Anda di halaman 1dari 20

BAB 1

LAPORAN PENDAHULUAN

1.1 Definisi

Halusinasi adalah gangguan atau perubahan persepsi dimana pasien


mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca
indra tanpa ada rangsangan dari luar, suatu penghayatan yang dialami suatu
persepsi melalui panca indra tanpa stimulus ekstren atau persepsi palsu (Prabowo,
2014).

Halusinasi adalah kesalahan sensori persepsi yang menyerang


pancaindera, hal umum yang terjadi yaitu halusinasi pendengaran dan
pengelihatan walaupun halusinasi pencium, peraba, dan pengecap dapat terjadi
(Townsend, 2010).

Halusinasi adalah suatu keadaan dimana klien mengalami perubahan


sensori persepsi yang disebabkan stimulus yang sebenarnya itu tidak ada (Sutejo,
2017). Halusinasi adalah persepsi klien terhadap lingkungan tanpa stimulus yang
nyata, sehingga klien menginterpretasikan sesuatu yang tidak nyata tanpa stimulus
atau rangsangan dari luar (Stuart dalam Azizah, 2016).

Berdasarkan pengertian halusnasi itu dapat diartikan bahwa, halusinasi


adalah gangguan respon yang diakibatkan oleh stimulus atau rangsangan yang
membuat klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak ada.

1.2 Rentang Respons Neurobiologi

Respon Adaptif Respon neurologic Respon Maladaptif

1. Pikiran logis. 1. Perilaku kadang 1. Kelainan


2. Persepsi akurat. menyimpang. pikiran/delusi
3. Emosi konsisten

1
dengan 2. Ilusi. halusinasi.
pengalaman. 3. Reaksi emosional 2. Ketidakmampuan
4. Perilaku sesuai. berlebihan atau kurang untuk mengalami
5. Hubungan sosial. 4. Perilaku ganjil/tidak emosi.
lazim. 3. Ketidakteraturan
5. Menarik diri. 4. Isolasi sosial.

1.3 Penyebab

1. Faktor predisposisi
1) Genetika
2) Neurobiologi
a. Hambatan perkembangan otak kortek frontal, temporal dan
lembek, jejak yang mungkin timbul adalah hambatan dalam
belajar, bebicara, daya ingat dan mungkin muncul perilaku
menarik diri atau kekerasan.
b. Pertumbuhan dan perkembangan individu pada prenatal, neonatur
dan kanak-kanak.
3) Perilaku
Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, perasaan
tidak aman, gelisah, bingung, ketakutan, perilaku merusak diri,
kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan, bicara
inkoheren, bicara sendiri, tidak mampu membedakan nyata dan tidak
nyata.
4) Social Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita
seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan,
bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.
2. Faktor presipitasi
a. Proses pengelolahan informasi yang berlebihan
b. Mekanisme penghantar informasi listrik yang abnormal
c. Adanya pemicu gejala pemicu

2
1.4 Pohon Masalah

1.5 Proses Terjadinya Halusinasi

Adapun beberapa hal yang mempengaruhi terjadinya halusinasi antara lain :


1. Keadaan afek / perasaan seseorang
2. Waham atau defisi
3. Indera yang kurang dirangsang
4. Kerusakan otak
5. Ilusi
Ilusi adalah interprestasi atau penilaian yang salah tentang
penerapan yang sungguh terjadi, karena rangsangan pada panca indera
( misal bunyi angin didengarnya seperti memanggilnya, bayangan daun
seperti pencuri ). Ilusi sangat dipengaruhi oleh emosi pada waktu tertentu

3
dan biasanya bersatukan dapat mengoreksi sesudahnya ilusi itu dapat
dibedakan dari halusinasi, dari pikiran, hubungan dan dari diorientasi.
Gangguan somato sensorik ada reaksi konfersi adalah suatu gangguan
yang sering trejadi secara simbolik menggambarkan suatu konflik yang
emosional dibedakan dari gangguan psikologik dan dilakukan secara sadar
dari gangguan heurologik.
Jika sudah pasti bahwa reaksi itu sudah merupakan reaksi konfersi,
baru dicatat dan dicantumkan jenis reaksi itu, misalnya :
a. Anestesi
Anestesi adalah kehilangan indra peraba pada kulit, tetapi tidak sesuai
dengan anatomi syaraf
b. Prostesia
Prostesia adalah indera peraba yang berubah, umpamanya seperti
ditusuk-tusuk jarum, ada semut berjalan merasa panas atau kebal pada
kulit
c. Gangguan penglihatan
d. Perasaaan nyeri
e. Makrupsia
Makrupsia ialah bentuk kehilangan dari sebenarnya begitu besar
sehingga mengerikan terdapat pada neurosa histerik
f. Inkrupsia
Inkrupsia ialah benar-benar kehilangan lebih kecil, ganti-ganti dengan
makropsia pada histeria atau dapat timbul pada Delirium Treatment.
Halusinasi terjadi karena adanya persepsi klien terhadap lingkungan
tanpa stimulus yang nyata, artinya klien menginterpretasikan suatu yang
nyata tanpa stimulus atau rangsangan dari luar (eksternal).

1.6 Tingkatan Halusinasi

Halusiansi berkembang melalui empat fase, yaitu sebagai berikut :

1. Fase Pertama
a. Disebut juga dengan fase comforting yaitu fase menyenangkan. Pada
tahap ini masuk dalam golongan nonpsikotik.

4
b. Kareteristik klien : mengalami stres, cemas, perasaan perpisahan, rasa
bersalah, kesepian memuncak, dan tidak dapat diselesaikan. Klien
melamun dan memikirkan hal-hal yang menyenangkan , cara ini
hanya menolong sementara.
c. Perilaku klien : tersenyum dan tertawa yang tidak sesuai, menggerakan
bibir tanpa suara, pergerakan mata cepat, respon verbal yang lambat
jika sedang asyik dengan halusinasi, dan suka menyendiri .
2. Fase Kedua
a. Disebut juga fase condemming atau ansietas berat yaitu halusianasi
menjadi menjijikan. Termasuk dalam psikiotik ringan.
b. Karateristik : pengalaman sensori menjijikan dan menakutkan,
kecemasan meningkat, melamun, dan berpikiran sendiri jadi dominan.
Mulai dirasakan ada bisikan tidak jelas. Klien tidak ingin orang lain
tahu, dan ia dapat mengotrolnya.
c. Perilaku klien: meningkat tanda-tanda sistem saraf otonom seperti
peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Klien asyik dengan
halusinasinya dan tidak bisa membedakan realitas.
3. Fase Ketiga
a. Adalah fase controlling atau ansietas atau ansietas atau ansietas atau
ansietas atau ansietas berat, yaitu pengalaman sensorik menjadi
berkuasa. Termasuk gangguan psikotik.
b. Karateristik : bisikan, suara, isi halusiansi semakin menonjol,
menguasai, dan mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan tidak
berdaya terhadap halusinasinya.
c. Perilaku klien: Kemauan dikendalikan halusinasi, rentang perhatian
hanya beberapa menit atau detik. Tanda-tanda fisk berupa klien
berkeringat, tremor, dan tidak mampu mematuhi perintah.
4. Fase Keempat
a. Adalah fase conquering atau panik klien lebur dengan halusinasinya.
Termasuk dalam psikotik berat.
b. Karateristik : halusinasinya berubah menjadi mengancam, memerintah,
dan memarahi klien. Klien menjadi takut, tidak berdaya, hilang

5
kontrol, dan tidak dapat berhubungan secara nyata dengan orang lain
di lingkungan.
c. Perilaku klien: perilaku teror akibat panik, potensi bunuh diri, perilaku
kekerasan, agitasi, menarik diri atau katanik, tidak mampu mersespon
terhadap perintah kompleks, dan tidak mampu berespons lebih dari
satu orang.

1.7 Jenis dan Tanda-tanda Halusinasi

a. Jenis-jenis halusinasi adalah sebagai berikut.

1. Halusiansi Pendengaran : mendengar suara atau kebisingan yang


kurang jelas ataupun yang jelas, dimana kadang suara-suara tersebut
seperti mengajak berbicara klien dan kadang memerintah klien untuk
melakukan sesuatu.
2. Halusinasi penglihatan: stimulus visual dalam bentuk kilatan atau
cahaya, gambar, atau bayangan yang rumit kompleks. Bayangan bisa
menyenangkan dan menakutkan.
3. Halusinasi penghidu: menbau bau-baukan tertentu seperti bau darah,
urine, fases, parfum, atau bau yang lain. Ini sering terjadi pada
seorang pasca serangan stroke, kejang, atau demensia.
4. Halusinasi pengencapan: merasa mengencap seperti darah, urine,
fases, atau lainnya.
5. Halusinasi perabaan: merasa mengalami nyeri, rasa kesetrum atau
ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas.
6. Halusinasi cenesthetic: merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah
divena atau arteri, pencernaan makanan atau pembentukan urine.
7. Halusinasi kinestika: merasakn pergerakan sementara berdiri tanpa
bergerak.

b. Tanda dan gejala

Menurut Hamid (2000), perilaku klien yang terkait dengan


halusinasi adalah sebagai berikut:
1. Bicara sendiri.

6
2. Senyum sendiri.
3. Ketawa sendiri.
4. Menggerakkan bibir tanpa suara.
5. Pergerakan mata yang cepat
6. Respon verbal yang lambat
7. Menarik diri dari orang lain.
8. Berusaha untuk menghindari orang lain.
9. Tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata.
10.Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah.
11.Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa
detik.
12.Berkonsentrasi dengan pengalaman sensori.
13.Sulit berhubungan dengan orang lain.
14.Ekspresi muka tegang.
15.Mudah tersinggung, jengkel dan marah.
16.Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat.
17.Tampak tremor dan berkeringat.
18.Perilaku panik.
19.Agitasi dan kataton.
20.Curiga dan bermusuhan.
21.Bertindak merusak diri, orang lain dan lingkungan.
22.Ketakutan.
23.Tidak dapat mengurus diri.
24.Biasa terdapat disorientasi waktu, tempat dan orang.
Menurut Stuart dan Sundeen dalam Azizah, LM. (2011), seseorang
yang mengalami halusinasi biasanya memperlihatkan gejala-gejala
yang khas yaitu:
1. Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai.
2. Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara.
3. Gerakan mata abnormal.
4. Respon verbal yang lambat.
5. Diam.

7
6. Bertindak seolah-olah dipenuhi sesuatu yang mengasyikkan.
7. Peningkatan sistem saraf otonom yang menunjukkan ansietas
misalnya, peningkatan nadi, pernafasan dan tekanan darah.
8. Penyempitan kemampuan konsenstrasi.
9. Dipenuhi dengan pengalaman sensori.
10. Mungkin kehilangan kemampuan untuk membedakan antara
halusinasi dengan realitas.
11. Lebih cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan oleh
halusinasinya daripada menolaknya.
12. Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain.
13. Rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik.
14. Berkeringat banyak.
15. Tremor.
16. Ketidakmampuan untuk mengikuti petunjuk.
17. Perilaku menyerang teror seperti panik.
18. Sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang
lain.
19. Kegiatan fisik yang merefleksikan isi halusinasi seperti amuk dan
agitasi.
20. Menarik diri atau katatonik.
21. Tidak mampu berespon terhadap petunjuk yang kompleks.
22. Tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang.

1.8 Proses Keperawatan

Pengkajian

1. Faktor predisposisi.
a. Genetika
b. Neurobiologi
c. Neurotransmiter
d. Abnormal perkembangan saraf
e. Psikologis
2. Faktor presipitasi.

8
a. Proses pengelolahan informasi yang berlebihan.
b. Mekanisme penghantar listrik yang normal
c. Adanya gejala pemicu
3. Mekanisme kopimg

Perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi diri sendiri dan


penglaman yang menakutkan berhubungan dengan respon neurobiologik
menurut Stuart and Sundeen dalam Azizah, LM. (2011) adalah :
a. Regresi berhubungan dengan masalah proses informasi dan upaya
untuk menanggulangi ansietas, mempunyai energi sedikit untuk
aktifitas hidup sehari-hari.
b. Proyeksi sebagai upaya untuk menjelaskan kerancuan persepsi.
c. Menarik diri
4. Perilaku halusinasi
a. Isi halusinasi
b. Walau terjadinya
c. Frekuensi
d. Situasi pencetus
e. Respon klien saat halusinasi

Diagnosis Keperawatan

1. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan b.d halusinasi
pendengaran.
2. Perubahan Sensori Persepsi : Halusinasi pendengaran b.d menarik diri.

Rencana Keperawatan

1. Tujuan umum
Klien tidak mencederai diri sendiri dan orang lain
2. Tujuan khusus
a. TUK 1 : Klien dapat membina hubungan saling percaya.
1. Kriteria evaluasi :
Ekspresi wajah bersahabat, menunjukkan rasa tenang ada kontak
mata, mau berjabat tangan, mau menyebutkan nama, mau

9
menjawab salam, mau duduk berdampingan dengan perawat, mau
mengutarajan masalah yang dihadapi.
2. Intervensi
Bina hubungan saling percaya dengan :
a) Sapa klien dengan ramah dan baik secara verbal dan non
verbal.
b) Perkenalkan diri dengan sopan.
c) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang
disukai klien.
d) Jelaskan tujuan pertemuan.
e) Jujur dan menepati janji.
f) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya.
g) Beri perhatian pada klien dan perhatikan kebutuhan dasar
klien.
Rasional :
Hubungan salin percaya merupakan dasar untuk memperlancar
hubungan interaksi selanjutnya.

b. TUK 2 : Klien dapat mengenal halusinasinya.


1. Kriteria evaluasi :
a) Klien dapat menyebutkan waktu, isi dan frekuensi timbulnya
halusinasi
b) Klien dapat mengungkapkan perasaan teerhadap halusinasinya.
2. Intervensi
a) Adakan sering dan singkat secara bertahap
Rasional :
Kontak sering dan singkat selain upaya membina hubungan
saling percaya juga dapat memutuskan halusinasinya.
b) Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya.
Bicara dan tertawa tanpa stimulus, memandang ke kiri dan ke
kanan seolah ada teman bicara.
Rasional :

10
Mengenal perilaku pada saat halusinasi timbul memudahkan
perawat dalam melakukan intervensi.
c) Bantu klien mengenal halusinasinya dengan cara:
d) Jika menemukan klien yang halusinasi tanyakan apakah ada
suara yang didengar
e) Jika klien menjawab ada lanjutkan apa yang di katakan
f) Katakan perawat percaya bahwa klien mendengar suara itu,
namun perawat sendiri tidak mendengarnya (dengan nada
sahabat tanpa menuduh/menghakimi)
g) Katakan pada klien bahwa ada juga klien lain yang sama
seperti dia
h) Katakan bahwa perawat akan membantu klien

Rasional:

Mengenal halusinasi memungkinkan klien untuk menghindari


faktor timbulnya halusinasi.

c. TUK 3 : Klien dapat mengontrol halusinasinya.


1. Intervensi
a) Idetifikasi cara yang dilakuakan klien untuk mengendalikan
halusinasi.
b) Diskusikan cara yang digunakan, bila adptif berikan pujian.
c) Diskusikan cara mengendalikan halusinasi.
1) Menghardik halusinasi: contoh “Saya tidak mendengar
kamu, pergi dari saya”.
2) Berbincang dengan orang lain:saat halusiansi datang
klien mengabaikan dan lansung mengajak berbincang
orang di sekitarnya atau didekatnya.
3) Mengatur jadwal aktivitas: mengatur kegiatan sesuai
dengan kebisaan sehari-hari dan sesuai dengan kegiatan
yang disukainya sehingga tidak ada kesempatan klien
sendiri.

11
4) Menggunakan obar secara teratur: mengajukan klien
untuk tidak putus obat dan efek jika putus obat harus
dijelaskan.
d. TUK 4 : Klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol
halusinasinya.
1. Kriteria evaluasi :
a) Keluarga dapat saling percaya dengan perawat
b) Keluarga dapat menyebutkan pengertian, tanda dan tindakan
untuk mengendalikan halusinasi
2. Intervensi
a) Membina hubungan saling percaya dengan menyebutkan
nama, tujuan pertemuan dengan sopan dan ramah.
Rasional :
Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk
memperlancar hubungan interaksi selanjutnya.
b) Anjurkan klien menceritakan halusinasinya kepada keluarga.
Untuk mendapatkan bantuan keluarga dalam mengontrol
halusinasinya.
c) Diskusikan halusinasinya pada saat berkunjung tentang:
1) Pengertian halusinasi
2) Gejala halusinasi yang dialami klien
3) Cara yang dapat dilakukan klien dan keluarga untuk
memutus halusinasi
4) Cara merawat anggota keluarga yang berhalusinasi di
rumah, misalnya: beri kegiatan, jangan biarkan sendiri,
makan bersama, bepergian bersama.
5) Beri informasi waktu follow up atau kapan perlu mendapat
bantuan: halusinasi tidak terkontrol, dan resiko menciderai
diri, orang lain dan lingkungan.
Rasional:

12
Untuk mengetahui pengetahuan keluarga tentang halusinasi dan
menambah pengetahuan keluarga cara merawat anggota keluarga
yang mempunyai masalah halusinasi.
e. TUK 5 : Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik.
1. Kriteria evaluasi
a) Klien dan keluarga dapat menyebutkan manfaat, dosis dan efek
samping obat
b) Klien dapat mendemonstrasikan penggunaan obat dengan
benar
c) Klien mendapat informasi tentang efek dan efek samping obat
d) Klien dapat memahami akibat berhenti minum obat tanpa
konsultasi
e) Klien dapat menyebutkan prinsip 5 benar penggunaan obat
2. Intervensi
a) Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis dan
frekuensi serta manfaat minum obat.
Rasional :
Dengan menyebutkan dosis, frekuensi dan manfaat obat
diharapkan klien melaksanakan program pengobatan.
b) Anjurkan klien minta obat sendiri pada perawat dan merasakan
manfaatnya.
Rasional :
Menilai kemampuan klien dalam pengobatannya sendiri.
c) Anjurkan klien untuk bicara dengan dokter tentang manfaat
dan efek samping obat yang dirasakan.
Rasional:
Dengan mengetahui efek samping klien akan tahu apa yang
harus dilakukan klien setelah minum obat.
d) Diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi
dengan dokter.
Rasional :
Program pengobatan dapat berjalan dengan lancar.

13
e) Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (benar
dosis, benar obat, benar waktu, benar caranya, benar
pasiennya).
Rasional :
Dengan mengetahui prinsip penggunaan obat, maka
kemandirian klien untuk pengobatan dapat ditingkatkan secara
bertahap.

Peran serta keluarga dalam merawat halusinasi adalah sebagai berikut :

1. Bantu mengenal halusinasi


a. Bina saling percaya.
b. Diskusikan kapan muncul situasi yang menyebabkan (jika sendiri), isi,
dan frekuensi.
2. Meningkan kontak dengan realitas.
a. Bicara tentang topik yang nyata , tidak mengikuti halusinasi.
b. Bicara dengan klien secara sering dan singkat.
c. Buat jadwal kegiatan sehari-hari untuk menghindari kesendirian.
d. Ajak bicara jika klien tampak sedang berhalusinasi.
e. Diskusikan hasil observasi anda.
3. Bantu menurunkan kecemasan dan ketakutan
a. Temani, cegah, isolasi, dan menarik diri.
b. Terima halusinasi klien tanpa mendukung dan menyalahkan,
misalnya:”Saya percaya Anda mendengar , tetapi saya sendiri tidak
dengar”.
c. Beri kesempatan untuk mengungkapkan
d. Tetap hangat, empati, kalem, dan lemah.
4. Mencegah klien melukai diri sendiri dan orang lain.
a. Lakukan perlindungan.
b. Kontak yang sering secara personal.
5. Tingkatkan harga diri.
a. Identifikasi kemampuan klien dan beri kegiatan yang sesuai.
b. Beri kesempatan sukses dan beri pujian atas kesukseksan klien.
c. Dorong berespons pada situasi nyata.

14
1.9 Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan ( SP )
SP 1 Pasien : membantu pasien mengenal halusinasi, menjelaskan cara
mengontrol halusinasi, mengajarkan pasien mengontrol halusinasi dengan
menghardik halusinasi.
Peragaan komunikasi di bawah ini !
Orientasi
Selamat pagi! Saya perawat yang akan merawat anda. Saya suster
SS, senang dipanggil suster S. Nama anda siapa ? senang dipanggil apa ?”
“bagaimana perasaan Dhari ini ? apakah keluhan D saat ini ?”
“baiklah, bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang suara yang selama
ini D dengar, tetapi tidak tampak wujudnya ? dimana kita duduk ? di
ruaang tamu ? berapa lama ? bagaimana kalau 30 menit ?”
Kerja
“Apakah D mendengar suara tanpa ada wujudnya ? apa yang
dkatakan suara itu ?”
“Apakah terus-menerus terdengar atau sewaktu-waktu ?
Kapan D paling sering mendengar suara itu ? beberapa kali sehari D
alami ? pada keadaan apa suara itu terdengar ? apakah pada waktu
sendiri ?”
“apa yang D rasakan pada saat mendengr suara itu ? apa yang D
lakukan saat mendengar suara itu ? apakah dengan cara itu uara-suara itu
hilang ? bagaimana kalau kita belajar cara-cara untuk mencegah suara-
suara itu muncul ?”
“D, ada empat cara untuk mencegah suara-suara itu muncul.
Pertama, dengan menghardik suara terseut. Kedua, dengan cara bercakap-
cakap dengan orang ain. Ketiga, melakukan kegiatan yang sudah
terjadwal, dan yang keemmpat minum obat dengan teratur.
“Bagaimana kala kita belajar satu cara dulu, yaitu dengan menghardik.
Caranya adalah saat suara-suara itu muncul, langsung D bilang, pergi saya
tidak mau dengar... saya tidak mau dengar kamu suara palsu! Begitu
diulang-ulang sampai suara itu tidak terdengar lagi. Coba D peragakan!
Nah begitu,... bagus! Coba lagi! Ya bagus, Dsudah bisa.”

15
Terminasi
“Bagaimana perasaan D setelah memeragakan latihan tadi ? kalau
suara-suara itu muncul lagi, isilakan coba cara tersebut! Bagaimana kalau
kita jadwal latihannya. Mau jam berapa saja latihannya ? (anda masukan
kegiatan latihan menghardik halusinasi dalam jadwal kegiatan harian
paien). Bagaimana kalau kita bertemu lagi untuk belajar dan latihan
mengendalikan suara-suara dengan cara yang kedua ? pukul berapa D ?
bagaimana kalau dua jam lagi ? dimana tempatnya ?”
“baiklah, sampai jumpa.”

SP 2 Pasien : melatih pasien mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap


bersama orang lain.
Peragakan komunikasi di bawah ini!
Orientasi
“Selamat pagi, D! Bagaimana perasaan D hari ini ? apakah suara-
suaranya masih muncul ? apakah sudah dipakai cara yang telah kita latih ?
berkurangkah suara-suaranya ? bagus! Sesuai janji kita tadi, saya akan
latih cara kedua untuk mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap
dengan orang lain. Kita akan latihan selama 20 menit. Mau di mana? Di
sini saja ?”
Kerja
“ Cara kedua untuk mencegah/mengontrol halusinasi adalah
dengan bercakap-cakap dengan orang lain jadi kalau D dengar suara-
suara, langsung saja cari teman untuk di ajak ngorol. Minta teman untuk
ngobrol dengan D. Contohnya begini, “tolong, saya mulai dengar suara-
suara. Ayo ngobrol dengan saya!” atau kalau ada orang dirumah,
misalnya kakak D, katakan, “kak, ayo ngobrol dengan D. D sedang
dengar suara-suara.” Begitu D. Coba D lakukan seperti tadi saya lakukan.
Ya, begitu. Bagus! Coba sekali lagi! Bagis! Nah, latihan terus ya D!” di
sisni, D dapat mengajak perawat atau pasien lain untuk bercakap-cakap.

16
Terminasi
“ Bagaiman perasaan D setelah latihan ini ? jadi, sudah ada
beberapa cara yang D pelajari untuk mencegah suara-suara itu ? bagus,
cobalah kedua cara ini kalau D mengalami halusinasi lagi. Bagaimana
kalau kita masukan dalam jadwal kegiatan harian D. Mau jam berapa
latihan bercakap-cakap? Nah, nanti lakukan secara teratur sewaktu-waktu
suara itu muncul! Besok pagi saya akan kesini lagi. Bagaimana kalau kita
latih cara yang ketiga, yaitu melakukan aktivitas terjadwal? Mau jam
berapa ? bagaimana kalau jam 10 pagi ? mau dimana ? di sini lagi ?
sampai besok ya. Selamat pagi!”

SP 3 Pasien : Melatih pasien mengonrol halusinasi dengan melaksanakan


aktivitas terjadwal.
Peragakan komunikasi dibawah ini !
Orientasi
“Selamat pagi D! Bagaimana perasaan D hari ini?”
“Apakah suara-suaranya masih muncul? Apakah sudah dipakai dua
cara yang telah kita latih ? Bagaimana hasilnya? Bagus!”
“Sesuai janji kita, hari ini kita akan belajar cara yang ketiga untuk
mencegah halusinasi yatu melakukan kegiatan terjadwal.”
“Mau dimana kita bicara? Baik, kita duduk di ruang tamu. Berapa
lama kita bicara ? Bagaimana kalau 30 menit? Baiklah.”
Kerja

“Apa saja yang biasa D lakukan? Pagi-pagi apa kegiatannya, terus


jam berikutnya apa?” (Terus kaji hingga didapatkan kegiatannya sampai
malam).

“Wah banyak sekali kegiatannya! Mari kita latih dua kegiatan hari
ini (latih kegiatan tersebut)! Bagus sekali jika D bisa dilakukan!”
“Kegiatan ini dapat D lakukan untuk mencegah suara tersebut
muncul. Kegiatan yang lain akan kita latih lagi agar dari pagi sampai
malam ada kegiatan.”

17
Terminasi
“Bagaimana perasaan D setelah kita bercakap-cakap cara yang
ketiga untuk mencegah suara-suara? Bagus sekali! Coba sebutkan 3 cara
yang telah kita latih untuk mencegah suara-suara. Bagus sekali! Mari kita
masukkan dalam jadwal kegiatan harian D. Coba lakukan sesuai jadwal
ya!” (Perawat dapat melatih aktivitas yanng lain pada pertemuan berikut
sampai terpenuhi seluruh aktivitas dari pagi sampai malam.)
“Bagaimana kalau menjelang makan siang nanti, kita membahas
cara minum obat yang baik serta guna obat. Mau jam berapa? Bagaimana
kalau jam12? Di ruang makan ya! Sampai jumpa!”

SP 4 Pasien : Melatih pasien minum obat secara teratur.


Peragakan komunikasi dibawah ini !
Orientasi
“Selamat siang D! Bagaimana perasaan D siang ini? Apakah suara-
suaranya masih muncul? Apakah sudah digunakan tiga cara yang telah
kita latih? Apakah jadwal kegiatannya sudah dilaksanakan? Apakah pagi
tadi sudah minum obat? Baik. Hari ini kita akan mendiskusikan tentang
obat-obatan yang D minum. Kita akan diskusi selama 20 menit sambil
menunggu makan siang. Di sini saja ya D?”

Kerja
“D, adakah bedanya setelah minum obat secara teratur? Apakah
suara-suara berkurang atau hilang? Minum obat sangat penting agar
suara-suara yang D dengar dan mengganggu selama ini tidak muncul lagi.
Berapa macam obat yang D minum? (Perawat menyiapkan obat pasien).
Ini yang warna oranye (Chlorpromazine, CPZ) gunanya untuk
menghilangkan suara-suara. Obat yang berwarna putih ( Tpyhexilpendil,
THP) gunanya agar D merasa rileks dan tidak kaku, sedangkan yang
merah jambu (Haloperidol, HLP) berfungsi untuk menenangkan pikiran
dan menghilangkan suara-suara. Semua obat ini diminum 3 kali sehari,
setiap pukul 7 pagi, 1 siang, dan 7 malam. Kalau suara-suara sudah bilang

18
obatnya tidak boleh dihentikan, nanti konsultasikan dengan dokter, sebab
kalau putus obat, D akan kambuh dan sulit sembuh seperti keadaaan
semula. Kalau obat habis, D bisa minta ke dokter untuk mendapatkan obat
lagi. D juga harus teliti saat minnum obat-obatan ini. Pastikan obatnya
benar, artinya D harus memastikan bahwa obat itu obat yang benar-benar
punya D. Jangan keliru dengan obat milik orang lain. Baca nama
kemasannya. Pastikan obat diminum pda waktunya, dengan cara yang
benar, yaitu diminum sesudah makan dan tepat jamnya. D juga harus
perhatikan berapa jumlah obat sekali minum, dan D juga harus cukup
minum 10 gelas per hari.”
Terminasi
“Bagaimana perasaan D setelah kita bercakap-cakap mengenai
obat? Sudah berapa cara yang kitalatih untuk mencegah suara-suara?
Coba sebutkan! Bagus! (Jika jawaban benar). Mari kita masukkan jadwal
minum obatnya pada jadwal kegiatan D! Jangan lupa pada waktunya
minta obat pada perawat atau pada keluarga kalau di rumah. Nah,
makanan sudah datang!”
Besok kita ketemu lagi untuk melihat manfaat 4 cara mencegah
suara yang telah kita bicarakan. Mau pukul berapa? Bagaimana kalau
pukul 10pagi? Sampai jumpa. Selamat pagi!”\

19
DAFTAR PUSTAKA

Azizah, LM. (2011). Keperawatan Jiwa Aplikasi Praktik Klinik. Yogyakarta :


Graha Ilmu
Cahyo Wahyu, dkk. 2014. Sistem Neurobihavior II ASKEP Halusinasi.
https://www.scribd.com/document/260926911/makalah-askep-halusinasi
diakses pada tanggal 17 Juni 2021 pukul 19.10
Kusumawati, Farida dan Yudi Hartono.2010.Buku Ajar Keperawatan
Jiwa.Jakarta: Salemba Medika
Prabowo, E. 2014. Konsep dan Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Jakarta :
Nuha Medika
Sutejo. (2017). Konsep dan Praktik Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa:
Ganguan Jiwa dan Psikososial. Yogyakarta: PT. Pustaka Baru
Townsend, MC. (2010). Diagnosis Keperawatan Psikiatri Rencana Asuhan &
Medikasi Psikotropik. Jakarta : EGC
Wijayaningsih, Kartika Sari.2015.Panduan Lengkap Praktik Klinik Keperawatan
Jiwa.Jakarta: Trans Info Media

20

Anda mungkin juga menyukai