DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 11
A3 2020
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat,
taufiq, hidayah, serta inayah-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
untuk memenuhi tugas Keperawatan Medikal Bedah.
Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis sampaikan ucapan terima kasih
khususnya kepada semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu yang telah
membantu penyusunan makalah ini. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna. Hal ini disebabkan terbatasnya pengetahuan yang kami miliki. Untuk itu, saran
dan kritik yang bersifat membangun dari para pembaca selalu kami harapkan demi
sempurnanya makalah ini.
Akhirnya, harapan kami mudah-mudahan makalah yang sederhana ini ada manfaatnya
khususnya bagi kami dan umumnya bagi para pembaca Aamiin.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................................2
DAFTAR ISI..................................................................................................................3
BAB I.............................................................................................................................4
PENDAHULUAN..........................................................................................................4
1.1 Latar Belakang......................................................................................................4
BAB II............................................................................................................................6
TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................................6
2.1 Definisi................................................................................................................6
2.2 Etiologi................................................................................................................6
2.3 Patofisiologi.....................................................................................................7
2.4 Klasifikasi........................................................................................................9
2.5 Manifestasi Klinis...............................................................................................10
2.6 Pemeriksaan Diagnostik.....................................................................................11
2.7 Penatalaksanaan Medis.......................................................................................12
2.8 Komplikasi.........................................................................................................13
BAB III.........................................................................................................................14
ANALISIS KASUS.....................................................................................................14
3.1 Pengkajian....................................................................................................14
3.2 ANALISA DATA.........................................................................................18
3.3 SDKI, SLKI DAN SIKI Artritis Gout...............................................................19
EBNP PADA PASIEN OTITIS MEDIA KRONIK.................................................23
BAB IV........................................................................................................................25
PENUTUP....................................................................................................................25
4.1 Kesimpulan.........................................................................................................25
4.2 Saran...................................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................26
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Otitis media kronik merupakan masalah kesehatan global yang berdampak pada kualitas
hidup seseorang. Otitis media kronik sebagai kelanjutan dari otitis media akut yang sering
terjadi pada anak – anak,sebagian disebabkan oleh perforasi membran timpani. Keadaan
seperti ini mengakibatkan nyeri telinga, otorrhea yang berhubungan dengan perforasi
membran timpani (Anggraini, 2013). Otitis media kronik dapat menyebabkan morbiditas
yang sangat erat hubungannya dengan gangguan pendengaran. Terdapat berbagai macam
faktor predisposisi kronisitas otitis media salah satunya adalah riwayat rinitis alergi
sebelumnya (Diana and Haryuna, 2017). Menurut penelitian Rambe et al pada studi kasus
kontrol rinitis alergi berpengaruh tiga kali lebih besar terhadap disfungsi tuba eustachii yang
berlanjut pada otitis media kronik (Rambe et al., 2013), namun sejauh ini banyak penderita
otitis media kronik di Rumah Sakit Islam Sultan Agung dan belum banyak dilakukan
penelitian tentang hubungan frekuensi rinitis alergi dengan kejadian otitis media kronik.
Prevalensi kejadian otitis media kronik pada anak meningkat setiap tahunnya. Pada
beberapa penelitian infeksi ini diperkirakan terjadi pada 25% anak. Infeksi umumnya
mengenai usia dua tahun pertama kehidupan, sedangkan insiden puncak pada tahun
pertama masa sekolah (Adams, Boies and Higler, 2013). Epidemiologi terjadinya otitis
media berusia 1 tahun sekitar 62%, sedangkan anak-anak berusia 3 tahun sekitar 83%. Di
Amerika Serikat, diperkirakan 75% mengalami minimal satu episode otitis media
sebelum usia 3 tahun (Ghanie, 2010). Sedangkan menurut World Helath Organization
(WHO) pada tahun 2004 sekitar 330 juta orang menderita OMSK dengan otorea. Di
Indonesia usia terbanyak menderita infeksi telinga tengah 7-18 tahum, dan penyakit
telinga tengah terbanyak adalah OMSK (Anggraini, 2013). Apabila tidak diatasi dengan
tepat otitis media akut dapat berkembang menjadi otitis media kronis yang dapat
menyebabkan komplikasi seperti meningitis dan abses otak (Bowatte et al., 2018).
Otitis media kronik dihubungkan dengan infeksi saluran nafas atas seperti rinitis
alergi, selain disebabkan oleh bakteri Pseudomonas aeruginosa dan Staphylococcus
aureus (Sari, 2018). Rinitis alergi menyebabkan disfungsi tuba melalui mediator inflamasi
seperti histamin dan prostaglandin yang merusak mukosa tuba eustachii (Rambe et al.,
2017). Pelepasan mediator inflamasi seperti IL-4, IL-5, IL-2, IL-12 dan IFN ɤ oleh sel
mast menyebabkan edem mukosa nasofaring, sehingga mengakibatkan edem perituba dan
tuba, yang kemudian menyebabkan disfungsi tuba eustachii (Budiman et al., 2014).
Disfungsi tuba eustachii mengganggu mekanisme proteksi terhadap mikroorganisme dan
non
mikroorganisme, sehingga sekresi telinga tengah yang dialirkan ke nasofaring melalui
tuba eustachii terganggu. Kejadian ini menciptakan keadaan vakum dalam telinga tengah
yang mengarah pada peningkatan produksi cairan akibat sumbatan yang lama sehingga
menyebabkan risiko
infeksi pada telinga tengah (Bowatte et al., 2018). Menurut penelitian Budiman et al
(2014) terdapat hubungan bermakna rinitis alergi terhadap otitis media supuratif kronik
(p=0,032) dan otitis media efusi (p=0,03). Pada hasil tes fungsi tuba didapatkan gangguan
fungsi tuba sebesar 89.2% (Budiman et al., 2014). Dalam studi lain bahwa pasien rinitis
alergi memiliki risiko 13 kali lebih besar untuk menderita otitis media supuratif kronik
(OMSK) dibanding dengan pasien tanpa rinitis alergi, dimana probabilitas pasien rinits
alergi untuk menderita OMSK sebesar 92,9% (Rambe et al., 2017). Sedangkan menurut
studi (Heo, Kim and Lee, 2018) menunjukan bahwa tidak ada hubungan antara rinitis
alergi dengan kejadian otitis media kronik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Otitis media adalah infeksi pendengaran sebagian atau seluruh mukosa telinga
tengah, tuba eustakhius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Otitis Media Akut
(OMA) adalah infeksi akut telinga tengah. (Brunner and Sudath. 1997 :2050).
Otitis Media Akut (OMA) ialah peradangan akut pada sebagian atau seluruh
periosteum telinga tengah, peradangan terjadi pasa mukosa cavum tympani dengan
terjadinya pembentukan mukopus di dalam cavum tympani tersebut.
Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK) merupakan peradangan kronis di
telinga tengah dengan perforasi membrane timpani dan secret yang keluar dari
telinga tengah secara terus-menerus atau hilang timbul lebih dari 2 bulan. Secret
dapat berbentuk encer atau kental, bening atau nanah.
2.2 Etiologi
Telinga tengah biasanya dalam keadaan steril, meskipun terdapat mikroba di
nasofaring dan faring. Secara fisiologis, terjadi mekanisme pencegahan masuknya
mikroba ke dalam telinga tengah yaitu oleh silia mukosa pada tuba Eustachius,
enzim dan antibodi. Otitis media terjadi karena faktor-faktor sebagai berikut :
Terganggunya sistem pertahanan tubuh
Sumbatan pada tuba Eustachius
Jika fungsi tuba Eustachius terganggu, maka pencegahan invasi kuman
ke dalam telinga tengah juga ikut terganggu, akibatnya kuman dengan mudah
masuk ke dalam telinga tengah dan selanjutnya terjadi peradangan. Sumbatan
atau peradangan pada tuba Eustachius merupakan faktor utama terjadinya
otitis media (Husni T. R, 2011).
Infeksi oleh kelompok Coccus (Streptococcus, Staphylococcus,
Pneumococcus, Diplococcus)
Pada anak, makin sering terserang infeksi saluran napas, maka makin
besar kemungkinan anak menderita OMA. Pencetus terjadinya OMA adalah
infeksi saluran pernapasan atas (ISPA), semakin sering terkena ISPA maka
kemungkinan terjadinya OMA semakin besar (Novertha, 2013). Pada bayi
OMA mudah terjadi karena tuba Eustachiusnya yang pendek, lebar, dan
letaknya yang agak horizontal.
Bakteri anaerob : Bacteriodes, Fragillis, Bronhammella, Cattarhalis.
2.3 Patofisiologi
Invasi Bakteri
Merangsang thalamus
dan konteks serebri Gangguan Komunikasi
verbal
Nyeri kronis
Klasifikasi
a. Klasifikasi Otitis Media Akut (OMA)
1. Stadium Oklusi Tuba Eustachius
Terdapat gambaran retraksi membrane timpani akibat terjadinya
tekanan negative di dalam telinga tengah akibat dari absorpsi udara.
Kadang-kadang membrane timpani tampak normal atau berwarna keruh
pucat. Efusi mungkin telah terjadi namun masih sukar untuk dideteksi.
Stadium ini sulit dibedakan dengan otitis media serosa yang disebabkan
oleh alergi atau virus.
1. Stadium Hiperemis (Stadium Pre-Supurasi)
Tampak pembuluh darah melebar di membrane timpani atau
membrane timpani tampak edema. Secret yang telah terbentuk masih
bersifat eksudat sehingga sukar terlihat.
1. Stadium Supurasi
Terjadi akumulasi mukopus yang menyebabkan peningkatan tekanan
di dalam cavum timpani membuat pasien tampak sangat sakit, nadi dan
suhu meningkat ( > 39oC), serta rasa nyeri di telinga tengah semakin hebat
(otalgia hebat). Pada stadium ini membrane timpani menonjol (bulging) ke
arah liang telinga luar.
1. Stadium Perforasi
Terlambatnya pemberian antibiotic atau virulensi kuman yang tinggi
menyebabkan terjadinya rupture pada membrane timpani dan nanah keluar
mengalir dari telinga tengah ke liang telinga luar. Pada stadium ini anak
yang tadinya gelisah sekarang tenang, suhu badan turun, dan anak dapat
tertidur dengan nyenyak.
1. Stadium Resolusi
Jika membrane timpani tetap utuh, maka keadaan membrane timpani
akan membaik. Namun bila sudah terjadi perforasi, maka secret akan
berkurang dan mengering. Bila daya tahan tubuh baik, maka resolisi akan
terjadi tanpa dilakukan pengobatan.
Tn T (28 tahun) datang ke rumah sakit dengan Nyeri Telinga Kanan sejak 6 bulan yang
lalu. Pasien mengalami pusing, pendengaran berkurang kalau telinga kiri ditutup.
Telinga berdenging, terasa penuh di telinga, badan lemah. . Klien mengorek telinganya
dengan Bulu ayam. Semakin lama terasa nyeri Karena terus menerus terasa nyeri serta
kehilangan pendengaran.Pemeriksaan pada telinga : Tampak kelelahan karena nyeri
telinga, kesadaran compos mentis. Klien tidur ditempat tidur dengan posisitidur
terlentang mengarah ke sisi yang tidak sakit sambil memegang telinganya yang sakit.
Kiri : Normal Kanan : Penurunan Pendengaran . Klien mengeluh terasa nyeri
skala 5 pada telinga kanan dan kalau nyeri terasa pusing dan kadang mual. Telinga
tampak bengkak dan kemerahan, terpasang tamponade. Hasil Pemeriksaan tanda tanda
Vital: Temperatur : 36,50C / Axilla, Nadi : 92 X/menit, teratur dan kuat , Tensi 110/80
mmHg lengan kananRR : 20 Kali / menit.
Laboratorium :
Hb : 12 gr%
LED : 48
Trombo : 45
Leukosit : 8500
PPT : 12
SGOT : 18
SGPT : 14
Lampiran 10
Lama Keluhan:
Lama Keluhan: Sejak 6 bulan yang lalu
Diagnosis Medis: Otitis Media Kronik
Riwayat Kesehatan
1) RKS
- Pasien mengalami pusing
- Pendengaran berkurang kalua telinga kiri ditutup
- Telinga berdenging,terasa penuh ditelinga
- Badan Lemah
2) RKD
-
3) RKK
- Riwayat penyakit di dalam keluarga tidak ditemukan dalam kasus
Genogram
Ket: O : perempuan,
□ : laki-laki,
† : meninggal,
: pasien
X : meninggal
dengan ...........
Lain-
lain........................................................................................................................................
d. Pola Aktivitas /Olah Raga: Keluhan :
-
e. Pola Istirahat Tidur: Keluhan: Klien tidur ditempat tidur dengan posisi tidur terlentang
mengarah ke sisi yang tidak sakit sambal memegang telinganya yang sakit
Penatalaksanaan Nyeri: -
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Diagnostik: -
Laboratorium:
- Hb : 12 gr%
- LED : 48
- Trombo : 45
- Leukosit : 8500
- PPT : 12
- SGOT : 18
PEMERIKSAAN FISIK
Gambaran
Leher Normal
Trakea
Karotid Bruit
Vena
Kelenjar
Tiroid
Lainnya
Normal
Dada
Normal
Jantung
Auskultasi
Ritme
PMI
Abdomen Normal
Normal
Muskuloskeletal/Sendi
Nodus Limfe
Neurologi Composmentis
Status Mental/GCS
Saraf Kranial
Motoris
Sensoris
DTR
Lainnya
Normal
Ekstremitas
Vaskuler Perifer
Payudara
Genitalia
Rectal
ANALISA DATA
NO DATA ETIOLOGI PROBLEM
/TGL
1. DS: Agen pencedera Nyeri Kronis
- Nyeri telinga kanan sejak 6 bulan
yang lalu fisiologis (Infeksi
- Pasien mengalami pusing
- Semakin lama terasa nyeri bakteri saluran
- Nyeri skala 5 pada telinga
kanan,Kalau nyeri,terasa pusing telinga luar)
dan mual
o P : Peradangan/inflamasi telinga
tengah
o Q : Nyeri terus menerus
o R : Telinga sebelah kanan
o S:5
o T : 6 bulan yang lalu
DO:
- Tampak kelelahan karena nyeri
telinga
- Telinga klien bengkak dan
kemerahan
- Terpasang tamponade
DO:
SDKI, SLKI DAN SIKI Artritis Gout
Edukasi :
- Jelaskan penyebab,periode,dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
- Anjurkan mengggunakan analgetik secara tepat
- Anjurkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi :
Pemberian analgesik
Defenisi :
Menyiapkan dan memberikan agen farmakologis untuk
mengurangi atau meghilangkan rasa sakit
Observasi :
- Identifikasi karakteristik nyeri
- Identifikasi kesesuaian jenis analgesik
- Monitor tanda-tanda vitral sebelum atau setelah
pemberian analgesik
- Monitor efektifitas analgesik
Terapeutik :
- Diskusikan jenis analgesik yang disukai untuk
mencapai analgesia optimal,jika perlu
- Pertimbangkan pengguan infus kontinu,atau bolus
oplold untuk mempertahankan kadar dalam serum
- Tetapkan target efektifitas analgesic untuk
mengoptimalkan respon pasien
- Dokumentasikan respon terhadap efek analgesik
dan efek yang tidak diinginkan
Edukasi :
- Jelaskan efek terapi dan efek samping obat
Gangguan Komunikasi Verbal Promosi komunikasi:deficit pendengaran
Komunikasi Definisi: Kemampuan Defenisi : Menggunakan Teknik komunikasi tambahan
Verbal menerima,memproses,mengiri pada individu dengan gangguan pendengaran.
m, Observasi :
Dan/atau menggunakan system
simbil
Kriteria Hasil: - Periksa kemampuan pendengaran
1. Kemampuan - Monitor akumulasi serumen berlebihan
mendengar meningkat - Identifikasi metode komunikasi yang disukai psien
2. Respon perilaku (misal lisan, tulisan, gerakan bibir, bahasa isyarat
meningkat
3. Pemahaman
komunikasi meningkat Terpautik :
Edukasi :
Edukasi :
- Jelaskan faktor risiko yang dapat mempengaruhi
kesehatan terkait masalah gangguan pendengaran
- Ajarkan perilaku hidup sehat dengan mengikuti
anjuran kesehatan.
Observasi
Terapeutik
Edukasi
EBP
Populasi Intervensi Comparison Outcome Time Frame
Penderita otitis pemberian kelompok yang penggunaan Maret-Desember
media supuratif antibiotik diberi selain siprofloksasin 2020
kronik topikal golongan siprofloksasin topikal lebih
kedua topikal efektif
flurokuinolon, dibanding
yaitu dengan
siprofloksasin antibiotik
topikal, yaitu
topikal
neomisin,
framisetin
gramisidin-
deksametason
(FGD), dan
asam aborik
pada pengobatan
otitis media
supuratif kronik
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Otitis media kronik merupakan masalah kesehatan global yang berdampak pada
kualitas hidup seseorang. Otitis media kronik sebagai kelanjutan dari otitis media akut yang
sering terjadi pada anak – anak,sebagian disebabkan oleh perforasi membran timpani.
Keadaan seperti ini mengakibatkan nyeri telinga, otorrhea yang berhubungan dengan
perforasi membran timpani (Anggraini, 2013). Otitis media kronik dapat menyebabkan
morbiditas yang sangat erat hubungannya dengan gangguan pendengaran. Terdapat berbagai
macam faktor predisposisi kronisitas otitis media salah satunya adalah riwayat rinitis alergi
sebelumnya (Diana and Haryuna, 2017).
4.2 Saran
Penulis sangat mengharapkan tanggapan, baik kritik maupun saran dari ibu dosen dan
teman-teman mahasiswa agar penulis bisa membuat makalah dnegan lebih baik kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth, (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 volume 2.
Jakarta EGC.
http://repository.unimus.ac.id/1497/4/BAB%20II.pdf
Efiaty, dkk. 2017. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher,
Edisi 7. Jakarta : FKUI.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI),
Edisi 1, Jakarta, PersatuanPerawat Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), Edisi
1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), Edisi 1,
Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia