BAB II
TINJAUAN TEORI
Konsep diri belum muncul saat bayi, tetapi mulai berkembang secara
bertahap. Bayi mampu mengenal dan membedakan dirinya dengan orang
lain serta mempunyai pengalaman dalam berhubungan dengan orang lain.
Konsep diri dipelajari melalui pengalaman pribadi setiap individu,
hubungan dengan orang lain, dan interaksi dengan dunia di luar dirinya
(Yusuf et al., 2015).
Keliat B.A, 2015 mendefinisikan harga diri rendah adalah penilaian tentang
pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan
ideal diri. Perasaan tidak berharga, tidak berarti dan rendah diri yang
berkepanjangan akibat evaluasi negatif terhadap diri sendiri dan
kemampuan diri.
2. Rentang Respon Harga Diri Rendah
Respon Respon
Adaptif Maladaptif
b. Respon maladatif
Respon maladatif adalah respon yang diberikan individu ketika dia
tidak mampu lagi menyelesaikan masalah yang dihadapi.
1) Harga diri rendah adalah individu yang cenderung untuk menilai
dirinya yang negatif dan merasa lebih rendah dari orang lain
2) Kerancuan identitas adalah identitas diri kacau atau tidak jelas
sehingga tidak memberikan kehidupan dalam mencapai tujuan
3) Depersonalisasi diri adalah mempunyai kepribadian yang kurang
sehat, tidak mampu berhubungan dengan orang lain secara intim,
tidak ada rasa percaya diri atau tidak mampu membina hubungan
baik dengan orang lain.
3. Proses terjadinya masalah harga diri rendah
Faktor yang mendukung terjadinya harga diri rendah yaitu :
a. Faktor predisposisi
1) Faktor biologis
Pengaruh faktor biologis meliputi adanya faktor herediter anggota
keluarga yang mengalami gangguan jiwa, riwayat penyakit atau
trauma kepala.
2) Faktor psikologis
Pada pasien harga diri rendah, dapat ditemukan adanya pengalaman
masa lalu yang tidak menyenangkan, seperti penolakan dan
harapan orang tua yang tidak realistis, kegagalan berulang, kurang
mempunyai tanggungjawab personal, ketergantungan pada orang
lain
b. Faktor Presipitasi
Faktor presispitasi harga diri rendah antara lain :
1) Trauma : penganiyaan seksual dan psikologis atau menyaksikan
peristiwa yang mengancam kehidupan.
2) Ketegangan peran : berhubungan dengan peran atau posisi yang
diharapkan dan individu mengalaminya sebagai frustasi.
5. Sumber Koping
Ada empat aspek sumber koping menurut Sutejo (2017), diantaranya :
a. Kemampuan personal
1) Klien mampu mengenal dan menilai aspek positif (kemampuan)
yang dimilikinya
2) Klien mampu melatih kemampuan yang masih dapat dilakukannya
di Rumah Sakit
3) Klien mampu melakukan aktivitas secara rutin di ruangan
b. Dukungan social
1) Keluarga mengetahui cara merawat klien
2) Klien mendapat dukungan dari lingkungan sekitarnya
c. Asset material
1) Rutin berobat
2) Adanya kader kesehatan jiwa
3) Social ekonomi rendah
4) Jarak ke pelayanan kesehatan mudah dijangkau
d. Kepercayaan
1) Klien mempunyai keyakinan positif terhadap program pengobatan
2) Klien mempunyai keyakinan untuk sembuh
6. Mekanisme Koping
Mekanisme koping jangka pendek yang biasa dilakukan pasien harga diri
rendah adalah kegiatan yang dilakukan untuk lari sementara dari krisis,
misalnya pemakaian obat-obatan, kerja keras, nonton TV terus-menerus.
Kegiatan mengganti identitas sementara seperti ikut kelompok sosial,
keagamaan dan politik (Prabowo, 2014).
7. Penatalaksanaan
c. Penatalaksanaan Medis
1) Psikofarmaka
Biasanya berbagai jenis obat psikofarmaka yang beredar dipasaran
yang hanya diperoleh dari resep dokter terbagi dalam 2 golongan
yaitu typical dan atypical. Obat yang termasuk dalam typical
misalnya Chlorpromazine HCL, Thoridazine HCL, dan
Haloperidol. Obat yang termasuk dalam atypical adalah
Risperidone, Olozapine, Quentiapine, Glanzapine, Zotatine, dan
Aripiprazole.
2) Terapi Modalitas
Terapi modalitas/perilaku merupakan rencana pengobatan untuk
skizofrenia yang ditunjukkan pada kemampuan dan kekurangan
pasien. Teknik perilaku menggunakan latihan keterampilan untuk
meningkatkan kemampuan social. Kemampuan memenuhi diri
sendiri dan latihan praktis dalam komunikasi interpersonal. Terapi
kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada rencana
dan masalah dalam hubungan kehidupan yang nyata.
1. Pengkajian
a. Identitas klien : nama, panggilan, umur, No.MR, jenis kelamin, agama,
alamat lengkap, tanggal masuk, informan, dan keluarga yang dapat
dihubungi.
b. Pengkajian dilakukan dengan wawancara dan observasi pada pasien
dan keluarga. Tanda dan gejala harga diri rendah dapat ditemukan
melalui wawancara dengan pertanyaan sebagai berikut :
1) Bagaimana pandangan/penilaian anda tentang diri sendiri?
2) Bagaimana penilaian anda terhadap diri sendiri yang
mempengaruhi hubungan anda dengan orang lain?
3) Apa yang menjadi harapan anda?
4) Apa saja harapan yang telah anda capai?
5) Apa saja harapan yang belum berhasil anda capai?
6) Apa upaya yang anda lakukan untuk mencapai harapan yang belum
terpenuhi?
Tanda dan gejala harga diri rendah dari hasil observasi diatas sebagai
berikut:
1) Penurunan produtivitas
2) Pasien tidak berani menatap lawan bicara
3) Pasien lebih banyak menundukkan kepala saat berinteraksi
4) Bicara lambat dengan nada suara lemah (Irman, Alwi, & Patricia,
2016).
c. Alasan masuk
Biasanya pasien dengan harga diri rendah masuk dengan perilaku
bergantung pada orang lain, ekspresi rasa bersalah dan malu, enggan
untuk mencoba hal baru, kegagalan hidup berulang, kontak mata
kurang, melebih-lebihkan umpan balik negative tentag diri sendiri,
menolak umpan balik positif tentang diri sendiri, meremehkan
kemampuan mengatasi situasi, pasif, perilaku bimbang dan sering kali
mencari penegasan. (NANDA,2016).
d. Faktor predisposisi
Biasanya pasien pernah mengalami gangguan jiwa sebelumnya,
biasanya hasil pengobatan efektif hanya saja karena pasien berhenti
minum obat maka pasien mengalami kekambuhan dengan gejala tidak
dapat beradaptasi dengan lingkungan. Biasanya pasien juga pernah
menyaksikan penganiayaan fisik, penolakan dari lingkungan dan
kekerasan dalam keluarga. Biasanya anggota keluarga juga ada yang
mengalami gangguan jiwa. Anggota keluarga biasanya rutin meminum
obat sehingga kekambuhan tidak muncul pada anggota keluarga.
Biasanya pasien juga pernah mengalami kehilangan sebelumnya
(Prabowo, 2014).
e. Faktor Presipitasi
Biasanya factor pencetus pada pasien dengan harga diri rendah yaitu
hilangnya sebagian anggota tubuh, berubahnya penampilan atau
bentuk tubuh, kegagalan, serta menurunnya produktivitas pasien.
f. Pemeriksaan Fisik
Biasanya pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan tanda tanda vital
yang meliputi tekanan darah, nadi, pernafasan dan suhu tubuh. Dan
juga dilakukan pemeriksaan head to toe dan menuliskan keluhan yang
dirasakan oleh pasien.
g. Psikososial
1) Genogram
Genogram dibuat minimal tiga generasi yang dapat
menggambarkan hubungan klien dan keluarga. Biasanya pada
genogram ditemukan salah satu anggota keluarga yang mengalami
gangguan jiwa.
2) Konsep diri
Muhith (2015) menjelaskan, konsep diri terbagi menjadi beberapa
bagian :
a) Gambaran diri
Biasanya pasien menganggap dirinya memilik kekurangan,
tidak puas dengan kondisi tubuhnya seperti amputasi, luka
operasi, buta dan tuli.
b) Ideal diri
Biasanya pasien memiliki ambisi untuk berhasil , perasaan
cemas jika mengalami kegagalan dan Pasien juga
mengungkapkan keputusasaannya
c) Peran
Biasanya pasien memiliki peran dan tugas yang berat sehingga
tidak mampu melaksanakannya.
d) Identitas
Biasanya seseorang yang mempunyai identitas diri yang kuat
akan memandang dirinya berbeda dengan orang lain, karena
faktor predisposisi dan faktor presipitasi pasien bisa
mengalami harga diri rendah.
e) Harga diri
Biasanya pasien memiliki perasaan tidak berharga, tidak
dihargai dan tidak mau berhubungan dengan orang lain.
3) Hubungan social
Biasanya pasien memiliki orang yang berarti di kehidupannya.
Biasanya pasien tidak mengikuti kegiatan di masyarakat.
4) Spiritual
Nilai dan keyakinan yang dipercaya/ agama yang dianut serta
kegiatan ibadah yang dilakukan baik dirumah secara individu
maupun berjamaah.
h. Status mental
1) Penampilan : biasanya penampilannya ada yang tidak rapi
2) Pembicaraan : biasanya cara pasien dalam berbicara lambat, tidak
mau menatap lawan bicara
3) Aktivitas motorik : biasanya pasien lesu, gelisah dan melakukan
kegiatan yang berulang
4) Alam perasaan : biasanya pasien mengalami perasaan sedih dan
putus asa
5) Afek, biasanya
a) Datar: tidak ada perubahan roman muka pada saat ada stimulus
yang menyenangkan atau menyedihkan.
b) Tumpul: hanya bereaksi bila ada stimulus emosi yang kuat.
c) Labil: emosi yang cepat berubah-ubah
d) Tidak sesuai: emosi yang tidak sesuai atau bertentangan
dengan stimulus yang ada
6) Interaksi selama wawancara
a) Bermusuhan , tidak kooperatif, mudah tersinggung
b) Kontak mata kurang
c) Defektif : selalu berusaha mempertahankan pendapat dan
kebenaran dirinya
d) Curiga : menunjukkan sikap tidak percaya
7) Persepsi
Biasanya isi halusinasi, frekuensi, gejala yang tampak pada saat
klien berhalusinasi
8) Proses fikir
a) Sirkumtansial : pembicaraan pasien berbelit-belit tapi sampai
pada tujuan pembicaraan
b) Tangensial : pembicaraan pasien berbelit-belit tetapi tidak
sampai ke tujuan pembicaraan
c) Flight of idea : pembicaraan yang melompat-lompat
Kehilangan social
d) Bloking : pembicaraan terhenti tiba – tiba tanpa gangguan
eksternal kemudian dilanjutkan kembali
e) Pengulangan pembicaraan (perseverasi)
9) Isi pikir
a) Obsesi : pikiran yang selalu muncul meski pasien berusaha
melupakannya
b) Depersonalisasi : perasaan pasien yang asing terhadap diri
sendiri, orang lain dan lingkungan
c) Fobia : ketakutan patologis terhadap objek/situasi tertentu
d) Ide yang terkait : pembicaraan orang lain,benda atau suatu
kejadian yang dihubungkan dengan dirinya
e) Hipokondria : keyakinan terhadap adanya gangguan
organdalam tubuh yang sebenarnya tidak ada.
f) Pikiran magis : keyakinan klien tentang kemampuannya
melakukan hal-hal yang mustahil/ diluar kemamuannya.
10) Tingkat kesadaran
a) Biasanya pasien bingung, tampak bingung dan kacau.
b) Sedasi : mengatakan merasa melayang-layang antara
sadar/tidak sadar.
c) Stupor : gangguan motorik seperti kekakuan, gerakan-gerakan
yang diulang, anggota tubuh klien dapat dikatakan dalam sikap
canggung dan dipertahankan klien, tapi klien mengerti semua
yang terjadi dilingkungan.
11) Memori
a) Gangguan daya ingat jangka panjang: tidak dapat mengingat
kejadian yang terjadi lebih dari satu bulan
b) Gangguan daya ingat jangka pendek: tidak dapat mengingat
kejadian yang terjadi dalam minggu terakhir.
c) Gangguan daya ingat saat ini: tidak dapat mengingat kejadian
yang baru saja terjadi.
d) Konfabulasi: pembicaraan tidak sesuai dengan kenyataan
dengan memasukkan cerita yang tidak benar untuk menutupi
gangguan daya ingatnya.
2. Pohon Masalah
4. Rencana tindakan
Dermawan (2013) menjelaskan, perencanaan tindakan keperawatan
meliputi:
a. Tindakan keperawatan
Tindakan keperawatan membentu klien mengidentifikasikan
penilaian tentang situasi dan perasaan yang terkait, guna
meningkatkan penilaian diri dan kemudian melakukan perubahan
perilaku. Pendekatan penyelesaian masalah ini memerlukan tindakan
yang bertahap sebagai berikut:
5. Implementasi Keperawatan
Tindakan keperawatan dilakukan berdasarkan rencana yang telah dibuat
sebelumnya. Tindakan keperawatan diberikan kepada pasien secara
bertahap hingga mandiri, juga kepada keluarga dengan mengajarkan
keluarga cara merawat dan mengevaluasi kegiatan pasien. Jika pasien
sudah mandiri maka perawatan pasien dilimpahkan kepada keluarga untuk
pemantauan perkembangan kondisi pasien. Tindakan keperawatan
dilakukan sesuai dengan kebutuhsn dan kondisi pasien saat ini. Tujuannya
adalah memberdayakan pasien dan keluarga agar mampu mandiri
memenuhi kebutuhan serta meningkatkan keterampilan koping dalam
menyelesaikan masalah.
6. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah proses berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan
keperawatan pada pasien. Evaluasi dilakukan terus-menerus pada respons
pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Evaluasi
dibagi dua yaitu evaluasi proses yang dilakukan setiap selesai
melaksanakan tindakan, evaluasi hasil yang dilakukan dengan
membandingkan antara respon klien dan tujuan khusus serta umum yang
telah ditentukan (Direja, 2011).
DAFTAR PUSTAKA
Dermawan, D., & Rusdi. (2013). Keperawatan jiwa; Konsep dan Kerangka Kerja Asuhan
Keperawatan Jiwa (1st ed.). yogyakarta: gosyen publishing.
Direja, A. H. S. (2011). Buku Ajar Ajar Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika.
Irman, V., Alwi, N. ., & Patricia, H. (2016). Buku Ajar Ilmu Keperawatan Jiwa 1. Padang: UNP
Press Padang.
Prabowo, E. (2014). Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Nuha Medika.
Yusuf, Fitryasari, R., & Nihayati, H. endang. (2015). Keperawatan Kesehatan Jiwa. Buku Ajar
Keperawatan Kesehatan Jiwa, 1–366.