Anda di halaman 1dari 23

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Halusinasi

Halusinasi merupakan salah satu gejala yang sering ditemukan pada


klien dengan gangguan jiwa. Halusinasi identik dengan skizofrenia. Seluruh
klien dengan skizofrenia diantaranya mengalami halusinasi. Gangguan jiwa
lain yang sering disertai dengan gejala halusinasi adalah gangguan maniak
depresif dan delirium. Halusinasi adalah gangguan persepsi dimana klien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi (Maramis,1998
dalam Maryatun, 2017).
Suatu penghayatan yang dialami seperti suatu persepsi melalui
pancaindra stimulus eksternal, persepsi palsu. Berebda dengan ilusi dimana
klien mengalami persepsi yang salah terhadap stimulus, salah persepsi pada
halusinasi terjadi tanpa adanya stimulus eksternal yang terjadi. Stimulus
internal dipersepsikan sebagai suatu yang nyata ada oleh klien
(Maramis,1998 dalam Muhith, 2015).
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan persepsi sensori yang
dialami oleh pasien gangguan jiwa (Keliat, Akemat, Helena, &
Nurhaeni,2013 dalam Anna, 2019). Halusinasi adalah distorsi persepsi palsu
yang terjadi pada respon neurobiologis maladaptif. Klien yang sebenarnya
mengalami distorsi sensori sebagai hal yang nyata dan meresponnya
(Struart, Keliat & Pasaribu, 2016 dalam Anna,2019).

B. Jenis-Jenis Halusinasi

Menurut Satriodkk (2015), halusinasi terdiri dari:


1. Halusinasi pendengaran
Klien mendengar bunyi atau suara,suara tersebut membicarakan tentang
pasien dan suara yang didengar dapat berupa perintah yang memberitahu
pasien untuk melakukan sesuatu, kadang-kadang dapat membahayakan
atau mencederai dirinya sendiri.
2. Halusinasi penciuman
Pada halusinasi penciuman isi halusinasi dapat berupa klien mencium
aroma atau tertentu seperti urine atau feses atau bau yang bersifat lebih
umum atau bau busuk atau bau yang tidak sedap.
3. Halusinasi penglihatan
Pada klien halusinasi penglihatan, isi halusinasi berupa melihat bayangan
yang sebenarnya tidak ada sama sekali, misalnya cahaya atau orang yang
telah meninggal atau mungkin sesuatu yang bentuknya menakutkan.
4. Halusinasi pengecapan
Merasa mengecap rasa seperti darah, urine, feses, atau yang lainnya.
5. Halusinasi perabaaan
Merasa mengalami nyeri, rasa kesetrum atau ketidak nyamanan tanpa
stimulus yang jelas.

C. Rentang Respon Halusinasi

Rentang respon neurobiologis yang paling adaptif yaitu adanya pikiran


logis, persepsi akurat, emosi yang konsisten dengan pengalaman, perilaku
cocok, dan terciptanya hubungan sosial yang harmonis. Sedangkan, respon
maladaptif yang meliputi waham, halusinasi, kesukaran proses emosi,
perilaku tidak teroganisasi, dan isolasi sosial. Rentang respon neurobiologis
halusinasi digambaran sebagai berikut (Stuart, 2013).

Adaptif Maladaptif

- Pikiran logis - Kadang - Gangguan


- Persepsi akurat proses pikir porses
- Emosi
Konsisten dengan tidak berpikir/waha
pengalaman terganggu m
- Perilaku cocok - Ilusi - Halusinasi
- - Emosi tidak stabil - Kesukaran
Hubungan sosial - Perilaku proses emosi
harmonis tidakbiasa
- Menarik diri
D. Etiologi

a. Skizofrenia
b. Psikosis fungsional
c. Sindrom otak organik(SOO)
d. Epilepsi
e. Neurosis histerik
f. Intoksikasi atropin atau kecubung
g. Zat halusinogenik
h. Sering menyendiri
i. Melamun atau termenung sendiri
j. Gangguan jiwa

Halusinasi merupakan salah satu gejala dalam menentukan diagnosis klien


yang mengalami psikotik, khususnya schizofrenia. Halusinasi dipengaruhi
oleh faktor (Stuart dan Larais, 2005 dalam Muhith, 2015), yaitu sebagai
berikut:
1. Faktor predisposisi: merupakan faktor yang mempengaruhi jenis dan
jumlah sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi
stress. Beberapa faktor predisposisi yang berkontribusi pada munculnya
respon neurobiology seperti pada halusinasi antara lain:
a. Faktor genetik, telah diketahui bahwa secara genetik schizophrenia
diturunkan melalui kromosom-kromosom tertentu.
b. Faktor perkembangan, jika tugas perkembangan mengalami
hambatan dan hubungan interpersonal terganggu, maka individu
akan mengalami stres dan kecemasan.
c. Faktor neurobiology, ditemukan bahwa kortex prefrontal dan
kortex limbic pada klien dengan schizophrenia tidak pernah
berkembang penuh.
d. Study neuro transmitter, schizofrenia diduga juga disebabkan oleh
adanya ketidak seimbangan neuro tansmitter serta dopamine
berlebihan, tidak seimbang dengan kadar serotinin.
e. Faktor biokimia, mempunyai pengaruh terhadap terjadinya
gangguan jiwa. Dengan adanya stress yang berlebihan yang dialami
seseorang, maka tubuh menghasilkan suatu zat yang dapat bersifat
halusinogenik neuro kimia seperti buffofenon dan dimetytran ferase
(DMP).
f. Teori virus, paparan virus influenzae pada trimester ke-3 kehamilan
dapat menjadi faktor predisposisi schizofrenia.
g. Psikologis, beberapa kondisi psikologis yang menjadi faktor
predisposisi schizofrenia, antaralain anak yang diperlakukan oleh ibu
yang pencemas, terlalu melindungi, dingin dan tidak berperasaan,
sementara ayah yang mengambil jarak dengan anaknya. Kemudian
hubungan interpersonal yang tidak harmonis serta adanya
peranganda yang bertentangan dan sering diterima oleh anak akan
mengakibatkan stress dan kecemasan yang tinggi dan berakhir
dengan gangguan orientasi realitas.
h. Faktor sosiol kultural, berbagai faktor dimasyarakat dapat
menyebabkan seorang merasa disingkirkan oleh kesepian terhadap
lingkungan tempat klien dibesarkan.

2. Faktor Presipitasi

Stimulus dipersepsikan oleh individu sebagai tantangan,


ancaman/tuntutan yang memerlukan energi ekstra untuk koping.
Adanya rangsang lingkungan yang sering yaitu seperti partisipasi klien
dalam kelompok, terlalu lama diajak komunikasi dan suasana
sepi/isolasi sering sebagai pencetus terjadinya halusinasi karena hal
tersebut dapat meningkatkan stress dan kecemasan yang merangsang
tubuh mengeluarkan zat halusinogenik. Disamping itu juga oleh karena
proses penghambatan dalam proses tranduksi dari suatu impuls yang
menyebabkan terjadinya penyimpangan dalam proses interpretasi dan
interkoneksi sehingga dengan demikian faktor-faktor pencetus respon
neurobiologis dapat dijabarkan sebagai berikut:
a. Berlebihnya proses informasi pada sistem saraf yang menerima
dan memproses informasi dithalamus dan frontal otak.
b. Mekanisme penghantaran listrik disaraf terganggu (mekanisme
gatting abnormal)
c. Gejala-gejala pemicu seperti kondisi kesehatan, lingkungan, sikap,
dan perilaku.

E. Patofisiologi

Penyebab terjadinya halusinasi terdapat 4 fase yaitu:


a. Fasepertama
Disebut juga dengan fase comforting yaitu fase menyenangkan. Pada
tahap ini masuk dalam golongan nonpsikotik. Karakteristik : klien
mengalami stres, cemas, perasaan perpisahan, rasa bersalah, kesepian
yang memuncak, dan tidak dapat diselesaikan. Klien mulai melamun dan
memikirkan hal-hal yang menyenangkan, cara ini hanya menolong
sementara. Perilaku klien: tersenyum dan tertawa yang tidak sesuai,
menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata cepat, respons verbal
yang lambat jika sedang asik dengan halusinasinya, dan suka menyendiri.
b. Fase kedua
Disebut dengan fase condemming atau ansietas berat yaitu halusinasi
menjadi menjijikan. Termasuk dalam psikotik ringan. Karakteristik:
pengalaman sensori menjijikan dan menakutkan, kecemasan meningkat,
melamun dan berfikir sendiri jadi dominan. Mulai dirasakan ada bisikan
yang tidak jelas. Klien tidak ingin orang lain tahu, dan ia tetap dapat
mengontrolnya. Perilaku klien: meningkatnya tanda-tanda sistem saraf
otonom seperti peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Klien asik
dengan halusinasinya dan tidak bisa membedakan realitas.
c. Fase ketiga
Disebut juga dengan fase controlling atau ansietas berat yaitu
pengalaman sensori menjadi berkuasa. Termasuk dalam gangguan
psikotik. Karakteristik: bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol,
menguasai dan mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan tidak
berdaya terhadap halusinasinya. Perilaku klien: kemauan dikendalikan
halusinasi, rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik. Tanda-
tanda fisik berupa klien berkeringat, tremor dan tidak mampu mematuhi
perintah.
d. Fase keempat
Disebut juga fase conquering atau panik yaitu klien lebur dengan
halusinasinya. Termasuk dalam psikotik berat. Karakteristik:
halusinasinya berubah menjadi mengancam, memerintah dan memarahi
klien. Klien menjadi takut, tidak berdaya, hilang kontrol, dan tidak dapat
berhubungan secara nyata dengan orang lain dilingkungannya. Perilaku
klien: perilaku teror akibat panik, potensi bunuh diri, perilaku kekerasan,
agitasi, menarik diri atau katatonik, tidak mampumerespon terhadap
perintah kompleks, dan tidak mampu berespons lebih dari satu orang.

F. Tanda dan Gejala

Menurut Azizah (2016), tanda dan gejala perlu diketahui supaya dapat
menetapkan masalah halusinasi, antaralain:
a. Berbicara, tertawa, dan tersenyum sendiri
b. Bersikap seperti mendengarkan sesuatu
c. Berhenti berbicara sesaat ditengah-tengah kalima tuntuk mendengarkan
sesuatu
d. Disorientasi
e. Tidak mampu atau kurang konsentrasi
f. Cepat berubah pikiran
g. Alur pikiran kacau
h. Respon yang tidak sesuai
i. Menarik diri
j. Sering melamun

G. Diagnosa Medis

Diagnosa medis pada pasien gangguan jiwa halusinasi yaitu Skizofrenia.


H. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang halusinasi yaitu:


a. Pemeriksaan darah dan urine, untuk melihat kemungkinan infeksi serta
penyalah gunaan alkohol dan NAPZA
b. EEG (elektro ensefalogram), yaitu pemeriksaan aktivitas listrik otak
untuk melihat apakah halusinasi disebabkan oleh epilepsi
c. Pemindaian CT scan dan MRI, untuk mendeteksi stroke serta
kemungkinan adanya cedera atau tumor diotak.

I. Penatalaksanaan Medis

Menurut Keliat (2011) dalam Pambayun (2015), tindakan keperawatan


untuk membantu klien mengatasi halusinasinya dimulai dengan membina
hubungan saling percaya dengan klien. Hubungan saling percaya sangat
penting dijalin sebelum mengintervensi klien lebih lanjut. Pertama-tama klien
harus difasilitasi untuk merasa nyaman menceritakan pengalaman
halusinasinya agar informasi tentang halusinasi yang dialami oleh klien dapat
diceritakan secara konprehensif. Untuk itu perawat harus memperkenalkan
diri, membuat kontrak asuhan dengan klien bahwa keberadaan perawat adalah
betul-betul untuk membantu klien. Perawat juga harus sabar, memperlihatkan
penerimaan yang tulus, dan aktif mendengar ungkapan klien saat
menceritakan halusinasinya. Hindarkan menyalahkan klien atau
menertawakan klien walaupun pengalaman halusinasi yang diceritakan aneh
dan menggelikan bagi perawat. Perawat harus bisa mengendalikan diri agar
tetap terapeutik.
Setelah hubungan saling percaya terjalin, intervensi keperawatan
selanjutnya adalah membantu klien mengenali halusinasinya (tentangi
sihalusinasi, waktu, frekuensi terjadinya halusinasi, situasi yang
menyebabkan munculnya halusinasi, dan perasaan klien saat halusinasi
muncul). Setelah klien menyadari bahwa halusinasi yang dialaminya adalah
masalah yang harus diatasi, maka selanjutnya klien perlu dilatih bagaimana
cara yang bisadilakukan dan terbukti efektif mengatasi halusinasi. Proses ini
dimulai dengan mengkaji pengalaman klien mengatasi halusinasi. Bila ada
beberapa usaha
yang klien lakukan untuk mengatasi halusinasi, perawat perlu mendiskusikan
efektifitas cara tersebut. Apabila cara tersebut efektif, bisa diterapkan,
sementara jika cara yang dilakukan tidak efektif perawat dapat membantu
dengan cara-cara baru.
Menurut Keliat (2011) dalam Pambayun (2015), ada beberapa cara
yang bisa dilatihkan kepada klien untuk mengontrol halusinasi, meliputi:

1. Menghardik halusinasi.

Halusinasi berasal dari stimulus internal. Untuk mengatasinya,


klien harus berusaha melawan halusinasi yang dialaminya secara internal
juga. Klien dilatih untuk mengatakan, ”tidak mau dengar…,tidak mau
lihat”. Ini dianjurkan untuk dilakukan bila halusinasi muncul setiap saat.
Bantu pasien mengenal halusinasi, jelaskan cara-cara kontrol halusinasi,
ajarkan pasien mengontrol halusinasi dengan cara pertama yaitu
menghardik halusinasi:

2. Menggunakan obat.

Salah satu penyebab munculnya halusinasi adalah akibat ketidak


seimbangan neurotransmiter disyaraf (dopamin, serotonin). Untuk itu,
klien perlu diberi penjelasan bagaimana kerja obat dapat mengatasi
halusinasi, serta bagairnana mengkonsumsi obat secara tepat sehingga
tujuan pengobatan tercapai secara optimal. Pendidikan kesehatan dapat
dilakukan dengan materi yang benar dalam pemberian obat agar klien
patuh untuk menjalankan pengobatan secara tuntas danteratur.
Keluarga klien perlu diberi penjelasan tentang bagaimana
penanganan klien yang mengalami halusinasi sesuai dengan kemampuan
keluarga. Hal ini penting dilakukan dengan dua alasan. Pertama keluarga
adalah sistem dimana klien berasal. Pengaruh sikap keluarga akan sangat
menentukan kesehatan jiwa klien. Klien mungkin sudah mampu
mengatasi masalahnya, tetapi jika tidak didukung secara kuat, klien bisa
mengalami kegagalan, dan halusinasi bisa kambuh lagi. Alasan kedua,
Halusinasi sebagai salah satu gejala psikosis bisa berlangsung lama
(kronis), sekalipun klien pulang ke rumah, mungkin masih mengalarni
halusinasi. Dengan mendidik keluarga tentang cara penanganan
halusinasi, diharapkan keluarga dapat menjadi terapis begitu klien
kembali kerumah. Latih pasien menggunakan obat secara teratur:
Jenis-jenis obat yang biasa digunakan pada pasien halusinasi
adalah:
a. Clorpromazine (CPZ, Largactile),Warna: Orange
Indikasi: Untuk mensupresi gejala – gejala psikosa : agitasi,
ansietas, ketegangan, kebingungan, insomnia, halusinasi, waham,
dan gejala - Gejala lain yang biasanya terdapat pada penderita
skizofrenia, manik depresi, gangguan personalitas, psikosa
involution, psikosa masa kecil.
Cara pemberian: Untuk kasus psikosa dapat diberikan per oral
atausuntikan intramuskuler. Dosis permulaan adalah 25 – 100 mg
dan diikuti peningkatan dosis hingga mencapai 300mg perhari.
Dosis ini dipertahankan selama satu minggu. Pemberian dapat
dilakukan satu kali pada malam hari atau dapat diberikan tiga kali
sehari. Bila gejala psikosa belum hilang, dosis dapat dinaikkan
secara perlahan-lahan sampai 600– 900mg perhari.

Kontra indikasi: Sebaiknya tidak diberikan kepada klien dengan


keadaan koma, keracunan alkohol, barbiturat, atau narkotika, dan
penderita yang hipersensitif terhadap derifat fenothiazine.
Efek samping: Yang sering terjadi misalnya lesu dan mengantuk,
hipotensi orthostatik, mulutkering, hidung tersumbat, konstipasi,
amenore pada wanita, hiperpireksia atau hipopireksia, gejala ekstra
piramida. Intoksikasinya untuk penderita non psikosa dengan dosis
yang tinggi menyebabkan gejala penurunan kesadaran karena
depresi susunan syaraf pusat, hipotensi, ekstra piramidal, agitasi,
konvulsi, dan perubahan gambaran irama EKG. Pada penderita
psikosa jarang sekali menimbulkan intoksikasi.
b. Haloperidol (Haldol, Serenace),Warna: Putih besar
Indikasi: Yaitu manifestasi dari gangguan psikotik, sindroma
giliesde la tourette pada anak – anak dan dewasa maupun pada
gangguan perilaku yang berat pada anak–anak.
Cara pemberian: Dosis oral untuk dewasa 1 – 6 mg sehari yang
terbagi menjadi 6 – 15 mg untuk keadaan berat. Dosis parenteral
untuk dewasa 2 -5 mg intramuskuler setiap 1 – 8 jam, tergantung
kebutuhan.
Kontra indikasi: Depresi sistem syaraf pusat atau keadaan koma,
penyakit parkinson, hipersensitif terhadap haloperidol.
Efek samping: Yang sering adalah mengantuk, kaku, tremor, lesu,
letih, gelisah, gejala ekstrapiramidal atau pseudo parkinson. Efek
samping yang jarang adalah nausea, diare, kostipasi, hipersalivasi,
hipotensi, gejala gangguan otonomik. Efek samping yang sangat
jarang yaitu alergi, reaksi hematologis. Intoksikasinya adalah
bilaklien memakai dalam dosis melebihi dosis terapeutik dapat
timbul kelemahan otot atau kekakuan, tremor, hipotensi,
sedasi,koma, depresi pernapasan.

c. Trihexiphenidyl ( THP, Artane, Tremin ), Warna: Putih kecil


Indikasi: Untuk penatalaksanaan manifestasi psikosa khususnya
gejala skizofrenia.
Cara pemberian: Dosis dan cara pemberian untuk dosis awal
sebaiknya rendah ( 12,5 mg ) diberikan tiap 2 minggu. Bila efek
samping ringan, dosis ditingkatkan 25 mg dan interval pemberian
di perpanjang 3 – 6 mg setiap kali suntikan, tergantung dari respon
klien. Bila pemberian melebihi 50 mg sekali suntikan sebaiknya
peningkatan perlahan – lahan.
Kontra indikasi: Pada depresi susunan syaraf pusat yang hebat,
hipersensitif terhadap fluphenazineataua dari wayat sensitif terhadap
phenotiazine. Intoksikasi biasanya terjadi gejala – gejala sesuai
dengan efek samping yang hebat. Pengobatan overdosis;
hentikan obat berikan terapi simtomatis dan suportif, atasi hipotensi
dengan levarteronol hindari menggunakan ephineprine ISO, (2008)
dalam Pambayun (2015).

3. Berinteraksi dengan orang lain.

Klien dianjurkan meningkatkan keterampilan hubungan sosialnya.


Dengan meningkatkan intensitas interaksi sosialnya, kilen akan dapat
memvalidasi persepsinya pada orang lain. Klien juga mengalami
peningkatan stimulus eksternal jika berhubungan dengan orang lain.
Dua hal ini akan mengurangi fokus perhatian klien terhadap stimulus
internal yang menjadi sumber halusinasinya. Latih pasien mengontrol
halusinasi dengan cara kedua yaitu bercakap-cakap dengan orang
lain:

4. Beraktivitas secara teratur dengan menyusun kegiatan harian.

Kebanyakan halusinasi muncul akibat banyaknya waktu luang


yang tidak dimanfaatkan dengan baik oleh klien. Klien akhirnya asyik
dengan halusinasinya.Untuk itu, klien perlu dilatih menyusun rencana
kegiatan dari pagi sejak bangun pagi sampai malam menjelang tidur
dengan kegiatan yang bermanfaat. Perawat harus selalu memonitor
pelaksanaan kegiatan tersebut sehingga klien betul-betul tidak ada
waktu lagi untuk melamun tak terarah. Latih pasien mengontrol
halusinasi dengan cara ketiga, yaitu melaksanakana ktivitas terjadwal.

J. Penatalaksanaan Keperawatan

Asuhan Keperawatan Halusinasi

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses


keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam
pengumpulan data dari berbagai sumber untuk mengevaluasi dan
mengidentifikasi status kesehatan pasien (lyer,et al,1996). Pengumpulan
data yang dikumpulkan meliputi data pasien secara holistik, yakni
meliputi aspek biologis, psikologis, social dan spiritual. Seseorang
diharapkan memiliki kesadaran atau kemampuan tilik diri
(selfawareness), kemampuan mengobservasi dengan akurat,
berkomunikasi secara terapeutik, dan kemampuan berespons
secaraefektif (Stuart, 2007). Aspek yang harus dikaji selama proses
pengkajian meliputi faktor predisposisi, faktorpresipitasi, penilaian
terhadap stressor, sumber koping, dan kemampuan koping yang dimiliki
klien (Stuart, 2007). Pengkajian pada pasien dengan halusinasi
difokuskan pada:
Faktor Faktor 1. Usia bayi tidak terpenuhi kebutuhan
predisposisi perkembangan makanan, minuman dan rasaaman.
terlambat 2. Usia balita, tidak terpenuhi kebutuhan
otonomi.
3. Usia sekolah mengalami peristiwa
Yang tidak terselesaikan.
Faktor psikologis Mudah kecewa, mudah putusasa,
kecemasan tinggi, menutup diri, ideal
diritinggi, harga diri rendah, identitas diri
tidak jelas, krisis peran, gambaran
dirinegatif, dan koping destruktif.

Faktor sosial Isolasi sosial pada yang usia lanjut, cacat,


budaya sakitkronis, tuntutan lingkungan yang
terlalu tinggi.

Faktor biologis Adanya kejadian terhadap fisik, berupa


atrofiotak, pembesaran ventrikel,
perubahan besar dan bentuk sel korteks
dan limbic.
Faktor genetik Adanya pengaruh herediter (keturunan
berupa anggota keluarga terdahulu yang
mengalami schizophrenia dan kembar
monozigot.

Perilaku Perilaku yang Bibir komat-kamit, tertawa sendiri, bicara


sering tampak pada sendiri, kepala mengangguk-angguk,
klien dengan seperti mendengar sesuatu,tiba-tiba
halusinasi antara menutup telinga, gelisah, bergerak seperti
lain Mengambil atau membuang sesuatu,tiba-
tiba marah dan menyerang, duduk terpaku,
memandang satu arah, menarik diri.
Fisik ADL Nutrisi tidak adekuat bila halusinasi
memerintahkan untuk tidak makan, tidur
terganggu karena ketakutan, kurang
kebersihan diri atau tidak mandi, tidak
mampu berpartisipasi dalam kegiatan
aktivitas fisik yang berlebihanagitasi
gerakan atau kegiatan ganjil.
Berhenti dari minuman keras,
penggunaan obat-obatan, zat halusinogen,
tingkahlaku merusak diri.
Kebiasaan Schizofrenia, delirium berhungan dengan
riwayat demam dan penyalah gunaan
obat.

Riwayat kesehatan
Fungsi sistem 1. Perubahan berat badan, hipertermi
tubuh (demam).
2. Neorologikal perubahan mood,
disorientasi.
3. Ketidak efektifan endokrin oleh
Peningkatan temperature.
Status emosi Afek tidak sesuai, perasaan bersalah
ataumalu, sikap negatif dan bermusuhan
beratataupanic, suka berkelahi.

Status Gangguan persepsi, penglihatan,


intelektual gangguan pendengaran, penciuman dan
kecap, isi piker tidak realistis, tidak logis
dan sukar diikuti atau kaku, kurang
motivasi, koping regresi dan denial sertas
edikit bicara.

Status sosial Putus asa, menurunnya kualitas


kehidupan, ketidak mampuan mengatasi
stress dan kecemasan.

(Stuart, Laraia,2005)

Halusinasi merupakan salah satu gejala gangguan jiwa dimana pasien


mengalami perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu
berupasuara, penglihatan, penegcapan, perabaan atau penghiduan.
Jenis halusinasi:
Jenis Data Objektif DataS ubjektif
Halusinasi

Halusinasi 1. Bicara atau tertawa 1. Mendengar suara-


dengar/suara sendiri, marah-marah tanpa suara atau
sebab kegaduhan
2. Mengarahkan telinga 2. Mendengar suara
kearah tertentu yang mengajak
3. Menutup bercakap-cakap.
telinga. 3. Mendengar suara
Halusinasi 1. Menunjuk- nunjuk Melihat bayangan, sinar,
penglihatan kearah tertentu. bentuk geometris, bentuk
2. Ketakutan pada sesuatu kartun, melihat hantu atau
yang monster.
tidakjelas.
Halusinasi 1. Menghidu seperti sedang Membaui bau-bauan seperti
penghidu membaui bau- bauan baudarah, urine, feses,
tertentu. kadang-kadang bau itu
2. Menutup menyenangkan.
hidung.
Halusinasi Sering Meludah dan Muntah Merasakan rasa seperti
pengecapan darah, urine atau feses.
Halusinasi Menggaruk –garuk permukaan 1. Mengatakan ada
serangga di permukaan
perabaan kulit kulit
2. Merasa seperti tersengat
listrik.

a. Isi Halusinasi
Data tentang isi halusinasi dapat diketahui dari hasil pengkajian
tentang jenis halusinasi.
b. Waktu, Frekuensi, dan situasi yang menyebabkan munculnya
halusinasi
Perawat juga perlu mengkaji waktu, frekuensi, dan situasi
munculnya halusinasi yang dialami oleh pasien. Kapan halusinasi
terjadi? Apakah pagi, siang, sore atau malam? Jika mungkin
jamberapa? Frekuensi terjadi apakah terus menerus atau hanya
sekali-kali?
c. Respon halusinasi
Untuk mengetahui apa yang dilakukan pasien ketika halusinasi
itu muncul, perawat dapat menanyakan pada pasien hal yang
dirasakan atau dilakukan saat halusinasi timbul. Perawat juga dapat
menanyakan kepada keluarga atau orang terdekat dengan pasien.
Salain itu dapat juga dengan mengobservasi perilaku pasien saat
halusinasi timbul.

2. Merumuskan Diagnosa Keperawatan

Masalah keperawatan adalah


a. Halusinasi
b. Harga diri rendah
c. Gangguan hubungan social
d. Risiko perilaku kekerasan
Tujuan Asuhan Keperawatan yaitu
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya
2) Klien mengenal halusinasi yang dialaminya
3) Klien dapat mengontrol halusinasi
4) Klien dapat mendukung keluarga untuk mengontrol halusinasi
5) Klien dapat memanfaatkan obat untuk mengatasi halusinasi.

3. Tindakan keperawatan untuk pasien

Tujuan tindakan untuk pasien meliputi:


a. Pasien mengenali halusinasi yang dialaminya
b. Pasien dapat mengontrol halusinasinya
c. Pasien mengikuti program pengobatan secara optimal.
Tindakan keperawatan
a. Membantu pasien mengenali halusinasi
Untuk membantu pasien mengenali halusinasi, perawat dapat
melakukannya dengan cara berdiskusi dengan pasien mengenai isi
halusinasi (apa yang didengar/dilihat), waktu terjadi halusinasi,
frekuensi terjadinya halusinasi, situasi yang menyebabkan halusinasi
muncul, dan respon pasien saat halusinasi muncul.
b. Melatih pasien mengontrol halusinasi.
Untuk membantu pasien agar mampu mengontrol halusinasi,
perawat dapat melatih pasien empat cara yang sudah terbukti dapat
mengendalikan halusinasi. Keempat cara tersebut meliputi:
1) Menghar dikhalusinasi.
Menghardik halusinasi adalah upaya mengendalikan diri
terhadap halusinasi dengan cara menolak halusinasi yang
muncul. Pasien dilatih untuk mengatakan ‘tidak’ terhadap
halusinasi yang muncul.
2) Berinteraksi dengan orang lain
Klien dianjurkan meningkatkan keterampilan hubungan
sosialnya. Dengan meningkatkan intensitas interaksi sosialnya,
kilen akan dapat memvalidasi persepsinya pada orang lain.
Klien juga mengalami peningkatan stimulus eksternal jika
berhubungan dengan orang lain. Dua hal ini akan mengurangi
fokus perhatian klien terhadap stimulus internal yang menjadi
sumber halusinasinya. Latih pasien mengontrol halusinasi
dengan cara kedua yaitu bercakap-cakap dengan orang lain.
3) Beraktivitas secara teratur dengan menyusun kegiatan harian.
Kebanyakan halusinasi muncul akibat banyaknya waktu luang
yang tidak dimanfaatkan dengan baik oleh klien.Klien akhirnya
asyik dengan halusinasinya. Untukitu, klien perlu dilatih
menyusun rencana kegiatan dari pagi sejak bangun pagi sampai
malam menjelang tidur dengan kegiatan yang bermanfaat.
Perawat harus selalu memonitor pelaksanaan kegiatan tersebut
sehingga klien betul-betul tidak ada waktu lagi untuk melamun
tak terarah. Latih pasien mengontrol halusinasi dengan cara
ketiga, yaitu melaksanakan aktivitas terjadwal.
Tahapan intervensinya sebagai berikut:
a) Menjelaskan pentingnya aktivitas yang teratur untuk
mengatasi halusinasi
b) Mendiskusikan aktivitas yang bisa dilakukan oleh pasien.
c) Melatih pasien melakukan aktivitas.
d) Menyusun jadwal aktivitas sehari-hari sesuai dengan
aktivitas yang telah dilatih. Upayakan pasien mempunyai
aktivitas dari bangun pagi sampai tidur malam,7 hari dalam
seminggu.
e) Memantau pelaksanaan jadwal kegiatan, memberikan
penguatan terhadap perilaku pasien yang positif.
4) Menggunakan obat.
Untuk mengontrol halusinasi, pasien juga harus dilatih untuk
menggunakan obat seacra teratur sesuai dengan program. Pasien
gangguan jiwa yang dirawat dirumah seringkali mengalami
putus obat sehingga akibatnya pasien mengalami kekambuhan.
Bila kekambuhan terjadi maka untuk mencapai kondisi seperti
semula akan lebih sulit. Untuk itu pasien perludilatih
menggunakan obat sesuai program dan berkelanjutan. Berikut
ini tindakan keperawatan agar pasien patuh menggunakan obat
sesuai:
5) Jelaskan kegunaan obat
a) Jelaskan akibat bila putus obat
b) Jelaskan cara mendapatkan obat/berobat
c) Jelaskan cara menggunakan obat dengan prinsip 5 benar
(benar obat, benar pasien, benar cara, benar waktu,
benardosis)

4. Tindakan keperawatan untuk keluarga

Tujuan tindakan keperawatan:


a. Keluarga dapat terlibat dalam perawatan pasien baik dirumah sakit
maupun dirumah.
b. Keluarga dapat menjadi system pendukung yang efektif untuk
pasien. Keluarga merupakan faktor penting yang menentukan
keberhasilan asuhan keperawatan pada pasien halusinasi. Dukungan
keluarga selama pasien dirawat dirumah sakitsangat dibutuhkan
sehingga pasien termotivasi untuk sembuh. Demikian juga
pasientidak lagi dirawat di rumah sakit ( dirawat dirumah).
Keluarga yang mendukung pasien secara konsisten akan membuat
pasien mampu mempertahankan program pengobatan secra optimal.
Namun demikian jika keluarga tidak mampu merawat pasien,
pasien akan kambuh bahkan untuk memulihkannya lagi akan sangat
sulit. Untuk itu perawat harus memberikan pendidikan kesehatan
kepada keluarga agar keluarga mampu menjadi pendukung yang
efektif bagi pasien halusinasi baiksaatdirumah sakit maupun
dirumah.
Tindakan keperawatan yang dapat diberikan untuk keluarga pasien
halusinasi adalah:
1) Mendiskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat
pasien.
2) Memberikan pedidikan kesehatan tentang pengertian
halusinasi, jenis halusinasi, dan cara merawat pasien halusinasi
3) Memberikan kesempatan kepada keluarga untuk
memperagakan cara merawat pasien dengan halusinasi
langsung di hadapan pasien.
4) Memberikan pendidikan kesehatan kepada keluarga tentang
kerawatan lanjutan pasien.

K. Komplikasi

Halusinasi dapat menjadi suatu alasan mengapa klien melakukan


tindakan perilaku kekerasan karena suara-suara yang memberinya perintah
sehingga rentan melakukan perilaku yang tidak adaptif. Perilaku kekerasan
yang timbul pada klien skizofrenia diawali dengan adanya perasaan tidak
berharga, takut dan ditolak oleh lingkungan sehingga individu akan
menyingkir dari hubungan interpersonal dengan orang lain, komplikasi yang
dapat terjadi pada klien dengan masalah utama gangguan sensori persepsi:
halusinasi, antara lain yaitu resiko perilaku kekerasan, harga diri rendah dan
isolasi sosial (Keliat, 2014).
L. Prognosis

Kunci prognosis pasien schizophrenia adalah kepatuhan pasien terhadap


pengobatan karena tingginya angka ketidak patuhan pada pasien dengan
penyakit jiwa, termasuk schizophrenia. Kepatuhan pasien akan menentukan
apakah pasien mampu hidup secara mendiri dan memiliki kualitas hidup yang
baik. Sebaliknya, penyakit yang tidak ditangani dengan optimal akan
menyebabkan komplilasi, seperti depresi, bahkan kematian.
DAFTARPUSTAKA

Amelia, R. M. (2017). Relaksasi Otot Progresif Untuk Mengurangi


KecemasanpadaPenderita Skizofrenia.Jurnal Keperawatan, 1(5).

Anna, A. N. (2019). Studi kasus asuhan keperawatan pada pasien


halusinasipendengarandiruangkenangarumahsakitkhususdaerahprovinsiSul
awesiSelatan.JurnalMediaKeperawatanPoltekkesKesehatanMakassar,10(2
),hal. 97-102, 2019.

Aprilia, T. S. D., Fitriyahm E. T., & Kusyani, A. (2021). Pengaruh Terapi


MusikTerhadap Perubahan Perilaku Penderita Halusinasi Pendengaran pada
PasienSkizofrenia:TinjauanLiteratur.JurnalIlmiahKeperawatan(ScientificJo
urnalof Nursing), 7(1).

Azizah, l. M. (2016). Keperawatan Jiwa: Aplikasi Praktik Klinik.


Yogyakarta:GrahaIlmu.Keliat,BA.,dkk.
(2014).KeperawatanKesehatanJiwaKomunitas:CMHN
(BasicCourse).Jakarta:EGC.

Direja, A. H. S. (2011). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa, Ed. 1.


Yogyakarta:NuhaMedika.

Direja, A. H.S (2011). Buku Ajar : Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta :


NuhaMedika.

Kristiadi, Y., Rochmawati, H. D., & Sawah. (2015). Pengaruh Aktivitas


TerjadwalTerhadap Terjadinya Halusinasi di RSJ Dr Amino Gondohutomo
ProvinsiJawaTengah. Jurnal Keperawatan danKebidanan (JIKK).

Livanadkk,2020.PeningkatanKemampuanMengontrolHalusinasimelaluiTerapiGen
eralisHalusinasi.JurnalIlmiahKesehatan Jiwa.Volume2(1).

Maryatun, S. (2017). Buju Ajar Keperawatan Jiwa 1. Palembang: Unsri

Press.Maryatun,S.(2017). Buku AjarKeperawatanJiwa 1.Palembang:UnsriPress.


Maulana, I., Hernawati, T & Shalahudin, I. (2021). Pengaruh Terapi
AktivitasKelompok terhadap Penurunan Tingkat Halusinasi pada Pasien
Skizofrenia :LiteraturReview. JurnalKeperawatanJiwa. Volume 9(1).

Muhith, A. (2015). Pendidikan Keperawatan Jiwa Teori dan Aplikasi.


Yogyakarta:CVAndiOffset.

Muhith, A. (2015). Pendidikan Keperawatan Jiwa: teori dan aplikasi.


Yogyakarta:Andi.

Pambayun,A.H.(2015).AsuhanKeperawatanJiwaPadaNy.SDenganGangguan
Persepsi Sensori Halusinasi Pendengaran Ruang 11 (Larasati)RSJD Dr.
Amino Gondohutomo Semarang. Skripsi: Asuhan
KeperawatanPsikiatriAkademiKeperawatan Widya HusadaSemarang.

Pangestika, A. T., Rochmawati, D. H, & Purnomo. (2016). Pengaruh


RelaksasiOtotProgresifTerhadapKemampuanMengontrolMarahPadaPasienR
isiko Perilaku Kekerasan Di RSUD Dr. Amino Gondohutomo
ProvinsiJawaTengah. Jurnal IlmuKeperawatn dan Kebidanan(JIKK).
Ramadia, A., Aziz, A. R., Eri, M., dkk. (2022). Faktor-faktor yang
berhubungandengankepatuhankontrolobatorangdengangangguanjiwa.Jurnal
Keperawatan Jiwa (JKJ): Persatuan Perawatn Nasional Indonesia, 10(1),1-
10.

Satriodkk.(2015).BukuAjarKeperawatanJiwa.Lampung:LP2M.Stuart,G.
W.(2007).BukuSakuKeperawatanJiwa,Edisi5.Jakarta:EGC.

Siringoringo,E.(2018).Faktor-
faktorPenyebabKekambuhanpadaPasienSkizofreniaDiPoliklinikJiwaRSUD
H.AndiSulthanDG.RadjaKabupaten Bulukumba. Jurnal KesehatanPanrita
Husada,3(1), 24-40.
Sumangkut, C. E., Boham, A, & Marentek E. (2019). Teknik Komunikasi
AntarPribadiPerawatdenganPasienGangguanJiwadiRumahSakitRatumbuysa
ngManado.Acta Diurna Komunikasi,8(1).
Sumartyawati, I. M., Santosa, I. M. E, & Oktaviana, D. (2019).Pengaruh
LatihanFisikIdanIIterhadapKemampuanMengontrolPerilakuKekerasanpada
PasienPerilakuKekerasandiRuangRawatInapRumahSakitJiwaSukma.
Prima,5(2),44-51.
Susilaningsih,I.,Nisa.,A.A.,&Astia,N.K.(2019).PenerapanStrategiPelaksanaan: Teknik
Menghardik Halusinasi pada Ny. T dengan
MasalahHalusinasiPendengaran.Jurnal Keperawatan,5(2), 1-6.

Sutinah.,Harkomah,I&Saswati,N.(2020).TerapiAktivitasKelompokStimulasi Persepsi
Sensori (Halusinasi) pada Klien Halusinasi di RumahSakit Jiwa Provinsi Jambi.
Jurnal Pengabdian Masyarakat dalam Kesehatan.Volume2 (2).

Umam, R. (2015). Pelaksanaan Teknik Mengontrol Halusinasi: kemampuan


klienSkizofreniaMengontrolHalusinasi.TheSun,2(1).
Yusuf,A.H.,FitryasariR.,Nihayati,H.E.(2015).BukuAjarKeperawatanKesehatanJiwa.
Jakarta Selatan: SalembaMedika.

Anda mungkin juga menyukai