S
DENGAN HALUSINASI PENDENGARAN
DI RUANG ANYELIR RSU SIAGA MEDIKA BANYUMAS
PENDAHULUAN
A. PENGERTIAN HALUSINASI
Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori dari suatu obyek tanpa adanya rangsangan dari luar, gangguan persepsi sensori ini meliputi seluruh pancaindra.
Halusinasi merupakan salah satu gejala gangguan jiwa yang pasien mengalami perubahan sensori persepsi, serta merasakan sensasi palsu berupa suara,
penglihatan, pengecapan perabaan, atau penciuman. Pasien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada. Pasien gangguan jiwa mengalami perubahan dalam
hal orientasi realitas. Salah satu manifestasi yang muncul adalah halusinasi yang membuat pasien tidak dapat menjalankan pemenuhan dalam kehidupan sehari-
hari.
Menurut Pambayung (2015) halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan
eksternal (dunia luar). Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan dari pancaindera tanpa adanya rangsangan (stimulus) eksternal (Stuart & Laraia, 2014).
Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana pasien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi.
B. RENTANG RESPON NEUROBILOGI
Halusinasi merupakan gangguan dari persepsi sensori, waham merupakan gangguan pada isi pikiran. Keduanya merupakan gangguan dari respons neorobiologi.
Oleh karenanya secara keseluruhan, rentang respons halusinasi mengikuti kaidah rentang respons neorobiologi. Rentang respons neorobiologi yang paling adaptif
adalah adanya pikiran logis dan terciptanya hubungan sosial yang harmonis. Rentang respons yang paling maladaptif adalah adanya waham, halusinasi, termasuk
isolasi sosial menarik diri.
Jika klien yang sehat persepsinya akurat, mampu mengidentifisikan dan menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui
panca indera (pendengaran, pengelihatan, penciuman, pengecapan dan perabaan). Klien halusinasi mempersepsikan suatu stimulus panca indera walaupun
stimulus tersebut tidak ada. Diantara kedua respon tersebut adalah respon individu yang karena suatu hal mengalami kelainan persensif yaitu salah
mempersepsikan stimulus yang diterimanya, yang tersebut sebagai ilusi. Berikut adalah gambaran rentang respons neorobiologi
Adaptif Maladaptif
1. Respon Adaptif
Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima norma-norma sosial budaya yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam batas normal jika
menghadapi suatu masalah akan dapat memecahkan masalah tersebut, respon adaptif:
a. Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan.
b. Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan.
c. Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari pengalaman.
d. Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas kewajaran.
e. Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain dan lingkungan.
2. Respon Psikososial
Respon psikosial meliputi:
a. Proses pikir terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan gangguan.
b. Ilusi adalah interpretasi atau penilaian yang salah tentang penerapan yang benar-benar terjadi (objek nyata) karena rangsangan panca indera.
c. Emosi berlebihan atau berkurang.
d. Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi batas kewajaran.
e. Menarik diri adalah percobaan untuk menghindar interaksi dengan orang lain.
3. Respon Maladaptif
Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah yang menyimpang dari norma-norma sosial budaya dan lingkungan, adapun
respon maladaptif meliputi:
a. Kelainan pikiran adalah keyakianan yang secara kokoh dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertetangan dengan kenyataan
sosial.
b. Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi eksternal yang tidak realita atau tidak ada.
c. Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari hati.
d. Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu yang tidak teratur.
e. Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh individu dan diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu kecelakaan yang
negatif mengancam (Stuart, 2013).
C. INTENSITAS LEVEL HALUSINASI
Tahap I • Mengalami ansietas kesepian, rasa bersalah, • Tersenyum/tertawa sendiri. • Menggerakkan bibir tanpa suara.
Memberi rasa nyaman. Tingkat ansietas dan ketakutan. • Penggerakan mata yang cepat.
sedang. Secara umum halusinasi • Mencoba berfokus pada pikiran yang dapat • Respons verbal yang lambat.
merupakan suatu kesenangan. menghilangkan ansietas. • Diam dan berkonsentrasi.
• Pikiran dan pengalaman sensori masih ada
dalam kontrol kesadaran (jika kecemasan
dikontrol)
Tahap II • Pengalaman sensori menakutkan. • Peningkatan sistem saraf otak, tanda-tanda ansietas, seperti
Menyalahkan. Tingkat kecemasan berat • Mulai merasa kehilangan kontrol. peningkatan denyut jantung, pernapasan, dan tekanan darah.
secara umum halusinasi menyebabkan
rasa antipati. • Merasa dilecehkan oleh pengalaman sensori • Rentang perhatian menyempit.
tersebut. • Konsentrasi dengan pengalaman sensori.
• Menarik diri dari orang lain. • Kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dari realita
NON PSIKOTIK
Tahap III • Pasien menyerah dan menerima pengalaman • Perintah halusinasi ditaati.
Mengontrol tingkat kecemasan berat sensorinya. • Sulit berhubungan dengan orang lain.
pengalaman sensori tidak dapat ditolak • Isi halusinasi menjadi atraktif. • Rentang perhatian hanya beberapa detik atau menit.
lagi • Kesepian bila pengalaman sensori berakhir • Gejala fisika ansietas berat berkeringat, tremor, dan tidak
mampu mengikuti perintah
PSIKOTIK
Halusinasi penglihatan • Menunjuk-nunjuk ke arah tertentu. • Melihat bayangan, sinar, bentuk geometris, bentuk kartun, melihat
• Ketakutan pada sesuatu yang tidak jelas. hantu, atau monster.
Halusinasi penciuman • Mencium seperti sedang membaui bau-bauan • Membaui bau-bauan seperti bau darah, urine, feses, dan
tertentu. kadangkadang bau itu menyenangka
• Menutup hidung.
Halusinasi pengecapan • Sering meludah • Merasakan rasa seperti darah, urine, atau feses.
• Muntah
Halusinasi perabaan • Menggaruk-garuk permukaan kulit. • Mengatakan ada serangga di permukaan kulit.
• Merasa seperti tersengat listrik.
E. PENATALAKSANAAN MEDIS
Halusinasi merupakan salah satu gejala yang paling sering terjadi pada gangguan Skizofrenia. Dimana Skizofrenia merupakan jenis psikosis, adapun tindakan
penatalaksanaan dilakukan dengan berbagai terapi (Pardede, Keliat, & Wardani, 2013) yaitu:
1. Psikofarmakologis
Obat sangat penting dalam pengobatan skizofrenia, karena obat dapat membantu pasien skizofrenia untuk meminimalkan gejala perilaku kekerasan,
halusinasi, dan harga diri rendah. Sehingga pasien skizofrenia harus patuh minum obat secara teratur dan mau mengikuti perawatan.
a. Haloperidol (HLD)
Obat yang dianggap sangat efektif dalam pengelolaan hiperaktivitas, gelisah, agresif, waham, dan halusinasi.
b. Chlorpromazine (CPZ)
Obat yang digunakan untuk gangguan psikosis yang terkait skizofrenia dan gangguan perilaku yang tidak terkontrol
c. Trihexilpenidyl (THP)
Obat yang digunakan untuk mengobati semua jenis parkinson dan pengendalian gejala ekstrapiramidal akibat terapi obat.
2. Terapi kejang listrik (Electro Compulsive Therapy),
ECT merupakan suatu terapi fisik atau suatu pengobatan untuk menimbulkan kejang grand mal secara artifisial dengan melewatkan aliran listrik melalui
elektroda yang dipasang pada satu atau dua temples pada pelipis. Jumlah tindakan yang dilakukan merupakan rangkaian yang bervariasi pada setiap pasien
tergantung pada masalah pasien dan respon terapeutik sesuai hasil pengkajian selama tindakan. Pada pasien Skizofrenia biasanya diberikan 30 kali. ECT
biasanya diberikan 3 kali seminggu walaupun biasanya diberikan jarang atau lebih sering. Indikasi penggunaan obat: penyakit depresi berat yang tidak
berespon terhadap obat, gangguan bipolar di mana pasien sudah tidak berespon lagi terhadap obat dan pasien dengan bunuh diri akut yang sudah lama tidak
mendapatkan pertolongan. \
3. Psikoterapi
Psikoterapi membutuhkan waktu yang relatif lama, juga merupakan bagian penting dalam proses terapeutik. Upaya dalam psikoterapi ini meliputi:
memberikan rasa aman dan tenang, menciptakan lingkungan terapeutik, memotivasi klien untuk dapat mengungkapkan perasaan secara verbal, bersikap
ramah, sopan, dan jujur terhadap klien.
F. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Faktor Predisposisi
a. Faktor perkembangan
Hambatan perkembangan akan mengganggu hubungan interpersonal yang dapat meningkatkan stres dan ansietas yang dapat berakhir dengan
gangguan persepsi. Pasien mungkin menekan perasaannya sehingga pematangan fungsi intelektual dan emosi tidak efektif.
b. Faktor sosial budaya
Berbagai faktor di masyarakat yang membuat seseorang merasa disingkirkan atau kesepian, selanjutnya tidak dapat diatasi sehingga timbul akibat
berat seperti delusi dan halusinasi.
c. Faktor psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis, serta peran ganda atau peran yang bertentangan dapat menimbulkan ansietas berat terakhir dengan
pengingkaran terhadap kenyataan, sehingga terjadi halusinasi
d. Faktor biologis
Struktur otak yang abnormal ditemukan pada pasien gangguan orientasi realitas, serta dapat ditemukan atropik otak, pembesaran ventikal, perubahan
besar, serta bentuk sel kortikal dan limbic.
Klien skizofrenia mengalami penurunan volume dan fungsi otak yang abnormal. Neurotransmitter juga ditemukan tidak normal, khususnya dopamin,
serotonin, dan glutamat.
1) Studi neurotransmitter
Skizofrenia diduga juga disebabkan oleh adanya ketidakseimbangan neurotransmitter. Dopamin berlebihan, tidak seimbang dengan kadar
serotonin.
2) Teori virus
Paparan virus influenza pada trimester ketiga kehamilan dapat menjadi faktor predisposisi skizofrenia.
e. Faktor genetik
Gangguan orientasi realitas termasuk halusinasi umumnya ditemukan pada pasien skizofrenia. Skizofrenia ditemukan cukup tinggi pada keluarga yang
salah satu anggota keluarganya mengalami skizofrenia, serta akan lebih tinggi jika kedua orang tua skizofrenia. Secara genetis, skizofrenia diturunkan
melalui kromosom-kromosom tertentu.
2. Faktor Presipitasi
a. Stresor sosial budaya
Stres dan kecemasan akan meningkat bila terjadi penurunan stabilitas keluarga, perpisahan dengan orang yang penting, atau diasingkan dari kelompok
dapat menimbulkan halusinasi.
b. Faktor biokimia
Berbagai penelitian tentang dopamin, norepinetrin, indolamin, serta zat halusigenik diduga berkaitan dengan gangguan orientasi realitas termasuk
halusinasi.
c. Faktor psikologis
Intensitas kecemasan yang ekstrem dan memanjang disertai terbatasnya kemampuan mengatasi masalah memungkinkan berkembangnya gangguan
orientasi realitas. Pasien mengembangkan koping untuk menghindari kenyataan yang tidak menyenangkan.
d. Perilaku
Perilaku yang perlu dikaji pada pasien dengan gangguan orientasi realitas berkaitan dengan perubahan proses pikir, afektif persepsi, motorik, dan
social
G. DIAGNOSIS
1. Pohon Masalah
Risiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
2. Diagnosis Keperawatan
a. Risiko mencederai diri sendiri orang lain dan lingkungan berhubungan dengan halusinasi.
b. Perubahan persepsi sensor: halusinasi berhubungan dengan menarik diri.
H. RENCANA INTERVENSI
1. Tujuan tindakan untuk pasien meliputi hal berikut.
a. Pasien mengenali halusinasi yang dialaminya.
b. Pasien dapat mengontrol halusinasinya.
c. Pasien mengikuti program pengobatan secara optimal.
2. Tindakan keperawatan
a. Membantu pasien mengenali halusinasi dengan cara berdiskusi dengan pasien tentang isi halusinasi (apa yang didengar/dilihat), waktu terjadi
halusinasi, frekuensi terjadinya halusinasi, situasi yang menyebabkan halusinasi muncul, dan respons pasien saat halusinasi muncul.
b. Melatih pasien mengontrol halusinasi. Untuk membantu pasien agar mampu mengontrol halusinasi, Anda dapat melatih pasien empat cara yang sudah
terbukti dapat mengendalikan halusinasi, yaitu sebagai berikut.
1) Menghardik halusinasi.
2) Menggunakan obat secara teratur
3) Bercakap-cakap dengan orang lain.
4) Melakukan aktivitas yang terjadwal
I. EVALUASI
Evaluasi keberhasilan tindakan keperawatan yang sudah Anda lakukan untuk pasien halusinasi adalah sebagai berikut
1. Pasien mempercayai kepada perawat.
2. Pasien menyadari bahwa yang dialaminya tidak ada objeknya dan merupakan masalah yang harus diatasi.
3. Pasien dapat mengontrol halusinasi.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.S DENGAN HALUSINASI PENDENGARAN
PENGKAJIAN KEPERAWATAN
A. IDENTITAS PASIEN
Nama (initial) : Tn.S
Umur : 36
Informan : Ny.D (Saudara kandung)
Agama : islam
Status :belum menikah
Pendidikan :SD
Pekerjaan :petani
Tanggal Pengkajian : 15 februari 2023
No. Rekam Medis : 2046xx
B. ALASAN MASUK
Pasien datang ke RSU Siaga Medika Banyumas tanggal 1 februari 2023 diantar oleh keluarga dengan keluhan gelisah, mengamuk, susah tidur, bicara ngelantur,
mendengar bisikan, tertawa sendiri. Keluhan yang dirasakan sejak 1 bulan yang lalu. Saat dilakukan pengkajian pasien terlihat sering tertawa sendiri dan bicara
sendiri. Pasien megatakan sering mendengar bisikan suara yang menyuruh untuk memukul seseorang suara terdangar saat malam hari dan pasien takut dengan suara
tersebut.
C. FAKTOR PRESIPITASI
Pasien mengatakan bahwa saat di rumah tidak mau minum obat (riwayat putus obat) karena rasanya tidak enak.
D. FAKTOR PREDISPOSISI
a. Riwayat mengalami gangguan jiwa:
Ya Tidak
Jika ”ya” sejak kapan: Terakhir tahun 2019 dengan halusinasi dan isolasi sosial.
Pasien sudah 4x dirawat di RSU siaga medika banyumas dari 2018 sampai sekarang 2023
b. Pengobatan sebelumnya:
Berhasil Belum berhasil Tidak berhasil
c. Trauma:
Pernah Tidak
Trauma Usia Pelaku Korban Saksi
Aniaya fisik
Aniaya seksual
Penolakan
Kekerasan dalam keluarga
Tindakan kriminal
Pasien mengatakan merasa sedih karena di tinggal kekasihnya meninggal dunia dan keluarga tidak peduli tentang masalahnya.
d. Anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa:
Ada Tidak
01/02/2023 Clobazam 0,5 mg Obat golongan anti ansietas yang digunakan untuk mengurangi kecemasan yang muncul pada
(1-1-1) penderita skizofrenia.
Isolasi sosial
ANALISA DATA
SP 2 SP 2
TUK SP2 :Pasien dapat mempraktikan dan memasukkan cara 1. Evaluasi kegiatan menghardik. Beri pujian. 1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/melatih pasien
mengontrol halusinasi dengan obat dalam kegiatan harian. 2. Latih cara mengontrol halusinasi dengan obat (jelaskan 6 benar: menghardik. Beri pujian.
jenis, guna, dosis, frekuensi, cara, kontinuitas minum obat). 2. Jelaskan 6 benar cara memberikan obat.
3. Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan menghardik dan 3. Latih cara memberikan/ membimbing minum obat.
minum obat. 4. Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan memberi pujian.