Disusun Oleh :
2019/2020
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan rahmat, taufik dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini yang berjudul
Otitis Media
Makalah ini diajukan sebagai persyaratan mengikuti bimbingan pada mata kuliah
Keperawatan Medikal Bedah 3 (THT). Pembuatan makalah ini tidak terlepas bantuan dari
berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih yang
sedalam-dalamnya kepada yang terhormat :
1. Bapak Dr. H. Yitno, S.Kp., M.Pd., sebagai Ketua STIKes Hutama Abdi Husada
Tulungagung.
2. Ibu Leny Indrawati,S.Kep, Ns, M.Kep sebagai dosen pengajar pada mata kuliah
Keperawatan Medikal Bedah 3 (THT), dan sekaligus sebagai dosen pembimbing tugas
kelompok dengan judul Otitis Media.
3. Pihak perpustakaan yang telah menyediakan buku penugasan Keperawatan Medikal
Bedah 3 (THT)
4. Teman-teman yang tidak bisa kami sebutkan satu persatu yang telah membantu dalam
penyelesaian makalah ini.
Makalah yang penulis buat ini masih banyak kekurangan karena pengalaman yang
penulis miliki kurang. Oleh karena itu, penulis harapkan kepada para pembaca untuk
memberikan kritik atau pun masukan-masukan yang bersifat membangun untuk
kesempurnaan makalah ini. Besar harapan penulis, mudah-mudahan makalah ini bermanfaat
bagi para pembaca pada umumnya, dan kelompok pada khususnya.
Tim Penyusun
Kelompok 3
ii
DAFTAR ISI
SAMPUL......................................................................................................................................i
KATA PENGANTAR..................................................................................................................ii
DAFTAR ISI................................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................1
2.1 DEFINISI...............................................................................................................................2
2.2 ETIOLOGI............................................................................................................................2
2.4 PATHWAY.............................................................................................................................4
2.6 PENATALAKSANAAN........................................................................................................5
2.9 INTERVENSI........................................................................................................................6
BAB IV PENUTUP.....................................................................................................................16
4.1 KESIMPULAN......................................................................................................................16
4.2 SARAN...................................................................................................................................16
iii
BAB I
PENDAHULUAN
OMA lebih sering terjadi pada kelompok umur yang lebih muda (0 sampai 5 tahun)
dibandingkan pada kelompok umur yang lebih tua (5 sampai 11 tahun). Pada umur 6 bulan,
sekitar 25% dari semua anak mendapat satu atau lebih episode OMA. Pada umur 1 tahun
gambaran ini meningkat menjadi 62%. Pada umur 3 tahun menjadi 81%. Pada umur 5 tahun
menjadi 91%. Setelah umur 7 tahun, insiden menurun (Aziz,2007). Faktor resiko
berulangnya episode OMA telah digambarkan dan termasuk diantaranya ISPA yang terjadi
dalam rentan waktu yang tidak lama. Telah ditemukan bahwa 29-50% dari keseluruhan ISPA
berkembang menjadi OMA.
Terjadinya penyakit OMA dijabarkan melalui beberapa tahap yaitu efusi pada telinga
tengah yang akan berkembang menjadi pus yang disebabkan oleh infeksi mikroorganisme
disertai tanda-tanda inflamasi akut, demam, othalgia, dan iritabilitas (WHO,2010).
Meskipun sering terjadi kasus OMA pada anak-anak umumnya dapat membaik dengan
perhatian khusus (watchful waiting) tanpa perlu diberikan antibiotik tertentu, kecuali
terdapat adanya indikasi lain (Byland,dkk,2007).
Dari uraian diatas, penulis berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai penyakit
OMA.
1
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi
Infeksi saluran telinga meliputi, infeksi saluran telinga luar (otitis eksternal), saluran
telinga tengah (otitis media), mastoid (mastoiditis), dan telinga tengah berhubungan dengan
efusi telinga tengah, yang merupakan penumpukan cairan di telinga tengah. (Raharjoe,
2012)
1. Otitis media akut terjadi perubahan karena faktor pertahanan tubuh terganggu.
3. Otitis media kronik terjadi infeksi dengan perforasi membran timpani dan sekret yang
keluar dari telinga tengah terus menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin encer atau
kental, bening atau berupa nanah. Otitis media akut menjadi otitis media kronik apabila
proses infeksi lebih dari 2 bulan.
2.2 Etiologi
Otitis media (OM) sering diakibatkan oleh bakteri atau virus yang menyebabkan
peradangan di mukosa, gangguan drainase telinga tengah dan menyebabkan penumpukan
cairan steril. Bakteri atau virus masuk ke telinga tengah melalui tuba eustachius yang
menyebabkan infeksi telinga tengah. Kuman penyebab utama otitis media akut adalah
bakteri piogenik seperti streptococcus hemolitikus, stapilococcus aureus, diplococcus
pnemokokus. Selain itu kadang ditemukan juga hemofilus influens yang sering ditemukan
pada anak yang berusia dibawah 5 tahun, Eschericha colli, streptokokus anhemolitikus,
Proteus vulgaris dan pseudomonas aurugenos (Efiatiy, 2007)
Stadium ini ditandai dengan adanya gambaran retraksi membran timpani akibat
terjadinya tekanan negatif didalam telinga tengah, karena adanya absorbsi udara. Kadang-
kadang membran timpani sendiri tampak normal atau berwarna keruh pucat. Efusi
( cairan )mungkin telah terjadi, tetapi tidak dapat dideteksi. Dari penderita sendiri
biasanya mengeluh telinga terasa tersumbat (oklusi tuba), gembreg (tinnitus low
frequence), kurang dengar, seperti mendengar suara sendiri (otofoni) dan kadang-kadang
penderita merasa pengeng tapi belum ada rasa otalgia ( nyeri pada telinga ).
Pada stadium hiperemis, tampak pembuluh darah yang melebar di membran timpani
mulai tampak hiperemis atau oedem. Sekret yang telah terbentuk mungkin masih bersifat
eksudat yang serosa sehingga sukar terlihat. Pada stadium ini penderita merasakan
ostalgia karena kulit dimembran timpani tampak meregang.
c. Stadium supurasi
2
oedem yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel superfisial
serta terbentuknya eksudat yang purulen dicavum timpani, menyebabkan membran
timpani menjadi menonjol (bulging) ke arah telinga luar. Pada keadaan ini pasien tampak
sangat sakit, nadi dan suhu meningkat, serta rasa nyeri di telinga bertambah hebat. Pada
anak - anak sering disertai kejang dan anak menjadi rewel. Apabila tekanan eksudat yang
purulen di cavum timpani tidak berkurang, maka terjadi iskemik akibat tekanan pada
kapiler - kapiler, serta terjadi trombophlebitis pada vena kecil, nekrosis mukosa dan
submukosa. Nekrosis ini pada membran timpani terlihat sebagai daerah yang lebih
lembek dan berwarna kekuningan. Ditempat ini akan terjadi rupture, sehingga bila tidak
dilakukan incisi membran timpani (miringitomi) maka kemungkinan besar membran
timpani akan ruptur dan disharge keluar ke liang telinga luar.dengan melakukan
miringitomi luka incisi akan menutup kembali karena belum terjadi perforasi spontan dan
belum terjadi nekrosis pada pembuluh darah.
d. Stadium perforasi
stadium ini terjadi apabila terjadi ruptur pada membran timpani yang bulging
( menonjol )pada saat stadium supurasi. Liang tempat ruptur (perforasi) tidak mudah
menutup kembali.
e. Stadium resolusi
membran timpani yang utuh, bila terjadi kesembuhan maka keadaan membran
timpani perlahan lahan akan normal kembali. Sedangkan pada membran timpani yang
utuh tapi tidak terjadi kesembuhan, maka akan berlanjut menjadi Glue Ear. Pada keadaan
ini sebaiknya dilakukan incisi pada pada membran timpani (miringitomi) untuk
mencegah terjadinya perforasi spontan. Pada membran timpani yang mengalami
perforasi, bila terjadi kesembuhan dan menutup maka akan menjadi sikatrik, bila terjadi
kesembuhan dan tidak menutup maka akan terjadi Dry ear (sekret berkurang dan
akhirnya kering). Sedangkan bila tidak terjadi kesembuhan maka akan berlanjut menjadi
Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK), dimana sekret akan keluar terus menerus atau
hilang timbul.
3
2.4 Pathway
Perubahan tekanan
Pencegahan infeksi kuman
udara tiba-tiba (alergi,
Gangguan tiba eustachius terganggu
infeksi, sumbatan)
Efusi
Resiko cidera
Resiko infeksi
Retraksi membrane
Tindakan timpani
Meningkatkan
mastoidektomi produksi cairan
serosa
Pengobatan tidak
tuntas
Hantaran udara diterima
Rupture membrane
timpani karena desakan
Gangguan persepsi
sensori
Secret keluar dan berbau
tidak enak (ottorhoe)
Pening/Vertigo
Keseimbangan tubuh
menurun
4
2.5 Pemeriksaan penunjang
1. Otoscope untuk melakukan auskultasi pada bagian telinga luar
3. Kultur dan uji sensitifitas : dilakukan bila dilakukan timpanosensitesis (aspirasi jarum
dari telinga tengah melalui membran timpani)
2.6 Penatalaksanaan
penatalaksana OMA pada prinsipnya memberikan terapi mendikamentosa pemberian terapi
medikamentosa tergantung pada stadium penyakit nya .
1.Stadium Oklusi
pada stadium ini pengobatan terutama bertujuan untuk membuka kembali tuba
eustachius ,sehingga tekanan negatif di telinga tengah hilang.untuk ini di berikan tetesan
hidung.HCI efedrin 0,5% dalam larutan (<12tahun) atau HCI efedrin 1% dalam larutan
fisiologis (untuk anak yang berumur diatas 12 tahun dan pada orang dewasa). Di
samping itu sumber infeksi harus di obati antibiotika diberikan apabila penyebab infeksi
adalah kuman bukan oleh virus atau alergi.
2. Stadium Presupurasi
pada stadium ini antibiotika, obat tetes hidung dan analgenetika perlu di berikan.bila
membran timpani sudah terlihat hiperemis perfusi, sebaiknya di lakukan miringotomi,
antibiotika yang di anjurkan adalah dari golongan pinisilin atau ampicilin pemberian
antibiotika dianjurkan minimal selama 7 hari, bila pasien alergi terhadap pinisilin,maka
berikan eritromisin, pada anak amplisin diberikan dengan dosis 50-100 mg/bb/hari,dibagi
dalam 4 dosis atau eritromisin 40mg/bb/hari.
4. Stadium Resolusi
jika terjadi resolusi maka membran timpani berangsur normal kembali ,sekret tidak
ada lagi dan perforasi membran timpani menutup.tetapi bila tidak terjadi resolusi akan
nampak sekret mengalir diliang telinga luar melalui perforasi membran timpani keadaan
ini dapat disebabkan karena berlanjutnya edema mukosa telinga tengah. Pada keadaan
demikian antibiotika dapat dilanjutkan sampai 3minggu, bila 3minggu setelah pengobatan
sekret masih tetep banyak kemungkinan telah terjadi mastoiditis. Bila OMA berlanjut
dengan keluarnya sekret dari telinga tengah lebih dari 3 minggu maka keadaan ini disebut
oitis media supuratif subakut bila perforasi menetap dan sekret masih keluar lebih dari
setengah bulan maka keadaan ini disebut oitis media supuratif kronik (OMSK).
5
2.7 Masalah yang Lazim Muncul
1. Gangguan persepsi b.d reaksi membran tympani
5. Gangguan citra tubuh b.d perubahan pada penampilan tubuh (sekret berbau)
6. Defisiensi pengetahuan b.d kurangnya informasi tentang pengobatan dan tindak lanjut
terapi
3. Liang telinga dapat bersih dengan sendirinya sehingga tidak perlu dibersihkan dengan
cotton buds
Intervensi:
E. Gangguan citra tubuh b.d perubahan pada penampilan tubuh (sekret berbau)
Intervensi:
1. Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan perilaku hidup bersih dan
sehat
R/meningkatkan kwalitas kesehatan pasien
2. Jelaskan faktor resiko yang dapat mempengaruhi kesehatan
R/agar pasien dan keluarga mengetahui faktor resiko yang mempengaruhi kesehatan
3. Fasilitasi pemenuhan kebutuhan kesehatan mandiri
R/untuk mencukupi kebutuhan pasien
4. Siapkan pasien untuk mampu berkolaborasi dan bekerja sama dalam pemenuhan
kebutuhan kesehatan
R/agar segera tercapainya derajat kesehatan yang sudah direncanakan
5. Libatkan keluarga untuk pemenuhan kesehatan
R/membatu mempercepat proses penyembuhan penyakitnya
7
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT OTITIS MEDIA
A. Pengkajian
Pengumpulan data
1. Riwayat :
a. Identitas pasien
b. Riwayat adanya kelainan nyeri
c. Riwayat infeksi saluran nafas atas yang berulang
d. Riwayat alergi
e. OMA berkurang
2. Pengkajian Fisik :
a. Nyeri telinga
b. Perasaan penuh dan penurunan pendengaran
c. Suhu meningkat
d. Malaise
e. Nausea Vomiting
f. Vertigo
g. Ortore
h. Pemeriksaan dengan otoskop tentang stadium
3. Pengkajian Psikososial :
a. Nyeri ortore berpengaruh pada interaksi
b. Aktifitas terbatas
c. Takut menghadapi tindakan pembedahan
4. Pemeriksaan Laboratorium
5. Pemeriksaan Diagnostik :
a. Tes Audiometri : pendengaran menurun
b. X Ray : terhadap kondisi patologi
Misal : Cholesteatoma, kekaburan mastoid
6. Pemeriksaan Pendengaran :
a. Tes suara bisikan
b. Tes garputala
8
B. Analisa Data
NO DATA ETIOLOGI MASALAH
1. DS : px mengatakan pendengaranya Perubahan Gangguan persepsi
berkurang tekanan udara sensori
tiba-tiba
DO :
Gangguan tiba
px tampak berulang kali eustachius
tanya jika ditanya
wajah tampak Pencegahan
memperhatikan jika infeksi kuman
ditanya terganggu
Kuman masuk ke
telinga tengah
Perubahan
tekanan udara di
telinga tengah
Efusi
Retraksi
membran
timpani
Hantaran udara
diterima
Gangguan
persepsi sensori
2. DS: px mengatakan nyeri pada Perubahan Nyeri akut
bekas pembedahan tekanan udara
tiba-tiba
P:Nyeri saat ditekan
Gangguan tiba
Q:beragam bisa seperti ditusuk eustachius
jarum
Pencegahan
R:nyeri dibagian bekas pembedahan infeksi kuman
terganggu
S:skala nyeri rentang 4-6
Kuman masuk ke
T:bisa timbul hilang, atau muncul telinga tengah
selama beberapa menit
DO: Peradangan
9
3. DS : - Perubahan Resiko cidera
tekanan udara
DO: tiba-tiba
Pencegahan
infeksi kuman
terganggu
Kuman masuk ke
telinga tengah
Pengobatan tidak
tuntas
Terjadi infeksi
pada telinga
dalam
Terjadi erosi
pada kanalis
semisirkularis
Keseimbangan
tubuh menurun
resiko cidera
4. DS : px mengatakan telinga sakit Perubahan Resiko infeksi
tekanan udara
ketika dipegang tiba-tiba
DO : Gangguan tiba
eustachius
Telinga px terlihat
berwarna kebiru- Pencegahan
kebiruan infeksi kuman
Terdapat cairan keluar terganggu
berwarna kuning
Telinga berbau tidak Kuman masuk ke
sedap telinga tengah
Peradangan
Resiko infeksi
Peradangan
Meningkatkan
produksi cairan
serosa
10
Akumulasi
cairan mukosa
serosa
C. Intervensi Keperawatan
11
NO TUJUAN KRITERIA HASIL INTERVENSI RASIONAL
1. setelah dilakukan tindakan pasien mengalami potensial 1. jadwalkan aktivitas harian dan waktu 1.untuk mengalihkan perhatian pasien dari
keperawatan selama 3×24 jam pendengaran maksimum istirahat gangguan persepsi yang dialaminya
diharapkan pasien mampu Pasien menggunakan alat bantu 2. batasi stimulus lingkungan 2.untuk mengurangi gangguan persepsi lebih parah
dengar dengan tepat 3.agar pasien tidak terganggu,merasa aman dan
mendengar dengan baik 3. Hindari bicara keras
nyaman
4. Ciptakan lingkungan yang tenang 4.agar pasien tidak terganggu,merasa aman dan
5. Lakukan kegiatan pengalihan terhadap nyaman
sumber agitasi (gerakan yang berlebihan 5.agar pasien tidak menciderai diri
dihubungkan dengan perasaan ketegangan)
2. setelah dilakukan tindakan pasien mengatakan nyeri 1. Identivikasi lokasi karakteristik, durasi, 1.untuk mengetahui skala nyeri, lokasi nyeri,
keperawatan selama 3×24 jam berkurang. frekuensi, kwalitas, integritas nyeri dan kwalitas nyeri
diharapkan nyeri teratasi. Skala nyeri turun. skala nyeri 2. untuk mengalihkan perhatian pasien terhadap
Wajah pasien tampak rileks 2. Gunakan teknik dekstraksi (membaca nyeri yang dirasakan
buku,nonton tv dll) 3. posisikan pasien senyaman mungkin
3. Pengaturan posisi 4. mengurangi rasa nyeri
4. Kolaborasi dalam pemberian obat
golongan anti piretik
3. setelah dilakukan tindakan Px tidak mengalami cidera fisik 1. hindarkan bahaya keselamatan lingkungan 1. agar tidak membahayakan pasien
keperawatan selama 3×24 jam Px terhindar dari jatuh 2. gunakan perangkat pelindung ( rel 2. agar pasien tidak jatuh atau mengurangi resiko
tidak terjadi cidera samping terkunci,pagar tempat tidur jatuh
ditutup) 3. agar pasien tidak terjatuh
3. pertahankan posisi tempat tidur diposisi 4. supaya otot idak mengalami ketegangan
terendah saat digunakan
4. Diskusikan mengenai latihan dan terapi
fisik yang diperlukan
4. setelah diberikan tindakan 1. tidak terdapat tanda-tanda 1.Identifikasi tanda - tanda nyeri ( rubor, 1. untuk mengetahui gejala infeksi
keperawatan selama 3×24 jam infeksi dolor, kalor, tumor, fungsiolesa ) 2. untuk mempercepat hilangnya odem
diharapkan resiko infeksi tidak (kalor,dolor,rubor,tumor,fungsiol 2. Berikan perawatan pada kulit yang edema 3. agar pasien tidak mengalami infeksi,mengurangi
terjadi. esa) resiko tinggi terhadap infeksi
3.Pertahankan teknik aseptik pada pasien
2. TTV dalam batas normal 4. untuk mengetahui adanya perubahan pada tanda-
beresiko tinggi infeksi
tanda vital pasien
4. Monitor tanda-tanda vital
5. untuk mempercepat penyembuhan pasien dalam
5. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian
12 resiko infeksi
obat golongan antibiotik
D. Implementasi
Tindakan keperawatan dilaksanakan berdasarkan intervensi yang telah di rencanakan sesuai kondisi pasien saat itu
E. Evaluasi
1. Gangguan persepsi sensori bisa teratasi
13
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Infeksi saluran telinga meliputi, infeksi saluran telinga luar (otitis eksternal), saluran
telinga tengah (otitis media), mastoid (mastoiditis), dan telinga tengah berhubungan dengan
efusi telinga tengah, yang merupakan penumpukan cairan di telinga tengah. (Raharjoe, 2012)
1. Otitis media akut terjadi perubahan karena faktor pertahanan tubuh terganggu.
3. Otitis media kronik terjadi infeksi dengan perforasi membran timpani dan sekret yang
keluar dari telinga tengah terus menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin encer atau
kental, bening atau berupa nanah. Otitis media akut menjadi otitis media kronik apabila
proses infeksi lebih dari 2 bulan.
4.2 Saran
1. Kepada mahasiswa keperawatan
Mahasiswa keperawatan sebelum dipraktekkan di rumah sakit harus mengetahui tentang
penyakit otitis media.
2. Perawat
Perawat hendaklah memahami mengenai konsep penyakit otitis media dan asuhan
keperawatan yang harus diberikan.
3.Institusi pendidikan
Institusi pendidikan hendaklah menyediakan buku-buku yang ada kaitannya dengan tugas
mahasiswa sehingga tugas mahasiswa dapat diselesaikan dengan baik
14
DAFTAR PUSTAKA
Amin Huda Nurarif & Hardhi Kusuma. (2015). Nanda Nic-Noc aplikasi jilid 2. Jakarta :
Medication
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2017). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI). Jakarta
15