Dosen Pembimbing :
Manggar Purwacaraka,S.Kep.,Ners,.M.Kep
Disusun Oleh :
Hari :
Tanggal :
Mengetahui
COVER..........................................................................................................................
LEMBAR PENGESAHAN...........................................................................................
KATA PENGANTAR...................................................................................................
DAFTAR ISI.................................................................................................................
1. Definisi....................................................................................................................
2. Etiologi....................................................................................................................
3. Klasifikasi................................................................................................................
4. Manifestasi Klinis....................................................................................................
5. Patofisiologi.............................................................................................................
6. Patway....................................................................................................................
7. Pemeriksaan penunjang...........................................................................................
8. Penatalaksanaan.......................................................................................................
9. Komplikasi...............................................................................................................
10. Pengkajian................................................................................................................
11. Diagnosa..................................................................................................................
12. Intervensi Keperawatan...........................................................................................
13. Implementasi............................................................................................................
14. Evaluasi....................................................................................................................
15. Daftar Pustaka..........................................................................................................
1. DEFINISI
Otitis media adalah peradangan pada tuba eustachius, mukosa
telinga tengah, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Salah satu tipe dari
otitis media adalah otitis media akut atau yang biasa disingkat menjadi
OMA. OMA merupakan suatu infeksi yang diakibatkan karena disfungsi
tuba eustachius menyebabkan perkembangan bakteri pada telinga tengah.
Telinga tengah yang dimaksud adalah ruang di dalam telinga antara
telinga dalam dan membrane timpani, telinga tengah disambungkan
dengan nasofaring oleh tuba eustachius (Wicaksana et al., 2019)
1. Jenis Kelamin
2. Riwayat Keluarga
3. Ras
Ras kulit putih non-hispanik memiliki faktor resiko lebih
tinggi. Hal ini mungkin dipengaruhi oleh perilaku perawatan dimana
ras kulit putih non-hispanik lebih banyak menitipkan anak di
penitipan anak dibandingkan dengan ras lain.
5. Pajanan rokok
6. Atopi
3. KLASIFIKASI
Menurut (Ilmyasri, 2020) klasifikasi otitis media akut berdasarkan
stadium meliputi :
1. Stadium oklusi yang ditandai dengan retraksi membran timpani
akibat adanya tekanan negatif pada telinga tengah dan membran
timpani dapat terlihat suram atau normal.
2. Stadium hiperemis, ditandai dengan kemerahan dan edema pada
membran timpani.
3. Stadium supurasi, ditandai dengan sel epitel superfisial yang
hancur, ada eksudat purulen pada cavum timpani, bulging pada
membran timpani, dan disertai edema.
4. Stadium perforasi, pada stadium ini membran timpani sudah ruptur
sehingga nanah keluar ke liang telinga
5. Stadium resolusi memiliki tanda membran timpani yang kembali
normal, tidak ada sekret lagi, dan dapat terjadi resolusi meskipun
tidak diberikan pengobatan.
4. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi otitis media akut yang tampak dapat berupa local atau
sistemik. Gejala lokal yang muncul yaitu adanya otalgia dan otore,
kemudian gejala sistemik dapat ditandai dengan demam, gelisah, mual,
muntah, dan diare (Smf et al., 2021) Anak-anak dengan otitits media akut
akan muncul dengan gejala spesifik (otalgia atau sekret telinga) atau
gejala yang lebih umum (demam dan iritabilitas). Dalam stadium awal
ada inflamasi membran timpani dan mukosa telinga tengah, tetapi tidak
ada efusi telinga tengah atau cairan. Gendang telinga menebal atau
eritematosa, tetapi bergerak dengan baik dengan otoskopi pneumatik atau
timpanometri. Tahap inflamasi awal ini dapat sembuh atau dapat
berkembang menjadi empiema telinga tengah, yang menjadi penuh
dengan lendir, sering di bawah tekanan dan menyebabkan sakit parah,
terkadang lega saat gendang berlubang dan nanah keluar dari telinga
tengah (Carkle, 2017).
5. PATOFISIOLOGI
Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas
seperti radang tenggorokan atau pilek yang menyebar ketelinga tengah
lewat saluran eustachius. Saat bakteri melalui eustachius mereka dapat
menyebabakan infeksi disaluran tersebut sehingga terjadi pembengkakan
disekitar saluran , tersumbatnya saluran , dan datangnya sel-sel darah
putih untuk melawan bakteri. Sel-sel daah putih akan membunuh bakteri
dengan mengorbankan diri mereka sendiri. Sebagai hasilnya terbentuklah
nanah pada jaringan tengah.Selain itu pembengkakan jaringan sekitar
saluran eustachius menyebabkan lendir yang dihasilkan sel-sel ditelinga
tengah terkumpul dibelakang gendang telinga. Jika lendir bertambah
banyak, pendengaran dapat terganggu karena gendang telinga dan tulang-
tulang kecil penghubung gendang telinga dengan organ pendengaran di
telinga dalam tidak dapat bergerak bebas. Kehilangan pendengaran yang
dialami umumnya sekitar 24 desibel ( bisikan halus). Namun cairan yang
lebih banyak dapat menyebabkan gangguan pendengaran hingga 45
desibel ( kisaran pembicaraan normal ). Selain itu telinga juga akan terasa
nyeri. Dan paling berat , cairan yang terlalu banyak tersebut akhirnya
dapat merobek gendang telinga karena tekanannya.
6. PATWAY
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Yasmara dkk, 2017
1. Otoskopi
a. Perhatikan adanya lesi pada telinga luar
b. Amati adanya oedema pada membran tympani Periksa adanya pus
dan ruptur pada membran tympani
c. Amati perubahan warna yang mungkin terjadi pada membran
tympani
2. Tes bisik
Dengan menempatkan klien pada ruang yang sunyi, kemudian
dilakukan tes bisik, pada klien dengan OMA dapat terjadi penurunan
pendengaran pada sisi telinga yang sakit.
3. Tes garpu tala
4. Tes Rinne didapatkan hasil negatif
5. Tes Weber didapatkan lateralisasi ke arah telinga yang sakit
6. Tes Audiometri: AC menurun
7. Xray terhadap kondisi patologi
8. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan yang dilakukan pada otitis media akut bergantung
dari stadium yang diderita, yaitu pertama stadium oklusi diberikan
antibiotik berupa Ampicillin atau Penicillin dan obat tetes hidung HCL
efedrin 0,5%. Kedua, stadium hiperemis diberikan analgetik untuk
meredakan nyeri, antibiotik, dan obat tetes hidung HCL efedrin 0,5%.
Ketiga stadium supurasi, pengobatan dapat berupa antibiotik dan obat
simptomatik. Pada stadium ini, miringotomi dapat dilakukan untuk
mencegah perforasi. Keempat, stadium perforasi, diberikan antibiotik
yang adekuat dan 3% selama kurang lebih 3 – 5 hari. Pada anak-anak
dengan otitis media yang tidak berat direkomendasikan antibiotik
sesuai usia atau mengamati resolusi gejala dalam waktu 48-72 jam
sebelum meresepkan antibiotik (Pontefract et al., 2019). Antibiotik lini
pertama yang dapat diberikan, yaitu amoksisilin 50 sampai 60
mg/kgBB/hari yang terbagi dalam 2-3 dosis untuk pasien tanpa alergi
terhadap penicillin. Pemberian obat golongan cephalosporins seperti
ceftriacone, cefpodoxime, cefdinir, dan cefuroxime direkomendasikan
pada pasien yang memiliki alergi penicillin (Gotcsik, 2012). Analgesik
berguna untuk mengurangi nyeri telinga, demam, dan iritabilitas.
Analgesik yang dapat diberikan seperti paracetamol, ibuprofen, dan
acetaminopen. Namun, ibuprofen lebih disukai dikarenakan durasi
kerjanya yang lebih lama dan tingkat toksisitasnya lebih rendah ketika
terjadi overdosis (Kalu et al., 2011). Pengendalian nyeri harus
ditangani secara aktif apakah pengobatan awal termasuk antibiotik
langsung atau tidak dikarenakan antibiotik tidak mulai memberikan
pereda nyeri lebih dari 24 jam. Acetaminopen dan ibuprofen
meningkatkan kontrol nyeri atas plasebo, tetapi hanya ibuprofen yang
menghasilkan peningkatan signifikan. Pemilihan obat nyeri serta
jadwal harus didiskusikan dengan perawat yang memiliki pengalaman
dan preferensi yang baik (Rettig & Tunkel, 2014). Strategi pengobatan
yang dapat dilakukan pada anak pengidap otitis media akut adalah
pada anak berusia 6 bulan dengan otorrhea, otalgia sekurangnya 48
jam, suhu 39 diberikan antibiotik selama 10 hari. Anak usia 6-23 bulan
dengan otitis media akut bilateral tanpa gejala berat diberikan
antibiotik selama 10 hari. Anak usia 6-23 tahun dengan otitis media
akut unilateral tanpa gejala berat diobservasi dan diberikan antibiotik
selama 10 hari. Serta pada anak usia 2 tahun atau lebih tanpa gejala
berat dilakukan observasi dan pemberian antibiotik selama 5 sampai 7
hari (Harmes et al., 2013).
9. KOMPLIKASI
Anak yang menderita otitis media akut, jika tidak mendapatkan
penanganan yang adekuat maka akan mengalami komplikasi lanjutan
yaitu Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK), yaitu peradangan pada
mukosa telingan tengah yang disertai keluarnya cairan melalui perforasi
membran timpani selama lebih dari 2 bulan (Arief et al., 2021). Jika otitis
media akut tidak dilakukan penanganan yang baik dan tepat, maka otitis
media akut dapat berkembang dan menimbulkan komplikasi seperti
mastoiditis akut, meningitis, dan abses intrakranial (Ilmyasri, 2020).
10. PENGKAJIAN
11. INTERVENSI
Intervensi :
Managemen nyeri
Observasi :
Teraputik
Edukasi
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgesic, jika perlu.
2. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan
pendengaran dibuktikan dengan tidak mampu mendengar,
menunjukkan respon tidak sesuai, sulit memahami komunikasi.
Intervensi :
Observasi :
Teraputik
Edukasi
dan menjadi tujuan pada nursing order untuk membantu pasien dalam
13. EVALUASI
yang teramati dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat dalam
Ali, A., Pigou, D.,Clarke, L., & McLachlan, C. (2017). Literature Review on Motor
Skill and Physical Activity in Preschool Children in New Zealand. Advances in
Physical Education, 7, 10-26. https://doi.org/10.4236/ape.2017.71002\.
Harmes, K. M., Blackwood, R. A., Burrows, H. L., Cooke, J. M., Van Harrison, R., &
Passamani, P. P. (2013). Otitis media: Diagnosis and treatment. American Family
Physician, 88(7), 435–440.
Kalu, S. U., Ataya, R. S., McCormick, D. P., Patel, J. A., Revai, K., & Chonmaitree,
T. (2011). Clinical spectrum of acute otitis media complicating upper respiratory tract
viral infection. Pediatric Infectious Disease Journal, 30(2), 95–99.
https://doi.org/10.1097/INF.0b013 e3181f253d5
Mahardika, I. W. P., Sudipta, I. M., Wulan, S., Sutanegara, D., & Denpasar, S. (2019).
Karakteristik Pasien Otitis Media Akut di Rumah Sakit Umum Pusat Denpasar
Periode Januari – Desember Tahun 2014. 8(1), 51– 55.
hhtps://ojs.unud.ac.id/index.php.e um
Pontefract, B., Nevers, M., FlemingDutra, K. E., Hersh, A., Samore, M., & Madaras-
Kelly, K. (2019). Diagnosis and Antibiotic Management of Otitis Media and Otitis
Externa in United States Veterans. Open Forum Infectious Diseases, 6(11), 1–7.
https://doi.org/10.1093/ofid/ofz43 2
Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
THT-KL FK UI. Dalam: Gangguan Pendengaran dan Kelainan Telinga. Edisi ketujuh.
Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2012. h. 10-38
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(Definisi dan Indikator Diagnostik). Jakarta selatan: DPP PPNI.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Luaran Keperawatan Indonesia (Definisi
dan Indikator Diagnostik). Jakarta selatan: DPP PPNI.