kuisioner, formulir observasi,

formulir formulilr lain yang berkaitan dengan pencatatan data dan

sebagainya (Notoatmodjo, 2010).

Alat yang digunakan oleh penulis dalam menyusun laporan tugas

akhir ini yaitu lembar format asuhan keperawatan perioperatif yang

meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, rencana keperawatan,

tindakan keperawatan, serta evaluasi tindakan dan rekam medik pasien.

2. Teknik Pengumpulan Data

a. Pengamatan (Observasi)

Pengamatan (Observasi) adalah salah satu teknik pengumpulan

data dengan langsung melakukan penyelidikan terhadap fenomena

yang terjadi (Pamungkas & Usman, 2017). Dalam laporan akhir ini

dilakukan dengan mengamati respon pasien setelah diberikan


intervensi saat berada di ruang pre operasi yaitu respon setelah

diajarkan teknik relaksasi napas dalam. Mengamati selama proses

operasi apakah terdapat risiko perdarahan, atau ada penyulit selama

pembedahan, serta mengamati respon pasien di ruang pemulihan

apakah terdapat keluhan nyeri, risiko hipotermi dan lainnya.

b. Wawancara

Menurut Notoatmojo (2018), wawancara adalah metode yang

digunakan untuk mengumpulkan data dengan cara penulis

menanyakan langsung kepada pasien secara bertatap muka. Pada

laporan akhir ini penulis menanyakan secara lisan mengenai identitas

pasien, keluhan, riwayat penyakit sekarang, dan riwayat penyakit

keluarga.

c. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan cara head to toe

(Pamungkas & Usman, 2017)., diantaranya:

1) Inspeksi adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan cara

pengamatan atau melihat langsung seluruh tubuh pasien atau

hanya bagian tertentu untuk mengkaji bentuk

kesimetrisan/abnormalitas, posisi, warna kulit dan lain-lain.

Misalnya: warna kulit sianosis, mata kuning (ikterik).

2) Palpasi adalah pemeriksaaan yang dilakuka melalui perabaan

terhadap bagian tubuh yang mengalami kelainan. Misalnya:

adanya tumor, edema, nyeri tekan, dan lain-lain.


3) Auskultasi adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan melalui

pendengaran. Biasanya menggunakan alat yang disebut stetoskop.

Misalnya: suara napas, bunyi jantung, bising usus.

4) Perkusi adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan cara

menggunakan ketokan jari atau tangan atau alat bantu seperti

reflek hammer untuk mengetahui reflek seseorang dan dilakukan

pemeriksaan lain misalnya: batas-batas jantung, batas hepar-paru.

d. Studi dokumenter/rekam medik

Studi dokumenter adalah pengumpulan data dan mempelajari

catatan medis keperawatan dan hasil pemeriksaan penunjang untuk

mengetahui perkembangan kesehatan pasien.

E. Penyajian Data

Menurut Notoatmojo (2018), cara melakukan penyajian data

dikelompokkan menjadi empat bentuk yaitu, narasi, tabel, numerik, dan grafik.

Narasi atau textural merupakan penyajian data dalam bentuk uraian kalimat,

tabel merupakan penyajian data yang sudah diklasifikasikan dan tersusun

dalam kolom atau jajaran, sedangkan numerik data yang disajikan dalam

bentuk bilangan. Namun, apabila penulis ingin memperlihatkan data secara

kuantitatif maka lebih baik disajikan dalam bentuk grafik. Laporan akhir ini

penulis menyajikan data dalam bentuk narasi dan tabel.

F. Prinsip Etik

Menurut Notoatmojo (2018), penulisan ini dilandasi oleh etika

penelitian, diantaranya:
1. Menghormati harkat dan martabat manusia (Respect for human

dignity)

Penulis memberi kebebasan apabila pasien ataupun keluarga menolak

untuk diberikan asuhan. Penulis juga memberikan kebebasan kepada

subjek untuk diberikan informasi atau tidak diberikan informasi

mengenai Colelithiais dengan mengisi lembar informed consent.

2. Menghormati privasi dan kerahasiaan subjek penulisan (Respect for

privacy and confidelity)

Penulis tidak menampilkan informasi, tidak menceritakan mengenai

identitas dan merahasiakan identitas subjek kepada orang lain.

3. Keadilan dan inklusivitas atau keterbukaan (Respect for justice and

inclusiveness)

Penulis dalam melaksanakan asuhan ini tidak membedakan jenis

kelamin, suku atau budaya, maupun agama pasien.

4. Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan

(balancing harms and benefits)

Penulis menjelaskan bahwa asuhan ini tidak akan berdampak negatif

pada hidup maupun proses pengobatan pasien. Manfaat yang

ditimbulkan untuk pasien adalah mendapat rasa aman dan nyaman


BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Pengkajian yang didapat pada saat pre oprasi adalah terdapat nyeri

tekan pada perut bagian kanan atas, pasien mengeluh nyeri diseluruh

lapang perut, nyeri dirasakan terus menerus, nyeri yang dirasa seperti

tertusuk-tusuk dengan skala nyeri 5, wajah tampak tegang dan meringis,

tanda tanda vital pasien TD : 110/70 mmHg, nadi: 78x/m, RR: 20x/m, S:

36,4 ºC. Selain itu pasien mengatakan cemas dengan tindakan operasi

dan ini merupakan operasi pertamanya, wajah tampak tegang dan gelisah,

pasien banyak bertanya tentang prosedur operasi. Skor kecemasan 45

dengan tingkat kecemasan sedang di ukur dengan alat ukur kecemasan

Zung-Self Anxiety Rating Scale (ZSAS). Maka diangkat diagnosis pada


pre operasi adalah nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera

fisiologis (inflamasi) dan ansietas berhubungan dengan krisis situasional

(Pre operasi open colesistektomi) Rencana keperawatan yang telah

dirancang untuk diagnosis nyeri akut yaitu : identifikasi lokasi,

karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan intensitas nyeri, identifikasi

skala nyeri, identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan

nyeri, berikan teknik non farmakologis (tarik napas dalam) dan

kolaborasi pemberian analgetik. Rencana keperawatan yang dirancang

untuk diagnosis ansietas yaitu : identifikasi ansietas pasien, monitor

tanda ansietas, ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan

kepercayaan, temani pasien untuk mengurangi kecemasan, dengarkan

dengan penuh perhatian, jelaskan prosedur termasuk sensasi yang

mungkin dialami, dan latih teknik relaksasi napas dalam. Setelah

dilakukan implementasi manajemen nyeri dan ansietas didapatkan

evaluasi : pasien mengatakan lebih tenang dari sebelumnya, wajah

tampak sedikit tegang, perilaku gelisah berkurang, tanda-tanda vital

pasien TD : 110/70 mmHg, nadi: 78x/m, suhu: 36,4ºC, RR: 20x/m.

Pada saat pengkajian intra operasi data-data yang di dapat yaitu

pasien diposisikan supinasi dengan jenis operasi mayor yaitu

colesastektomi, dilakukan pembedahan abdomen dengan midline insision

, pembedahan berlangsung selama 45 menit, dengan perdarahan ±100cc,

dilakukan insisi ±15cm yaitu 1 cm diatas umbilikus hingga 5 jari diatas

simpisis pubis, kesadaran koma dengan GCS E1M1V1, SPO2 99% ,


pembedahan dengan general anestesi, Kulit teraba dingin, Suhu : 35,8C

Crt < 3 detik, wajah tampak pucat, dilakukan general anastesi, suhu

ruangan 18 C, pasien tampak menggigil. Dari hasil pengkajian, diagnosa

intra operasi yang ditemukan yaitu hipotermia b.d terpaparnya suhu

lingkungan rendah. Adapun rencana keperawatan yang telah dirancang

yaitu : dimana dalam hal ini perawat harus memonitor suhu tubuh,

mengidentifikasi penyebab hipotermi, melakukan penhangatan pasif

seperti pemberian selimut dan tutup kepala serta memonitor tanda dan

gejala hipotermia. Berdasarkan asuhan keperawatan intra operatif

terhadap Ny.M telah dilakukan implementasi dan didapatkan evaluasi :

Kulit teraba dingin, suhu : 35,8 C, crt < 3 detik, wajah tampak pucat

dilakukan general anastesi suhu ruangan 22 C, pasien tampak menggigil.

Pengkajian yang didapatkan saat post operasi adalah pasien telah

dilakukan general anastesi, Pasien terpasang endotrakel tube ,tampak

secret pada jalan nafas, tidak ada reflek batuk/ menelan, kesadaran

somnolen e3m5v2, lama oprasi 45 menit, RR: 22x/ mnt dan Spo2: 99%.

Diagnosis yang diangkat post operasi adalah resiko aspirasi berhubungan

dengan penurunan tingkat kesadaran. Rencana keperawatan pada pasien

post operasi colelithiasis dengan tindakan open colesastektomi untuk

diagnosa resiko aspirasi adalah Memonitor pola napas (frekuensi,

kedalaman, usaha napas), memonitor bunyi napas tambahan,

mempertahankan jalan napas dengan headtilt dan chin lift, melakukan

penghisapan lendir kurang dari 15 detik, memberikan oksigen 3l/mnt.


Evaluasi dari masalah keperawatan resiko aspirasi diperoleh hasil yaitu

pasien tampak tenang, bunyi napas tambahan berkurang, sputum

berkurang, terpasang O2 3 l/mnt, tanda-tanda vital: TD : 120/80 mmHg,

Nadi : 85x/ menit, S: 36,1ºC RR : 20x/mnt, Sp02 100%

B. SARAN

1. Bagi Rumah Sakit

Diharapkan rumah sakit dapat memberikan pelayanan kesehatan yang

bermutu dalam pemberian asuhan keperawatan pada pasien serta

menyediakan fasilitas sarana dan prasarana dalam pelayanan asuhan

keperawatan secara komprehensif baik saat pre operasi, intra operasi,

maupun post operasi.

2. Bagi Perawat

Diharapkan dapat bermanfaat dan menjadi reverensi serta menambah

wawasan sebagai bahan edukasi dalam mengatasi Pasien colelithiasis

dengan tindakan operasi colesistektomi sesuai dengan standar

operasional yang berlaku sesuai dengan tahapan pengkajian,

perumusan diagnosa keperawatan, pembuatan intervensi keperawatan,

pelaksanaan implementasi dan evaluasi baik pre operasi, intra operasi,

maupun post operasi.

3. Bagi Poltekkes Tanjungkarang

Diharapkan asuhan keperawatan perioperatif ini dapat digunakan dan

bermanfaat dan juga sebagai acuan untuk dapat meningkatkan

keilmuan mahasiswa terutama dalam bidang keperawatan perioperatif


dan juga diharapkan laporan tugas akhir ini dapat menambah bahan

bacaan khususnya keperawatan perioperatif dan menambah literatur

yang ada di perpustakaan jurusan keperawatan

DAFTAR PUSTAKA

B, Mary W, & Y. (2009). buku ajar prinsip & etik keperawatan perioperative.

Jakarta: EGC

Cahyono, B. S. 2014. Tatalaksana Klinis di Bidang Gastro dan Hepatologi. Jakarta

Caroline Bunker Rosdahl & Mary T. Kowaiski. (2017). buku ajar keperawatan

dasar (10th ed.). Jakarta EGC.

DohertyGM, Way LW (2006). Current surgical diagnosis and treatment, edisi ke

12. New York:The McGraw Hill companies

Hanifa, A. (2017). Hubungan Hipotermi dengan Waktu Pulih sadar Pasca General

Anestesi di Ruang Pemulihan RSUD Wates. Jurnal Ilmiah Keperawatan,

2–3.

Hipkabi, PP. (2012). Buku Pelatihan Dasar-Dasar Bagi Perawat Kamar

Bedah.

Jakarta: Hipkabi Press.

Haryono, R. 2012. Keperawatan Medikal Bedah Sistem Pencernaan.

Yogyakarta: Gosyen Publishing. J. Kedokt Meditek Volume 23,

No.63 Juli- September (2017)

JB Suharso. (2009). Batu Empedu Kapan Harus Di Operasi. Yogyakarta:


Kanisius Media

Kustiawan & Hilmansyah. (2013). Kecemasan Pasien Pre Operatif Bedah Mayor

di RSU Kota

Tasikmalaya. Retrieved from: https://ejurnal.poltekkestasikmalaya.ac.id

Kusumawati, F., & Hartono, Y. (2011). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta:

Salemba Medika.

Mutaqqin, Arif, Kumala Sari. (2009). Asuhan Keperawatan Perioperatif: Konsep,

Proses, dan

Aplikasi. Jakarta: Salemba Medika.

Muttaqin, A. (2012). Asuhan Keperawatan perioperatif, Konsep, Proses, dan

Aplikasi. Jakarta: Salemba Medika.

Notoatmodjo, S. (2010). Metodelogi penelitian. jakarta : rineka cipta.

Notoatmojo., S. (2018). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT Renika

Cipta Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran.

oses

Padang, Katuuk, & Kallo. (2017). Perubahan Skala Nyeri Pada Pasien Pre Operasi.

E Journal Keperawatan (E_Kp), 5(Nomer 1). Diakses pada 19 juli 2021

Pane, D. N., Fikri, M. EL, & Ritonga, H. M. (2018). Asuhan Keperawatan Pada

Pasien Pre dan Post Operasi Cholelitiasis Yang Di Rawat Di Rumah

Sakit. In Journal of Chemical Information and Modeling (Vol. 53

Pringgayuda, F., -, P., & Putra, A. E. (2020). Faktor-Faktor Yang Behubungan

Dengan Hipotermi Pada Pasien Pasca General Anestesi. Jurnal

Kesehatan Panca Bhakti Lampung, 8(1), 10.


https://doi.org/10.47218/jkpbl.v8i1.75

Rendy, M. Clevo &TH, Margareth. 2012. Asuhan Keperawatan

Medikal Bedah dan Penyakit Dalam.Yogjakarta : Nuha Medika.

Robbin, dkk. (2007). Buku Ajar Patologi Edisi 7 Volume 2. Jakarta: EGC

Rokawie, A O N., Sulastri., dan Anita. (2017). Relaksasi Nafas Dalam

Menurunkan Kecemasan Pasien Pre Operasi Bedah Abdomen di Tanjung

Karang. Retrieved From: https://ejurnal.poltekkes-tjk.ac.id

Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI) Edisi 1, Tim Pokja SDKI DPP

PPNI 2016

Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) Edisi 1, Cetakan 2, Tim Pokja

SIKI DPP PPNI 2018

Standar Luaran Keperawatan Indonesi (SLKI) Edisi 1. Cetakan 2, Tim Pokja SLKI

DPP PPNI

Sulufu, Muhammad Akmal (2020) Asuhan Keperawatan Perioperatif Pada Pasien

Kolelithiasis Dengan Tindakan Laparotomi Kolesistektomi Di Ruang Ok Rs

Pertamina Bintang Amin Tahun 2020. Diploma thesis, Poltekkes

Tanjungkarang. http://repository.poltekkes-tjk.ac.id/1605/

Sylvia A. Price and Lorraine M. Wilson, 2005. Patofisiologi : konsep klinis proses

penyakit. Edisi 6. Jakarta : EGC

Wibowo S, Kanadihardja W, Sjamsuhidajat R, Syukur A (2005). Saluran

empedu dan hati. Dalam: Sjamsuhidajat R, Jong WD. Buku ajar ilmu

bedah. Edidsi ke Jakarta: EGC, pp: 674-82.

Widiyono, W., Suryani, S., & Setiyajati, A. (2020). Hubungan antara Usia dan
Lama Operasi dengan Hipotermi pada Pasien Paska Anestesi Spinal di

Instalasi Bedah Sentral. Jurnal Ilmu Keperawatan Medikal Bedah, 3(1), 55.

https://doi.org/10.32584/jikmb.v3i1.338 diakses pada 18 juli 2020


Lampiran 1

POLTEKKES KEMENKES TANJUNGKARANG

JURUSAN KEPERAWATAN TANJUNG KARANG

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

JL. SOEKARNO HATTA NO. 1 HAJIMENA BANDAR LAMPUNG TELP. (O721) 703580
FAX. (O721) 703580

INFORMED CONSENT

Yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama :

Umur :

Alamat :

Setelah mendapat keterangan secukupnya serta mengetahui tentang manfaat

asuhan keperawatan yang berjudul “Asuhan Keperawatan Perioperatif Pada

Pasien Dengan Diagnosa Medis Colelithiasis Dengan Tindakan Operasi

Colesastektomi di Ruang Operasi RS. A. Yani Metro Tahun 2021”

Saya menyatakan bersedia diikutsertakan dalam asuhan ini. Saya yakin apa yang

saya sampaikan ini dijamin kebenarannya.

Bandar Lampung, ..................... 2021

Penyusun

( INDANA ZULFA )

NIM. 2014901064

Responden
(.…………………….)
BAB IV sing hurung ana

Anda mungkin juga menyukai