Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

KASUS OTITIS MEDIA DI RUANG POLI THT


RSUD SIMPANG LIMA GUMUL KEDIRI

Dosen Pembimbing :
Manggar Purwacaraka,S.Kep.,Ners,.M.Kep

Disusun Oleh :

NAMA : MUHAMMAD OKA TRIWANGGA


NIM : A3R23049
PRODI : PROFESI NERS

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKes HUTAMA ABDI HUSADA
TULUNGAGUNG
2023/2024
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN OTITIS MEDIA

Telah disetujui dan disahkan pada :

Hari :

Tanggal :

Mengetahui

Pembimbing Institusi CE Ruangan

Manggar Purwacaraka, S.Kep,Ners,M.Kep Yunianti Setyorini


NIP. 197706142006042017
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah


melimpahkan rahmat dan karunia serta hidayah sehingga saya dapat
menyelesaikan Laporan Pendahuluan Otitis Media yang disusun untuk
memenuhi Tugas Praktik Klinik Keperawatan Mata Kuliah Keperawatan
Medikal Bedah di RSUD SLG Kediri oleh dosen pembimbing Manggar
Purwacaraka, S.Kep,Ners,M.Kep.
Dalam pembuatan Laporan Pendahuluan ini saya banyak mendapatkan
bimbingan dan arahan dari berbagai pihak, oleh sebab itu saya ucapkan
terimakasih kepada dosen pembimbing, CE Ruangan Rumah Sakit di Ruangan
Poli THT dan rekan-rekan mahasiswa yang telah membantu dan memberikan
dorongan dalam pembuatan laporan pendahuluan ini.
Saya menyadari bahwa penulisan Laporan Pendahuluan ini masih belum
sempurna, oleh karena itu saya mengharapkan kritik dan saran yang
membangun demi kesempurnaan Laporan Pendahuluan ini.
Saya mengharap semoga Laporan Pendahuluan ini dapat bermanfaat bagi
kita semua.
Akhir kata saya ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya.

Tulungagung, 04 September 2023

Muhammad Oka Triwangga


DAFTAR ISI

COVER..........................................................................................................................
LEMBAR PENGESAHAN...........................................................................................
KATA PENGANTAR...................................................................................................
DAFTAR ISI.................................................................................................................
1. Definisi....................................................................................................................
2. Etiologi....................................................................................................................
3. Klasifikasi................................................................................................................
4. Manifestasi Klinis....................................................................................................
5. Patofisiologi.............................................................................................................
6. Patway....................................................................................................................
7. Pemeriksaan penunjang...........................................................................................
8. Penatalaksanaan.......................................................................................................
9. Komplikasi...............................................................................................................
10. Pengkajian................................................................................................................
11. Diagnosa..................................................................................................................
12. Intervensi Keperawatan...........................................................................................
13. Implementasi............................................................................................................
14. Evaluasi....................................................................................................................
15. Daftar Pustaka..........................................................................................................
1. DEFINISI
Otitis media adalah peradangan pada tuba eustachius, mukosa
telinga tengah, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Salah satu tipe dari
otitis media adalah otitis media akut atau yang biasa disingkat menjadi
OMA. OMA merupakan suatu infeksi yang diakibatkan karena disfungsi
tuba eustachius menyebabkan perkembangan bakteri pada telinga tengah.
Telinga tengah yang dimaksud adalah ruang di dalam telinga antara
telinga dalam dan membrane timpani, telinga tengah disambungkan
dengan nasofaring oleh tuba eustachius (Wicaksana et al., 2019)

Otitis media akut (OMA) merupakan infeksi pada telinga tengah


yang bersifat akut atau mendadak. 70% anak diperkirakan mengalami
otitis media minimal satu kali dan bahkan lebih ketika menjelang usia tiga
tahun (Mahardika et al., 2019)

Otitis media akut (OMA) adalah suatu radang akut yang


mempengaruhi telinga tengah dengan durasi kurang dari tiga minggu.
Telinga tengah merupakan sebuah kavitas di dalam telinga yang terletak
di antara membrane timpani dan telinga bagian dalam. OMA adalah salah
infeksi yang paling sering ditemukan terutama pada anak di bawah usia 5
tahun (Praptika dan I, 2021).

Otitis media supuratif kronis (OMSK) merupakan inflamasi dari


telinga tengah dan rongga mastoid kronis, ditandai dengan perforasi
membran timpani serta cairan yang keluar dari telinga secara persisten
(Parhusip, 2020).
2. ETIOLOGI
Menurut Suddarth (2001), Triswanti dkk (2021) dan Praptika &
Sudipta (2021) otitis media akut disebabkan oleh bakteri dan virus. Tiga
jenis bakteri yang paling sering menjadi penyebab otitis media adalah
Streptococcus pneumoniae (40%). diikuti oleh Haemophilus influenzae
(25-30%) dan Moraxella catarhalis (10- 15% ). Selain bakteri, OMA
dapat disebabkan oleh virus seperti Respiratory syncytial virus (RSV),
influenza virus, atau adenovirus yang paling sering dijumpai pada anak-
anak dengan presentase sekitar 30-40%. Parainfluenza virus, rhinovirus
atau enterovirus merupakan terbanyak kedua dengan presentase 10-15%.

Faktor resiko menurut Kaur dkk (2021) terdapat 8 faktor resiko


terjadinya otitis media akut yaitu :

1. Jenis Kelamin

Laki-laki menjadi faktor resiko yang signifikan pada tahun


pertama kehidupan tetapi tidak pada tahun kedua maupun tahun ketiga
kehidupan. Hal ini dikaitkan dengan interaksi antara hormone seks dan
keseimbangan sitokin T helper 1 dan

2. Riwayat Keluarga

Varian dalam gen yang mengkode faktor imunitas bawaan atau


adaptif. Lokus 6q25.3 berkaitan dengan terjadinya otitis media akut.
Kromosom 17q12 dan 10q22.3 berkaitan dengan terjadinya otitis
media akut berulang.

3. Ras
Ras kulit putih non-hispanik memiliki faktor resiko lebih
tinggi. Hal ini mungkin dipengaruhi oleh perilaku perawatan dimana
ras kulit putih non-hispanik lebih banyak menitipkan anak di
penitipan anak dibandingkan dengan ras lain.

4. Tempat penitipan anak

Hal ini berhubungan dengan paparan lingkungan anak terhadap


kolonisasi pathogen yang memfasilitasi terjadinya ptogenesis otitis
media akut.

5. Pajanan rokok

Orang tua yang merokok menjadi faktor resiko terjadinya otitis


media akut pada tahun pertama kehidupan anak.

6. Atopi

Terdapat hubungan antara atopic dengan kejadian otitis media


akut maupun otitis media berulang. Obstruksi yang terjadi pada tuba
eustachius dapat terjadinya karena alergi.

7. Durasi pemberian ASI

Anak yang di beri ASI hingga usia 6 bulan memiliki resiko


Otitis media akut yang lebih rendah. ASI merangsang respons imun
bayi sebagai konsentrasi antibody yang lebih tinggi terhadap
otopatogen.

8. Usia pertama terjadinya Otitis Media Akut

Semakin muda usia anak menderitas otitis media menjadi


prediktor utama untuk kemungkinan untuk rentan otitis. Menurut
Mahardika dkk (2019), Triswanti dkk (2021) Yuniarti dkk (2019) dan
Ilmyasri (2019) faktor risiko dari otitis media pada populasi anak-
anak dibagi menjadi faktor inang dan faktor lingkungan. Faktor risiko
tersebut yaitu bayi yang lahir secara prematur dan berat badan saat
lahirnya rendah, umur, serta variasi musim juga dapat
mempengaruhi. Dimana otitis media lebih sering terjadi pada musim
gugur dan musim dingin. Faktor lainnya yang berpengaruh seperti
predisposisi genetik, pemberian ASI, kondisi imunodefisiensi, alergi,
gangguan anatomi, sosial ekonomi, lingkungan yang kumuh/padat,
dan posisi tidur. Usia merupakan salah satu faktor risiko yang sering
berkaitan dengan kejadian otitis media akut. Dimana umumnya
kejadian OMA ini terjadi pada anak-anak dibandingkan dengan
kelompok usia lainnya. Faktor anatomi juga mempengaruhi dimana
pada saat anak-anak, saluran eustachius posisinya lebih horizontal
dibandingkan dengan usia dewasa. Hal tersebut menyebabkan
kecenderungan terjadinya OM pada anak-anak dibandingkan orang
dewasa. Anak-anak pada usia 6-11 bulan lebih rentan terkena otitis
media akut. Kejadian otitis media ini menurun drastis setelah
munculnya gigi permanen, meski pada beberapa orang masih dapat
terkena otitis media akut bahkan hingga memasuki usia dewasa.

3. KLASIFIKASI
Menurut (Ilmyasri, 2020) klasifikasi otitis media akut berdasarkan
stadium meliputi :
1. Stadium oklusi yang ditandai dengan retraksi membran timpani
akibat adanya tekanan negatif pada telinga tengah dan membran
timpani dapat terlihat suram atau normal.
2. Stadium hiperemis, ditandai dengan kemerahan dan edema pada
membran timpani.
3. Stadium supurasi, ditandai dengan sel epitel superfisial yang
hancur, ada eksudat purulen pada cavum timpani, bulging pada
membran timpani, dan disertai edema.
4. Stadium perforasi, pada stadium ini membran timpani sudah ruptur
sehingga nanah keluar ke liang telinga
5. Stadium resolusi memiliki tanda membran timpani yang kembali
normal, tidak ada sekret lagi, dan dapat terjadi resolusi meskipun
tidak diberikan pengobatan.

4. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi otitis media akut yang tampak dapat berupa local atau
sistemik. Gejala lokal yang muncul yaitu adanya otalgia dan otore,
kemudian gejala sistemik dapat ditandai dengan demam, gelisah, mual,
muntah, dan diare (Smf et al., 2021) Anak-anak dengan otitits media akut
akan muncul dengan gejala spesifik (otalgia atau sekret telinga) atau
gejala yang lebih umum (demam dan iritabilitas). Dalam stadium awal
ada inflamasi membran timpani dan mukosa telinga tengah, tetapi tidak
ada efusi telinga tengah atau cairan. Gendang telinga menebal atau
eritematosa, tetapi bergerak dengan baik dengan otoskopi pneumatik atau
timpanometri. Tahap inflamasi awal ini dapat sembuh atau dapat
berkembang menjadi empiema telinga tengah, yang menjadi penuh
dengan lendir, sering di bawah tekanan dan menyebabkan sakit parah,
terkadang lega saat gendang berlubang dan nanah keluar dari telinga
tengah (Carkle, 2017).

5. PATOFISIOLOGI
Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas
seperti radang tenggorokan atau pilek yang menyebar ketelinga tengah
lewat saluran eustachius. Saat bakteri melalui eustachius mereka dapat
menyebabakan infeksi disaluran tersebut sehingga terjadi pembengkakan
disekitar saluran , tersumbatnya saluran , dan datangnya sel-sel darah
putih untuk melawan bakteri. Sel-sel daah putih akan membunuh bakteri
dengan mengorbankan diri mereka sendiri. Sebagai hasilnya terbentuklah
nanah pada jaringan tengah.Selain itu pembengkakan jaringan sekitar
saluran eustachius menyebabkan lendir yang dihasilkan sel-sel ditelinga
tengah terkumpul dibelakang gendang telinga. Jika lendir bertambah
banyak, pendengaran dapat terganggu karena gendang telinga dan tulang-
tulang kecil penghubung gendang telinga dengan organ pendengaran di
telinga dalam tidak dapat bergerak bebas. Kehilangan pendengaran yang
dialami umumnya sekitar 24 desibel ( bisikan halus). Namun cairan yang
lebih banyak dapat menyebabkan gangguan pendengaran hingga 45
desibel ( kisaran pembicaraan normal ). Selain itu telinga juga akan terasa
nyeri. Dan paling berat , cairan yang terlalu banyak tersebut akhirnya
dapat merobek gendang telinga karena tekanannya.

6. PATWAY
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Yasmara dkk, 2017
1. Otoskopi
a. Perhatikan adanya lesi pada telinga luar
b. Amati adanya oedema pada membran tympani Periksa adanya pus
dan ruptur pada membran tympani
c. Amati perubahan warna yang mungkin terjadi pada membran
tympani
2. Tes bisik
Dengan menempatkan klien pada ruang yang sunyi, kemudian
dilakukan tes bisik, pada klien dengan OMA dapat terjadi penurunan
pendengaran pada sisi telinga yang sakit.
3. Tes garpu tala
4. Tes Rinne didapatkan hasil negatif
5. Tes Weber didapatkan lateralisasi ke arah telinga yang sakit
6. Tes Audiometri: AC menurun
7. Xray terhadap kondisi patologi

8. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan yang dilakukan pada otitis media akut bergantung
dari stadium yang diderita, yaitu pertama stadium oklusi diberikan
antibiotik berupa Ampicillin atau Penicillin dan obat tetes hidung HCL
efedrin 0,5%. Kedua, stadium hiperemis diberikan analgetik untuk
meredakan nyeri, antibiotik, dan obat tetes hidung HCL efedrin 0,5%.
Ketiga stadium supurasi, pengobatan dapat berupa antibiotik dan obat
simptomatik. Pada stadium ini, miringotomi dapat dilakukan untuk
mencegah perforasi. Keempat, stadium perforasi, diberikan antibiotik
yang adekuat dan 3% selama kurang lebih 3 – 5 hari. Pada anak-anak
dengan otitis media yang tidak berat direkomendasikan antibiotik
sesuai usia atau mengamati resolusi gejala dalam waktu 48-72 jam
sebelum meresepkan antibiotik (Pontefract et al., 2019). Antibiotik lini
pertama yang dapat diberikan, yaitu amoksisilin 50 sampai 60
mg/kgBB/hari yang terbagi dalam 2-3 dosis untuk pasien tanpa alergi
terhadap penicillin. Pemberian obat golongan cephalosporins seperti
ceftriacone, cefpodoxime, cefdinir, dan cefuroxime direkomendasikan
pada pasien yang memiliki alergi penicillin (Gotcsik, 2012). Analgesik
berguna untuk mengurangi nyeri telinga, demam, dan iritabilitas.
Analgesik yang dapat diberikan seperti paracetamol, ibuprofen, dan
acetaminopen. Namun, ibuprofen lebih disukai dikarenakan durasi
kerjanya yang lebih lama dan tingkat toksisitasnya lebih rendah ketika
terjadi overdosis (Kalu et al., 2011). Pengendalian nyeri harus
ditangani secara aktif apakah pengobatan awal termasuk antibiotik
langsung atau tidak dikarenakan antibiotik tidak mulai memberikan
pereda nyeri lebih dari 24 jam. Acetaminopen dan ibuprofen
meningkatkan kontrol nyeri atas plasebo, tetapi hanya ibuprofen yang
menghasilkan peningkatan signifikan. Pemilihan obat nyeri serta
jadwal harus didiskusikan dengan perawat yang memiliki pengalaman
dan preferensi yang baik (Rettig & Tunkel, 2014). Strategi pengobatan
yang dapat dilakukan pada anak pengidap otitis media akut adalah
pada anak berusia 6 bulan dengan otorrhea, otalgia sekurangnya 48
jam, suhu 39 diberikan antibiotik selama 10 hari. Anak usia 6-23 bulan
dengan otitis media akut bilateral tanpa gejala berat diberikan
antibiotik selama 10 hari. Anak usia 6-23 tahun dengan otitis media
akut unilateral tanpa gejala berat diobservasi dan diberikan antibiotik
selama 10 hari. Serta pada anak usia 2 tahun atau lebih tanpa gejala
berat dilakukan observasi dan pemberian antibiotik selama 5 sampai 7
hari (Harmes et al., 2013).
9. KOMPLIKASI
Anak yang menderita otitis media akut, jika tidak mendapatkan
penanganan yang adekuat maka akan mengalami komplikasi lanjutan
yaitu Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK), yaitu peradangan pada
mukosa telingan tengah yang disertai keluarnya cairan melalui perforasi
membran timpani selama lebih dari 2 bulan (Arief et al., 2021). Jika otitis
media akut tidak dilakukan penanganan yang baik dan tepat, maka otitis
media akut dapat berkembang dan menimbulkan komplikasi seperti
mastoiditis akut, meningitis, dan abses intrakranial (Ilmyasri, 2020).

ASUHAN KEPERAWATAN KASUS OTITIS MEDIA

10. PENGKAJIAN

Menurut Widiyastuti (2020) Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada


pasien dengan Otitis media adalah sebagai berikut:
1. Keadaan umum
2. Telinga Lakukan inspeksi, palpasi, perkusi dan di daerah telinga
dengan menggunakan senter ataupun alat-alat lain nya apakah ada
cairan yang keluar dari telinga, bagaimana warna, bau, dan
jumlahnya. Apakah ada tanda-tanda radang.
3. Kaji adanya nyeri pada telinga.
4. Leher: Kaji adanya pembesaran kelenjar limfe di daerah leher
5. Dada/ thorak
6. Jantung
7. Perut/ abdomen
8. Genitourinaria
9. Ekstremitas
10. Sistem integument
11. Sistem neurologi.
12. Pola kebiasaan sehari-hari
13. Nutrisi: Bagaimana pola makan dan minum klien pada saat sehat dan
sakit.apakah ada perbedaan konsumsi ditnya.
14. Eliminasi: Kaji miksi,dan defekasi klien
15. Aktivitas sehari-hari dan perawatan diri.
Biasanya klien dengan gangguan otitis media ini, agak susah untuk
berkomunikasi dengan orang lain karena ada gangguan pada telinga
nya sehingga ia kurang mendengar/ kurang nyambung tentang apa
yang di bicarakan orang lain.

10. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa keperawatan pada pasien Otitis Media (Yasmara dkk, 2017)


yaitu

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik dibuktikan


dengan mengeluh nyeri, meringis, gelisah, sulit tidur, diaforesis.
2. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan
pendengaran dibuktikan dengan tidak mampu mendengar,
menunjukkan respon tidak sesuai, sulit memahami komunikasi.
3. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit dibuktikan dengan
suhu tubuh diatas nilai normal, kulit merah, kulit terasa hangat.
4. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi
dibuktikan dengan menunjukkan perilaku tidak sesuai anjuran.

11. INTERVENSI

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik dibuktikan


dengan mengeluh nyeri, meringis, gelisah, sulit tidur, diaforesis.

 Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1×24


jam nyeri akut menurun
 Kriteria hasil :
 Keluhan nyeri menurun
 Meringis menurun
 Gelisah menurun
 Kesulitan tidur menurun

 Intervensi :

 Managemen nyeri

 Observasi :

 Identifikasi lokasi,karakteristik,durasi,frekuensi,kualitas dan


intensitas nyeri

 Identifikasi skala nyeri

 Identifikasi factor yang memperberat dan memperingan nyeri

 Teraputik

 Berikan Teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa


nyeri

 kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri

 Edukasi

 Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri

 Jelaskan strategi meredakan nyeri

 Ajarkan teknin non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri

 Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian analgesic, jika perlu.
2. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan
pendengaran dibuktikan dengan tidak mampu mendengar,
menunjukkan respon tidak sesuai, sulit memahami komunikasi.

 Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1×24


jam gangguan komunikasi meningkat
 Kriteria hasil :
 Kemampuan mendengar meningkat

 Intervensi :

 Promosi komunikasi defisitt pendengaran

 Observasi :

 Periksa kemampuan pendengaran

 Monitar akumulasi serumen berlebihan

 Identifikasi metode komunikasi yang disukai pasien

 Teraputik

 Gunakan Bahasa sederhana

 Fasilitas penggunakan alat bantu dengar

 Lakukan irigasi telinga, jika perlu

 Pertahankn kebersihan telinga

 Edukasi

 Anjurkan menyampaikan pesan dengan isyarat

 Ajarkan cara memberikan serumen dengan tepat


12. IMPLEMENTASI

Implementasi keperawatan merupakan tindakan keperawatan

yang telah direncanakan dan akan di berikan/diimplementasikan pada

klien dengan tujuan kebutuhan pasien dapat terpenuhi secara optimal.

Implementasi Tahapan ini dimulai setelah rencana intervensi disusun

dan menjadi tujuan pada nursing order untuk membantu pasien dalam

mencapai tujuan proses keperawatan yang diharapkan. Oleh sebab itu,

implementasi sebagai manifestasi pelaksanaan intervensi yang spesifik,

dilakukan untuk memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi

masalah kesehatan (Nursalam, 2015)

13. EVALUASI

Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan

untuk mengetahui sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan

tercapai. Evaluasi ini dilakukan dengan cara membandingkan hasil akhir

yang teramati dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat dalam

rencana keperawatan. Evaluasi ini akan mengarahkan asuhan

keperawatan, apakah asuhan keperawatan yang dilakukan ke pasien

berhasil mengatasi masalah pasien ataukan asuhan yang sudah dibuat

akan terus berkesinambungan terus mengikuti siklus proses

keperawatan sampai benar-benar masalah pasien teratasi.


DAFTAR PUSTAKA

Ali, A., Pigou, D.,Clarke, L., & McLachlan, C. (2017). Literature Review on Motor
Skill and Physical Activity in Preschool Children in New Zealand. Advances in
Physical Education, 7, 10-26. https://doi.org/10.4236/ape.2017.71002\.

Gotcsik, M. (2012). Textbook of Clinical Pediatrics. Textbook of Clinical Pediatrics.


https://doi.org/10.1007/978-3- 642-02202-9

Harmes, K. M., Blackwood, R. A., Burrows, H. L., Cooke, J. M., Van Harrison, R., &
Passamani, P. P. (2013). Otitis media: Diagnosis and treatment. American Family
Physician, 88(7), 435–440.

Kalu, S. U., Ataya, R. S., McCormick, D. P., Patel, J. A., Revai, K., & Chonmaitree,
T. (2011). Clinical spectrum of acute otitis media complicating upper respiratory tract
viral infection. Pediatric Infectious Disease Journal, 30(2), 95–99.
https://doi.org/10.1097/INF.0b013 e3181f253d5

Mahardika, I. W. P., Sudipta, I. M., Wulan, S., Sutanegara, D., & Denpasar, S. (2019).
Karakteristik Pasien Otitis Media Akut di Rumah Sakit Umum Pusat Denpasar
Periode Januari – Desember Tahun 2014. 8(1), 51– 55.
hhtps://ojs.unud.ac.id/index.php.e um

Nursalam. (2015). Metodologi ilmu keperawatan, edisi 4, Jakarta: Salemba Medika.

Pontefract, B., Nevers, M., FlemingDutra, K. E., Hersh, A., Samore, M., & Madaras-
Kelly, K. (2019). Diagnosis and Antibiotic Management of Otitis Media and Otitis
Externa in United States Veterans. Open Forum Infectious Diseases, 6(11), 1–7.
https://doi.org/10.1093/ofid/ofz43 2

Rettig, E., & Tunkel, D. E. (2014). Contemporary concepts in management of acute


otitis media in children. Otolaryngologic Clinics of North America, 47(5), 651–672.
https://doi.org/10.1016/j.otc.2014. 06.006

Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
THT-KL FK UI. Dalam: Gangguan Pendengaran dan Kelainan Telinga. Edisi ketujuh.
Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2012. h. 10-38

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(Definisi dan Indikator Diagnostik). Jakarta selatan: DPP PPNI.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Luaran Keperawatan Indonesia (Definisi
dan Indikator Diagnostik). Jakarta selatan: DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai