Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH OTITIS MEDIA

Di Ajukan untuk Memenuhi Tugas Kelompok 2 pada Mata Kuliah

Keperawatan Medikal Bedah 3 (THT)

Dosen pembimbing : Leny Indrawati,S.Kep, Ns, M.Kep

Disusun Oleh :

1. Maynanda Aliftanisa A (A2R17015)


2. Mellynia Nurfadillah (A2R17016)
3. Moh.Ari Zawawi (A2R17017)
4. Mukhammad Rosyid (A2R17018)
5. Nanang Endriono (A2R17019)
6. Nanda Galuh Pratiwi (A2R17020)
7. Nanda Permata Suri (A2R17021)
8. Nurin Syahmina (A2R17023)
9. Oktaviana Maharani N (A2R17024)
10. Pinilih Faridatul Lazulfa (A2R17025)
11. Prila Tina Rahayu (A2R17026)

PROGAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN 3-A

STIKes HUTAMA ABDI HUSADA TULUNGAGUNG

2019/2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan rahmat, taufik dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini yang berjudul
Otitis Media
Makalah ini diajukan sebagai persyaratan mengikuti bimbingan pada mata kuliah
Keperawatan Medikal Bedah 3 (THT). Pembuatan makalah ini tidak terlepas bantuan dari
berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih yang
sedalam-dalamnya kepada yang terhormat :
1. Bapak Dr. H. Yitno, S.Kp., M.Pd., sebagai Ketua STIKes Hutama Abdi Husada
Tulungagung.
2. Ibu Leny Indrawati,S.Kep, Ns, M.Kep sebagai dosen pengajar pada mata kuliah
Keperawatan Medikal Bedah 3 (THT), dan sekaligus sebagai dosen pembimbing tugas
kelompok dengan judul Otitis Media.
3. Pihak perpustakaan yang telah menyediakan buku penugasan Keperawatan Medikal
Bedah 3 (THT)
4. Teman-teman yang tidak bisa kami sebutkan satu persatu yang telah membantu dalam
penyelesaian makalah ini.
Makalah yang penulis buat ini masih banyak kekurangan karena pengalaman yang
penulis miliki kurang. Oleh karena itu, penulis harapkan kepada para pembaca untuk
memberikan kritik atau pun masukan-masukan yang bersifat membangun untuk
kesempurnaan makalah ini. Besar harapan penulis, mudah-mudahan makalah ini bermanfaat
bagi para pembaca pada umumnya, dan kelompok pada khususnya.

Tulungagung, 18 November 2019

Tim Penyusun
Kelompok 3

ii
DAFTAR ISI

SAMPUL......................................................................................................................................i

KATA PENGANTAR..................................................................................................................ii

DAFTAR ISI................................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................1

1.1 LATAR BELAKANG...........................................................................................................1

1.2 RUMUSAN MASALAH.......................................................................................................1

1.3 TUJUAN PENULISAN........................................................................................................1

BAB II TINJAUAN TEORI.......................................................................................................2

2.1 DEFINISI...............................................................................................................................2

2.2 ETIOLOGI............................................................................................................................2

2.3 MANIFESTASI KLINIS......................................................................................................2

2.4 PATHWAY.............................................................................................................................4

2.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG.........................................................................................5

2.6 PENATALAKSANAAN........................................................................................................5

2.7 MASALAH YANG LAZIM MUNCUL..............................................................................6

2.8 DISCHARGE PLANNING..................................................................................................6

2.9 INTERVENSI........................................................................................................................6

BAB III ASKEP OTITIS MEDIA.............................................................................................9

BAB IV PENUTUP.....................................................................................................................16

4.1 KESIMPULAN......................................................................................................................16

4.2 SARAN...................................................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................................17

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


OMA ( Otitis Media Akut ) biasanya terjadi karena peradangan saluran nafas atas dan
sering mengenai bayi maupun anak-anak. Kecenderungan menderita OMA pada anak-anak
berhubungan dengan belum matangnya system imun. Pada anak-anak, makin tinggi
frekuensi ISPA, makin besar resiko terjadinya OMA. Bayi dan anak-anak mudah terkena
OMA karena saluran eustachi yang masih relative pendek, lebar, dan letaknya lebih
horizontal. (Djafaar,Za. 2007 ).

OMA lebih sering terjadi pada kelompok umur yang lebih muda (0 sampai 5 tahun)
dibandingkan pada kelompok umur yang lebih tua (5 sampai 11 tahun). Pada umur 6 bulan,
sekitar 25% dari semua anak mendapat satu atau lebih episode OMA. Pada umur 1 tahun
gambaran ini meningkat menjadi 62%. Pada umur 3 tahun menjadi 81%. Pada umur 5 tahun
menjadi 91%. Setelah umur 7 tahun, insiden menurun (Aziz,2007). Faktor resiko
berulangnya episode OMA telah digambarkan dan termasuk diantaranya ISPA yang terjadi
dalam rentan waktu yang tidak lama. Telah ditemukan bahwa 29-50% dari keseluruhan ISPA
berkembang menjadi OMA.

Terjadinya penyakit OMA dijabarkan melalui beberapa tahap yaitu efusi pada telinga
tengah yang akan berkembang menjadi pus yang disebabkan oleh infeksi mikroorganisme
disertai tanda-tanda inflamasi akut, demam, othalgia, dan iritabilitas (WHO,2010).
Meskipun sering terjadi kasus OMA pada anak-anak umumnya dapat membaik dengan
perhatian khusus (watchful waiting) tanpa perlu diberikan antibiotik tertentu, kecuali
terdapat adanya indikasi lain (Byland,dkk,2007).

Dari uraian diatas, penulis berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai penyakit
OMA.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan Otitis Media ?
2. Apa saja penyebab Otitis Media ?
3. Apa saja manifestasi klinisnya ?
4. Bagaimana proses perjalanan penyakitnya ?
5. Apa saja pemeriksaan penunjang yang diberikan ?
6. Bagaimana penatalaksanaan yang diberikan ?
7. Apa saja masalah yang lazim muncul ?
8. Bagaiamana discharge planningnya ?
9. Apa intervensi yang diberikan ?
10. Bagaimana asuhan keperawatan yang diberikan ?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui definisi Otitis Media
2. Untuk mengetahui penyebab Otitis Media
3. Untuk menjelaskan manifestasi klinisnya
4. Untuk menjelaskan proses perjalanan penyakitnya
5. Untuk menjelaskan pemeriksaan penunjang yang diberikan
6. Untuk mengetahui penatalaksanaan yang diberikan
7. Untuk menjelaskan masalah yang lazim muncul
8. Untuk mengetahui discharge planningnya
9. Untuk menjelaskan intervensi yang diberikan
10. Untuk menjelaskan asuhan keperawatan yang diberikan

1
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi
Infeksi saluran telinga meliputi, infeksi saluran telinga luar (otitis eksternal), saluran
telinga tengah (otitis media), mastoid (mastoiditis), dan telinga tengah berhubungan dengan
efusi telinga tengah, yang merupakan penumpukan cairan di telinga tengah. (Raharjoe,
2012)

Klasifikasi otitis media: (Efiaty, 2017)

1. Otitis media akut terjadi perubahan karena faktor pertahanan tubuh terganggu.

2. Otitis media sub akut berlangsung 3 minggu- 3 bulan

3. Otitis media kronik terjadi infeksi dengan perforasi membran timpani dan sekret yang
keluar dari telinga tengah terus menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin encer atau
kental, bening atau berupa nanah. Otitis media akut menjadi otitis media kronik apabila
proses infeksi lebih dari 2 bulan.

2.2 Etiologi
Otitis media (OM) sering diakibatkan oleh bakteri atau virus yang menyebabkan
peradangan di mukosa, gangguan drainase telinga tengah dan menyebabkan penumpukan
cairan steril. Bakteri atau virus masuk ke telinga tengah melalui tuba eustachius yang
menyebabkan infeksi telinga tengah. Kuman penyebab utama otitis media akut adalah
bakteri piogenik seperti streptococcus hemolitikus, stapilococcus aureus, diplococcus
pnemokokus. Selain itu kadang ditemukan juga hemofilus influens yang sering ditemukan
pada anak yang berusia dibawah 5 tahun, Eschericha colli, streptokokus anhemolitikus,
Proteus vulgaris dan pseudomonas aurugenos (Efiatiy, 2007)

2.3 Manifestasi Klinis


1. Otitis media akut

Bedasarkan perubahan mukosa telinga tengah, OMA dibagi atas 5 stadium:

a. Stadium radang tuba Eustachii (salpingitis)

Stadium ini ditandai dengan adanya gambaran retraksi membran timpani akibat
terjadinya tekanan negatif didalam telinga tengah, karena adanya absorbsi udara. Kadang-
kadang membran timpani sendiri tampak normal atau berwarna keruh pucat. Efusi
( cairan )mungkin telah terjadi, tetapi tidak dapat dideteksi. Dari penderita sendiri
biasanya mengeluh telinga terasa tersumbat (oklusi tuba), gembreg (tinnitus low
frequence), kurang dengar, seperti mendengar suara sendiri (otofoni) dan kadang-kadang
penderita merasa pengeng tapi belum ada rasa otalgia ( nyeri pada telinga ).

b. Stadium hiperemis (presupurasi)

Pada stadium hiperemis, tampak pembuluh darah yang melebar di membran timpani
mulai tampak hiperemis atau oedem. Sekret yang telah terbentuk mungkin masih bersifat
eksudat yang serosa sehingga sukar terlihat. Pada stadium ini penderita merasakan
ostalgia karena kulit dimembran timpani tampak meregang.

c. Stadium supurasi

2
oedem yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel superfisial
serta terbentuknya eksudat yang purulen dicavum timpani, menyebabkan membran
timpani menjadi menonjol (bulging) ke arah telinga luar. Pada keadaan ini pasien tampak
sangat sakit, nadi dan suhu meningkat, serta rasa nyeri di telinga bertambah hebat. Pada
anak - anak sering disertai kejang dan anak menjadi rewel. Apabila tekanan eksudat yang
purulen di cavum timpani tidak berkurang, maka terjadi iskemik akibat tekanan pada
kapiler - kapiler, serta terjadi trombophlebitis pada vena kecil, nekrosis mukosa dan
submukosa. Nekrosis ini pada membran timpani terlihat sebagai daerah yang lebih
lembek dan berwarna kekuningan. Ditempat ini akan terjadi rupture, sehingga bila tidak
dilakukan incisi membran timpani (miringitomi) maka kemungkinan besar membran
timpani akan ruptur dan disharge keluar ke liang telinga luar.dengan melakukan
miringitomi luka incisi akan menutup kembali karena belum terjadi perforasi spontan dan
belum terjadi nekrosis pada pembuluh darah.

d. Stadium perforasi

stadium ini terjadi apabila terjadi ruptur pada membran timpani yang bulging
( menonjol )pada saat stadium supurasi. Liang tempat ruptur (perforasi) tidak mudah
menutup kembali.

e. Stadium resolusi

membran timpani yang utuh, bila terjadi kesembuhan maka keadaan membran
timpani perlahan lahan akan normal kembali. Sedangkan pada membran timpani yang
utuh tapi tidak terjadi kesembuhan, maka akan berlanjut menjadi Glue Ear. Pada keadaan
ini sebaiknya dilakukan incisi pada pada membran timpani (miringitomi) untuk
mencegah terjadinya perforasi spontan. Pada membran timpani yang mengalami
perforasi, bila terjadi kesembuhan dan menutup maka akan menjadi sikatrik, bila terjadi
kesembuhan dan tidak menutup maka akan terjadi Dry ear (sekret berkurang dan
akhirnya kering). Sedangkan bila tidak terjadi kesembuhan maka akan berlanjut menjadi
Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK), dimana sekret akan keluar terus menerus atau
hilang timbul.

2. Otitis media subakut

Efusi ( cairan ) 3 minggu – 3 bulan

3. Otitis media kronik/menetap

Efusi lebih dari 3 bulan

3
2.4 Pathway

Perubahan tekanan
Pencegahan infeksi kuman
udara tiba-tiba (alergi,
Gangguan tiba eustachius terganggu
infeksi, sumbatan)

Kuman masuk ke telinga


tengah

Terjadi erosi pada Perubahan tekanan udara


kanalis semisirkularis Peradangan di telinga tengah

Efusi

Resiko cidera
Resiko infeksi
Retraksi membrane
Tindakan timpani
Meningkatkan
mastoidektomi produksi cairan
serosa

Nyeri Akut Akumulasi cairan


mukosa serosa

Pengobatan tidak
tuntas
Hantaran udara diterima
Rupture membrane
timpani karena desakan

Gangguan persepsi
sensori
Secret keluar dan berbau
tidak enak (ottorhoe)

Gangguan citra tubuh

Kurangnya Infeksi berlanjut dapat sampai ke


informasi telinga dalam

Defisiensi Terjadi erosi pada kanalis


pengetahuan semisirkularis

 Pening/Vertigo
 Keseimbangan tubuh
menurun

Resiko cidera / trauma

4
2.5 Pemeriksaan penunjang
1. Otoscope untuk melakukan auskultasi pada bagian telinga luar

2. Timpanogram untuk mengukur kesesuaian dan kekakuan membran timpani

3. Kultur dan uji sensitifitas : dilakukan bila dilakukan timpanosensitesis (aspirasi jarum
dari telinga tengah melalui membran timpani)

2.6 Penatalaksanaan
penatalaksana OMA pada prinsipnya memberikan terapi mendikamentosa pemberian terapi
medikamentosa tergantung pada stadium penyakit nya .

1.Stadium Oklusi

pada stadium ini pengobatan terutama bertujuan untuk membuka kembali tuba
eustachius ,sehingga tekanan negatif di telinga tengah hilang.untuk ini di berikan tetesan
hidung.HCI efedrin 0,5% dalam larutan (<12tahun) atau HCI efedrin 1% dalam larutan
fisiologis (untuk anak yang berumur diatas 12 tahun dan pada orang dewasa). Di
samping itu sumber infeksi harus di obati antibiotika diberikan apabila penyebab infeksi
adalah kuman bukan oleh virus atau alergi.

2. Stadium Presupurasi

pada stadium ini antibiotika, obat tetes hidung dan analgenetika perlu di berikan.bila
membran timpani sudah terlihat hiperemis perfusi, sebaiknya di lakukan miringotomi,
antibiotika yang di anjurkan adalah dari golongan pinisilin atau ampicilin pemberian
antibiotika dianjurkan minimal selama 7 hari, bila pasien alergi terhadap pinisilin,maka
berikan eritromisin, pada anak amplisin diberikan dengan dosis 50-100 mg/bb/hari,dibagi
dalam 4 dosis atau eritromisin 40mg/bb/hari.

3. Stadium Supurasi/ Perforasi

disamping diberikan antibiotik, idealnya harus disertai dengan miringotomi,bila


membran timpani masih utuh.dengan miringotomi gejala - gejala klinis lebih cepat hilang
dan ruptur dapat dihindari. Pada stadium ini bila terjadi perforasi sering terlihat adanya
sekret berupa purulen dan kadang terlihat keluarnya sekret secara berdenyut (pulsasi).
Pengobatan yang di berikan adalah obat cuci telinga H2O3 selama 3-5 hari serta
antibiotika yang adekuat. Biasanya sekret yang akan hilang dan perforasi dapat menutup
kembali dalam waktu 7-10 hari.

4. Stadium Resolusi

jika terjadi resolusi maka membran timpani berangsur normal kembali ,sekret tidak
ada lagi dan perforasi membran timpani menutup.tetapi bila tidak terjadi resolusi akan
nampak sekret mengalir diliang telinga luar melalui perforasi membran timpani keadaan
ini dapat disebabkan karena berlanjutnya edema mukosa telinga tengah. Pada keadaan
demikian antibiotika dapat dilanjutkan sampai 3minggu, bila 3minggu setelah pengobatan
sekret masih tetep banyak kemungkinan telah terjadi mastoiditis. Bila OMA berlanjut
dengan keluarnya sekret dari telinga tengah lebih dari 3 minggu maka keadaan ini disebut
oitis media supuratif subakut bila perforasi menetap dan sekret masih keluar lebih dari
setengah bulan maka keadaan ini disebut oitis media supuratif kronik (OMSK).

5
2.7 Masalah yang Lazim Muncul
1. Gangguan persepsi b.d reaksi membran tympani

2. Nyeri akut b.d tindakan mastoidekmi

3. Resiko cidera b.d keseimbangan tubuh menurun

4. Resiko infeksi b.d peradangan

5. Gangguan citra tubuh b.d perubahan pada penampilan tubuh (sekret berbau)

6. Defisiensi pengetahuan b.d kurangnya informasi tentang pengobatan dan tindak lanjut
terapi

2.8 Discharge Planning


1. Istirahat yang cukup untuk mengatasi infeksi

2. Tidak dianjurkan mengobati sendiri sebelum konsultasi ke dokter.

3. Liang telinga dapat bersih dengan sendirinya sehingga tidak perlu dibersihkan dengan
cotton buds

4. Hindari memasukkan apapun ketelinga

5. Bila kotirab berbentuk berlebih konsultasikan dengan dokter spesialis THT

6. Jagalah telinga tetap kering

7. Hindari penerbangan saat menderita infeksi telinga

2.9 Intervensi Keperawatan

A. Gangguan persepsi sensori b.d reaksi membran tympani

Intervensi:

1. jadwalkan aktivitas harian dan waktu istirahat


R/ untuk mengalihkan perhatian pasien dari gangguan persepsi yang dialaminya
2. batasi stimulus lingkungan
R/ untuk mengurangi gangguan persepsi lebih parah.
3. Hindari bicara keras
R/ agar pasien tidak terganggu,merasa aman dan nyaman
4. Ciptakan lingkungan yang tenang
R/ agar pasien tidak terganggu,merasa aman dan nyaman
5. Lakukan kegiatan pengalihan terhadap sumber agitasi (gerakan yang berlebihan
dihubungkan dengan perasaan ketegangan)
R/ agar pasien tidak menciderai diri

B. Nyeri akut b.d tindakan mastoidekmi


Intervensi:

1. Identivikasi lokasi karakteristik,durasi,frekuensi,kwalitas,integritas nyeri dan skala nyeri


R/untuk mengetahui skala nyeri,lokasi nyeri,kwalitas nyeri
2. Gunakan teknik dekstraksi (membaca buku,nonton tv dll)
R/untuk mengalihkan perhatian pasien terhadap nyeri yang dirasakan
3. Pengaturan posisi
R/posisikan pasien senyaman mungkin
6
4. Kolaborasi dalam pemberian obat golongan anti piretik
R/mengurangi rasa nyeri

C. Resiko cidera b.d keseimbangan tubuh menurun


Intervensi :

1. hindarkan bahaya keselamatan lingkungan


R/agar tidak membahayakan pasien
2. gunakan perangkat pelindung ( rel samping terkunci,pagar tempat tidur ditutup)
R/agar pasien tidak jatuh atau mengurangi resiko jatuh
3. pertahankan posisi tempat tidur diposisi terendah saat digunakan
R/agar pasien tidak terjatuh
4. Diskusikan mengenai latihan dan terapi fisik yang diperlukan
R/supaya otot idak mengalami ketegangan

D. Resiko infeksi b.d Peradangan


Intervensi:

1. Identifikasi tanda-tanda nyeri (rubor,dolor,kalor,tumor,fungsiolesa)


R/untuk mengetahui gejala infeksi
2. Berikan perawatan pada kulit yang edema
R/untuk mempercepat hilangnya odem
3. Pertahankan teknik aseptik pada pasien beresiko tinggi infeksi
R/agar pasien tidak mengalami infeksi,mengurangi resiko tinggi terhadap infeksi
4. Monitor tanda-tanda vital
R/untuk mengetahui adanya perubahan pada tanda-tanda vital pasien
5. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat golongan antibiotik
R/untuk mempercepat penyembuhan pasien dalam resiko infeksi

E. Gangguan citra tubuh b.d perubahan pada penampilan tubuh (sekret berbau)
Intervensi:

1. Identifikasi pengetahuan dalam perawatan diri


R/mengetahui tingkat kemampuan pasien dalam merawat diri
2. Edukasi perawatan diri
R/mengajarkan kepada pasien dalam perawatan diri yang benar
3. Jelaskan tindakan terapiotik untuk mengatasi masalah gangguan fisik yang dialami
R/memberikan pemahan mengenai tindakan yang diberikan

F. Defisiensi pengetahuan b.d kurangnya informasi tentang pengobatan dan tindak


lanjut terapi
Intervensi:

1. Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan perilaku hidup bersih dan
sehat
R/meningkatkan kwalitas kesehatan pasien
2. Jelaskan faktor resiko yang dapat mempengaruhi kesehatan
R/agar pasien dan keluarga mengetahui faktor resiko yang mempengaruhi kesehatan
3. Fasilitasi pemenuhan kebutuhan kesehatan mandiri
R/untuk mencukupi kebutuhan pasien
4. Siapkan pasien untuk mampu berkolaborasi dan bekerja sama dalam pemenuhan
kebutuhan kesehatan
R/agar segera tercapainya derajat kesehatan yang sudah direncanakan
5. Libatkan keluarga untuk pemenuhan kesehatan
R/membatu mempercepat proses penyembuhan penyakitnya

7
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT OTITIS MEDIA

A. Pengkajian
Pengumpulan data

1. Riwayat :
a. Identitas pasien
b. Riwayat adanya kelainan nyeri
c. Riwayat infeksi saluran nafas atas yang berulang
d. Riwayat alergi
e. OMA berkurang

2. Pengkajian Fisik :
a. Nyeri telinga
b. Perasaan penuh dan penurunan pendengaran
c. Suhu meningkat
d. Malaise
e. Nausea Vomiting
f. Vertigo
g. Ortore
h. Pemeriksaan dengan otoskop tentang stadium

3. Pengkajian Psikososial :
a. Nyeri ortore berpengaruh pada interaksi
b. Aktifitas terbatas
c. Takut menghadapi tindakan pembedahan

4. Pemeriksaan Laboratorium
5. Pemeriksaan Diagnostik :
a. Tes Audiometri : pendengaran menurun
b. X Ray : terhadap kondisi patologi
Misal : Cholesteatoma, kekaburan mastoid

6. Pemeriksaan Pendengaran :
a. Tes suara bisikan
b. Tes garputala

8
B. Analisa Data
NO DATA ETIOLOGI MASALAH
1. DS : px mengatakan pendengaranya Perubahan Gangguan persepsi
berkurang tekanan udara sensori
tiba-tiba
DO :
Gangguan tiba
 px tampak berulang kali eustachius
tanya jika ditanya
 wajah tampak Pencegahan
memperhatikan jika infeksi kuman
ditanya terganggu

Kuman masuk ke
telinga tengah

Perubahan
tekanan udara di
telinga tengah

Efusi
Retraksi
membran
timpani

Hantaran udara
diterima

Gangguan
persepsi sensori
2. DS: px mengatakan nyeri pada Perubahan Nyeri akut
bekas pembedahan tekanan udara
tiba-tiba
P:Nyeri saat ditekan
Gangguan tiba
Q:beragam bisa seperti ditusuk eustachius
jarum
Pencegahan
R:nyeri dibagian bekas pembedahan infeksi kuman
terganggu
S:skala nyeri rentang 4-6
Kuman masuk ke
T:bisa timbul hilang, atau muncul telinga tengah
selama beberapa menit

DO: Peradangan

 terlihat wajah px Tindakan


menahan kesakitan mastoidektomi
 nampak memegang
bagian telinga yang nyeri
Nyeri akut

9
3. DS : - Perubahan Resiko cidera
tekanan udara
DO: tiba-tiba

 px tampak berjalan Gangguan tiba


sempoyongan eustachius

Pencegahan
infeksi kuman
terganggu

Kuman masuk ke
telinga tengah

Pengobatan tidak
tuntas

Terjadi infeksi
pada telinga
dalam

Terjadi erosi
pada kanalis
semisirkularis

Keseimbangan
tubuh menurun

resiko cidera
4. DS : px mengatakan telinga sakit Perubahan Resiko infeksi
tekanan udara
 ketika dipegang tiba-tiba
DO : Gangguan tiba
eustachius
 Telinga px terlihat
berwarna kebiru- Pencegahan
kebiruan infeksi kuman
 Terdapat cairan keluar terganggu
berwarna kuning
 Telinga berbau tidak Kuman masuk ke
sedap telinga tengah

Peradangan

Resiko infeksi

5. DS : px mengatakan malu dengan Perubahan Gangguan citra tubuh


penyakitnya tekanan udara
tiba-tiba
Gangguan tiba
DO : eustachius
 Px tampak malu saat
diperiksa dan ditanya Pencegahan
penyebab penyakitnya infeksi kuman
 Px selalu berusaha terganggu
menutupi bagian yang sakit
Kuman masuk ke
telinga tengah

Peradangan

Meningkatkan
produksi cairan
serosa
10
Akumulasi
cairan mukosa
serosa
C. Intervensi Keperawatan

11
NO TUJUAN KRITERIA HASIL INTERVENSI RASIONAL

1. setelah dilakukan tindakan  pasien mengalami potensial 1. jadwalkan aktivitas harian dan waktu 1.untuk mengalihkan perhatian pasien dari
keperawatan selama 3×24 jam pendengaran maksimum istirahat gangguan persepsi yang dialaminya
diharapkan pasien mampu  Pasien menggunakan alat bantu 2. batasi stimulus lingkungan 2.untuk mengurangi gangguan persepsi lebih parah
dengar dengan tepat 3.agar pasien tidak terganggu,merasa aman dan
mendengar dengan baik 3. Hindari bicara keras
nyaman
4. Ciptakan lingkungan yang tenang 4.agar pasien tidak terganggu,merasa aman dan
5. Lakukan kegiatan pengalihan terhadap nyaman
sumber agitasi (gerakan yang berlebihan 5.agar pasien tidak menciderai diri
dihubungkan dengan perasaan ketegangan)
2. setelah dilakukan tindakan pasien mengatakan nyeri 1. Identivikasi lokasi karakteristik, durasi, 1.untuk mengetahui skala nyeri, lokasi nyeri,
keperawatan selama 3×24 jam berkurang. frekuensi, kwalitas, integritas nyeri dan kwalitas nyeri
diharapkan nyeri teratasi. Skala nyeri turun. skala nyeri 2. untuk mengalihkan perhatian pasien terhadap
Wajah pasien tampak rileks 2. Gunakan teknik dekstraksi (membaca nyeri yang dirasakan
buku,nonton tv dll) 3. posisikan pasien senyaman mungkin
3. Pengaturan posisi 4. mengurangi rasa nyeri
4. Kolaborasi dalam pemberian obat
golongan anti piretik
3. setelah dilakukan tindakan  Px tidak mengalami cidera fisik 1. hindarkan bahaya keselamatan lingkungan 1. agar tidak membahayakan pasien
keperawatan selama 3×24 jam  Px terhindar dari jatuh 2. gunakan perangkat pelindung ( rel 2. agar pasien tidak jatuh atau mengurangi resiko
tidak terjadi cidera samping terkunci,pagar tempat tidur jatuh
ditutup) 3. agar pasien tidak terjatuh
3. pertahankan posisi tempat tidur diposisi 4. supaya otot idak mengalami ketegangan
terendah saat digunakan
4. Diskusikan mengenai latihan dan terapi
fisik yang diperlukan

4. setelah diberikan tindakan 1. tidak terdapat tanda-tanda 1.Identifikasi tanda - tanda nyeri ( rubor, 1. untuk mengetahui gejala infeksi
keperawatan selama 3×24 jam infeksi dolor, kalor, tumor, fungsiolesa ) 2. untuk mempercepat hilangnya odem
diharapkan resiko infeksi tidak (kalor,dolor,rubor,tumor,fungsiol 2. Berikan perawatan pada kulit yang edema 3. agar pasien tidak mengalami infeksi,mengurangi
terjadi. esa) resiko tinggi terhadap infeksi
3.Pertahankan teknik aseptik pada pasien
2. TTV dalam batas normal 4. untuk mengetahui adanya perubahan pada tanda-
beresiko tinggi infeksi
tanda vital pasien
4. Monitor tanda-tanda vital
5. untuk mempercepat penyembuhan pasien dalam
5. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian
12 resiko infeksi
obat golongan antibiotik
D. Implementasi
Tindakan keperawatan dilaksanakan berdasarkan intervensi yang telah di rencanakan sesuai kondisi pasien saat itu

E. Evaluasi
1. Gangguan persepsi sensori bisa teratasi

2. Nyeri akut bisa teratasi

3. Resiko cidera bisa teratasi

4. Resiko infeksi bisa teratasi

5. Gangguan citra tubuh bisa teratasi

6. Defisiensi pengetahuan bisa teratasi

13
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Infeksi saluran telinga meliputi, infeksi saluran telinga luar (otitis eksternal), saluran
telinga tengah (otitis media), mastoid (mastoiditis), dan telinga tengah berhubungan dengan
efusi telinga tengah, yang merupakan penumpukan cairan di telinga tengah. (Raharjoe, 2012)

Klasifikasi otitis media: (Efiaty, 2017)

1. Otitis media akut terjadi perubahan karena faktor pertahanan tubuh terganggu.

2. Otitis media sub akut

3. Otitis media kronik terjadi infeksi dengan perforasi membran timpani dan sekret yang
keluar dari telinga tengah terus menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin encer atau
kental, bening atau berupa nanah. Otitis media akut menjadi otitis media kronik apabila
proses infeksi lebih dari 2 bulan.

4.2 Saran
1. Kepada mahasiswa keperawatan
Mahasiswa keperawatan sebelum dipraktekkan di rumah sakit harus mengetahui tentang
penyakit otitis media.

2. Perawat
Perawat hendaklah memahami mengenai konsep penyakit otitis media dan asuhan
keperawatan yang harus diberikan.

3.Institusi pendidikan
Institusi pendidikan hendaklah menyediakan buku-buku yang ada kaitannya dengan tugas
mahasiswa sehingga tugas mahasiswa dapat diselesaikan dengan baik

14
DAFTAR PUSTAKA

Amin Huda Nurarif & Hardhi Kusuma. (2015). Nanda Nic-Noc aplikasi jilid 2. Jakarta :
Medication
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2017). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI). Jakarta

15

Anda mungkin juga menyukai