Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN SISTEM PERSEPSI

SENSORI
OTITIS

OLEH :
KELOMPOK 1
HANSYE SENDUK 2314201220
TIRSA J SUMANING 2314201206
INJILIA V A ROGAHANG 2314201224

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN INDONESIA


FAKULTAS KEPERAWATAN
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan berkat dan kasih sayangNya sehingga kami bisa menyelesaikan tugas
Makalah ini dengan baik.
Tidak lupa juga kami berterima kasih kepada semua pihak yang telah turut
memberikan kontribusi dalam penyusunan laporan ini
Kami menyadari bahwa masih ada kekurangan dalam pembuatan makalah ini,
oleh karena itu kami menerima saran dan kritikan dari pembaca agar kami bisa
memperbaikinya.
Kami berharap semoga makalah ini bisa bermanfaat dan memberikan inspirasi
bagi pembacanya.

Manado, Oktober 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................................ii
BAB I..........................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN......................................................................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................................................2
C. Tujuan............................................................................................................................................2
BAB II........................................................................................................................................................4
TINJAUAN PUSTAKA............................................................................................................................4
A. Konsep Dasar Teori.......................................................................................................................4
BAB III.....................................................................................................................................................12
JURNAL PENDUKUNG........................................................................................................................12
BAB IV PENUTUP..................................................................................................................................14
A. Kesimpulan..................................................................................................................................14
B. Saran.............................................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................1

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Otitis adalah peradangan/infeksi yang terjadi pada telinga. Terdapat beberapa tipe
dari otitis yaitu: Otitis eksterna (radang telinga luar), Otitis Media (radang telingatengah) dan
Otitis Interna (radang telinga dalam).Otitis media lebih sering dialami oleh anak-anak
dibandingkan orang dewasa. Insidensi puncak terjadi pada anak usia 6-36 bulan dan 4-6
tahun. Insidensi otitismedia menurun setelah berumur 6 tahun. Otitis media terjadi akibat
obstruksi tubaeustachii, yang diakibatkan dari infeksi, alergi, adenoid yang membesar,
penurunankekakuan tuba eustachii, atau lubang tuba yang tidak berfungsi dapat
menyebabkan efusi telinga tengah. Kontaminasi efusi oleh sekret nasofaring
menyebabkan otitis media akut (Schwartz, 2004: 297).

Menurut Muscari (2005: 219) Otitis Media Akut (OMA) merupakan inflamasi telinga
bagian tengah dan salah satu penyakit dengan prevalensi paling tinggi pada masa kanak-
kanak, dengan puncak insidensi terjadi pada usia antara 6 bulan sampai 2 tahun. Hampir 70%
anak akan mengalami OMA paling sedikit satu episode otitis media. Di Asia Tenggara,
Indonesia termasuk keempat negara dengan prevalensi gangguan telinga tertinggi
(4,6%). Tiga negara lainnya adalah Sri Lanka (8,8%), Myanmar (8,4%) dan India (6,3%).
Walaupun bukan yang tertinggi tetapi prevalensi 4,6% merupakan angka yang cukup
tinggi untuk menimbulkan masalah sosial di tengah masyarakat, misalnya dalam
hal berkomunikasi. Dari hasil survei yang dilaksanakan di tujuh propinsi di Indonesia
menunjukkan bahwa otitis media merupakan penyebab utama morbiditas pada telinga tengah
(Samuel et al., 2013)

Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki angka


prevalensi OMSK sebanyak 3,1% dari seluruh jumlah penduduk. Berdasarkan
kategori usia angka kejadian OMSK tertinggi pada kelompok usia <10 tahun dengan angka
prevalensi mencapai 34,8%. Salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki angka kejadian
OMSK tertinggi yaitu Sumatera Utara, tercatat pada kelompok usia 6 hingga 18 tahun yang
mengalami OMSK mencapai 43,5 % (Riskesdas, 2018

1
Anak-anak sangat rentan terkena Otitis Media Akut (OMA) karena bentuk
anatomi tuba eustachiusnya. Dua pertiga dari semua anak mengalami episode otitis media
akut pada 3 tahun pertama kehidupan. Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) merupakan
salah satu faktor risiko paling sering menyebabkan Otitis Media Akut (OMA) pada
anak. Hal ini karena proses inflamasi yang terjadi pada ISPA menyebabkan
kerusakahan mukosilia, sel-sel goblet, dan kelenjar mukus pada epitel nasofaring dan telinga
tengah. Anak usia dibawah 5 tahun biasanya akan mengalami infeksi saluran pernapasan atas
sebanyak dua sampai tujuh episode pertahunnya. Anak yang sering mengalami episode ISPA
memiliki kemungkinan yang besar mengalami episode OMA. Hal ini juga sejalan dengan
episode ISPA berulang terhadap risiko rekurensi OMA. ISPA berulang ialah ISPA yang
terjadi minimal empat kali dalam setahun ( Purba,dkk, 2021).

Di Amerika Serikat, diperkirakan 75% anak mengalami setidaknya satu episode otitis
media sebelum usia tiga tahun dan hampir setengah dari mereka mengalaminya tiga kali atau
lebih. Di Inggris, setidaknya 25% anak mengalami minimal satu episode sebelum usia
sepuluh tahun. Di negara tersebut otitis media paling sering terjadi pada usia 3-6 tahun.

Di Indonesia, penyakit pneumokokus merupakan masalah kesehatan masyarakat


yangcukup besar. Studi menunjukkan bahwa prevalensi penularan nasofaring
pneumokokus di Indonesia sekitar 43% sampai 55% pada anak sehat berusia kurang dari 5
tahun, yang bervariasi menurut kelompok umur, wilayah, dan tahun. (Kartasasmita et. Al,
2020).

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep teori tentang Penyakit Otitis
2. Bagaimanan konsep Asuhan Keperawatan kepada klien dengan Otitis

A. Tujuan
a. Tujuan Umum
Menjelaskan konsep penyakit Otitis dan menjelaskan konsep Asuhan Keperewatan
kepada klien dengan Otitis

2
b. Tujuan Khusus
a. Menjelaskan konsep dasar penyakit otitis
b. Menjelaskan konsep dasar Asuhan keperawatan pada klien dengan Otitis

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Teori


1. Pengertian
Oitis adalah peradangan/infeksi yang terjadi pada telinga. Terdapat beberapa tipe dari
otitis yaitu: Otitis eksterna (radang telinga luar), Otitis Media (radang telinga tengah) dan
Otitis Interna (radang telinga dalam).

Otitis terdiri dari tiga bagian besar yaitu :

a. Otitis eksterna

Otitis eksterna adalah suatu proses peradangan atau infeksi yang


terjadi pada canalis acusticus externus (liang telinga) (Lalwani, 2008). Otitis eksterna
disebabkan oleh infeksi bakteri, jamur, dan virus (Soepardi et al., 2012).
Infeksi dapat bersifat difus yaitu mengenai seluruh kulit liang telinga atau
hanya setempat sebagai furunkel (Ludman, 2012). Otitis eksterna atau
swimmer’s ear ini bisa terjadi jika teling sering kemasukan air, misalnya
karena berenang.

b. Otitis media

Otitis Media adalah inflamasi telinga tengah (Sowden dan Cecily


2002,h.370). Otitis media adalah peradangan akut sebagian atau seluruh periosteum
telinga tengah (Kapita selekta kedokteran, 2002). OMA juga biasanya terjadi
pada anak dibawah usia 15 tahun dan paling sering ditemukan pada anak-
anak terutama usia 3 bulan – 3 tahun. Anak-anak lebih rentan terserang OMA
karena Anak lebih mudah terserang otitis media dibanding orang dewasa karena
beberapa hal:

1) Sistem kekebalan tubuh anak masih dalam perkembangan.


2) Saluran Eustachius pada anak lebih lurus secara horizontal dan lebih
pendek sehingga ISPA lebih mudah menyebar ke telinga tengah.

1
c. Otitis interna

Otitis interna adalah infeksi pada telinga dalam yang mengendalikan fungsi
pendengaran dan menjaga keseimbangan tubuh

2. Anatomi Telinga

Telinga dibagi menjadi 3 bagian yaitu, telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam.

a. Telinga Luar

Terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membrane timpani. Pada sepertiga
luar kulit liang telinga banyak terdapat kelenjar serumen dan rambut. Kelenjar
keringat banyak terdapat pada seluruh kulit liang telinga. Pada duapertiga
bagian dalamnya hanya sedikit dijumpai kelenjar keringat (Made Sudipta, 2017)

b. Telinga Tegah

Telinga tengah berbentuk kubus dengan

Batas telinga tengah :

1) Batas luar : membrane timpani


2) Batas depan : tuba eustachius
3) Batas bawah : vena jugularis
4) Batas belakang: auditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis
5) Batas atas :tegmen timpani (otak)
6) Batas dalam: kanalis semi sirkularis horizontal, kanalis fasialis, tingkap lonjing,
tingkap bundar, dan promontoriun (Sudipta, 2017)
c. Telinga Dalam

Terdiri dari koklea (rumah siput) dan vestibular yang terdiri dari 3 buah kanalis
semisirkularis (Sudipta, 2017)

2
3. Fisiologi Pendengaran

Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga
dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea.
Getaran tersebut menggetarkan membrane timpani diteruskan ke telinga tengah
melalui tulang-tulang pendengaran untuk diamplifikasi. Energi ini diteruskan ke
stapes kemudian menggerakan tingkap lonjong dan perilimfe. Getaran diteruskan
melalui membrane reissner yang kemudian menggerakan membrane basilaris dan
tektoria sehingga terjadi defleksi stereosilia sel-sel rambut dan membuka kanal ion dan
ion bermuatan listrik dari badan sel terlepas. Keadaan ini menimbulkan proses
depolarisasi sel rambut dan terjadi pelepasan neurotransmitter ke dalam sinapsis yang
akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius lalu dilanjutkan ke nucleus
auditorius sampai ke korteks pendngaran di lobus temporalis (Sudipta, 2017)

4. Etiologi
a. Otitis Externa

Telinga yang sering kemasukan air akan menjadi basah dan lembap,
sehingga memudahkan bakteri atau jamur untuk lebih mudah berkembang
biak di liang telinga. Selain karena liang telinga yang sering basah, otitis
eksterna juga bisa disebabkan oleh hal lain, seperti terlalu sering atau terlalu
kuat membersihkan telinga, luka atau cedera, kemasukan benda asing, atau masalah
pada kulit telinga, misalnya kulit kering atau eksim.

b. Otitis media
Radang akut telinga tengah yang terjadi terutama pada bayi atau anak yang biasanya
didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas (Schwartz2004, h.141).
Otitis media akut adalah infeksi akut telinga tengah yang biasanya terjadi selama
kurang lebih 6 minggu yang disebabkan oleh Streptococcus pneumonia,
Hemophilus influenza, dan Moraxella cathalis yang masuk ke telinga
tengah karena disfungsi saluran eustacheus yang disebabkan oleh obstruksi

3
yang berhubungan dengan infeksi saluran pernafasan bagian atas dan inflamasi
struktur yang mengelilingi atau reaksi alergi.
c. Otitis Interna
Gangguan pada telinga ini dapat terjadi akibat otitis media yang tidak diobati dan
infeksi virus atau bakteri di telinga. Berdasarkan penyebabnya, gangguan
pendengaran dan ketulian dapat dibagi menjadi 5 jenis, yakni sebagai berikut
(Kemenkes RI, 2016)
1) Sumbatan Serumen : Serumen yang merupakan produk klenjar sebasea dan
apokrin yang menumpuk ditelinga. Meskipun bukan merupakan
penyakit, keadaan yang disebut juga :serumen prop” ini dapat mengganggu
hantaran suara/ menyumbat teringa.
2) Otitits Media Supuratif Kronik (OMSK). Pada penderita OMSK, terjadi infeksi
telinga tengah disertai lubang (perforasi) gendang telinga dan keluarnya cairan ke
liang telinga secara teris menerus ataupun hilang timbul selama lebih dari 2 bulan.
OMSK hanya salah satu dari beberapa jenis infeksi telinga lainnya
(Otitis Media Akut dan Otitis media Efusi).
3) Gangguan Pendengaran Akibat Bising (GPAB). Ketulian dapat terjadi akibat
pajanan buyi dan bising yang kuat dan sering.
4) Tuli Kongenital. Tuli yang terjadi sebelum /saat persalinan yang disebabkan oleh
kelainan secara genetic dan nongenetik.
5) Presbikusis (kondisi menurunnya kemampuan pendengaran kedua telinga yang
biasanya terjadi pada lansia diatas 60 tahun). Presbikusis merupakan akibat
dari proses degenerasi yang diduga bersifat multifaktor seperti faktor
herediter, pola makan, metabolisme, arterosklerosis, infeksi, bising dan gaya
hidup.

5. Manifestasi Klinis
a. Otitis Externa
Otitis eksterna dapat menimbulkan beberapa gejala berikut ini: Gatal pada telinga,
rasa sakit atau nyeri terutama saat telinga disentuh atau ditarik, Telinga tampak
kemerahan dan bengkak, Keluar cairan dari telinga, Gangguan pendengaran,

4
Telinga terasa penuh atau tersumbat, Demam, Muncul benjolan di leher atau sekitar
telinga karena pembengkakan kelenjar getah bening.

b. Otitis media

Gejala yang ditimbulkan oleh otitis media antara lain sakit telinga,
gangguan pendengaran, demam, serta keluarnya cairan dari telinga yang
berwarna kekuningan, kehijauan, atau kecokelatan, dan berbau busuk.
Manifestasi klinis otitis media menurut Wong et al 2008, hal.944 :
1) Terjadi setelah infeksi pernafasan atas
2) Otalgia (sakit telinga)
3) Demam
4) Rabas purulen (otorea) mungkin ada, mungkin tidak.

Manifestasi klinis pada bayi atau anak yang masih kecil :


1) Menangis
2) Rewel, gelisah, sensitive
3) Kecenderungan menggosok, memegang, atau menarik telinga yang sakit
4) Menggeleng-gelengkan kepala
5) Sulit untuk memberi kenyamanan pada anak
6) Kehilangan nafsu makan

Manifestasi klinis pada anak yang lebih besar :


1) Menangis dan/atau mengungkapkan perasaan tidak nyaman
2) Iritabilitas
3) Letargi (kelelahan)
4) Kehilangan nafsu makan
5) Limfadenopati servikal anterior (pembesaran kelenjar ketah bening)

c. Otitis Interna

5
Gejala infeksi telinga bagian dalam meliputi vertigo, pusing, sulit berdiri
atau
duduk, mual, muntah, telinga berdenging, sakit telinga, dan kehilangan
pendengaran
6. Komplikasi
Komplikasi otitis media akut dapat dibedakan menjadi 2 yaitu: komplikasi
intratemporal (kehilangan pendengaran konduksi/sensorineural, perforasi, otitis
media supuratif kronik, cholesteatoma, timpanosklerosis, mastoiditis, petrositis)
dan intracranial (meningitis, abses otak, abses ekstradural).
Menurut Iwayan Pradana, 2019 komplikasi yang sering terjadi pada penderita otitis
adalah Kehilangan pendengaran.

7. Patofisiologi

Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas seperti
radang tenggorokan atau pilek yang menyebar ke telinga tengah lewat saluran Eustachius.
Saat bakteri melalui saluran Eustachius, mereka dapat menyebabkan infeksi di saluran
tersebut sehingga terjadi pembengkakan di sekitar saluran, tersumbatnya
saluran menyebabkan transudasi, dan datangnya sel-sel darah putih untuk melawan
bakteri. Sel-sel darah putih akan membunuh bakteri dengan mengorbankan diri
mereka sendiri. Sebagai hasilnya terbentuklah nanah dalam telinga tengah.
Selain itu pembengkakan jaringan sekitar saluran Eustachius menyebabkan
lendir yang dihasilkan sel-sel di telinga tengah terkumpul di belakang gendang telinga.

Jika lendir dan nanah bertambah banyak, pendengaran dapat terganggu karena
gendang telinga dan tulang-tulang kecil penghubung gendang telinga dengan organ
pendengaran di telinga dalam tidak dapat bergerak bebas. Selain itu telinga juga akan
terasa nyeri. Otitis media ini berlangsung selama 3 minggu.

Umumnya otitis media dari nasofaring yang kemudian mengenai telinga tengah,
kecuali pada kasus yang relatif jarang, yang mendapatkan infeksi bakteri
yang membocorkan membran timpani. Stadium awal komplikasi ini dimulai

6
dengan hiperemi dan edema pada mukosa tuba eusthacius bagian faring, yang
kemudian lumennya dipersempit oleh hiperplasi limfoid pada submukosa.

Gangguan ventilasi telinga tengah ini disertai oleh terkumpulnya cairan eksudat
dan transudat dalam telinga tengah, akibatnya telinga tengah menjadi sangat rentan
terhadap infeksi bakteri yang datang langsung dari nasofaring. Selanjutnya factor
ketahanan tubuh pejamu dan virulensi bakteri akan menentukan progresivitas
penyakit.

Otitis media kronik terjadi apabila otitis media akut berlangsung secara berulang–
ulang dan tak tertangani.

8. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang menurut Made Sucipta, dkk (2017) ialah :
a. Tes Suara Bisik: pemeriksaan ini bersifat semi kuantitatif, menentukan derajat
ketulian secara kasar. Hal yang perlu diperhatikan adalah ruangan yang cukup tenang,
dengan Panjang minimal 6 meter. Nilai normal : 5/6, 6/56
b. Tes Garpu tala merupakan tes kuantitatif. Terddapat berbagai macam tes garputala
seperti tes rinne, tes weber, tes Schwabach, tes Bing dan Tes Sterenger.
c. Tes Audiometri : untuk membuat audiogram diperlukan alat audiometri untuk
menguji frekuensi gelombang suara yang dapat didengar.
d. Timpanogram untuk mengukur kesesuaian dan kekakuan membran timpani.
e. Kultur dan uji sensitivitas hanya dapat dilakukan bila dilakukan timpanosentesis
f. (aspirasi jarum dari telinga tengah melalui membran timpani). Uji sensitivitas dan
kultur dapat dilakukan untuk mengidentifikasi organisme pada sekret telinga.

Pemeriksaan ketajaman pendengaran menurut Faidah,dkk 2016 adalah

Memeriksa telinga kiri da telinga kanan secara bergantian :

a. Dengan bisikan pada jarak 4,5 -6 m dala ruang kedap suara


b. Dengan arloji dengan jarak 30 cm
c. Dengan menggunakan garpu tala

7
1) Pemeriksaan Rinne : membandingkan hantaranmelalui udara dan hantaran melalui
tulang pada telinga yang diperiksa
2) Pemeriksaan Weber :membandingkan hantaran antara tulang telingah kiri dan
telinga kanan
3) Pemeriksaan schwabach : membandingkan hantaran tulang orang yang
diperiksa dengan pemeriksa yang pendengarannya normal.

Rinne Weber Schwabach Hasil

Positif Tidak ada Sama dengan Normal


lateralisasi pemeriksa

Negatif Lateralisasi Memajang Tuli Konduktif


ketelinga yang
sakit

Positif Lateralisasi ke Memendek Tuli Sensori


telinga yang Neural
sehat

9. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Medis:
Untuk menghindari komplikasi dan dampak yang lebih serius maka
diperlukanpengobatan. Pengobatan otitis antara lain :
a. Anti biotik : Ampisilin / Amoksilin, (3-4 X 500 mg oral) atau klidomisin (3 X 150 –
300 mg oral) Per hari selama 5 –7 hari,
b. Pengobatan sumber infeksi di rongga hidung dan sekitarnya,
c. Perawatan pada otitis dengan perhidoral 3% dan tetes telinga (Kloranphenikol 1- 2%),
d. Pengobatan alergi bila ada riwayat,
e. Pada stadium kering di lakukan miringoplastik (M.Bachrudin & Moh.Najib, 2016)

8
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Asuhan Keperawatan tahap awal merupakan pengkajian. Selama pengkajian, pasien dan
data lain harus dikumpulkan untuk mendukung diagnosis. Data tersebut harus seakurat
mungkin agar dapat digunakan pada langkah selanjutnya. Misalnya, mencantumkan nama
pasien, usia, keluhan utama, dan lainnya.

a. Riwayat penyakit
Riwayat penyakit sekarang
Riwayat penyakit lalu\
Riwayat keluarga

b. Model Studi Gordon


1) Model Kognitif
2) Model Nutrisi Metabolik
3) Model Eliminasi
4) Model Aktivitas dan Latihan
5) Pola Tidur dan Istirahat
6) Persepsi
7) Persepsi dan konsep diri
8) Hubungan peran
9) Seksualitas
10) Kemampuan beradaptasi
11) Harga diri

9
c. Pemeriksaan Fisik
Meliputi status pasien, kesadaran, suara, tinggi badan, berat badan dan tanda vital
1. Kepala dan leher
2. Replenishing System
3. Sistem pernapasan
4. Sistem Kardiovaskular
5. Sistem pencernaan
6. Sistem kemih
7. Sistem saraf

2. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah suatu penilaian klinis mengenai respon klien terhadap
masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik berlangsung aktual
maupun potensial. Diagnosa keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respon klien
terhadap situasi yang berkaitan degan kesehatan (Tim Okja SDKI DPP PPNI, 2016).
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul adalah :

a. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi ditandai dengan suhutubuh pasien


meningkat (38°C)
b. Gangguan persepsi sensori (pendengaran! berhubungan dengan penumpukan pus sehi
ngga gendang telinga dan tulang-tulang kecil penghubung gendang telinga dengan
organ pendengaran di telinga dalamtidak dapat bergerak bebas ditandai dengan
pasien mengalami gangguan pendengaran.
c. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penurunan fungsi pendengaran ditandai
dengan penolakan terhadap berbagai perubahan aktual.

3. Intervensi keperawatan
Menurut PPNI (2018) Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang
dikerjakan oleh perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk
mencapai luaran (outcome) yang diharapkan PPNI (2019). Adapun intervensi yang sesuai
dengan masalah keperawatan sistem muskuloskletal (fraktur) adalah sebagai berikut:

10
Diagnosa keperawatan Luaran / Outcame Intervensi
a. Hipertermia : D. 0130 a. Termoregulasi : a. Manajemen
Definisi L. 14134 hepertermia
Suhu tubuh meningkat diatas Setelah melakukan tindakan : I. 15506
rentang normal keperawatan 1x24 jam Observasi
Penyebab diharapkan suhu tubuh - Indentifikasi
1. Dehidrasi menurun penyebab
2. Terpapar lingkungan panas Kriteria hasil: hipertermia
3. Proses penyakit - Kulit merah (dehidrasi
( infeksi, kanker) menurun terpapar
4. Ketidak sesuaian pakaian - Kejang menurun lingkungan
dengan suhu lingkungan - Akrosianosis panas,
5. Peningkatan laju menurun penggunaan
metabolisme - Suhu tubuh inkubator)
6. Respon trauma membaik - Monitor suhu
7. Aktivitas berlebihan - Suhu kulit membaik tubuh
8. penggunaan - Monitor kadar
Gejala dan Tanda Mayor elektrolit
Subjektif - Monitor
(tidak tersedia) haluaran urine
Objektif - Monitor
1. suhu tubuh diatas nilai komplikasi
normal akibat
Gejala dan Tanda Minor hipertermia
Subjektif Terapeutik
(tidak tersedia) - Sediakan
Objektif lingkungan
1. Kulit merah yang dingin
2. Kejang - Longgarkan
atau lepaskan

11
3. Takikardi pakaian
4. Takipnea - Basahi dan
5. Kulit terasa hangat kipasi
Kondisi Klinis Terkait permukaan
1. Proses infeksi tubuh
2. Hipertiroid - Berikan cairan
3. Stroke oral
4. Dehidrasi - Ganti linen
5. Trauma setiap hari atau
6. Prematuritas sering jika
mengalami
hiperhidrosis
- Lakukan
pendinginan
eksternal
(selimut
hipotermi,
kompres dingin
pada
dahi,leher,dada
,abdomen dan
aksila)
- Hindari
pemberian
antipiretik atau
aspirin
- Berikan
oksegen jika
perlu
Edukasi
- Anjurkan tirah

12
baring
Kolaborasi
- Kolaborasi
pemberian
cairan dan
elektrolit
intravena jika
perlu

b. Gangguan persepsi b. Persepsi sensori: b. Manajemen


sensori : D. 0085 L. 09083 Halusinasi :
Definisi Setelah melakukan tindakan I. 09288
Perubahan persepsi terhadap keperawtan 1x24 jam Observasi
stimulus baik internal maupun diharapkan - Monitor
eksternal yang disertai dengan Kriteria hasil : perilaku yang
respon yang berkurang, - Verbalisasi mengindikasi
berlebihan atau terdistorsi mendengar bisikan halusinasi
Penyebab menurun - Monitor dan
1. Gangguan penglihatan - Verbalisasi melihat sesuaikan
2. Gangguan pendengaran bayangan menurun tingkat
3. Gangguan penghiduan - Verbalisasi aktivitas dan
4. Gangguan perabaan merasakan sesuatu stimulus
5. Hipoksia serebral melalui indra limhkungan
6. Penyalahgunaan zat perabaan menurun - Monitor isi
7. Usia lanjut - Verbalisasi halusinasi
8. Pemajanan toksin merasakan sesuatu (kekerasan atau
lingkungan melalui indra membahayakn
Gejala dan Tanda Mayor penciuman menurun diri
Subjektif - Verbalisasi Terapeutik
1. Mendengar suara bisikan merasakan sesuatu - Pertahankan
atau melihat bayangan melalui indra lingkungan

13
2. Merasakan sesuatu melalui pengecapan yang aman
indera perabaan, menurun - Lakukan
penciuman, atau - Distorsi sensori tindakan
pengecapan menurun keselamatan
Objektif - Perilaku halusinani ketika tidak
1. Distorsi sensori menurun dapat
2. Respon tidak sesuai - Menarik diri mengontrol
3. Bersikap seolah menurun perilaku
melihat,mendengar,mengec - Melamun menurun ( limit setting,
ap,atau mencium sesuatu - Curiga menurun pembatasan
- Mondar-mandir wilayah,
Gejala dan tanda Minor menurun pengekangan
Subjektif - Respon sesuai fisik, seklusi)
1. Menyatakan kesal stimulus membaik - Diskusikan
Objektif perasaan dan
1. Menyendiri respon
2. Melamun terhadap
3. Konsentrasi buruk halusinasi
4. Disorientasi - Hindari
waktu,tempat,orang atau perdebatan
situasi tentang
5. Curiga validitas
6. Melihat ke satu arah halusinasi
7. Mondar-mandir Edukasi
8. Bicara sendiri - Anjurkan
Kondisi Klinis terkait memonitor
1. Glaukoma sendiri situasi
2. Katarak terjadinya
3. Gangguan refraksi halusinasi
(miopia,hiperopia,astigmas - Anjurkan
tisma,presbiopia) bicara pada

14
4. Trauma okuler orang yang
5. Trauma pada saraf dipercaya
kranialis II,III,IV dan VI untuk menberi
akibat stroke, aneurisma, dukungan dan
intrakranial, trauma/tumor umpan balik
otak) korektif
terhadap
halusinasi
- Anjurkan
melakukan
distraksi
( mendengar
musik,
melakukan
aktivitas, dan
teknik
relaksasi)
- Ajarkan pasien
dan keluarga
cara
mengontrol
halusinasi
Kolaborasi
- Kolaborasi
pemberian obat
antipsikotik
dan
antiansietas,
jika perlu

c. Gangguan Citra Tubuh : c. Citra Tubuh : c. Promosi Citra

15
D. 0083 L. 09067 Tubuh: I. 09305
Definisi Setelah melakukan tindakan Observasi
Perubahan persepsi tentang keperawatan 1x24 jam - Identifikasi
penampilan, struktur dan diharapkan harapan citra
fungsi fisik individu Kriterial hasil : tubuh
Penyebab - Melihat bagian berdasarkan
1. Perubahan struktur / bentuk tubuh membaik tahap
tubuh - Menyentuh bagian perkembangan
( amputasi,trauma,luka tubuh membaik - Identifikasi
bakar,obesitas , jerawat) - Verbalisasi budaya,
2. Perubahan fungsi tubuh kecacatan membaik agama, jenis
( proses penyakit, - Bagian tubuh kelamin, dan
kehamilan, kelumpuhan) membaik umur terkait
3. Perubahan fungsi kognitif - Verbalisasi citra tubuh
4. Ketidak sesuaian budaya, kehilangan membaik - Identifikasi
keyakinan atau sistem nilai - Verbalisasi perasaan perubahan
5. Transisi perkembangan negatif tentang citra tubuh
6. Gangguan psikososial perubahan tubuh yang
7. Efek tindakan / pengobatan menurun mengakibatka
(pembedahan, kemoterapi, - Verbalisasi n isolasi sosial
terapi radiasi) kekhawatiran pada - Monitor
Gejala dan Tanda Mayor penolakan/reaksi frekuensi
Subjektif orang lain menurun pernyataan
1. Mengungkapkan kecacatan - Verbalisasi kritik terhadap
/ kehilangan bagian tubuh perubahan gaya diri sendiri
Objektif hidup menurun - Monitor
1. Kehilangan bagian tubuh - Menyembunyikan apakah pasien
2. Fungsi / struktur tubuh bagian tubuh bisa melihat
berubah / hilang berlebihan menurun bagian tubuh
Gejala dan Tanda Minor - Fokus pada bagian yang berubah
Subjektif tuhuh menurun Terapeutik

16
1. Tidak mau - Fokus pada - Diskusikan
mengungkapkan penampilan masa perubahan
kecacatan / kehilangan lalu tubuh dan
bagian tubuh - Fokus pada fungsinya
2. Mengungkapkan perasaan kekuatan masa lalu - Diskusikan
negatif tentang perubahan - Respon non verbal perbedaan
tubuh pada perubahan penampilan
3. Mengungkapkan tubuh membaik fisik terhadap
kekhawatiran pada - Hubungan sosial harga diri
penolakan / reaksi orang membaik - Diskusikan
lain perubahan
4. Mengungkapkan akibat
perubahan gaya hidup pubertas,
Objektif kehamilan dan
1. Menyembunyikan / penuaan
menunjukan bagian tubuh - Diskusikan
secara berlebihan kondisi stres
2. Menghindari melihat / yang
menyentuh bagian tubuh mempengaruhi
3. Fokus berlebihan pada citra tubuh
perubahan tubuh (mis. luka,
4. Respon nonverbal pada penyakit,
perubahan dan persepsi pembedahan )
tubuh - Diskusikan
5. Fokus pada penampilan cara
dan kekuatan masa lalu mengembangk
6. Hubungan sosial berubah an harapan
Kondisi Klinis Terkait citra tubuh
1. Mastektomi secara realistis
2. Amputasi - Diskusikan
3. Jerawat persepsi pasien

17
4. Parut atau luka bakar yang dan keluarga
terlihat tentang
5. Obesitas perubahan citra
6. Hiperpigmentasi pada tubuh
kehamilan Edukasi
- Jelaskan
kepada
keluarga
tentang
perawatan
perubahan
citra tubuh
- Anjurkan
mengungkapk
an gambaran
diri terhadap
citra tubuh
- Anjurkan
menggunakan
alat bantu
(mis. pakaian,
wig, kosmetik)
- Anjurkan
mengikuti
kelompok
pendukung
(mis,
kelompok
sebaya)
- Latih fungsi
tubuh yang

18
dimiliki
- Latih
peningkatan
penapilan diri
(mis.
berdandan)
- Latih
pengungkapan
kemampuan
diri kepada
orang lain
maupun
kelompok

4. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat
untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke status kesehatan
yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Gordon, 1994,
dalam Potter & Perry, 2011)

5. Evaluasi
Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari rangkaian proses keperawatan
yang berguna apakah tujuan dari tindakan keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau
perlu pendekatan lain. Evaluasi keperawatan mengukur keberhasilan dari rencana dan
pelaksanaan tindakan keperawatan yang dilakukan dalam memenuhi kebutuhan klien.
Penilaian adalah tahap yang menentukan apakah tujuan tercapai.

19
BAB III

JURNAL PENDUKUNG

JUDUL :
PATOFISIOLOGI OTITIS MEDIA EFUSI (OME) PADA PASIEN DENGAN REFLUKS
LARINGOFARINGEAL (LPR)

LATAR BELAKANG :

Otitis media dengan efusi (OME) adalah suatu kondisi di mana terdapat efusi non-purulen pada
telinga tengah tanpa disertai perforasi membran timpani. Berbeda dengan otitis media akut
(OMA), OME tidak disertai tanda peradangan akut pada telinga seperti otalgia atau demam.
OME merupakan diagnosis paling umum kedua yang ditegakkan pada pasien anak, setelah
selesma (Boronat-Echeverría et al., 2016). Refluks gastroesofageal (GER) didefinisikan sebagai
kondisi di mana isi gaster mengalami refluks ke esofagus tanpa disertai gejala muntah. Jika
refluks ini telah mencapai ketinggian otot sfingter esofagus bagian atas, maka disebut sebagai
refluks laringofaringeal atau laryngopharyngeal reflux (LPR) (Hidaka et al., 2022). GER dan
LPR memiliki pola refluks yang berbeda.

Sebuah studi prevalensi yang dilakukan oleh Karyanta et al. pada pasien di RSUP dr. Sardjito,
Yogyakarta pada tahun 2019 menyatakan rasio OME pada kelompok dengan LPR dibandingkan
dengan kelompok non-LPR adalah 4,5:1, artinya, kejadian OME ditemukan 4,5 kali lebih banyak
pada kelompok pasien dengan LPR (Karyanta et al., 2019). Mendukung hasil tersebut, studi
kohort berbasis populasi pada tahun 2021 mengungkapkan hubungan risiko yang cukup
signifikan antara LPR dengan OME, di mana orang dewasa yang memiliki riwayat refluks
gastroesofageal dan/atau laringofaringeal memiliki risiko 1,84 kali lebih tinggi lebih tinggi untuk
menderita OME dibandingkan dengan kelompok kontrol (Kowalik & Krzeski, 2017).

20
METODE :
Tinjauan literatur ini mengambil sampel berupa studi ilmiah terkait yang diterbitkan dalam
jangka waktu 10 (sepuluh) tahun terakhir. Pencarian literatur dilakukan dengan menggunakan
database seperti PubMed, Cochrane Library, dan Science Direct dengan kata kunci
“patofisiologi”, “otitis media efusi", “OME”, “refluks laringofaringeal” dan “LPR”. Kriteria
inklusi dalam studi ini adalah semua studi yang membahas definisi, etiologi, epidemiologi dan
mekanisme patofisiologi OME pada pasien dengan LPR.

PENCAPAIAN YANG BISA DI AMBIL OLEH MAHASISWA:

HASIL :
Mekanisme LPR dalam mengembangkan OME dapat dibagi menjadi beberapa kemungkinan
sugestif: disfungsi tuba Eustachius karena LPR; b) stimulasi inflamasi di telinga tengah oleh H.
pylori; dan c) aktivitas proteolitik pepsin di telinga tengah. Konten yang mengalami refluks dari
gaster dapat mencapai tuba Eustachius dan menyebabkan obstruksi tuba secara langsung atau
menyebabkan inflamasi, adhesi, dan kolaps pada saluran tersebut sehingga memfasilitasi
mikroorganisme untuk mengembangkan OME. Di sisi lain, konten refluks yang mengandung
bakteri H. pylori dan pepsin juga berperan dalam memicu respon inflamasi yang menyebabkan
OME.

21
BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan
Otitis adalah radang pada telinga baik akut maupun kronik yang disebabkan bakteri,
jamur, alegi atau virus yang sulit dibedakan. Otitis dapat diklasifikasikan menjadi 3 jenis
yaitu: otitis eksterna, otitis media dan otitis Interna Tindakan yang harus dilakukan untuk
mencegah agar jangan sampai tejadi otitis adalah liang telinga harus selalu bersih, jangan
membersihkan telinga dengan menggunakan benda tajam aau kotor, hindari benda-
benda asing yang masuk ke telinga, hindari telinga saat mandi dengan
menggunakan penutup telinga. Yang paling sering terjadi adalah Otitis Media. Anak-anak
sangat rentan terkena Otitis Media Akut (OMA) karena bentuk anatomi tuba eustachiusnya.
Dua pertiga dari semua anak mengalami episode otitis media akut pada 3 tahun
pertama kehidupan. Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) merupakan salah satu faktor
risiko paling sering menyebabkan Otitis Media Akut (OMA) pada anak.

B. Saran
Konsep Asuhan Keperawatan Otitis harus dipelajari secara sungguh karena sangat
berguna sebagai pedoman untuk melaksanakan Asuhan Keperawatan pada pasien dengan
Otitis di Fasilitas Pelayanan Kesehatan secara professional.

22
DAFTAR PUSTAKA

Annisa, Faidah dkk 2016. Buku Pemeriksaan Fisik Head to Toe. Akademi Kepeawatan Kerta

Cendekia, Sidoarjo

M.bacharudin & Moh. Najib 2016. Buku Keperawatan Medikal Bedah I. Jakarta

BUKU SDKI, SLI, SIKI, 2016

Sudipta, Made dkk 2017. Buku Panduan Belajar Koas Ilmu Kesehatan Telinga Hidung

Tenggorok Kepala Leher. Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar

Wayan dkk 2019. Jurnal ; Karakteristik Pasien Otitis Media Akut di Rumah Sakit Umum

Pusat Sanglah Denpasar, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana

Purba et al 2021. Jurnal; Hubungan Otitis Media Akut Dengan Riwayat Infeksi Saluran

Pernapasan Atas Pada Anak, Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung

Jacky dkk 2020. Jurnal; Penatalaksanaan Otitis Media Akut, Universitas Andalas, padang

23

Anda mungkin juga menyukai