Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN

HALUSINASI

Disusun oleh

NAMA : BELA APRIYANI

NIM : 1825017

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PANCA BHAKTI


PRODI D III KEPERAWATAN
BANDAR LAMPUNG
2020
LAPORAN PENDAHULUAN
A. HALUSINASI
1. PENGERTIAN
Halusinasi adalah salah satu gejala sensori persepsi yang dialami oleh pasien
gangguan jiwa.pasien merasakan sensasi berupa suara penglihatan
pendengaran perabaan atau penghinduan tanpa stimulasi yang nyata
(keliat,2011). Halusinasi adalah persepsi sensori yang palsu yang terjadi pada
rangsang eksternal yang nyata (Barbara,1997:575).halusinasi adalah persepsi
panca indera tanpa ada rangsang dari luar yang dapat mempengaruhi semua
sistem penginderaan dimana terjadi pada saat kesadaran individu itu baik
(Cerpenito,1996)
2. JENIS-JENIS HALUSINASI
a. Pendengaran : Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara
orang.
b. Penglihatan : Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar
geometris,gambar kartun,bayangan yang rumit atau kompleks. Bayangan
bias menyenangkan atau menakutkan seperti melihat monster.
c. Penghidu : Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan feses
umumnya bau-bauan yang tidak menyenangkan.
d. Pengecapan : Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
e. Perabaan : Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang
jelas. Rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang
lain.
f. Cenesthetic : Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau
arteri, pencernaan makan atau pembentukan urine
g. Kinisthetic : Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.

3. FASE HALUSINASI
a. Fase Pertama
Pada fase ini klien mengalami kecemasan, stress, perasaan gelisah,
kesepian.
b. Fase Kedua
Kecemasan meningkat dan berhubungan dengan pengalaman internal dan
eksternal, klien berada pada tingkat “listening” pada halusinasi.
c. Fase Ketiga
Halusinasi lebih menonjol, menguasai dan mengontrol klien menjadi
terbiasa dan tak berdaya pada halusinasinya. Halusinasi memberi
kesenangan dan rasa aman sementara.
d. Fase Keempat.
merasa terpaku dan tak berdaya melepaskan diri dari kontrol
halusinasinya.

4. RENTANG RESPON NEUROBIOLOGIS


Respon Adaptif Respon Mal Adaptif

 Pikiran logis  Distorsi  Gangguan


 persepsi akurat pikiran/pikiran proses pikir/
 emosi konsisten kadang delusi /waham
dengan menyimpang  Sulit merespon
pengalaman  Ilusi emosi
 perilaku sesuai  Reaksi  perilaku
berhubungan emosional/ disorganisasi
sosial berlebihan/  isolasi sosial
kurang
 Perilaku aneh/
tidak biasa
 menarik diri
B. PROSES TERJADI MASALAH
1. Faktor Predisposisi
a. Faktor Genetik
Telah diketahui bahwa genetik schizofrenia diturunkan melalui kromoson
tertentu.
b. Faktor Neurobiologi.
Ditemukan bahwa korteks pre frontal dan korteks limbiks pada klien
schizofrenia tidak pernah berkembang penuh.
c. Studi neurotransmitter.
Schizofrenia diduga juga disebabkan oleh ketidak seimbangan
neurotransmitter dimana dopamin berlebihan, tidak seimbang dengan
kadar serotin.
d. Teori virus
Paparan virus influenza pada trimester ke-3 kehamilan dapat menjadi
factor predisposisi schizofrenia.
e. Psikologis.
Beberapa kondisi pikologis yang menjadi factor predisposisi schizofrenia
antara lain istri yang di pelihara oleh ibu yang suka cemas, terlalu
melindungi, dingin dan tak berperasaan, sementara ayah yang mengambil
jarak dengan istrinya.

2. Faktor presipitasi
a. Berlebihannya proses informasi pada system syaraf yang menerima dan
memproses informasi di thalamus dan frontal otak.
b. Mekanisme penghataran listrik di syaraf terganggu ( mekanisme gateing
abnormal)
c. Gejala-gejala pemicu kondisi kesehatan lingkungan, sikap dan perilaku

3. Penilaian Stressor
Penilaian terhadap stressor merupakan salah satu faktor yang berkontribusi
pada mekanisme koping individu. Penilaian meliputi kognitif ,afektif,
fisiologis, perilaku dan sosial
4. Mekanisme koping
a. Register,  menjadi malas beraktifitas sehari-hari.
b. Proyeksi, mencoba menjelaskan gangguan persepsi dengan mengalihkan
tanggung jawab kepada orang lain atau sesuatu benda.
c. Menarik diri, sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus
internal.
d. Keluarga mengingkari masalah yang dialami klien
5. Sumber koping
sumber koping adalah media yang dimiliki setiap individu untuk mengatasi
stres yang dialaminya atau dapat diartikan sebagai suatu kemampuan yang
dapat digunakan untuk membatasi stres dan pikiran negatif.sumber koping ada
4 yaitu aset ekonomi kemampuan dan keterampilan individu teknik-teknik
pertahanan dukungan sosial (stuar,2009)

C. 1. POHON MASALAH

Resiko Prilaku Kekerasan (akibat)

Halusinasi : Pendengaran (Inti Masalah)


Isolasi Sosial : Menarik diri (Penyebab)

2.Daftar Masalah Dan Data Yang Perlu Dikaji

a. Resiko menciderai diri dan orang lain.


Data :

 Perilaku hiperaktif, agresi dan destruktif.


 Mudah tersinggung, jengkel dan marah.
 Sikap bermusuhan.
 Menolak makan.
b. Perubahan persepsi sensori : halusinasi dengar.
Data :

 Bicara, senyum/ tertawa sendiri.


 Menarik diri dan menghindar dari orang lain.
 Dapat membedakan nyata dan tidak nyata.
 Tidak dapat memusatkan perhatian.
 Curiga, bermusuhan, merusak diri, orang lain dan lingkungan.
 Ekspresi wajah tegang, mudah tersinggung.
c. Perubahan isolasi sosial : menarik diri.
Data :

 Pola pikir autistik.


 Ekspresi wajah dungu / datar.
 Perawatan diri kurang.
 Menyendiri dan tidak mau bergaul dengan orang lain.

D. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan persepsi sensori pendengan : Halusinasi
2. Gangguan konsep Diri : Isolasi Sosial

E. RENCANA TINDAK LANJUT


Gangguan persepsi sensori pendengan : Halusinasi
1. Tujuan Umum (TUM) : Klien dapat mengontrol halusinasi yang dialaminya
2. Tujuan khusus :

a. TUK I : Klien dapat membina hubungan saling percaya


Intervensi keperawatan :

1. Beri salam dan panggil nama klien


2. Sebutkan nama perawat sambil berjabat tangan
3. Jelaskan maksud hubungan interaksi
4. Jelaskan kontrak yang akan dibuat
5. Beri rasa aman dan tunjukkan sikap empati
6. Lakukan kontak singkat tetapi sering
7. Beri perhatian dan perhatikan kebutuhan dasar klien.

b. TUK II : Klien dapat mengenal halusinasinya.


Intervensi keperawatan :

1. Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap.


2. Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya
3. Bantu klien mengenal halusinasinya.
4. Diskusikan dengan klien tentang :
a. Situasi yang menimbulkan atau tidak menimbulkan halusinasi.
b. Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang, sore dan
malam atau jika sendiri, jengkel atau sedih).
5. Diskusikan apa yang dirasakan klien jika terjadi halusinasi (marah,
takut, sedih, senang) beri kesempatan mengungkapkan perasananya.
c. TUK III : Klien dapat mengontrol halusinasinya.
Intervensi keperawatan :

1. Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika terjadi


halusinasi (tidur, marah, menyibukkan diri dan lain- lain).
2. Diskusikan manfaat dan cara yang digunakan klien, jika bermanfaat beri
pujian.
3. Diskusikan cara baru untuk memutus / mengontrol timbulnya halusinasi
4. Bantu klien memilih dan melatih cara memutus halusinasi secara bertahap.
5. Beri kesempatan klien untuk melakukan cara yang telah dilatih. Evaluasi
hasilnya dan beri pujian jika berhasil.
6. Anjurkan klien mengikuti terapi aktivitas kelompok, orientasi realita,
stimulasi persepsi.

d. TUK IV : Klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol


halusinasinya.
Intervensi keperawatan :

1. Anjurkan klien untuk memberitahukan keluarga jika mengalami


halusinasi.
2. Diskusikan dengan keluarga (pada saat keluarga berkunjung/ pada saat
kunjungan rumah).
a. Gejala halusinasi.
b. Cara yang dapat dilakukan klien dan keluarga untuk memutus
halusinasi.
c. Cara merawat anggota keluarga yang halusinasinya dirumah : beri
kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan bersama, bepergian
bersama.
d. Beri informasi waktu follow up atau kapan perlu mendapat
bantuan : halusinasi tidak terkontrol dan resiko menciderai orang
lain.

e. TUK V : Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik.

Intervensi keperawatan :
1. Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis, frekuensi dan
manfaat obat.
2. Anjurkan klien meminta obat sendiri pada perawat dan merasakan
manfaatnya.
3. Anjurkan klien bicara sendiri dengan dokter tentang manfaat dan efek
samping obat yang dirasakan.
4. Diskusikan akibat berhenti obat- obat tanpa konsultasi.
5. Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar.

Anda mungkin juga menyukai