Anda di halaman 1dari 15

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN OTITI MEDIA

DOSEN PEMBIMBING :
Johana Tuegeh, S.Pd, S.SiT, M.Kes

DISUSUN OLEH :
Nama :Ni Komang Desiani
Nim : 711440118068
Tingkat : 3A

POLTEKKES KEMENKES MANADO


PRODI DIII KEPERAWATAN 3A
T.A 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikananugerah kepada kami untuk dapat menyusun makalah yang berjudul
“ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN OTITIS MEDIA”

Makalah ini disusun berdasarkan hasil data-data dari media elektronik berupa Internet
dan media cetak.

Penyusun berharap makalah ini dapat bermanfaat untuk kita semua dalam menambah
pengetahuan atau wawasan. Penyusun sadar makalah ini belumlah sempurna maka dari itu
penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran membangun dari pembaca agar makalah
yang kami buat kedepannya lebih baik.

Manado, 08 Agustus 2020


Penyusun

Ni Komang Desiani
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..........................................................................................................i

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ii

DAFTAR ISI ………………………………………………………………………………iii

BAB I : PENDAHULUAN

1.1 Lantar Belakang Masalah........................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................1

1.3 Tujuan Pembahasan.................................................................................................1

BAB II : PEMBAHASAN

A. Konsep dasar otitis media……………………………..………...………..….….... 2

B. Anatomi fisiologi ……………….……………………….……..…….……..………2

C. Komplikasi otitis media……………………………………………………………..3

D. Etiologi otitis media………………………….……………………………………...3

E. Tanda dan gejala…………………………………………….……………………….4

F. Patofisiologi otitis media……………………………………………………...……..6

G. Penatalaksanaan otitis media………………………………………………………..6

H. Terapi otitis media…………………………………………………………..............7

I. Askep pada otitis media………………………………………………………………7

BAB III : PENUTUP

A. Kesimpulan…………………………………………………………………..…….11

B. Saran……………………………………………………………………………….12

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Otitis media merupakan keadaan dimana terjadinya peradangan pada telinga tengah.
Secara klinis, otitis media dapat diklasifikasikan menjadi otitis media akutdan otitis media
supuratif kronis (OMSK) (Shyamala et al., 2012). OMSK adalah infeksi kronis pada telinga
tengah yang disertai perforasi membran timpani dan keluarnya sekret/ pus pada telinga
(otore) selama 8 minggu (KMK RI 428, 2006). Sedangkan Monasta (2012) mengatakan
bahwa OMSK terjadi jika infeksi berlangsung selama 6 minggu dan sering disertai
kolesteatom (Monasta et al, 2012).

Studi epidemiologi mengatakan bahwa OMSK termasuk kejadian yang Umumnya


terjadi pada negara berkembang. Persentase angka kejadian OMSK di negara maju seperti
Amerika Serikat didapatkan kurang dari 1%, sedangkan pada negara berkembang didapatkan
prevalensi sekitar 6-46% dari populasi pada negara berkembang (Levi et al., 2013). Di
Indonesia, angka kejadian OMSK berdasarkan survei sekitar 3,1% dari jumlah penduduk
(KMK RI 428, 2006).

Berdasarkan hasil penelitian di Nepal, angka kejadian OMSK terbanyak menurut usia
terjadi pada usia <10 tahun dengan persentase 34,8%. Seiring bertambahnya usia angka
kejadian OMSK menurun menjadi 1,7% pada usia >50 tahun (Shrestha et al., 2011).
Penelitian lain yang dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan, dengan hasil tidak
didapatkan insiden pada balita <6 tahun, didapatkan 43,5% pada usia 6-18 tahun, dan
terbanyak pada usia >18 tahun dengan persentase 56,5% (Dewi dkk., 2013).

B. Rumusan Masalah

Masalah yang kami angkat pada makalah ini mengenai asuhan keperawatan pada pasien
dengan Otitis media.

C. Tujuan
1. Tujuan umum
Setelah menyelesaikan proses pembelajaran mata kuliah ini mahasiswa diharapkan
mampu mempraktekkan pengelolaan pelayanan keperawatan professional dan mahasiswa
dapat menerapkan konsep dasar dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien
khususnya pada kasus Otitis Media
2. Tujuan khusus
a. Menjelaskan konsep tentang Otitis Media
b. Memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan Otitis Media
c.
BAB II
PEMBAHASAN

Konsep Dasar Otitis Media


A. Definisi Otitis Media
Telinga adalah organ penginderaan dengan fungsi ganda dan kompleks (pendengaran
dan keseimbangan). Anatominya juga sangat rumit . Indera pendengaran berperan penting
pada partisipasi seseorang dalam aktivitas kehidupan sehari-hari. Sangat penting untuk
perkembangan normal dan pemeliharaan bicara, dan kemampuan berkomunikasi dengan
orang lain melalui bicara tergantung pada kemampuan mendengar.(Roger watson, 2002, 102)

Otitis Media Akut adalah suatu infeksi pada telinga tengah yang disebabkan karena
masuknya bakteri patogenik ke dalam telinga tengah (Smeltzer, 2001).

B. Anatomi Fisiologi
Secara anatomi telinga dibagi menjadi tiga bagian yaitu telinga luar, tengah dan
dalam. Dalam perkembangannya telinga dalam merupakan organ yang pertama kali terbentuk
mencapai konfingurasi dan ukuran dewasa pada trimester pertengahan kehamilan. Sedangkan
telinga tengah dan luar belum terbentuk sempurna saat kelahiran, akan tumbuh terus dan
berubah bentuk sampai pubertas.  

 Telinga dalam

Labirin mulai berdiferensiasi pada akhir minggu ketiga dengan munculnya plakoda
otik (auditori). Dalam waktu kurang dari satu minggu plakoda tersebut mengalami invaginasi
membentuk lekuk pendengaran, kemudian berdilatasi membentuk suaru kantong, selanjutnya
tumbuh menjadi vesikula auditorius.

Suatu proses migrasi, pertumbuhan dan elongasi vesikula kemudian berlangsung dan
segera membuat lipatan pada dinding kantong yang secara jelas memberi batas tiga divisi
utama vesikula auditorius yaitu sakus dan duktus endolimfarikus, utrikulus dengan duktus
semi sirkuler dan sakulus dengan duktus koklea. Dari utrikulus kemudian timbul tiga tonjolan
mirip gelang. Lapisan membran yang jauh dari perifer gelang diserap meninggalkan tiga
kanalis semisirkularis pada perifer gelang. Sakulus kemudian membentuk duktus koklearis
berbenruk spiral.Secara filogenetik organ-organ akhir khusus berasal dari neuromast yang
tidak terlapisi yang berkembang dalam kanalis semisirkularis untuk membentuk krista. Di
dalam utrikulus dan sakulus membentuk makula dan dalam koklea membentuk organon koiti.
Diferensiasi ini berlangsung dari minggu keenam sampai ke 10 fetus, pada saat itu hubungan
definitive seperfi telinga orang dewasa telah siap.

 Telinga Luar dan Tengah

Ruang telinga tengah, mastoid, permukaan dalam membijana timpani dan tuba.
Eustachius berasal dari kantong faring pertama. Perkembangan prgan ini dimulai pada
minggu keempat dan berlanjut sampai minggu ke 30 fetus, kecuali pneumatisasi mastoid
yang terus berkembang sampai pubertas.

Osikel berasal dari mesoderm celah brankial pertama dan kedua, kecuali basis stapes
yang berasal dari kapsul otik. Osikel berkembang mulai minggu kedelapan sampai mencapai
bentuk- komplet pada minggu ke 26 fetus.

Liang telinga luar berasal dari ektoderm celah brankial pertama.Membrana timpani
mewakili membran penutup celah tersebut. Pada awalnya liang telinga luar tertutup sama
sekali oleh suatu sumbatan jaringan padat, akan tetapi akan mengalami rekanalisasi.

C. Komplikasi
1. Peradangan telinga tengah (otitis media) yang tidak diberi terapi secarabenar dan
adekuat dapat menyebar ke jaringan sekitar telinga tengahtermasuk ke otak,
namun ini jarang terjadi setelah adanya pemberianantibiotik.
2. Mastoiditis
3.    Kehilangan pendengaran permanen bila OMA tetap tidak ditangani
4. Keseimbangan tubuh terganggu
5. Peradangan otak kejang

D. Etiologi

1. Disfungsi atau sumbatan tuba eustachius merupakan penyebab utama dari otitis
media yang menyebabkan pertahanan tubuh pada silia mukosa tuba eustachius
terganggu, sehingga pencegahan invasi kuman ke dalam telinga tengah juga akan
terganggu
2. ISPA (infeksi saluran pernafasan atas), inflamasi jaringan di sekitarnya (misal :
sinusitis, hipertrofi adenoid), atau reaksi alergi (misalkan rhinitis alergika). Pada
anak-anak, makin sering terserang ISPA, makin besar kemungkinan terjadinya otitis
media akut (OMA). Pada bayi, OMA dipermudah karena tuba eustachiusnya pendek,
lebar, dan letaknya agak horisontal.
3.Bakteri yang umum ditemukan sebagai mikroorganisme penyebab adalah
Streptococcus peumoniae, Haemophylus influenza, Moraxella catarrhalis, dan
bakteri piogenik lain, seperti Streptococcus hemolyticus, Staphylococcus aureus, E.
coli, Pneumococcus vulgaris.

D. Tanda Gejala
1.   Otitis Media Akut
Gejala otitis media dapat bervariasi menurut beratnya infeksi dan bisa sangat
ringan dan sementara atau sangat berat. Keadaan ini biasanya unilateral pada orang
dewasa.Membrane tymphani merah, sering menggelembung tanpa tonjolan tulang
yang dapat dilihat, tidak bergerak pada otoskopi pneumatic ( pemberian tekanan
positif atau negative pada telinga tengah dengan insulator balon yang dikaitkan ke
otoskop ), dapat mengalami perforasi.
 Otorrhea, bila terjadi rupture membrane tymphani
 Keluhan nyeri telinga ( otalgia )
 Demam
 Anoreksia
 Limfadenopati servikal anterior
 Stadium Otitis Media Akut
Perubahan mukosa telinga tengah sebagai akibat infeksi dapat dibagi atas 5
stadium yaitu:
1. Stadium oklusi tuba eustakhius
Adanya gambaran retraksi akibat terjadinya tekanan negative di dalam tekanan
tengah, karena adanya absorbs udara. Efusi mungkin telah terjadi, tetapi tidak
dapat dideteksi. Stadium ini sukar dibedakan dengan Otitis Media Serosa yang
disebabkan oleh virus atau alergi.
2. Stadium hiperemesis (stadium presupurasi)
Stadium ini tampak pembuluh daerah yang melebar di membrane timpani atau
seluruh membrane timpani tampak hiperemesis serta edema. Secret yang telah
terbentuk mungkin masih bersifat eksudat yang serosa sehingga sukar terlihat.
3. Stadium supurasi
Edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel
superficial, serta terbentuknya eksudat yang purulen di kavum timpani,
menyebabkan membrane timpani menonjol kea rah liang telinga luar. Pada
keadaan ini pasien tampak sakit, suhu meningkat, rasa nyeri di telinga bertambah
hebat. Apabila tekanan nanah di cavum timpani tidak berkurang, maka terjadi
ischemia akibat tekanan pada kapiler dan timbulnya trombophlebitis pada vena
kecil dan nekrosis mukosa, dan submukosa. Nekrosis terlihat sebagai daerah yang
lebih lembek dan berwarna kekuningan dan di tempat ini akan terjadi ruptur.
4. Stadium perforasi
Akibat terlambatnya pemberian antibiotika atau virulensi kuman yang tinggi,
maka dapat terjadi ruptur membran timpani dan nanah keluar mengalir dari telinga
tengah ke liang telinga luar, pada keadaan ini anak yang tadinya gelisah menjadi
tenang, suhu badan turun dan anak tidur nyenyak. Keadaan ini disebut Otitis
Media Akut Stadium Perforasi.
5. Stadium resolusi
Bila membran timpani utuh maka perlahan-lahan akan normal kembali, bila sudah
perforasi maka secret akan berkurang dan akhirnya kering. Bila daya tahanm
tubuh baik atau virulensi kuman reda, maka resolusi dapat terjadi, walaupun tanpa
pengobatan.

 Otitis Media Serosa


Pasien mungkin mengeluh kehilangan pendengaran, rasa penuh atau gatal dalam
telinga atau perasaan bendungan, atau bahkan suara letup atau berderik, yang terjadi
ketika tuba eustachii berusaha membuka. Membrane tymphani tampak kusam (warna
kuning redup sampai abu-abu pada otoskopi pneumatik, dan dapat terlihat gelembung
udara dalam telinga tengah. Audiogram biasanya menunjukkan adanya kehilangan
pendengaran konduktif.

 Otitis Media Kronik


Gejala dapat minimal, dengan berbagai derajat kehilangan pendengaran dan terdapat
otorrhea intermitten atau persisten yang berbau busuk. Biasanya tidak ada nyeri kecuali
pada kasus mastoiditis akut, dimana daerah post aurikuler menjadi nyeri tekan dan
bahkan merah dan edema. Kolesteatoma, sendiri biasanya tidak menyebabkan nyeri.
Evaluasi otoskopik membrane timpani memperlihatkan adanya perforasi, dan
kolesteatoma dapat terlihat sebagai masa putih di belakang membrane timpani atau
keluar ke kanalis eksterna melalui lubang perforasi. Kolesteatoma dapat juga tidak
terlihat pada pemeriksaan oleh ahli otoskopi. Hasil audiometric pada kasus
kolesteatoma sering memperlihatkan kehilangan pendengaran konduktif atau campuran.
Komplikasi yang terjadi :
 Sukar menyembuh
 Cepat kambuh kembali setelah nyeri telingaa berkurang
 Ketulian sementara atau menetap
 Penyebaran infeksi ke struktur sekitarnya yang menyebabkan mastoiditis akut,
kelumpuhan saraf facialis, komplikasi intracranial(meningitis, abses otak),
thrombosis sinus lateralis.

E. Patofisiologi
Pada gangguan ini biasanya terjadi disfungsi tuba eustachii seperti obstruksi
yang diakibatkan oleh infeksi saluran nafas atas, sehingga timbul tekanan negative di
telinga tengah. Sebaliknya, terdapat gangguan drainase cairan telinga tengah dan
kemungkinan refluks sekresi esophagus ke daerah ini yang secara normal bersifat
steril. Cara masuk bakteri pada kebanyakan pasien kemungkinan melalui tuba
eustachii akibat kontaminasi secret dalam nasofaring. Bakteri juga dapat masuk
telinga tengah bila ada perforasi membran tymphani. Eksudat purulen biasanya ada
dalam telinga tengah dan mengakibatkan kehilangan pendengaran konduktif.

F.  PENATALAKSANAAN
Penanganan local meliputi pembersihan hati-hati telinga menggunakan
mikroskop dan alat penghisap. Pemberian antibiotika atau pemberian bubuk
antibiotika sering membantu bila terdapat cairan purulen.

Berbagai prosedur pembedahan dapat dilakukan bila dengan penanganan obat


tidk efektif. Dapat dilakukan timpanoplasti dan yang paling sering adalah
timpanoplasti-rekonstruksi bedah membrane timpani dan osikulus. Tujuan dari
timpanoplasti adalah mengembalikan fungsi telinga tengah, menutup lubang perforasi,
telinga tengah, mencegah infeksi berulang, dan memperbaiki pendengaran.
Timpanoplasti dilakukan melalui kanalis auditorius eksternus, baik secara transkanal
atau melalui insisi aurikuler. Isis telinga tengah diinspeksi secara teliti, dan hubungan
antara osikulus dievalusi. Terputusnya rantai osikulus adalah yang paling sering
terjadi pada otitis media, namun masalah rekonstruksi juga akan muncul dengan
adanya malformasi telinga tengah dan dislokasi osikuler akibat cidera kepala.
Perbaikan dramatis pendengaran dapat terjadi stelah penutupan lubang perforasi dan
perbaikan kembali osikulus. Pembedahan biasanya dilakukan pada pasien rawat jalan
dengan anesthesia umum
G. TERAPI

Terapi tergantung pada stadium penyakitnya. Pengobatan pada stadium awalditujukan


untuk mengobati infeksi-infeksi saluran nafas atas, dengan pemberianantibiotik
dekongestan lokal atau sistemik, dan antipiretik.

 Stadium OklusiTujuan : membuka kembali tuba eustachius, sehingga tekanan


berkurang ditelinga tengah hilang. Diberikan obat tetes hidung, HCl efedrin 0,5%
dalamlarutan fisiologik (anak <12 tahun) atau HCl efedrin 1% (di atas 12 tahun
danpada orang dewasa).
 Stadium PresupurasiObat tetes hidung dan analgetika, antibiotika (biasanya dari
golonganpenisilin/ampisilin).
 Stadium SupurasiDisamping antibiotika, idealnya harus disertai dengan
miringotomi bilamembran tympani masih utuh.
 Stadium ResolusiMembran tympani berangsur normal kembali, sekret tidak ada
lagi danperforasi membran tympani menutup.

ASUHAN KEPERAWATAN OTITIS MEDIA

1. PENGKAJIAN
a. Biodata
OMA dapat terjadi pada laki-laki maupun perempuan, dan seringkali terjadi pada usia
anak

b. Keluhan

Klien dengan Otitis Media Akut datang dengan keluhan nyeri pada telinga bagian
tengah.

c. Riwayat Penyakit Sekarang

Biasanya alasan klien Otitis Media Akut datang memeriksakan diri ke rumah sakit
yaitu adanya nyeri pada telinga tengah disertai terganggunya fungsi pendengaran.

d. Riwayat Penyakit Dahulu

Kaji apakah klien pernah menderita penyakit yang sama sebelumnya.

e. Riwayat kesehatan

adakah baru-baru ini infeksi pernafasan atas ataukah sebelumnya klien mengalami
ISPA, ada nyeri daerah telinga, perasaan penuh atau tertekan di dalam telinga,
perubahan pendengaran.

f. Pemeriksaan fisik
tes pendengaran, memeriksa membran timpani.
g. Data yg muncul pada saat pengkajian
h. Sakit telinga/nyeri
i. Penurunan/tak ada ketajaman pendengaran pada satu atau kedua telinga
j. Tinitus
k. Perasaan penuh pada telinga
l. Suara bergema dari suara sendiri
m. Bunyi “letupan” sewaktu menguap atau menelan
n. Vertigo, pusing, gatal pada telinga
o. Penggunaan minyak, kapas lidi, peniti untuk membersihkan telinga
p. Penggunanaan obat (streptomisin, salisilat, kuirin, gentamisin)
q. Tanda-tanda vital (suhu bisa sampai 40C), demam
r. Kemampuan membaca bibir atau memakai bahasa isyarat
s.  Reflek kejut
t. Toleransi terhadap bunyi-bunyian keras
u. Tipe warna 2 jumlah cairan
v. Cairan telinga; hitam, kemerahan, jernih, kuning
w. Alergi
x. Dengan otoskop tuba eustacius bengkak, merah, suram
y. Adanya riwayat infeksi saluran pernafasan atas, infeksi telinga sebelumnya, alergi

Pemeriksaan Diagnostik
 Otoscope untuk melakukan auskultasi pada bagian telinga luar
 Timpanogram untuk mengukur kesesuaian dan kekakuan membran timpani
 Kultur dan uji sensitifitas ; dilakukan bila dilakukan timpanosentesis (Aspirasi jarum
dari telinga tengah melalui membrane timpani).

Pemeriksaan Fisik
1. Otoskopi
 Perhatikan adanya lesi pada telinga luar
 Amati adanya oedema pada membran tympani Periksa adanya pus dan ruptur pada
membran tympani
 Amati perubahan warna yang mungkin terjadi pada membran tympani
 Tes bisik
Dengan menempatkan klien pada ruang yang sunyi, kemudian dilakukan tes bisik, pada klien
dengan OMA dapat terjadi penurunan pendengaran pada sisi telinga yang sakit
 Tes garpu tala
a. Tes Rinne : pada uji rinne didapatkan hasil negatif
b. Tes Weber : pada tes weber didapatkan lateralisasi ke arah telinga yang sakit

Terapi tergantung pada stadium penyakitnya. Pengobatan pada stadium awal


ditujukan untuk mengobati infeksi-infeksi saluran nafas atas, dengan pemberian antibiotik
dekongestan lokal atau sistemik, dan antipiretik.
1. Stadium Oklusi, Tujuan : membuka kembali tuba eustachius, sehingga tekanan berkurang
di telinga tengah hilang. Diberikan obat tetes hidung, HCl efedrin 0,5% dalamlarutan
fisiologik (anak <12 tahun) atau HCl efedrin 1% (di atas 12 tahun danpada orang
dewasa).
2. Stadium Presupurasi : Obat tetes hidung dan analgetika, antibiotika (biasanya dari
golongan penisilin/ampisilin).
3. Stadium Supurasi : Disamping antibiotika, idealnya harus disertai dengan miringotomi
bila membran tympani masih utuh.
4. Stadium Resolusi : Membran tympani berangsur normal kembali, sekret tidak ada lagi
dan perforasi membran tympani menutup.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik fisik
2. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan gangguan pendengaran
3. Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri

3.INTERVENSI KEPERAWATAN

No Diagnosa Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi

1. Nyeri akut berhubungan Tujuan : setelah dilakukan Manajemen nyeri


keperawatan selama 3x24 1. Identifikasi lokasi,
dengan agen pencedera
jam maka di harapkan karakteristik,durasi, frekuensi
fisik fisik tingkat nyeri menurun kualitas intensitas nyeri
KH : 2. Identifikasi skala nyeri
 Keluhan nyeri 3. Berikan teknik non farmakologi
untuk menggurangi rasa nyeri
menurun ( komoppres hangat atau dingin)
 Meringis menurun 4. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
 Gelisah menurun 5. Fasilitas istirahat dan tidur
6. Jelaskan strategi meredakan nyeri
 Kesulitan tidur 7. Ajarkan teknik non farmakologi
menurun untuk mengurangi rasa nyeri
8. Kolaborasi pemberian analgetik
 Frekuensi nadi
membaik

2. Gangguan persepsi sensori Tujuan : setelah dilakukan Minimalisasi ransangan


keperawatan selama 3x24 1. Batasi stimulus lingkungan ( mis.
berhubungan dengan
jam maka di harapkan Cahaya, suara ,aktivitas
gangguan pendengaran persepsi sensorik membaik 2. Jadwalkan aktivitas seharian dan
dengan waktu istirahat
KH : 3. Kombinasikan prosedur/tindakan
 Verbalisasi mendengar dalam satuu waktu, sesuai
bisikan menurun kebutuhan
 Distorsi sensorik 4. Ajarkan cara memanimalisasi
menurun stimulus ( mis. Mengatur cahaya
 Respon sesuai stimulus ruangan, mengurangi kebisisngan,
membaik membatasi kunjungan
5. Kolaborasi dalam
memanimalkann prosedur
tindakan
6. Kolaborasi pemberian obat yang
mempengaruhi persepsi stimulus
3. Ansietas berhubungan Tujuan : setelah dilakukan Reduksi ansietas
keperawatan selama 3x24 1. Identifikasi saat tingkat ansietas
dengan ancaman terhadap
jam maka di harapkan berubah
konsep diri tingkat ansietas menurun 2. Monitor tanda-tanda ansietas
Dengan 3. Ciptakan suasana terapeutik
KH : untuk menumbuhkan
 Verbalisasi kebingungan kepercayaan
menurun 4. Pahami situasi yang membuat
 Verbalisasi khawatir ansietas
akibat kondisi yang di 5. Motivasi mengidentifikasi situasi
hadapi menurun yang memicu kecemasan
 Perlaku gelisah menurun 6. Anjurkan keluarga untuk tetap
 Pola tidur membaik bersama klien
7. Latih teknik relaksasi
8. Kolaborasi bemberian obat
antiansietas, jika perlu
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Menurut Smeltzer, 2001, Otitis Media Akut (OMA) merupakan suatu infeksi pada
telinga tengah yang disebabkan karena masuknya bakteri patogenik ke dalam telinga tengah.
Penyebab utama dari OMA adalah tersumbatnya saluran/tuba eustachius yang bisa
disebabkan oleh proses peradangan akibat infeksi bakteri yang masuk ke dalam tuba
eustachius tersebut, kejadian ISPA yang berulang pada anak juga dapat menjadi faktor
penyebab terjadinya OMA pada anak.

Stadium OMA dapat terbagi menjadi lima stadium, antara lain: Stadium Hiperemi,
Oklusi, Supurasi, Koalesen, dan Stadium Resolusi. Dimana manifestasi dari OMA juga
tergantung pada letak stadium yang dialami oleh klien. Terapi dari OMA juga berdasar pada
stadium yang dialami klien. Dari perjalanan penyakitOMA, dapat muncul beberapa masalah
keperawatan yang dialami oleh klien, antara lain: gangguan rasa nyaman (nyeri), perubahan
sensori persepsi pendengaran, gangguan komunikasi, dan kecemasan.

A. Saran

Saran kami dalam makalh ini semoga para pembaca bisa lebih memahami isi dari
makalah ini dan dapat menerapkannya dalam melakukan asuhan keperawatan dan
membandingkan dengan referensi lainnya
DAFTAR PUSTAKA

Ari, Elizabeth. 2007. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Pendengaran dan Wicara. Editor: Dr. Ratna Anggraeni., Sp THT-KL., M.Kes.
Bandung : STIKes Santo Borromeus.

Brunner & Suddarth. 1997. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC

Brunner & Suddarth . 2000. Keperawatan Medikal Bedah, Buku II Edisi 9, Alih Bahasa :
Agung Waluyo dkk. Jakarta : EGC.

Mansjoer, Arif dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. Jakarta : Media Aesculapius
Fakultas Kedokteran Indonesia.
Wilkinson, Judith M and Nancy R. Ahern. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, edisi 9.
Jakarta, EGC.

Anda mungkin juga menyukai