Anda di halaman 1dari 26

KEPERAWATAN DEWASA SISTEM MUSKULOSKETAL, INTEGUMEN,

PRESEPSI SENSORI DAN PERSYARATAN


Penelitian,Trend dan Issue, Evidance Based Practice Otitis Media Akut Kronik

Semester : 5
Kelompok : 5
1. Aliyah Adillah
2. Alpa Riski Amanda Putri
3. Eka Putri Rahmadani
4. Hesti Eka Putri
5. Miftahul Jannah
6. Mutiara Hasanah
7. Niati Khaira
8. Riana Atira

Dosen Pengampu : Ns. Apriza, M.kep

UNIVERSITAS PAHLAWAN TUANKU TAMBUSAI


FAKULTAS KESEHATAN
PRODI S1 KEPERAWATAN
TP: 2023/2024
Kata Pengantar

Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat tuhan yang Maha Esa, yag telah
melimpahkan rahmat taufik dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah ini tepat waktu, makalah ini berjudul “Konsep Diri”.

Penulis juga ingin mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang turut


membantu dalam pembuatan makalah ini. Penulis sadar bahwa makalah ini masih
jauh dari kata kesempurnaan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun, demi kesempurnaan makalah ini di masa yang akan mendatang.

Dengan demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi perkembangan


ilmu pengetahuan khusunya dalam bidang kesehatan semoga usaha kami membuat
makalah ini dapat bermanfaat bagi teman-teman yang membacanya.

Bangkinang, 24 September 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.......................................................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................................ii
BAB 1......................................................................................................................................1
PENDAHULUAN..................................................................................................................1
A. Latar Belakang...........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................................................2
BAB II.....................................................................................................................................1
PEMBAHASAN.....................................................................................................................1
A. Definisi........................................................................................................................1
B. Tren dan Isu Otitis Media Akut Kronik...................................................................1
C. Evidance Based Practice............................................................................................2
BAB III.................................................................................................................................10
METODE PENELITIAN....................................................................................................10
A. Otitis Media Akut.....................................................................................................10
B. Otitis Media Kronik.................................................................................................14
BAB IV..................................................................................................................................19
PENUTUP............................................................................................................................19
A. Kesimpulan dan Saran.............................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................20

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Otitis media merupakan keadaan dimana terjadinya peradangan pada telinga
tengah. Secara klinis, otitis media dapat diklasifikasikan menjadi otitis media
akut dan otitis media supuratif kronis (OMSK) (Shyamala et al., 2012). OMSK
adalah infeksi kronis pada telinga tengah yang disertai perforasi membran
timpani dan keluarnya sekret/ pus pada telinga (otore) selama 8 minggu (KMK
RI 428, 2006). Sedangkan Monasta (2012) mengatakan bahwa OMSK terjadi
jika infeksi berlangsung selama 6 minggu dan sering disertai kolesteatom
(Monasta et al, 2012).

Studi epidemiologi mengatakan bahwa OMSK termasuk kejadian yang


umumnya terjadi pada negara berkembang. Persentase angka kejadian OMSK di
negara maju seperti Amerika Serikat didapatkan kurang dari 1%, sedangkan pada
negara berkembang didapatkan prevalensi sekitar 6-46% dari populasi pada
negara berkembang (Levi et al., 2013). Di Indonesia, angka kejadian OMSK
berdasarkan survei sekitar 3,1% dari jumlah penduduk (KMK RI 428, 2006).

OMSK dapat menimbulkan komplikasi. Kejadian komplikasi pada OMSK di


India oleh Shyamala adalah 26%. Tidak berbeda dengan penelitian oleh Mostafa
di Mesir yang mendapatkan 12,54% pasien OMSK disertai komplikasi (Mostafa
et al., 2009; Shyamala et al., 2012). Komplikasi dari OMSK dapat terjadi di
ekstrakranial dan intrakranial. Persentase terjadinya komplikasi ekstrakranial
pada OMSK sekitar 0,5% - 1,4% dan persentase intrakranial sekitar 0,3 % - 2,0%
(Verhoeff et al., 2005).

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Otitis Media Akut Kronik
2. Apa saja tran dan isu Otitis Media Akut Kronik
3. Bagaimana metode penyesaian masalah Otitis Media Akut Kronik
4. Apa Evidance Based Practice Otitis Media Akut Kronik

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi
Otitis Media adalah infeksi telinga meliputi infeksi saluran telinga luar (Otitis
Eksterna), saluran telinga tengah (Otitis Media), dan telinga bagian dalam (Otitis
Interna). (Rahajoe, N. 2012).

Otitis media ialah radang telinga tengah yang terjadi terutama pada bayi atau
anak yang biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas. (William.
M. Schwartz.. 2004).

Otitis Media adalah suatu infeksi pada telinga tengah yang disebabkan karena
masuknya bakteri patogenik ke dalam telinga tengah (Smeltzer, S. 2001).

B. Tren dan Isu Otitis Media Akut Kronik


Tren dan isu dalam otitis media akut kronik (OMAK) terus berkembang
seiring berjalannya waktu. Berikut adalah beberapa tren dan isu yang relevan
terkait OMAK:

Tren :

1. Vaksinasi: Pengembangan vaksin dan penelitian tentang dampak vaksinasi


terhadap penyakit ini, terutama dengan fokus pada pengurangan insiden
OMAK
2. Diagnostik Lanjutan: Pengembangan teknologi diagnostic yang lebih canggih
untuk pencitraan yang lebih baik.
3. Antibiotik dan Resistensi: Penelitian terus dilakukan untuk mengoptimalkan
penggunaan antibiotik dalam pengobatan OMAK dan mengatasi masalah
resistensi antibiotik.

1
4. Manajemen Penyakit: Peningkatan pemahaman tentang manajemen jangka
panjang OMAK, termasuk efek jangka panjang pada pendengaran dan
perkembangan anak.

Isu:

1. Resistensi Antibiotik: Masalah resistensi antibiotik merupakan isu untuk


menjaga efektivitas antibiotik.
2. Akses ke Perawatan Kesehatan: Isu aksesibilitas perawatan kesehatan yang
memadai, terutama bagi populasi yang kurang beruntung, menjadi perhatian
penting dalam manajemen OMAK.
3. Kualitas Hidup: Dampak OMAK pada kualitas hidup pasien, terutama anak-
anak, adalah isu yang perlu diperhatikan dalam perawatan dan manajemen
jangka panjang.
4. Pencegahan: Isu pencegahan OMAK, seperti promosi vaksinasi dan praktik
kebersihan yang baik, juga menjadi fokus dalam upaya mengurangi insiden
OMAK.

C. Evidance Based Practice


Evidence Based Practice ini merupakan revisi pedoman otitis media akut
(AOM) tahun 2004 dari American Academy of Pediatrics (AAP) dan American
Academy of Family Physicians. Buku ini memberikan rekomendasi kepada
dokter layanan primer untuk penatalaksanaan anak usia 6 bulan hingga 12 tahun
dengan OMA tanpa komplikasi.

Fokus Evidence Based Practice ini adalah diagnosis yang tepat dan
pengobatan awal pada anak dengan OMA. Pedoman ini memberikan definisi
AOM yang spesifik dan ketat. Hal ini membahas manajemen nyeri, observasi
awal versus pengobatan antibiotik, pilihan agen antibiotik yang tepat, dan
tindakan pencegahan. Hal ini juga mengatasi OMA berulang, yang tidak

2
termasuk dalam pedoman tahun 2004. Keputusan diambil berdasarkan penilaian
sistematis terhadap kualitas bukti dan hubungan manfaat-rugi.

Pedoman praktik ini menjalani tinjauan sejawat yang komprehensif sebelum


disetujui secara formal oleh AAP. Pedoman praktik klinis ini tidak dimaksudkan
sebagai satu-satunya sumber panduan dalam penatalaksanaan anak dengan
OMA. Sebaliknya, hal ini dimaksudkan untuk membantu dokter layanan primer
dengan menyediakan kerangka kerja untuk pengambilan keputusan klinis. Hal ini
tidak dimaksudkan untuk menggantikan penilaian klinis atau menetapkan
protokol untuk semua anak dengan kondisi ini. Rekomendasi-rekomendasi ini
mungkin bukan satu-satunya pendekatan yang tepat untuk mengatasi masalah ini.

 Pernyataan Tindakan Utama 1A: Dokter harus mendiagnosis otitis media


akut (OMA) pada anak-anak yang mengalami penonjolan membran timpani
(TM) sedang hingga berat atau timbulnya otorrhea baru yang bukan
disebabkan oleh otitis eksterna akut. Kualitas Bukti: Kelas B. Kekuatan:
Rekomendasi.
 Pernyataan Tindakan Utama 1B: Dokter harus mendiagnosis AOM pada
anak-anak dengan gejala TM yang menonjol ringan dan nyeri telinga yang
baru saja terjadi (kurang dari 48 jam) (memegang, menarik, menggosok
telinga pada anak nonverbal) atau eritema hebat pada telinga. TM. Kualitas
Bukti: Kelas C. Kekuatan: Rekomendasi.
 Pernyataan Tindakan Utama 1C: Dokter tidak boleh mendiagnosis OMA
pada anak yang tidak mengalami efusi telinga tengah (MEE) (berdasarkan
otoskopi pneumatik dan/atau timpanometri). Kualitas Bukti: Kelas B.
Kekuatan: Rekomendasi.
 Pernyataan Tindakan Utama 2: Penatalaksanaan OMA harus mencakup
penilaian nyeri. Jika terdapat nyeri, dokter harus merekomendasikan
pengobatan untuk mengurangi nyeri. Kualitas Bukti: Kelas B. Kekuatan:
Rekomendasi Kuat.

3
 Pernyataan Tindakan Utama 3A: OMA berat: Dokter harus meresepkan
terapi antibiotik untuk OMA (bilateral atau unilateral) pada anak berusia 6
bulan ke atas dengan tanda atau gejala berat (yaitu otalgia atau otalgia sedang
atau berat selama minimal 48 jam atau suhu 39° C [102,2°F] atau lebih
tinggi). Kualitas Bukti: Kelas B. Kekuatan: Rekomendasi Kuat.
 Pernyataan Tindakan Utama 3B: OMA bilateral yang tidak parah pada anak
kecil: Dokter harus meresepkan terapi antibiotik untuk OMA bilateral pada
anak usia 6 bulan hingga 23 bulan tanpa tanda atau gejala berat (misalnya
otalgia ringan kurang dari 48 jam dan suhu kurang dari 39 derajat Celcius). °C
[102,2°F]). Kualitas Bukti: Kelas B. Kekuatan: Rekomendasi.
 Pernyataan Tindakan Utama 3C: OMA unilateral yang tidak parah pada
anak kecil: Dokter harus meresepkan terapi antibiotik atau menawarkan
observasi dengan tindak lanjut berdasarkan pengambilan keputusan bersama
dengan orang tua/pengasuh untuk OMA unilateral pada anak usia 6 bulan
hingga 23 tahun usia bulan tanpa tanda atau gejala parah (misalnya, otalgia
ringan kurang dari 48 jam dan suhu kurang dari 39°C [102,2°F]). Ketika
observasi digunakan, mekanisme harus ada untuk memastikan tindak lanjut
dan memulai terapi antibiotik jika kondisi anak memburuk atau gagal
membaik dalam waktu 48 hingga 72 jam setelah timbulnya gejala. Kualitas
Bukti: Kelas B. Kekuatan: Rekomendasi.
 Pernyataan Tindakan Utama 3D: OMA yang tidak parah pada anak yang
lebih besar: Dokter harus meresepkan terapi antibiotik atau menawarkan
observasi dengan tindak lanjut berdasarkan pengambilan keputusan bersama
dengan orang tua/pengasuh untuk OMA (bilateral atau unilateral) pada anak-
anak 24 bulan atau lebih tanpa tanda atau gejala parah (misalnya, otalgia
ringan selama kurang dari 48 jam dan suhu kurang dari 39°C
[102,2°F]). Ketika observasi digunakan, mekanisme harus ada untuk
memastikan tindak lanjut dan memulai terapi antibiotik jika kondisi anak

4
memburuk atau gagal membaik dalam waktu 48 hingga 72 jam setelah
timbulnya gejala. Kualitas Bukti: Kelas B. Kekuatan: Rekomendasi.
 Pernyataan Tindakan Utama 4A: Dokter harus meresepkan amoksisilin
untuk OMA ketika keputusan untuk mengobati dengan antibiotik telah
dibuat dan anak belum menerima amoksisilin dalam 30 hari
terakhir atau anak tidak menderita konjungtivitis purulen atau anak tidak
alergi terhadap penisilin. Kualitas Bukti: Kelas B. Kekuatan: Rekomendasi.
 Pernyataan Tindakan Utama 4B: Dokter harus meresepkan antibiotik
dengan tambahan cakupan β-laktamase untuk OMA ketika keputusan untuk
mengobati dengan antibiotik telah dibuat, dan anak tersebut telah menerima
amoksisilin dalam 30 hari terakhir atau menderita konjungtivitis purulen
bersamaan, atau memiliki riwayat dari OMA berulang yang tidak responsif
terhadap amoksisilin. Kualitas Bukti: Kelas C. Kekuatan: Rekomendasi.
 Pernyataan Tindakan Utama 4C: Dokter harus menilai kembali pasien jika
pengasuh melaporkan bahwa gejala anak memburuk atau gagal merespons
pengobatan antibiotik awal dalam waktu 48 hingga 72 jam dan menentukan
apakah diperlukan perubahan terapi. Kualitas Bukti: Kelas B. Kekuatan:
Rekomendasi.
 Pernyataan Tindakan Utama 5A: Dokter sebaiknya tidak meresepkan
antibiotik profilaksis untuk mengurangi frekuensi episode OMA pada anak
dengan OMA berulang. Kualitas Bukti: Kelas B. Kekuatan: Rekomendasi.
 Pernyataan Tindakan Utama 5B: Dokter dapat menawarkan tabung
timpanostomi untuk OMA berulang (3 episode dalam 6 bulan atau 4 episode
dalam 1 tahun dengan 1 episode dalam 6 bulan sebelumnya). Kualitas Bukti:
Kelas B. Kekuatan: Opsi.
 Pernyataan Tindakan Utama 6A: Dokter harus merekomendasikan vaksin
konjugasi pneumokokus kepada semua anak sesuai dengan jadwal Komite
Penasihat Praktik Imunisasi dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan

5
Penyakit, American Academy of Pediatrics (AAP), dan American Academy
of Family Physicians (AAFP) ). Kualitas Bukti: Kelas B. Kekuatan:
Rekomendasi Kuat.
 Pernyataan Tindakan Utama 6B: Dokter harus merekomendasikan vaksin
influenza tahunan kepada semua anak sesuai dengan jadwal Komite Penasihat
Praktik Imunisasi, AAP, dan AAFP. Kualitas Bukti: Kelas B. Kekuatan:
Rekomendasi.
 Pernyataan Tindakan Utama 6C: Dokter harus mendorong pemberian ASI
eksklusif setidaknya selama 6 bulan. Kualitas Bukti: Kelas B. Kekuatan:
Rekomendasi.
 Pernyataan Tindakan Utama 6D: Dokter harus mendorong penghindaran
paparan asap tembakau. Kualitas Bukti: Kelas C. Kekuatan: Rekomendasi.

Pengembangan pedoman dengan pendekatan berbasis bukti mengharuskan


seluruh bukti yang berkaitan dengan pedoman dikumpulkan secara sistematis,
dinilai secara obyektif, dan kemudian dideskripsikan sehingga pembaca dapat
dengan mudah melihat kaitan antara bukti dan rekomendasi yang
dibuat. Pendekatan berbasis bukti menghasilkan rekomendasi yang dipandu oleh
kualitas bukti yang tersedia dan rasio manfaat terhadap kerugian yang dihasilkan
dari kepatuhan terhadap rekomendasi tersebut. Gambar 1 menunjukkan
hubungan kualitas bukti dan keseimbangan manfaat-bahaya dalam menentukan
tingkat rekomendasi. Tabel 1 menyajikan definisi AAP dan implikasi dari
berbagai tingkat rekomendasi berbasis bukti.

6
Gambar 1

Definisi Pedoman untuk Pernyataan Berbasis Bukti


pernyataan Definisi Implikasi
Rekomendasi Rekomendasi yang kuat untuk Dokter harus mengikuti
Kuat mendukung suatu tindakan tertentu rekomendasi yang kuat
dibuat ketika manfaat yang kecuali ada alasan yang
diantisipasi dari intervensi yang jelas dan meyakinkan
direkomendasikan jelas melebihi untuk pendekatan
kerugiannya (karena rekomendasi alternatif.
yang kuat untuk menolak suatu
tindakan dibuat ketika antisipasi
kerugiannya jelas melebihi
manfaatnya) dan kualitas bukti
pendukungnya tidak memadai.
bagus sekali. Dalam beberapa
keadaan yang teridentifikasi dengan
jelas, rekomendasi yang kuat dapat
dibuat ketika bukti berkualitas tinggi

7
tidak mungkin diperoleh dan
manfaat yang diharapkan jauh lebih
besar daripada kerugiannya.
Rekomendasi Rekomendasi yang mendukung Dokter akan berhati-
suatu tindakan tertentu dibuat ketika hati dalam mengikuti
manfaat yang diharapkan lebih besar rekomendasi namun
daripada kerugiannya, namun harus tetap waspada
kualitas buktinya tidak begitu terhadap informasi baru
kuat. Sekali lagi, dalam beberapa dan peka terhadap
keadaan yang teridentifikasi dengan preferensi pasien.
jelas, rekomendasi dapat dibuat
ketika bukti berkualitas tinggi tidak
mungkin diperoleh namun manfaat
yang diharapkan lebih besar
daripada kerugiannya.
Pilihan Pilihan-pilihan menentukan arah Dokter harus
yang dapat diambil ketika kualitas mempertimbangkan
bukti diragukan atau penelitian yang pilihan dalam
dilakukan dengan hati-hati tidak pengambilan keputusan
menunjukkan manfaat nyata dari mereka, dan preferensi
satu pendekatan dibandingkan pasien mungkin
pendekatan lainnya. mempunyai peran
penting.
Tidak ada Tidak ada rekomendasi yang Dokter harus waspada
rekomendasi mengindikasikan kurangnya bukti terhadap bukti baru
terkait yang dipublikasikan dan yang dipublikasikan
perkiraan keseimbangan manfaat yang menjelaskan
dan kerugian saat ini masih belum keseimbangan antara

8
jelas. manfaat dan kerugian.

BAB III

METODE PENELITIAN

9
A. Otitis Media Akut
1. Pendahuluan

Otitis Media Akut (OMA) merupakan peradangan pada telinga bagian


tengah yang terjadi secara cepat dan singkat dalam waktu kurang dari 3
minggu disertai dengan gejala lokal seperti demam, nyeri, pendengaran
berkurang, dan keluarnya cairan (Tesfa et.al, 2020). Otitis Media Akut
disebabkan oleh bakteri dan virus yang paling sering ditemukan pada
penderita OMA yaitu bakteri Streptococcus pneumaniae, diikuti oleh virus
Haemophilus influenza (Buku Ajar Penyakit THT, 2015). Apabila penderita
OMA kurang mendapatkan penanganan yang kuat maka akan mengalami
komplikasi lanjutan yaitu Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) yaitu
peradangan pada mukosa telinga tengah yang disertai keluarnya cairan
melalui perforasi membran timpani selama lebih dari 2 bulan (Buku Ajar
THT-KL, 2012).

Meskipun secara teoritis dinyatakan demikian, pendataan tentang kasus


OMA berdasarkan tingkat usia menunjukkan hasil yang bervariasi pada
berbagai negara. Kaneshiro menyatakan bahwa OMA merupakan penyakit
yang umum terjadi pada bayi, balita, dan anakanak, sedangkan kasus OMA
pada orang dewasa juga pernah dilaporkan terjadi, namun dengan frekuensi
yang tidak setinggi pada anak-anak (Kaneshiro, 2010). Makin sering
seseorang terserang ISPA, maka makin besar kemungkinan terjadinya OMA.
Pada bayi dan anak terjadinya OMA diperolehh karena morfologi tuba
eustachius yang pendek, lebar, dan letaknya agak horizontal, sistem imunitas
tubuh masih dalam perkembangan serta adenoid pada anak relatif lebih besar
dibanding orang dewasa dan sering terinfeksi sehingga infeksi bakteri maupun
virus dapat menyebar ke telinga bagian tengah (Ghanie A, 2010). Melihat
peningkatan kasus Otitis Media Akut di berbagai negara termasuk di

10
Indonesia yang menyerang populasi paling banyak adalah anak-anak, serta
gejala dini yang seringkali dikenali dan menyebabkan penderita kebanyakan
datang dengan keluhan mengganggu. Tujuan penelitian mengetahui tentang
karakteristik pasien penderita otitis media akut yang dirawat atau berkunjung
di Rumah Sakit Pertamina Bintang Amin Bandar Lampung.

2. Metode
Jenis penelitian ini adalah penelitian konsekutif deskriptif.
Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Agustus tahun 2020. Tempat
pengambilan sampel dilakukan di ruang rekam medik. Populasi penelitian ini
adalah seluruh pasien di Poli THT yang mengalami Otitis Media Akut yaitu
63 pasien. Cara pengambilan sampel dalam peneltian ini adalah konsekutif
sampling dengann teknik penentuan sampel berdasarkan menentukan
pengambilan populasi dari peneliti menggunakan rumus slovin. n = N / (1 +
(N x e²)). n = 63 / (1+(63 x 0,052)). n = 40
Sampel yang didapatkan yaitu berjumlah 40 pasien yang terdiagnosa
mengalami Otitis Media Akut. Mengenai pengambilan sampel tersebut
kemudian peneliti membaginya kedalam dua kriteria sampel yaitu inklusi
(data yang dibutuhkan) dan eksklusi (data yang tidak lengkap). Kriteria
inklusi adalah karakteristik umum subyek penelitian dari suatu populasi target
yang terjangkau dan akan diteliti. Kriteria dalam penelitian yaitu data rekam
medis lengkap dan data rekam medis diambil pada periode 2017-2019
Kriteria eksklusi dan eksklusi dalam penelitian ini adalah data rekam
medis rusak/tidak terbaca dan data rekam medis tidak lengkap. Variabel
dependen dalam penelitian ini, yaitu karakteristik. Variabel independen dalam
penelitian ini, yaitu otitis media akut.
Teknik pengumpulan data pada usia, jenis kelamin, tingkatan nyeri
dan keluhan utama adalah menggunakan data sekunder dengan cara observasi

11
rekam medik kemudian didokumentasikan kedalam lembar observasi secara
langsung oleh peneliti kemudian data langsung dikumpulkan hari itu.
Prosedur pengolahan data yang sudah dikumpulkan. Karakteristik Pasien
Otitis Media Akut 9 di lakukan dalam penelitian ini ialah editing, koding,
tabulasi, entry, cleaning. Analisis data dilakukan menggunakan program SPSS
versi 22.0 dengan melakukan beberapa analisis data univariat dianalisis
dengan menggunakan statistik deskriptif, yaitu persentase dan frekuensi pada
variabel tergantung yaitu otitis media akut dan variabel bebas yaitu
karakteristik.

3. Hasil dan Pembahasan


Tabel 1.
Distribusi Frekuensi Usia
Rentang Usia Frekuensi Persentase (%)
1-20 Tahun 12 30
21-40 tahun 13 32,5
41-60 tahun 13 32,5
61-80 Tahun 2 5
Total 40 100
Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%)
Laki-Laki 22 55
Perempuan 18 45
Total 40 100
Skala Nyeri Frekuensi Persentase (%)
Tanpa Nyeri 6 15
Ringan 20 50
Sedang 11 27,5
Berat 3 7,5
Tak Tertahan 0 0

12
Total 40 100
Keluhan Utama Frekuensi Persentase (%)
Demam 23 57,5
Berdengung 24 60
Keluar Cairan 22 55
Pendengaran Menurun 26 65
Pusing 7 17,5
Pusing 11 27,5

Berdasarkan tabel, kelompok umur penderita otitis media akut yang tertinggi
adalah pada rentang usia yaitu 21-40 tahun dan 41-60 tahun yaitu sama-sama
sebanyak 13 orang (32,5%). Kemudian diikuti kelompok umur 1-20 tahun
sebanyak 12 orang (30%). Sedangkan kelompok umur penderita otitis media akut
yang terendah adalah pada rentang usia 61-80 tahun yaitu sebanyak 2 orang
(5%).

Jumlah penderita otitis media akut di Rumah Sakit Pertamina Bintang Amin
Kota Bandar Lampung lebih banyak ditemukan pada laki-laki yaitu sebanyak 22
orang (55%). Sedangkan pasien perempuan didapatkan sebanyak 18 orang
(45%). Skala nyeri yang paling sering dari pasien otitis media akut yaitu pada
nyeri ringan yaitu sebanyak 20 orang (50%), kemudian diikuti nyeri sedang yaitu
sebanyak 11 orang (27,5%) dan tanpa nyeri yaitu sebanyak 6 orang (15%).
Sedangkan didapatkan skala nyeri yang paling rendah yaitu nyeri berat
didapatkan sebanyak 3 orang (7,5%) dan tidak ditemukannya nyeri tak tertahan
yaitu 0 pasien (0%). Keluhan utama yang paling banyak dialami dari pasien otitis
media akut yaitu pendengaran menurun didapatkan sebanyak 26 orang (65%),
kemudian diikuti berdengung yaitu sebanyak 24 orang (60%), kemudian demam
sebanyak 23 orang (57,5%), kemudian keluar cairan sebanyak 22 orang (55%),

13
dan hidung tersumbat sebanyak 11 orang (27,5%). Sedangkan keluhan utama
yang paling sedikit dialami yaitu pusing sebanyak 7 orang (17,5%).

Menurut hasil penelitian (Amelia, 2020) menyatakan bahwa bakteri penyebab


otitis media supuratif kronik (OMSK) terbanyak adalah Pseudomonas sp dan
Staphylococcus. Otitis media akut paling sering terjadi pada kelompok toddlers,
anak dengan jenis kelamin laki-laki, anak dengan pekerjaan orang tua ibu rumah
tangga (Kardinan & Dani, 2014). Menurut (Putra & Saputra, 2013) bahwa
keluhan terbanyak yang dialami oleh penderita otitis media supuratif kronis
adalah telinga berair (otorhea) kemudian diikuti oleh gangguan pendengaran.
(Praptika & Sudipta, 2020) berpendapat bahwa karakteristik utama dari pasien
OMA pada kelompok umur 0- 11 tahun, berjenis kelamin perempuan, pada fase
hiperemi dan mengenai telinga kanan unilateral.

B. Otitis Media Kronik


1. Pendahuluan
Otitis media supuratif kronik (OMSK) merupakan proses peradangan
yang disebabkan oleh infeksi mukoperiosteum pada rongga telinga tengah
yang ditandai oleh perforasi membran timpani disertai dengan keterlibatan
mukosa telinga tengah dan juga rongga pneumatisasi di daerah tulang
temporal, keluarnya sekret yang terus menerus atau hilang timbul, dan dapat
menyebabkan perubahan patologik yang permanen.
Otitis media supuratif kronik terbagi atas dua bagian berdasarkan ada
tidaknya kolesteatom yaitu OMSK benigna dan maligna. OMSK benigna
adalah proses peradangan yang terbatas pada mukosa, tidak mengenai
tulang, peforasi terletak di sentral, dan tidak terdapat kolesteatom. Umumnya
OMSK tipe ini jarang menimbulkan komplikasi yang berbahaya. OMSK
maligna ialah peradangan yang disertai kolesteatom dan perforasi membran

14
timpani biasanya terletak di marginal atau atik. Sebagian besar komplikasi
yang berbahaya dapat timbul pada tipe ini.
Menurut World Health Organization (WHO), diperkirakan OMSK
memiliki angka kejadian sebanyak 65-330 juta di seluruh dunia; 60% di
antaranya mengalami gangguan pendengaran. Otitis media supuratif kronik
merupakan penyakit THT yang paling banyak di negara sedang berkembang
sedangkan di negara maju seperti Inggris sekitar 0,9% dan di Israel hanya
0,0039%. Di negara berkembang dan negara maju prevalensi OMSK
berkisar antara 1-46%.
Insiden OMSK bervariasi di setiap negara berkembang. Secara umum,
insiden dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti ras dan faktor
sosioekonomi. Kehidupan sosioekonomi yang rendah, lingkungan kumuh
dan status kesehatan serta gizi yang buruk merupakan faktor resiko yang
mendasari peningkatan prevalensi OMSK di negara berkembang.
Di Indonesia, menurut Survei Kesehatan Indera Penglihatan dan Pende-
ngaran Depkes tahun 1993-1996 prevalensi OMSK ialah 3,1%-5,2%
populasi. Usia penderita infeksi telinga tengah tersering ialah 7-18 tahun,
dan penyakit telinga tengah terbanyak ialah OMSK.
Otitis media supuratif kronik di dalam masyarakat Indonesia dikenal
dengan istilah congek atau telinga berair. Kebanyakan penderita OMSK
menganggap penyakit ini merupakan penyakit yang biasa dan nantinya akan
sembuh sendiri. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan profil penderita
Otitis Media Supuratif Kronik di Poliklinik THT-KL RSUP Prof. Dr. R. D.
Kandou Manado periode Januari 2014 – Desember 2016.

2. Metode
Jenis penelitian ini ialah retrospektif deskriptif yang dilakukan di
Poliklinik THT-KL RSUP dan Instalasi Rekam Medik RSUP Prof. Dr. R. D.
Kandou Manado pada bulan Oktober – November 2017. Populasi ialah

15
pasien yang berobat di Poliklinik THT-KL RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou
Manado periode Januari 2014- Desember 2016 sedangkan sampel ialah
pasien yang terdiagnosis OMSK pertama kali (baru) di Poliklinik THT-KL
RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado pada periode tersebut. Data
penellitian diperoleh dari status penderita dan buku register di Poliklinik
THT-KL KSM RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode Januari 2014-
Desember 2016. Data diolah dan disajikan dalam bentuk tabel.

3. Hasil dan Pembahasan


Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Poliklinik THT-KL
RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado selama periode 3 tahun (2014-2016),
didapatkan sebanyak 78 penderita yang datang ke Poliklinik THT-KL RSUP
Prof Dr. R. D. Kandou Manado dan didiagnosis dengan OMSK.

2014 2015 2016

c
45

15 18

Gambar 1. Perbandingan jumlah penderita OMSK yang datang ke Poliklinik THT-


KL RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado per tahun selama periode 2014 – 2016

Jumlah penderita OMSK berjenis kelamin perempuan dan laki-laki


seimbang yaitu masing-masing sebanyak 39 orang yang berobat ke
Poliklinik THT-KL RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode Januari
2014 – Desember 2016 (gambar 2)

16
30

20
Laki-laki
10 Perempua
n
0
201420152016

Gambar 2. Perbandingan angka kejadian penderita OMSK jenis kelamin


laki-laki dan perempuan berdasarkan tahun kejadian.

Berdasarkan hasil penelitian, didapat- kan usia 18-40 tahun yang paling
banyak menderita OMSK, yaitu 30 penderita (38%), diikuti usia 41-65
tahun sebanyak 18 orang (23%); usia 12-17 tahun dengan 9 orang
(12%), usia 6-11 tahun dengan 8 orang (10%); usia >65 tahun dengan 7
orang (9%); dan yang terakhir <5 tahun dengan 6 orang (8%).

Berdasarkan hasil penelitian ditemukan 78 kasus dengan diagnosis


OMSK yang datang berobat di Poliklinik THT-KL RSUP Prof. Dr. R. D.
Kandou Manado periode Januari 2014-Desember 2016, dengan kasus
terbanyak pada tahun 2016 yaitu sebanyak 45 kasus, dan yang paling sedikit
yaitu tahun 2014 dengan 15 kasus, sedangkan tahun 2015 didapatkan 18
kasus (Gambar 1). Dapat dilihat bahwa OMSK di Poliklinik THT-KL
mengalami pening- katan jumlah penderita setiap tahunnya. Hal ini
mungkin berkaitan dengan kurang- nya kesadaran masyarakat akan
kebersihan individu, sanitasi lingkungan, dan kurang- nya pengetahuan
masyarakat akan penting- nya menjaga kesehatan telinga dan penyakit
OMSK itu sendiri.
Berdasarkan distribusi jenis kelamin, dapat dilihat bahwa tidak ada
perbedaan antara penderita laki-laki dan perempuan, yaitu masing-masing
berjumlah 50% (Gambar 2). Hal ini menunjukkan bahwa jenis kelamin
bukan suatu faktor risiko penyakit OMSK.
Distribusi usia menunjukkan bahwa kelompok 18-40 tahun merupakan

17
usia tersering menderita OMSK dengan jumlah 30 penderita (Gambar 3).
Hal ini berarti sebagian penderita berada dalam usia produktif; kemungkinan
penderita kurang memperhatikan higienitas, sanitasi, bahkan pentingnya
kesehatan.

18
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan dan Saran


Bahwa semakin tinggi tingkat pengetahuan yang baik maka akan membentuk
perilaku yang baik pula. Perlu dilakukan penelitian lebih luas cakupan faktor
yang mempengaruhi otitis media akut dapat menjadi suatu pertimbangan untuk
perencanaan program. Pemerintah harus memberikan informasi mengenai deteksi
dini, khususnya otitis media akut kepada masyarakat secara luas untuk
peningkatan pelayanan mutu pelayanan kesehatan seperti melakukan tindakan
preventif dan kuratif untuk menangani otitis media akut di masyarakat.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Kolegium Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala dan Leher.
Radang telinga tengah. Modul THT- KL. Jakarta: Perhati-KL, 2008.
2. Telian SA. Chronic otitis media. In: Schmalbagh CE, editor. Disease of the Nose,
Throat, Ear, Head, and Neck (16th ed). Philadelphia: Ballenger, 2009; p.
261-70.
3. Helmi. Otitis Media Supuratif Kronis (2nd ed). Jakarta: Balai Penerbitan FK UI,
2006.
4. Tiedt NJ, Butler IRT, Hallbauer UM, Atkins MD, Elliot E, Pieters M, et al.
Pediatric chronic suppurative otitis media in the free state province: clinical
and audiological features. S Afr Med J. 2013;103(7):467-70.
5. Kaur K, Sonkhya N. Chronic suppurative otitis media and sensorineural hearing
loss: is there a correlation? Indian J Otolaryngol Head Neck Surg. 2003;
55(1):23-30.
6. Gould JM, Matz PS. Otitis media. Pediat Rev. 2010;31(3):102-10.
7. Departemen Kesehatan RI. Pedoman upaya kesehatan telinga dan pencegahan
gangguan pendengaran untuk puskes- mas. Jakarta : Depkes RI, 2003.
8. Aboet A. Radang telinga tengah menahun.

20
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Bidang Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher. Medan: Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara; 2007.
9. Bhat KV, Naseeruddin K, Nagalothimath US, Kumar PR, Hedge JS. Cortical
mastoidectomy in quiescent, tubo- tympanic, chronic otitis media: Is it
routinely necessary? J Laryngol Otol. 2009;123;383-90.
10. Nursiah S. Pola kuman aerob penyebab omsk dan kepekaan terhadap beberapa
antibiotik di Bagian THT FK USU/ RSUP H. Adam Malik Medan.
Medan: FK USU; 2003.
11. WHO. Chronic suppurative otitis media burden off illness and management
option. In: Child and Adolescent Health and Development Prevention of
Blindness and Dearness. Geneva: WHO, 2004.
12. Parry D, Roland PS. Middle ear, chronic suppurative otitis, medical treat-
ment. 2005. [cited 2017 Sept 9]. Available from: www.emedicine.com:
situs internet.
13. Jackler RK, Kaplan MJ. Ear, nose, & throat. In: Tierney LM, McPhee SJ,
Papadakis MA, editors. Current Medi- cal Diagnosis & Treatment. San
Fransisco: Lange Medical Books/ McGraw-Hill, 2002
14. Jain A, Knight JR. 2003. Middle ear, chronic suppurative otitis, surgical
treatment. [cited 2017 Sept 9]. Available from: www.emedicine.com: situs
internet.
15. Roland PS, Isaacson B, Meyers AD. Chronic suppurative otitis media
treatment & management. Texas: Southwestern Medical Center Uni-
versity of Texas, 2015.

21

Anda mungkin juga menyukai