Anda di halaman 1dari 8

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar Halusinasi


1. Defenisi
Halusinasi adalah salah satu gejala yang sering ditemukan pada klien dengan
gangguan jiwa. Halusinasi identic dengan skizofrenia. Seluruh klien dengan
skizofrenia diantaranya mengalami halusinasi.
Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana klien mempersepsikan sesuatu yang
sebenarnya tidak terjadi. suatu pencerapan panca indra tanpa ada rangsangan dari luar
(Abdul Muhith, 2015).
2. Faktor Penyebab Halusinasi
a. Faktor Predisposisi
Adalah faktor risiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang data
dibangkitkan olej individu untuk mengatasi stress. Diperoleh baik dari klien
maupun keluarganya, mengenai faktor perkembangan sosial kultural, biokomia,
psikologis genetic yaitu faktor risiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah
sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress.
1) Faktor Genetik
Secara genetic skizofrenia diturunkan melalui kromosm-kromosom tertentu.
Anak kembar identic memiliki kemungkinan mengalami skizofrenia sebar
50% jika salah satunya mengalami skizofrenia, sementra jika dyzygote
peluangnya sebesar 15%. Anak yang salah satu orangtuanya mengalami
skizofrenia berpeluang 15% mengalami skizofrenia, bila kedua orangtuanya
mengalami skizofrenia maka peluangnya menjadi 35%.
2) Faktor perkembangan
Jika tugas perkembangan mengalami hambatan dan hubungan interpersonal
terganggu, maka individu akan mengalami stress dan kecemasan
3) Faktor neurobiology
Ditemukan bahwa kortex pre frontal dan kortex limbic pada klien skizofrenia
tidak pernah berkembang penuh. Pada klien skizofrenia juga terjadi penurunan
volume dan fungsi otak abnormal. Neurotransmitter juga ditemukan tidak
normal, khususnya dopamine, serotonin dan glutamate.
4) Study neurotransmitter
skizofrenia diduga juga disebabkan oleh ketidakseimbangan neurotransmitter
serta dopamine berlebihan, tidak seimbang dengan kadar serotonin
5) Faktor biokimia
Dengan adanya stress yang berlebihan yang dialami seseotang, maka tubuh
menghasilkan zuatu zat yang bersifat halusinogenik neurokimia seperti
buffofenom dan dimentytranferase (DMP)
6) Teori virus
Paparan virus influenza pada trimester ke 3 kehamilan dapat menajdi faktor
presisposisi skizofrenia
7) Psikologis
Beberapa konsidi psikologis yang menjadi faktor predisposisi skizofrenia
antara lain anak yang diperlakukan oleh ibu yang pencemas, terlalu
melindungi, fingin dan tidak berperasaan, sementara ayah yang mengambil
jarak dengan anaknya. Hubungan interpersonal yang tidak harmonis serta
adanya peran ganda yang bertentangan dan sering diterima oleh anak akan
mengakibatkan stress dan kecemasan yang tinggi dan berakhir dengan
gangguan orientasi realitas
8) Faktor sosiokultural
Berbagai faktor dimasyarakat dapat menyababkan seseorang merasa
disingkirkan oleh kesepian terhadap lingkungan tempat klien dibesarkan
b. Faktor Presipitasi
stimulus yang dipersepsikan oleh individ sebagai tantangan, ancaman/tuntutan
yang memerlukan energy ekstra untuk koping. Adanya rangsangan dari
lingkungan yang sering yaitu seperti partisipasi klien dalam kelompok, terlalu
lama diajak komunikasi dan Susana hati sepi/isolai sering sebagai pencetus
terjadinya halusinasi karena hal tersebut dapat meningkatkan stress dan
kecemasan yang merangsang tubuh mengeluarkan zat halusinogenik. Disamping
itu juga oleh karena proses penghambatan dalam proses interpretasi dan
interkoneksi sehingga dengan demikian faktor-faktor pencetus respon
neurobiologis dapat diajabarkan sebagai berikut:
1) Berlebihnya proses informasi pada sistem syaraf yang menerima dan
memproses informasi di thalamus dan frontal otak
2) Mekanisme penghantaran listri di syaraf tenganggu (mekanisme gatting
abnormal)
3) Gejala-gejala pemicu seperti kondisi kesehatan, lingkungan, sikap dan
perilaku

3. Jenis-Jenis Halusinasi
Stuart dan Laraia (2005) dalam Abdul Muhith (2015), membagi halusinasi menjadi 7
jenis halusinasi yaitu:
a. Halusinasi pendengaran (auditory)
Mendengar suara-suara atau kebisingan, paling sering suara orang. Suara
berbentuk kebisingan yang kurang keras sampai kata-kata yang jelas berbicara
tentang klien, bahkan percakapan lengkap antara 2 orang atau lebih. Pikiran yang
didengar klien dimana pasien disuruh untuk melakukan sesuatu yang kadang
membahayakan
b. Halusinasi penglihatan (visual)
Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambaran geometris, gambaran
kartun, bayangan yang rumit dan kompleks. Bayangan bisa menyenangkan atau
menakutkan seperti melihat monster
c. Halusinasi penghidu (olfactory)
Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, feces, umumnya bau-bauan
yang tidak menyenangkan.halusinasi penghidu sering akibat stroke, tumorm
kejang atau dimensia
d. Halusinansi pengecapam (gustatory)
Merasa mengecap seperti rasa darah urin atau feses
e. Halusinasi perabaan (tactile)
Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas. Rasa
tersentrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain
f. Halusinasi cenesthetic
Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri, pencernaan
makanan atau pembentukan urin
g. Halusinasi kinesthetic
Merasakan pergerakan saat berdiri tanpa bergerak

4. Rentang Respon Halusinasi


Halusinasi merupakan salah satu respon mal adaptif individu yang berada dalam
rentang respon neurobiologis. Jika klien sehat persepsinya akurat, mampu
mengidentifikasi dan menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi yang
diterima melalui pancaindra (pendengaran, penglihatan, penghidu, pengecap dan
perabaan), klien dengan halusinasi mempersepsikan suatu stimulus pancaindra
walaupun stimulus itu tidak ada.

Respon adaptif respon mal adaptif

1. Pikiran logis 1. Distorsi pikiran 1. Gangguan


2. Persepsi akurat ilusi piker/delusi
3. Emosi konsisten 2. Reaksi emosi 2. Halusinasi
dengan berlebihan 3. Sulit merespon
pengalaman 3. Perilaku aneh atau emosi
4. Perilaku sesuai tidak biasa 4. Perilaku
5. Berhubungan 4. Menarik diri disorganisasi
sosial 5. Isolasi sosial

5. Fase-Fase Halusinasi
Fase Halusinasi Karakteristik Perilaku Klien
Fase I Comaforting Klien mengalami perasaan 1. Tersenyum atau
Ansietas sedang yang mendalam seperti tertawa yang tidak
Halusinasi ansietas, kesepian, ras sesuai
menyenangkan bersalah, takut sehingga 2. Menggerakkan
mencoba untuk berfokus bibir tanpa suara
pada pikiran menyenangkan 3. Pergerakan mata
untuk meredakan ansietas. yang cepat
Individu mengenali bahwa 4. Respon verbal
pikiran-pikiran dan lambat jika
pengalaman sensori berada sedanga syik
dalam kendali kesadaran 5. Diam dan asyik
jika ansietas ditangani sendiri
Fase II Condeming 1. Pengalaman sensori 1. Meningkatkan
Ansietas berat yang menjijikkan tanda-tanda sistem
Halusinasi menjadi dan menakutkan saraf otonom
menjijikan 2. Klien mulai lepas akibat ansietas
kendali dan mungkin seperti
mencoba utuk peningkatan
mengambil jarak denyut jantung,
dirinya dengan pernafasan dan
sumber yang tekanan darah
dipersepsikan 2. Rentang perhatian
3. Klien mungkin menyempit
mengalami 3. Asyik dengan
dipermalukan oleh pengalaman
pengalaman sensori sensori dan
dan menarik diri dari kehilangan
olang lain kemampuan
4. Mulai merasa membedakan
kehilangan kontrol halusinan dan
5. Tingkat kecemasan realita
berat, secara umum 4. Menyalahkan
halusinansi 5. Menarik diri dari
menyebabkan orang lain
perasaan antipati 6. Konsentrasi
terhadap
pengalamana
sensori kerja
Fase III Controlling 1. Klien berhenti 1. Kemauan yang
Ansietas berat melakukan dikendalikan
Pengalaman sensori jadi perlawanan terhadap halusinasi akan
berkuasa halusinasi dan lebih diikuti
menyerah pada 2. Kesukaran
halusinasi tersebut berhubungan
2. Isi halusinasi dengan orang lain
menjadi menarik 3. Rentang perhatian
3. Klien mungkin hanya beberapa
mengalami detik atau menit
pengalaman 4. Adanya tanda-
kesepian jika sensori tanda fisik ansietas
halusinasi berhenti berat: berkeringat,
tremor, dan tidak
mampu mematuhi
perintah
5. Isi halusinasi
menjdi atraktif
6. Perintah halusinasi
ditaati
7. Tidak mampu
mengikuti perintah
dari perawat,
tremor dan
berkeringat
Fase IV Conquering 1. Pengalaman sensori 1. Perilaku error
Panic menjadi mengancam akibat panic
Umumnya menjadi jika klien mengikuti 2. Potensi kuat
melebut dalam perintah suicide atau
halusinasinya halusinasinya homicide
2. Halusinasinya 3. Aktifitas fisik
berakhir dari merefleksikan isi
beberapa jam atau halusinasi seperti
hari jika tidak ada oerilaku
intervensi terapeutik kekerasan, agitasi,
menarik diri atau
katatonik
4. Tidak mampu
merespon perintah
yang kompleks
5. Tidak mampu
merespon lebih
dari satu orang
6. Agitasi atau
kataton

6. Mekanisme Koping
a. Regresi: menjadi malas beraktivitas sehari-hari
b. Proyeksi : mencoba menjelaskan gangguan persepsi dengan mengalihkan tanggung
jawab kepada orang lain atau sesuatu benda
c. Menarik diri: sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus internal
d. Keluarga mengingkari masalah yang dialami klien

7. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan medis
1) Psikofarmakologis, obat yang lazim diberikan pada gejala halusinasi pendengaran
yang merupakan gejala psikosis pada klien skizofrenia adalah obat anti psikosis.
Adapun kelompok yang umum digunakan:
Kelas kimia Nama generic (dagang) Dosis harian
Fenotiazin Tiodazin (mellaril) 2-40 mg
Kloprotiksen (tarctan) 75-600 mg
Tioksanten
Tiotiksen (navane) 8-30 mg
Butirofenom Haloperidol (Haldol) 1-100 mg
Dibenzodiasepin Klozapin (clorazil) 300-900
2) Terapi kejang listrik
Terapi kejang listrik adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang grandmall
secara artificial dengan melewatkan aliran listrik melalui electrode yang dipasang
pada satu atau dua temples, terapi kejang listrik dapat diberikan pada skizofrenia
yang tidak mempan terapi neuroleptika oral atau injeksi dosis terapi kejang listrik
4-5 joule/detik
b. Penatalaksanaan Keperawatan
1) Penerapan strategi pelaksanaan
a) Melatih klien mengontrol halusinasi
(1) Strategi pelaksanaan 1: menghardik halusinasi
(2) Strategi pelaksanaan 2: menggunakan obat secara teratur
(3) Stretegi pelaksanaan 3: bercakap-cakap dengan orang lain
(4) Strategi pelaksanaan 4: melakukan aktivitas terjadwal
b) Tindakan keperawatan pada keluarga yang bertujuan untuk keluarga mampu
mengarahkan klien dalam mengontrol halusinasi
(1) Strategi pelaksanaan 1 keluarga : mengenal masalah dalam merawat klien
halusinasi dan melatih mengontrol halusinasi klien dengan menghardik
(2) Strategi pelaksanaan 2 keluarga: melatih keluarga merawat klien
halusinasi dengan enam benar obat
(3) Strategi pelaksanaan 3 keluarga: melatih keluarga merawat klien
halusinasi dengan bercakap-cakap dan melakukan kegiatan
(4) Strategi pelaksanaan 4 keluarga: melatih keluarga memanfaatkan fasilitas
kesehatan untuk follow up klien halusinasi
2) Psikoterapi dan rehabilitasi
Psikoterapi suportif individual atau kelompok sangat membatu karena klien
kembali ke masyarakat, selain itu terapi kerja sangat baik untuk mendorong klien
bergaul dengan orang lain, klien lain, perawat dan dokter. Dianjurkan untuk
mengadakan permainan atau latihan bersama, seperti terapi modalitas :
(1) Terapi aktivitas
Meliputi: terapi music, terapi seni, terapi menari, terapi relaksasi, terpi sosial,
terapi kelompok ,trapi lingkungan.

Referensi:
Muhith, Abdul. 2015. Pendidikan Keperawatan Jiwa : Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Andi

Anda mungkin juga menyukai