DISUSUN OLEH:
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya kepada kami sehingga kami mampu menyelesaikan makalah ini tepat
pada waktunya. Adapun makalah ini merupakan salah satu tugas dari Keperawatan Medikal
Bedah III.
Dalam menyelesaikan penulisan makalah ini, kami mendapat banyak bantuan dari
berbagai pihak dan sumber. Karena itu kami sangat menghargai bantuan dari semua pihak yang
telah memberi kami bantuan dukungan juga semangat, buku-buku dan beberapa sumber
lainnya sehingga tugas ini bisa terwujud. Oleh karena itu, melalui media ini kami sampaikan
ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu pembuatan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangannya dan jauh dari
kesempurnaan karena keterbatasan kemampuan dan ilmu pengetahuan yang kami miliki. Maka
itu kami dari pihak penyusun sangat mengharapkan saran dan kritik yang dapat memotivasi
kami agar dapat lebih baik lagi di masa yang akan datang.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
COVER ....................................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ...............................................................................................................ii
DAFTAR ISI............................................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................................................... 2
C. Tujuan.......................................................................................................................... 2
D. Manfaat........................................................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................................... 4
A. Konsep Otitis Media Akut (OMA) ............................................................................. 4
1. Pengertian OMA ......................................................................................................... 4
2. Etiologi OMA.............................................................................................................. 4
3. Anatomi OMA............................................................................................................. 5
4. Klasifikasi OMA ......................................................................................................... 7
5. Manifestasi Klinis OMA ........................................................................................... 10
6. Patofisiologi OMA .................................................................................................... 11
7. Pathway OMA ........................................................................................................... 13
8. Pemeriksaan Diagnostik OMA.................................................................................. 14
9. Penatalaksanaan/Terapi OMA................................................................................... 16
B. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Otitis Media Akut (OMA)....... 17
1. Pengkajian ................................................................................................................. 17
2. Diagnosis Keperawatan ............................................................................................. 21
3. Rencana Keperawatan ............................................................................................... 21
4. Implementasi Keperawatan ....................................................................................... 27
5. Evaluasi ..................................................................................................................... 27
C. Kasus Fiktif Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Otitis Media Akut (OMA)28
BAB III PENUTUP ................................................................................................................. 45
A. Simpulan.................................................................................................................... 45
B. Saran .......................................................................................................................... 45
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 46
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba
eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. (Soepardi, et al.,ed. 2007). Robbins
& Cotran (2009) menjelaskan bahwa otitis media akut dan kronik paling sering terjadi
pada bayi dan anak. Kelainan ini menyebabkan eksudasi serosa (jika disebabkan oleh
virus), tetapi dapat menjadi supuratif jika terjadi karena infeksi bakteri. Penyebab
otitis media menurut Brunner & Suddarth (2002) otitis media akut disebabkan oleh
masuknya bakteri patogenik ke dalam telinga tengah yang normalnya steril.
Prevelensi Otitis media juga merupakan salah satu penyakit langganan anak.
Prevalensi terjadinya otitis media di seluruh dunia untuk usia 10 tahun sekitar 62 %
sedangkan anak-anak berusia 3 tahun sekitar 83 %. Di Amerika Serikat, diperkirakan
75 % anak mengalami minimal 1 episode otitis media sebelum usia 3 tahun dan
hampir setengah dari mereka mengalaminya 3 kali atau lebih. Di Inggris, setidaknya
25 % anak mengalami minimal satu episode sebelum usia 10 tahun (Abidin, 2009).
Di negara tersebut otitis media paling sering terjadi pada usia 3-6 tahun. Meskipun
sering terjadi, kasus OMA pada anak-anak umumnya dapat membaik dengan
perhatian khusus (watchful waiting) tanpa perlu diberikan antibiotic tertentu, kecuali
terdapat adanya indikasi lain (Byland, dkk, 2007).
1
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang diangkat pada makalah ini adalah sebagai berikut.
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Agar mahasiswa mampu mengetahui otitis media akut (OMA).
2. Tujuan Khusus
Mahasiswa diharapkan mampu :
1. Untuk mengetahui pengertian otitis media akut (OMA)
2. Untuk mengetahui etiologi otitis media akut (OMA)
3. Untuk mengetahui anatomi otitis media akut (OMA)
4. Untuk mengetahui manifestasi klinis otitis media akut (OMA)
5. Untuk mengetahui klasifikasi otitis media akut (OMA)
6. Untuk mengetahui pathway otitis media akut (OMA)
7. Untuk mengetahui patofisiologi otitis media akut (OMA)
8. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik otitis media akut (OMA)
9. Untuk mengetahui penatalaksanaan / terapi otitis media akut (OMA)
D. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Hasil dari penyusunan makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat
kepada semua pihak, khususnya kepada mahasiswa untuk menambah
pengetahuan dan wawasan mengenai otitis media akut (OMA).
2. Manfaat Praktis
2
Hasil dari penyusunan makalah ini diharapkan dapat dijadikan sebagai suatu
pembelajaran bagi mahasiswa yang nantinya ilmu tersebut dapat dipahami dan
diaplikasikan dalam praktik keperawatan.
3
BAB II
PEMBAHASAN
2. Etiologi OMA
Ada beberapa faktor yang menyebabkan otitis lebih sering terjadi pada anak
dibandingkan dewasa. Tuba eustakius anak berbeda dibandingkan dengan orang
dewasa yakni tuba eustakius anak lebih horizontal dan lubang pembukaan tonus
tubarius dikelilingi oleh folikel limfoid yang banyak jumlahnya. Adenoid pada anak
dapat mengisi nasofaring, sehingga secara mekanik dapat menyumbat lubang hidung
dan tuba eustakius serta dapat berperan sebagai fokus infeksi pada tuba. Tuba
eustakius secara normal tertutup pada saat menelan. Tuba eustakius melindungi
telinga tengah dari sekresi nasofaring, drainase sekresi telinga tengah, dan
memungkinkan keseimbangan tekanan udara dengan tekanan atmosfer dalam telinga
tengah. Obstruksi mekanik ataupun fungsional tuba eustakius dapat mengakibatkan
efusi telinga tengah. Obstruksi mekanik intrinsik dapat terjadi akibat dari infeksi atau
alergi dan obstruksi ekstrinsik akibat adenoid atau tumor nasofaring.
Obstruksi fungsional dapat terjadi karena jumlah dan kekakuan dari kartilago
penyokong tuba. Obstruksi fungsional ini lazim terjadi pada anak-anak. Obstruksi
tuba eustakius mengakibatkan tekanan telinga tengah menjadi negatif dan jika
menetap mengakibatkan efusi transudat telinga tengah. Bila tuba eustakius
4
mengalami obstruksi tidak total, secara mekanik, kontaminasi sekret nasofaring dari
telinga dapat terjadi karena refluks (terutama bila membran timpani mengalami
perforasi), karena aspirasi, atau karena peniupan selama menangis atau bersin.
Perubahan tekanan atau barotrauma yang cepat juga dapat menyebabkan efusi telinga
tengah yang bersifat hemoragik. Bayi dan anak kecil memiliki tuba yang lebih pendek
dibandingkan dewasa, yang mengakibatkannya lebih rentan terhadap refluks sekresi
nasofaring.
Faktor lain yaitu respon imun bayi yang belum sempurna. Infeksi saluran nafas
yang berulang juga sering mengakibatkan otitis media melalui inflamasi dan edema
mukosa dan penyumbatan lumen tuba eustakius. Kuman yang sering menyebabkan
otitis media diantaranya Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenzae, dan
Moraxella catarrhalis, Menurut Siegel RM and Bien JP (2004) dalam IKA Unair.
3. Anatomi OMA
Telinga luar terdiri dari daun telinga (aurikula), liang telinga sampai membrana
timpani. Aurikula dibentuk oleh tulang rawan yang dibungkus oleh perikondrium dan
bagian terluar dilapisi oleh kulit. Aurikula dibagi atas bagian tulang rawan (1/3 luar)
dan bagian tulang (2/3 dalam), panjangnya kira-kira 2½ - 3 cm.
5
a. Batas luar : membran timpani
b. Batas depan : tuba Eustachius
c. Batas bawah : vena jugularis
d. Batas belakang: aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis
e. Batas atas : tegmen timpani (meningen/otak)
f. Batas dalam : kanalis semi sirkularis horizontal, kanalis fasialis, tingkap
lonjong, tingkap bundar dan promontorium
Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setangah
lingkaran dan vesitubuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau
puncak koklea disebut helikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani dengan
skala vestibuli. Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap
membentuk lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea tampak skala
vestibuli sebelah atas, skala timpani di sebelah bawah dan skala media (duktus
koklearis) diantaranya. Dasar skala vestibuli disebut sebagai membran vestibuli
(Reissner’s membrane) sedangkan dasar skala media adalah membran basalis. Pada
6
skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yangdisebut membran tektoria,
dan pada membran basal melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut dalam, sel
rambut luar dan kanalis Corti, yang membentuk organ Corti.
4. Klasifikasi OMA
Otitis Media
Supuratif Akut/Otitis
Media Akut
Otitis Media
Supuratif
Otitis Media
Supuratif Kronik
Otitis Media
Adhesiva
Otitis Media
Otitis Media Spesifik
Otitis Media Serosa
Akut
a. Berdasarkan Gejala
7
1) Otitis Media Supuratif :
a) Otitis Media Supuratif Akut/Otitis Media Akut
Proses peradangan pada telinga tengah yang terjadi secara cepat dan
singkat (dalam waktu kurang dari 3 minggu) yang disertai dengan gejala
lokal dan sistemik.(Munilson, Jacky. Et al.)
b) Otitis Media Supuratif Kronik
Infeksi kronik telinga tengah disertai perforasi membran timpani dan
keluarnya sekret yang apabila tidak ditangani dengan tepat akan membuat
progresivitas penyakit semakin bertambah.
2) Otitis Media Adhesiva: Keadaan terjadinya jaringan fibrosis di telinga tengah
sebagai akibat proses peradangan yang berlangsung lama.
3) Otitis Media Non Supuratif / Serosa
a) Otitis Media Serosa Akut
Keadaan terbentuknya sekret di telinga tengah secara tiba-tiba yang
disebabkan oleh gangguan fungsi tuba.
b) Otitis Media Serosa Kronik
Pada keadaan kronis sekret terbentuk secara bertahap tanpa rasa nyeri
dengan gejala – gejala pada telinga yang berlangsung lama. Terjad sebagai
gejala sisa dari otitis media akut yang tidak sembuh sempurna.
b. Berdasarkan Perubahan Mukosa
1) Stadium Oklusi
Stadium ini ditandai dengan gambaran retraksi membran timpani akibat
tekanan negatif telinga tengah. Membran timpani kadang tampak normal atau
berwarna suram.
2) Stadium Hiperemis
Pada stadium ini tampak pembuluh darah yang meleba disebagian atau seluruh
membran timpani, membran timpani tampak hiperemis disertai edema.
8
3) Stadium Supurasi
Terjadinya edema yang hebat pada mukosa telinga tengah, hancurnya sel
arah liang telinga luar merupakan tanda yang dapat ditemukan pada stadium
supuratif ini. Pada keadaan ini pasien tampak sangat sakit, terjadi peningkatan
suhu dan nadi, serta adanya nyeri telinga yang dirasakan bertambah berat.
4) Stadium Perforasi
Pada stadium ini terjadi ruptur membran timpani sehingga nanah yang berada
di dalam kavum timpani mengalir ke liang telinga luar. Pasien tampak lebih
9
5) Stadium Resolusi
Membran timpani berangsur normal, perforasi membran timpani kembali
menutup dan sekret purulen tidak ada lagi. Bila daya tahan tubuh baik atau
virulensi kuman rendah maka resolusi dapat terjadi walaupun tanpa
pengobatan. (Djaafar ZA, Helmi, Restuti RD. 2007).
10
3) Sukar dibedakan dengan otitis media serosa virus.
b. Stadium hiperemis
1) Pembuluh darah tampak lebar dan edema pada membran timpani.
2) Sekret yang telah terbentuk mungkin masih bersifat eksudat yang serosa
sehingga sukar terlihat.
c. Stadium supurasi
1) Membran timpani menonjol ke arah luar.
2) Sel epitel superfisila hancur.
3) Terbentuk eksudat purulen di kavum timpani.
4) Pasien tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat, serta nyeri di
telinga tambah hebat.
d. Stadium perforasi
1) Membran timpani ruptur.
2) Keluar nanah dari telinga tengah.
3) Pasien lebih tenang, suhu badan turun, dan dapat tidur nyenyak.
e. Stadium resolusi
1) Bila membran timpani tetap utuh, maka perlahan-lahan akan normal
kembali.
2) Bila terjadi perforasi, maka sekret akan berkurang dan mengering.
3) Resolusi dapat terjadi tanpa pengobatan bila virulensi rendah dan daya
tahan tubuh baik.
6. Patofisiologi OMA
Otitis media akut (OMA) terjadi akibat adanya gangguan pada faktor pertahanan
tubuh. Sumbatan pada tuba Eustachius merupakan faktor utama penyebab terjadinya
OMA. Dengan adanya sumbatan yang merusak faktor pertahanan tubuh sebagai
pencegah invasi kuman ke dalam tuba Eustachius maka terjadi peradangan pada
mukosa. Hal ini menyebabkan fungsi tuba Eustachius terganggu sehingga
menyebabkan terjadinya tekanan negatif di dalam telinga tengah. Pada umumnya
pencetus terjadinya OMA adalah infeksi saluran napas atas (ISPA), semakin sering
terkena ISPA maka kemungkinan terjadinya OMA semakin besar (Novertha, 2013).
Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas seperti radang
tenggorokan atau pilek yang menyebar ke telinga tengah lewat saluran Eustachius.
11
Saat bakteri melalui saluran Eustachius, mereka dapat menyebabkan infeksi di saluran
tersebut sehingga terjadi pembengkakan di sekitar saluran, tersumbatnya saluran, dan
datangnya sel-sel darah putih untuk melawan bakteri. Sel-sel darah putih akan
membunuh bakteri dengan mengorbankan diri mereka sendiri. Sebagai hasilnya
terbentuklah nanah dalam telinga tengah. Selain itu pembengkakan jaringan sekitar
saluran Eustachius menyebabkan lendir yang dihasilkan sel-sel di telinga tengah
terkumpul di belakang gendang telinga.
Jika lendir dan nanah bertambah banyak, pendengaran dapat terganggu karena
gendang telinga dan tulang-tulang kecil penghubung gendang telinga dengan organ
pendengaran di telinga dalam tidak dapat bergerak bebas. Kehilangan pendengaran
yang dialami umumnya sekitar 24 desibel (bisikan halus). Namun cairan yang lebih
banyak dapat menyebabkan gangguan pendengaran hingga 45 desibel (kisaran
pembicaraan normal). Selain itu telinga juga akan terasa nyeri. Dan yang paling berat,
cairan yang terlalu banyak tersebut akhirnya dapat merobek gendang telinga karena
tekanannya. OMA dapat berkembang menjadi otitis media supuratif kronis apabila
gejala berlangsung lebih dari 2 bulan, hal ini berkaitan dengan beberapa faktor antara
lain higiene, terapi yang terlambat, pengobatan yang tidak adekuat, dan daya tahan
tubuh yang kurang baik.
12
7. Pathway OMA
Vertigo / keseimbangan
Nyeri akut
menurun
Infeksi berlanjut
Resiko cidera
dapat sampai ke
telinga dalam
Ansietas
Kurangnya informasi
Defisit pengetahuan
13
8. Pemeriksaan Diagnostik OMA
Berikut pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan:
a. Otoskopi
Adalah pemeriksaan telinga dengan menggunakan otoskop terutama untuk
melihat gendang telinga. Pada otoskopi didapatkan hasil adanya gendang telinga
yang menggembung, perubahan warna gendang telinga menjadi kemerahan atau agak
kuning dan suram, serta cairan di liang telinga
b. Otoskop Pneumatic
Merupakan alat pemeriksaan bagi melihat mobilitas membran timpani pasien
terhadap tekanan yang diberikan. Membrane timpani normal akan bergerak apabila
diberitekanan. Membrane timpani yang tidak bergerak dapat disebabkan oleh
akumulasi cairan didalam telinga tengah, perforasi atau timpanosklerosis.
Pemeriksaan ini meningkatkan sensitivitas diagnosis OMA. Namun umumnya
diagnosis OMA dapat ditegakkan dengan otoskop biasa
c. Timpanometri
Untuk mengkonfirmasi penemuan otoskopi pneumatik dilakukan timpanometri.
Timpanometri dapat memeriksa secara objektif mobilitas membran timpani dan
rantai tulang pendengaran. Timpanometri merupakan konfirmasi penting terdapatnya
cairan di telinga tengah.Timpanometri juga dapat mengukur tekanan telinga tengah
dan dengan mudah menilai patensi tabung miringotomi dengan mengukur
peningkatan volume liang telinga luar.Timpanometri punya sensitivitas dan
spesifisitas 70-90% untuk deteksi cairan telinga tengah, tetapi tergantung kerjasama
pasien. Pemeriksaan dilakukan hanya dengan menempelkan sumbat ke liang telinga
selama beberapa detik, dan alat akan secara otomatis mendeteksi keadaan telinga
bagian tengah.
d. Timpanosintesis
Timpanosintesis diikuti aspirasi dan kultur cairan dari telinga tengah, bermanfaat
pada pasien yang gagal diterapi dengan berbagai antibiotika, atau pada
14
imunodefisiensi. Timpanosintesis merupakan pungsi pada membran timpani, dengan
analgesia lokal untuk mendapatkan sekret dengan tujuan pemeriksaan dan untuk
menunjukkan adanya cairan di telinga tengah dan untuk mengidentifikasi patogen
yang spesifik.
e. Uji Rinne
Tes pendengaran untuk membandingkan hantaran tulang dan hantaran udara telinga
pasien.
Langkah:
Tangkai penala digetarkan lalu ditempelkan pada prosesus mastoid (hantaran
tulang) hingga bunyi tidak lagi terderngar. Penala kemudian dipindahkan ke depan
telinga sekitar 2,5 cm. Bila masih terdengar disebut Rinne positif (+), bila tidak
terdengar disebut Rinne negatif (-)
f. Uji Webber
Tes pendengaran untuk membandingkan hantaran tulang telinga kiri dengan telinga
kanan.
Langkah:
Penala digetarkan dan tangkai penala diletakkan di garis tengah kepala (di
verteks, dahi, pangkal hidung, di tengah-tengah gigi seri atau dagu). Apabila bunyi
penala terdengar lebih keras pada salah satu telinga disebut Weber lateralisasi ke
telinga tersebut. Bila tidak dapat dibedakan ke arah telinga mana bunyi terdengar
lebih keras disebut Weber tidak ada lateralisasi
g. Uji Swabach
Tes pendengaran untuk membandingkan hantaran tulang orang yang diperiksa
dengan pemeriksa yang pendengarannya normal.
Langkah:
Penala digetarkan, tangkai penala diletakkan pada prosesus mastoideus sampai
tidak terdengar bunyi. Kemudian tangkai penala segera dipindahkan pada prosesus
mastoideus telinga pemeriksa yang pendengarannya normal. Bila pemeriksa masih
dapat mendengar disebut Schwabach memendek, bila pemeriksa tidak dapat
mendengar, pemeriksaan diulang dengan cara sebaliknya yaitu penala diletakkan
pada prosesus mastoideus pemeriksa lebih dulu. Bila pasien masih dapat mendengar
bunyi disebut Schwabach memanjang dan bila pasien dan pemeriksa kira-kira sama-
sama mendengarnya disebut dengan Schwabach sama dengan pemeriksa.
15
9. Penatalaksanaan/Terapi OMA
a. Berdasarkan stadium
1) Stadium Oklusi. Bertujuan untuk membuka tuba eustachius. Diberikan obat
tetes hidung.
a) HCl Efedrin 0,5% dalam larutan fisiologik untuk anak <12 tahun
b) HCl Efedrin 1% dalam larutan fisiologik untuk anak >12 tahun atau
dewasa.
c) Sumber infeksi juga harus diobati dengan memberikan antibiotik.
2) Stadium Presupurasi. Diberikan antibiotik, obat tetes hidung, dan analgetik.
Antibiotik diberikan minimal selama 7 hari. Bila membran timpani sudah
hiperemi difus, sebaiknya dilakukan miringotomi. Untuk terapi awal,
diberikan penisilin IM agar konsentrasinya adekuat dalam darah.
a) Ampisilin 4 x 50-100 mg/KgBB
b) Amoksisilin 4 x 40 mg/KgBB/hari
c) Eritromisin 4 x 40 mg/KgBB/hari
3) Stadium Supurasi. Pasien harus dirujuk untuk dilakukan miringotomi bila
membran timpani masih utuh. Selain itu, analgesik juga diperlukan agar nyeri
dapat berkurang.
4) Stadium Perforasi. Diberikan obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari
serta antibiotik yang adekuat sampai 3 minggu.
5) Stadium Resolusi. Biasanya akan tampak sekret keluar. Pada keadaan ini
dapat dilanjutkan antibiotik sampai 3 minggu, namun bila masih keluar sekret
diduga telah terjadi mastoiditis. Pada stadium ini, harus di follow up selama 1
sampai 3 bulan untuk memastikan tidak terjadi otitis media serosa.
b. Tindakan
1) Timpanosintesis
Tindakan dengan cara mengambil cairan dari telinga tengah dengan
menggunakan jarum untuk pemeriksaan mikrobiologi. Risiko dari prosedur
ini adalah perforasi kronik membran timpani, dislokasi tulang-tulang
pendengaran, dan tuli sensorineural traumatik, laserasi nervus fasialis atau
korda timpani. Timpanosintesis merupakan prosedur yang invasif, dapat
16
menimbulkan nyeri, dan berpotensi menimbulkan bahaya sebagai
penatalaksanaan rutin.
2) Miringotomi
Tindakan insisi pada membran timpani untuk drainase cairan dari telinga
tengah. Pada miringotomi dilakukan pembedahan kecil di kuadran posterior-
inferior membran timpani. Untuk tindakan ini diperlukan lampu kepala yang
terang, corong telinga yang sesuai, dan pisau khusus (miringotom) dengan
ukuran kecil dan steril. Indikasi untuk miringotomi adalah terdapatnya
komplikasi supuratif, otalgia berat, gagal dengan terapi antibiotik, pasien
imunokompromis, neonatus, dan pasien yang dirawat di unit perawatan
intensif.
B. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Otitis Media Akut (OMA)
1. Pengkajian
a. Identitas Klien
Identitas klien : Identits klien ( nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa,
agama, status marietal, pekerjaan, pendidikan, alamat, tanggal MRS, diagnose
medis ). Otitis media akut lebih sering menyerang bayi dan anak-anak daripada
dewasa sekitar umur 3-6 tahun. Status ekonomi yang rendah merupakan salah satu
faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya otitis media akut (OMA) ditinjau dari
pola makan, kebersihan dan perawatan. Gaya hidup lingkungan yang tak sehat.
Alamat berhubungan dengan epidemiologi (tempat, waktu dan orang).
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama
Biasanya pasien datang ke RS dengan keluhan nyeri pada gendang telinga,
demam, mual dan muntah serta mengeluarkan cairan berwarna kuning dari
dalam telinga.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya pasien mengalami adanya gangguan pendengaran.
3) Riwayat kesehatan dahulu
Kemungkinan pasien pernah mengalami ISPA.
4) Riwayat kesehatan keluarga
17
Biasanya adanya keluarga (keturunan sebelumnya) yang menderita otitis
media akut
c. Pola-Pola Fungsi Kesehatan Gordon
18
Pola ini yang ditanyakan adalah keadaan mental, cara berbicara normal
atau tidak, kemampuan berkomunikasi, kemampuan memahami, keadekuatan
alat sensori, seperti penglihatan pendengaran, pengecapan, penghidu,
persepsi nyeri, tingkat ansietas, kemampuan fungsional kognitif.
7) Peran hubungan
Klien akan mengalami kehilangan peran dalam keluarga dan masyarakat
karena klien harus menjalani rawat inap.
8) Pola Persepsi dan konsep diri
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara
mengatasinya serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang
dilakukan terhadap dirinya.
9) Seksualitas
Klien tidak dapat melakukan hubungan seksual karena harus menjalani
rawat inap, mengalami keterbatasan gerak, serta merasa nyeri. Selain itu juga,
perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah anak dan lama
perkawinan.
10) Pola mekanisme koping
Masalah timbul jika pasien tidak efektif dalam mengatasi masalah
kesehatannya, termasuk dalam memutuskan untuk menjalani pengobatan
yang intensif.
Pola koping yang umum, perhatian utama tentang perawatan di rumah
sakit atau penyakit (finansial, perawatan diri), hal yang dilakukan saat ada
masalah, toleransi stress, sistem pendukung, kemampuan yang dirasakan
untuk mengendalikan dan menangani situasi, penggunaan obat-obatan dalam
menangani stress, dan keadaan emosi sehari-hari. Masalah timbul jika pasien
tidak efektif dalam mengatasi kesehatannya, termasuk dalam memutuskan
untuk menjalani pengobatan yang intensif.
11) Nilai kepercayaan/ spiritual
Keluarga pasien menganjurkan pasien untuk berdoa sesuai dengan
keyakinan dan memberikan motivasi agar cepat sembuh.
d. Pemeriksaan Fisik Otitis Media Akut
19
1) Kepala : kesemitiras muka, warna dan distibusi rambut serta kondisi kulit
kepala. Wajah tampak pucat.
2) Mata : Amati mata conjunctiva adakah anemis, sklera adakah icterus. Reflek
mata dan pupil terhadap cahaya, isokor, miosis atau midriasis. Pada keadaan
diare yang lebih lanjut atau syok hipovolumia reflek pupil (-)
3) Hidung : dapat membedakan bau wangi,busuk.
4) Telinga : bisa mendengarkan suara dengan baik, adanya cairan berwarna
kuning dari dalam telinga, adanya pembengkakan pada telinga dan telinga
terasa gatal.
5) Paru
a) Inspeksi : bentuk simetris. Kaji frekuensi, irama dan tingkat kedalaman
pernafasan, adakah penumpukan sekresi. dipsnea (-), retraksi dada (-),
takipnea (+)
b) Palpasi : kaji adanya massa, nyeri tekan , kesemitrisan.
c) Perkusi : Sonor
d) Auskultasi : dengan menggunakan stetoskop kaji suara nafas vesikuler,
intensitas, nada dan durasi. Adakah ronchi, wheezing untuk mendeteksi
adanya penyakit penyerta seperti broncho pnemonia atau infeksi lainnya.
6) Jantung
a) Inspeksi : iktus kordis tak terlihat
b) Palpasi : iktus kordis biasanya teraba serta adanya pelebaran vena, nadi
meningkat.
c) Perkusi : batas normal (batas kiri umumnya tidak lebih dari 4-7 dan 10 cm
ke arah kiri dari garis midsternal pada ruang interkostalis ke 4,5 dan 8.
d) Auskultasi : disritmia jantung.
7) Abdomen
a) Inspeksi : Kontur permukaan kulit menurun, retraksi dan kesemitrisan
abdomen. Ada konstipasi atau diare.
b) Auskultasi : Bising usus
c) Perkusi : mendengar adanya gas, cairan atau massa, hepar dan lien tidak
membesar suara tymphani.
d) Palpasi : adakah nyeri tekan, superfisial pemuluh darah.
20
8) Ekstremitas
a) Inspeksi : aktivitas pasien baik
b) Palpasi : tidak ada massa dan tidak ada nyeri tekan
2. Diagnosis Keperawatan
e. Nyeri akut berhubungan dengan agen penyebab cidera biologis
f. Hipertermi berhubungan dengan proses peradangan
g. Resiko Infeksi berhubungan dengan supresi respon inflamasi
h. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi
i. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan gangguan pendengaran
j. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri
3. Rencana Keperawatan
No Diagnosa Rencana Keperawatan
Keperawatan Tujuan Intervensi
(SDKI) (SLKI) (SIKI)
1. (D. 0077) Setelah dilakukan Manajamen Nyeri
Nyeri akut intervensi keperawatan (I. 08238)
berhubungan selama...x 24 diharapkan Observasi
dengan agen tingkat nyeri menurun a. Identifikasi lokasi,
pencedera dengan kriteria hasil: karakteristik, durasi,
biologis Tingkat Nyeri frekuensi, kualitas, intensitas
(L. 08066) nyeri
a. Keluhan nyeri b. Identifikasi respon non
menurun verbal
b. Meringis menurun c. Identifikasi factor yang
c. Gelisah menurun memperberat dan
d. Kesulitan tidur memperingan nyeri
menurun Terapeutik
e. Frekuensi nadi a. Berikan teknik
membaik (60- nonfarmakologis untuk
100x/menit) mengurangi rasa nyeri (mis.
21
terapi bermain, terapi musik,
nafas dalam)
b. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis.
Suhu ruangan, cahaya,
kebisingan)
Edukasi
a. Jelaskan penyebab, periode,
dan pemicu nyeri
b. Jelaskan strategi meredakan
nyeri
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
2. (D.0130) Setelah dilakukan Manajemen Hipertermi
Hipertermi intervensi keperawatan (I.15506)
berhubungan selama...x 24 diharapkan Observasi
dengan proses termoregulasi membaik a. Identifikasi penyebab
peradangan dengan kriteria hasil: hipertermia (mis.dehidrasi,
Termoregulasi terpapar lingkungan panas,
(L. 14134) penggunaan incubator)
a. Menggigil menurun b. Monitor suhu tubuh
b. Kulit merah c. Monitor kadar elektrolit
menurun d. Monitor haluaran urine
c. Kejang mnurun e. Monitor komplikasi akibat
d. Suhu tubuh hipertermia
membaik Terapeutik
a. Sediakan lingkungan yang
dingin
b. Longgarkan atau lepaskan
pakaian
22
c. Basahi dan kipasi permukaan
tubuh
d. Berikan cairan oral
e. Ganti linen setiap hari atau
lebih sering jika mengalami
hyperhidrosis
f. Lakukan pendinginan
eksternal (mis. Selimut
hipotermia atau kompres
dingin pada dahi, leher, dada,
abdomen, aksila)
g. Hindari pemberian antipiretik
atau aspirin
h. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
a. Ajarkan tirah baring
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian cairan
dan elektrolit intravena jika
perlu
3. (D.0142) Resiko Setelah dilakukan asuhan Pencegahan Infeksi (I. 14539)
Infeksi keperawatan selama ...x Observasi
berhubungan 24 jam diharapkan risiko a. Monitor tanda dan gejala
dengan supresi infeksi menurun klien infeksi lokal dan sistemik
respon inflamasi menurun dengan kriteria Terapeutik
hasil : a. Berikan perawatan kulit pada
Tingkat Infeksi area edema
(L. 14137) b. Cuci tangan sebelum dan
a. Demam menurun sesudah kontak degan pasien
b. Kemerahan menurun dan lingkungan pasien
c. Nyeri menurun c. Pertahankan teknik aseptik
d. Bengkak menurun pada pasien berisiko tinggi
23
e. Kadar sel darah Edukasi
putih membaik a. Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
b. Ajarkan cara mencuci tangan
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian
imunisasi, jika perlu
4. (D.0080) Setelah dilakukan asuhan Reduksi Ansietas
Ansietas keperawatan selama ...x (I. 06171)
berhubungan 24 jam diharapkan Observasi
dengan kurang tingkat ansietas klien a. Identifikasi saat tingkat
terpapar menurun dengan kriteria ansietas berubah (mis.
informasi hasil : Kondisi, waktu, stressor)
Tingkat Ansietas b. Identifikasi kemampuan
(L. 09093) mengambil keputusan
f. Vetbalisasi c. Monitor tanda-tanda
kebingungan ansietas
menurun Terapeutik
g. Verbalisasi khawatir a. Ciptakan suasana terapeutik
akibat kondisi yang untuk menumbuhkan
dihadapi menurun kepercayaan
h. Perilaku gelisah b. Temani pasien untuk
menurun mengurangi kecemasan, jika
i. Perilaku tegang memungkinkan
menurun c. Pahami situasi yang
j. Konsentrasi membuat ansietas
membaik d. Motivasi mengidentifikasi
situasi yang memicu
kecemasan
Edukasi
24
a. Jelaskan prosedur, termasuk
sensasi yang mungkin
dialami
b. Informasikan secara factual
mengenai diagnosis,
pengobata, dan prognosis
c. Anjurkan keluarga untuk
tetap bersama pasien
d. Ajarkan mengungkapkan
perasaan dan persepsi
e. Latih kegiatan pengalihan
untuk mengurangi
ketegangan
f. Latih teknik relaksasi
5. (D.0085) Setelah dilakukan asuhan Perawatan Telinga
Gangguan keperawatan selama ...x (I. 06206)
persepsi sensori 24 jam diharapkan status Observasi
berhubungan neurologis membaik, a. Periksa fungsi pendengar
dengan gangguan dengan kriteria hasil: b. Monitor tanda dan gejala
pendengaran Persepsi Sensori infeksi telinga (mis. inflamasi
(L.090803) dan pengluaran cairan)
a. Verbalisasi c. Monitor tanda dan gejala
mendengar bisikan disfungsi tlinga (mis. nyeri,
menurun nyeri tekan, gatal, perubahan
b. Respons sesuai pendengaran, tinnitus
stimulus membaik vertigo)
Fungsi Sensori d. Lakukan tes pendengaran,
(L.06048) jika perlu
a. Ketajaman Terapeutik
pendengaran a. Bersihkan telinga luar
meningkat b. Bersihkan serumen telinga
Status Neurologis dengan kapas yang lembut
25
(L. 06053) c. Lakukan irigasi telinga, jika
a. Komunikasi membaik perlu
d. Hindari paparan suara keras
Edukasi
a. Jelaskan tanda dan gejala
disfungsi pendengaran
b. Informasikan orangtua
vaksin yang dapat mencegah
gangguan pendengaran (mis.
rubella, campak, mums)
c. Anjurkan menggunakan
sumbat telingan saat
berenang atau di dalam
pesawat, jika perlu
d. Ajarkan cara membersihkan
telinga luar
e. Ajarkan cara menggunakan
dan merawat alat bantu
dengar
6. (D.0055) Setelah dilakukan asuhan Dukungan tidur
Gangguan pola keperawatan selama ...x ( I. 05174)
tidur 24 jam diharapkan pola Observasi
berhubungan tidur membaik, dengan a. Identifikasi pola aktivitas dan
dengan nyeri kriteria hasil: tidur
Pola tidur ( L.05045) b. Identifikasi faktor
a. Keluhan sulit tidur pengganggu tidur
menurun Terapeutik
b. Keluhan sering terjaga
c. Modifikasi lingkungan
menurun
d. Fasilitasi menghilangkan
c. Keluhan tidak puas
stress sebelum tidur
tidur menurun
26
d. Keluhan istirahat tidak e. Lakukan prosedur untuk
cukup menurun meningkatkan kenyamanan
Edukasi
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah fase ketika perawat mengimplementasikan intervensi
keperawatan. Implementasi terdiri dari melakukan dan mendokumentasikan tindakan
yang merupakan tindakan keperawatan khusus yang diperlukan untuk melakukan
intervensi (atau program keperawatan). Perawat melaksanakan atau mendelegasikan
tindakan keperawatan untuk intervensi yang disusun dalam tahap perencanaan,
kemudian mengakhiri tahap implementasi dengan mencatat tindakan keperawatan
dan respons klien terhadap tindakan tersebut (Kozier et al., 2010).
5. Evaluasi
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan
perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati dan
tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan (Asmadi, 2008).
Evaluasi adalah aktivitas yang direncanakan, berkelanjutan, dan terarah ketika klien
dan profesional kesehatan menentukan kemajuan klien menuju pencapaian tujuan
atau hasil dan keefektifan rencana asuhan keperawatan. Evaluasi adalah aspek penting
proses keperawatan karena kesimpulan yang ditarik dari evaluasi menentukan apakah
intervensi keperawatan harus diakhiri, dilanjutkan atau diubah (Kozier et al., 2010).
27
C. Kasus Fiktif Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Otitis Media Akut
(OMA)
A. Pengkajian
i. Identitas
Nama : An.F
No. Rek. Medis : 02.00.85.11
Usia : 7 tahun
Alamat : jl. Kenyeri no.2, blahbatauh, gianyar
Tgl.MRS : 02-04-2021
Tgl. Pengkajian : 03-04-2021
Diagnosa Medis : Otitis Media Akut (OMA)
ii. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pada saat dilakukan pengkajian pada tanggal 03 April 2021, pukul 08.00 WIB,
pasien mengeluh nyeri pada telinga kanan dan mengeluarkan cairan pada telinga.
Ibu An.F mengatakan mengeluarkan cairan pada telinga kanan sejak 2 minggu
sebelum masuk rumah sakit. Cairan tersebut berwarna putih kekuningan dan berbau.
Keluhan ini baru pertama kali dirasakan. An.F juga mengeluh adanya nyeri telinga
bagian dalam dan adanya penurunan fungsi pendengaran. Keluhan berupa telinga
berdenging, berdengung ataupun rasa penuh di telinga disangkal. Riwayat panas
badan disertai batuk pilek dirasakan sejak 1 minggu sebelum keluar cairan dari
telinga. Nyeri telinga dan panas badan dirasakan berkurang setelah keluar cairan dari
telinga. Tidak ada keluhan pada telinga kiri An.F. Keluhan sakit tenggorokan, nyeri
menelan, suara sengau, benjolan di leher disangkal.
28
Ibu An.F mengatakan tidak ada anggota keluarga yang memiliki riwayat
penyakit kanker ataupun tumor, dan tidak ada keluarga menderita penyakit yang
bersifat degenerative seperti DM, hipertensi, dan jantung.
29
1. Sebelum Sakit: klien makan nasi, lauk. Makanan hanya dihabiskan 1
porsi.
2. Saat Sakit : klien makan nasi, lauk, sayur, dan buah. Klien tidak
menghabiskan porsi makannya. Hanya menghabiskan 1/4 dari porsi
makan, terkadang klien hanya makan buah
c. Pola eliminasi
Ibu An.F mengatakan belum BAB sejak 2 hari yang lalu, BAB terasa keras.
Kebiasaan berkemih dalam batas normal.
d. Pola aktivitas / olahraga
Kemampuan Perawatan Diri :
0 1 2 3 4
Makan/Minum √
Mandi √
Berpakaian/berdandan √
Toileting √
Berpindah √
Berjalan √
Menaiki Tangga √
Berbelanja √
Memasak √
30
Pemeliharaan Rumah √
Tidak ada keluhan pada An.F, Ibu An.F mengatakan bahwa An.Fdapat
meakukan aktivitasnya secara mandiri.
555 555
31
Ibu An.F mengatakan jika ada masalah ia selalu berdiskusi dan
bermusyawarah dengan ibu dan bapaknya. An.F tidak menggunakan obat untuk
menghilangkan stres. Keadaan emosi klien sehari-hari santai.
j. Pola Keyakinan-Nilai
Klien beragama Islam, ibu An.F mengatakan penyakit yang diderita An.F
sekarang merupakan cobaan dari Tuhan akibat. Saat ini ibu An.F mencoba pasrah
dan ikhlas akan kondisi An.F dan berharap dapat sembuh secepatnya. Klien
tampak jarang beribadah selama dirawat di rumah sakit.
c. Pemeriksaan Penunjang
a. Diagnostik :
Otoskopi
b. Laboratorium :
Nilai Rujukan
Pemeriksaan Hasil Satuan Interpretasi
Pria Wanita
32
Limfosit 23 % 20-40 Normal
d. Pemeriksaan Fisik
Nadi : 120x/menit
RR : 23x/menit
Suhu: 380C
Hidung Simetris kiri dan kanan, tidak ada sekret, tidak ada
polip
33
Leher Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening, tidak
ada pembesaran tiroid
Perkusi: sonor
Perkusi: timpani
Ekstremitas:
Ekstremitas Atas Tidak ada lesi, tidak ada udem, pergerakan baik.
terpasang infus RL di tangan kiri.
34
Muskuloskeletal/sendi An.F mengatakan tidak merasakan nyeri.
Nodus limfe
Neurologi
RENCANA MEDIS
Pengobatan
Obat-Obatan
Dosis Dosis Terakhir Frekuensi
(Resep/obat bebas)
Methylprednisolone 4 mg 4 mg 2 x 1 tablet
(oral)
35
A. Analisa Data
Diagnosa
No Data Penyebab/ Etiologi
Keperawatan
DO :
DO :
36
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera biologis
2. Risiko infeksi berhubungan dengan supresi respon inflamasi
C. INTERVENSI
37
c. Jelaskan penyebab, periode,
dan pemicu nyeri
d. Jelaskan strategi meredakan
nyeri
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
2. (D.0142) Risiko Setelah dilakukan asuhan Pencegahan Infeksi (I. 14539)
Infeksi keperawatan selama ...x Observasi
berhubungan 24 jam diharapkan risiko b. Monitor tanda dan gejala
dengan supresi infeksi menurun klien infeksi lokal dan sistemik
respon inflamasi menurun dengan kriteria Terapeutik
hasil : d. Berikan perawatan kulit pada
Tingkat Infeksi area edema
(L. 14137) e. Cuci tangan sebelum dan
k. Demam menurun sesudah kontak degan pasien
l. Kemerahan menurun dan lingkungan pasien
m. Nyeri menurun f. Pertahankan teknik aseptik
n. Bengkak menurun pada pasien berisiko tinggi
o. Kadar sel darah Edukasi
putih membaik c. Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
d. Ajarkan cara mencuci tangan
Kolaborasi
b. Kolaborasi pemberian
imunisasi, jika perlu
38
D. Implementasi dan Evaluasi
Diagnosa
Tanggal Implementasi Keperawatan Evaluasi Keperawatan
Keperawatan
39
h. Meningkatkan istirahat
i. Berkolaborasikan dengan dokter dalam
pemberian terapi farmakologi
- Paracetamol 250 mg setiap 8 jam
j. Memonitor penerimaan pasien tentang
manajemen nyeri
40
04/04/19 Nyeri akut a. Melakukan pengkajian nyeri S:
b. Mengobservasi reaksi nonverbal dari
berhubungan dengan
ketidaknyamanan - Klien mengatakan nyeri berkurang
agen pencedera c. Menggunakan teknik komunikasi - Klien mengatakan skala nyeri 5
terapeutik untuk mengetahui pengalaman - Klien mengatakan sudah mengerti
biologis
nyeri pasien teknik nafas dalam
d. Membantu pasien dan keluarga untuk O:
mencari dan menemukan dukungan - Klien tampak lebih tenang dari
e. Mengajarkan teknik nafas dalam sebelumnya
f. Mengevaluasi keefektifan kontrol nyeri - Klien sudah bisa melakukan teknik
g. Meningkatkan istirahat nafas dalam
h. Berkolaborasikan dengan dokter dalam
pemberian terapi farmakologi
- Paracetamol 250 mg setiap 8 jam
i. Memonitor penerimaan pasien tentang
manajemen nyeri
41
- Methylprednisolone 4 mg setiap 12 - An.F mampu menghabiskan
jam makan ½ porsi makan
h. Menginstruksikan keluarga pasien untuk - Telinga kanan An.F tampak
minum antibiotic sesuai resep mengeluarkan cairan berwarna kuning
i. Mengecek tanda gejala infeksi - An.F tampak memegang dan
mengorek telinga kanan tsb.
- S: 37.6 0C
- Leukosit : 11.350 mm3
42
05/04/19 Nyeri akut a. Melakukan pengkajian nyeri S:
b. Mengobservasi reaksi nonverbal dari
berhubungan dengan
ketidaknyamanan - Klien mengatakan nyeri berkurang
agen pencedera c. Menggunakan teknik komunikasi - Klien mengatakan skala nyeri 5
terapeutik untuk mengetahui pengalaman - Klien mengatakan sudah mengerti
biologis
nyeri pasien teknik nafas dalam
d. Membantu pasien dan keluarga untuk O:
mencari dan menemukan dukungan - Klien tampak lebih tenang dari
e. Mengajarkan teknik nafas dalam sebelumnya
f. Mengevaluasi keefektifan kontrol nyeri - Klien sudah bisa melakukan teknik
g. Meningkatkan istirahat nafas dalam
h. Berkolaborasikan dengan dokter dalam
pemberian terapi farmakologi
- Paracetamol 250 mg setiap 8 jam
i. Memonitor penerimaan pasien tentang
manajemen nyeri
43
- Methylprednisolone 4 mg setiap 12 - An.F mampu menghabiskan
jam makan ½ porsi makan
h. Menginstruksikan keluarga pasien untuk - Telinga kanan An.F tampak
minum antibiotic sesuai resep mengeluarkan cairan berwarna kuning
i. Mengecek tanda gejala infeksi - An.F tampak memegang dan
mengorek telinga kanan tsb.
- S: 38 0C
- Leukosit : 11.350 mm3
44
E. Evaluasi Keperawatan
44
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba
eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. Otitis media akut dan kronik paling sering
terjadi pada bayi dan anak. Kelainan ini menyebabkan eksudasi serosa (jika disebabkan
oleh virus), tetapi dapat menjadi supuratif jika terjadi karena infeksi bakteri. Penyebab
otitis media akut disebabkan oleh masuknya bakteri patogenik ke dalam telinga tengah
yang normalnya steril. Gejala dapat bervariasi menurut beratnya infeksi, bisa sangat ringan
dan sementara atau sangat berat.
B. Saran
Diharapkan makalah ini dapat menambah sumber bacaan bagi mahasiswa keperawatan
khusus pada mata kuliah keperawatan medikal bedah.
45
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Yunus. 2009. Keterampilan Menulis dan Bahasa Akademik-Pengantar Mata Kuliah
Pengembangan Kepribadin: Bahasa Indonesia.Bandung: Penerbit Risqi Press.
Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Djafaar ZA, Helmi, Restuti RD.Kelainan telinga tengah. Dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorokan Kepala dan Leher FKUI. Jakarta 2012:p 57-69
Iskandar, N., Soepardi, E., & Bashiruddin, J., et al (ed). 2007. Buku Ajar Ilmu. Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorokan Kepala dan Leher. Edisi ke-. 6. Jakarta
Robbins & cotrans .Buku Saku Dasar Patologi penyakit. Cetakan 1. Jakarta: EGC.
Williams, L & Wilkins. 2011. Nursing: Memahami Berbagai Macam Penyakit. Ahli Bahasa
Paramita. Jakarta: PT. Indeks.
Baughman, Diane C. Dan Joann C. Hackley. 2000. Buku Saku utuk Brunner dan Suddart.
Jakarta: EGC.
Brunner and Suddart. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Vol 3. Edisi 8. Jakarta: EGC.
Reeves, J. Charlene. Et al. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi I. Jakarta: Salemba
Medika.
46