ANGGOTA:
2
DAFTAR ISI
3
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………….. 45
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmatnya
sehingga tugas Mata Kuliah Keperawatan Tropis II dengan judul “ Makalah Asuhan
Keperawatan Pada Pasien Dengan Herpes Hozter ” dapat kami selesaikan dengan
baik.
1. Rekan kelompok yang telah berperan aktif dalam penyususunan dan penyelesaian
2. Bapak Jems KR Maay, S.Kep. Ns., M.Sc selaku dosen yang telah membimbing kami.
Kelompok juga menyadari bahwa dalam penyususunan tugas makalah ini masih jauh
dari kesempurnan, oleh karena itu pada kesempatan ini kami harapkan kritikan dan saran
Akhirnya kelompok berharap makalah ini bisa memberikan manfaat yang banyak bagi
4
12 Maret 2020
Kelompok I
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.
Herpes zoster telah dikenal sejak zaman Yunani kuno.Herpes zoster adalah
infeksi virus pada kulit. Herpes zoster disebabkan oleh virus yang sama dengan
varisela, yaitu virus varisela zoster. Herpes zoster ditandai dengan adanya nyeri hebat
unilateral serta timbulnya lesi vesikuler yang terbatas pada dermatom yang dipersarafi
serabut saraf spinal maupun ganglion serabut saraf sensorik dan nervus kranialis.
Tercatat ada tujuh jenis virus yang dapat menyebabkan penyakit herpes pada manusia
yaitu, herpes simpleks, Varizolla zoster (VZV), Cytomegalovirus (CMV), Epstein Barr
(EBV) dan human herpes virus tipe 6 (HHV-6), tipe 7 (HHV-7), tipe 8 (HHV-8).
Semua virus herpes memiliki ukuran dan morfologi yang sama dan semuanya
Insiden herpes zoster tersebar merata di seluruh dunia, tidak ada perbedaan
angka kesakitan antara pria dan wanita. Angka kesakitan meningkat dengan
peningkatan usia. Diperkirakan terdapat antara 1,3-5 per 1000 orang per tahun. Lebih
dari 2/3 kasus berusia di atas 50 tahun dan kurang dari 10% kasus berusia di bawah 20
5
Patogenesis herpes zoster belum seluruhnya diketahui.Selama terjadi varisela,
virus varisela zoster berpindah tempat dari lesi kulit dan permukaan mukosa ke ujung
saraf sensorik dan ditransportasikan secara sentripetal melalui serabut saraf sensoris ke
ganglion sensoris. Pada ganglion terjadi infeksi laten, virus tersebut tidak lagi menular
dan tidak bermultiplikasi, tetapi tetap mempunyai kemampuan untuk berubah menjadi
infeksius. Herpes zoster pada umumnya terjadi pada dermatom sesuai dengan lokasi
ruam varisela yang terpadat. Aktivasi virus varisela zoster laten diduga karena keadaan
Komplikasi herpes zoster dapat terjadi pada 10-15% kasus, komplikasi yang
terbanyak adalah neuralgia paska herpetik yaitu berupa rasa nyeri yang persisten setelah
krusta terlepas. Komplikasi jarang terjadi pada usia di bawah 40 tahun, tetapi hampir 1/3
kasus terjadi pada usia di atas 60 tahun. Penyebaran dari ganglion yang terkena secara
langsung atau lewat aliran darah sehingga terjadi herpes zoster generalisata.Hal ini dapat
terjadi oleh karena defek imunologi karena keganasan atau pengobatan imunosupresi.
Pada pasien mungkin muncul dengan iritasi, penurunan kesadaran yang disertai pusing
dan kekuningan pada kulit (jaudince) dan kesulitan bernafas atau kejang.Lesi biasanya
hilang dalam dua minggu. Pengaktifan virus yang berdormansi tersebut dapat
disebabkan penurunan daya tahan tubuh, stress, depresi, alergi pada makanan, demam,
trauma pada mukosa genital, menstruasi, kurang tidur dan sinar ultraviolet. (Bruner dan
Suddart. 2002)
Secara umum pengobatan herpes zoster mempunyai 3 tujuan utama yaitu dengan
mengatasi inveksi virus akut, mengatasi nyeri akut yang ditimbulkan oleh virus herpes
6
zoster dan mencegah timbulnya neuralgia paska herpetik. Dari Latar belakang diatas
maka penulis dapat meyimpulkan bahwa herpes zoster adalah penyakit kulit disebabkan
karena virus varisela zoster yang ditandai dengan adanya nyeri hebat dan lesi pada kulit.
B. Rumusan Masalah.
A. Tujuan
7
1. Untuk memahami definisi dari herpes zoster.
B. Manfaat
8
7. Agar mahasiswa dapat mengetahui penatalaksanaan dari herpes zoster.
10. Agar mahasiswa dapat mengetahui asuhan keperawatan dari herpes zoster.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi
Herpes Zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus varisela yg
menyerang kulit dan mukosa, infeksi, ini merupakan keaktifan virus yang terjadi setelah
infeksi primer (ilmu penyakit kulit dan kelamin).Herpes zoster adalah radang kulit akut
yang bersifat khas seperti gerombolan vesikel unilateral, sesuai dengan dermatomanya
terhadap varicella (misalnya seseorang yang sebelumnya tidak terinfeksi oleh varicella
Menurut Arif Mansyur, herpes zoster (campak, cacar ular) adalah penyakit
yang disebabkan infeksi virus varicella. Zoster yang menyerang kulit dan mukosa
infeksi ini merupakan reaktivitas virus yang terjadi setelah infeksi primer kadang-
Menurut Peruus herpes zoster adalah radang kulit akut yang disebabkan oleh
virus Varisella zoster dengan sifat khas yaitu tersusun sepanjang persyarafan sensorik.
disebabkan oleh infeksi virus varisela zoster yang menyerang kulit dan mukosa.
Infeksi ini merupakan reaktivasi virus yang terjadi setelah infeksi primer.Herpes zoster
9
disebut juga shingles.Dikalangan awam popular atau lebih dikenal dengan sebutan
B. Klasifikasi
Herpes zoster oftalmikus merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai bagian
ganglion gasseri yang menerima serabut saraf dari cabang ophtalmicus saraf
trigeminus (N.V), ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit. Infeksi diawali dengan
nyeri kulit pada satu sisi kepala dan wajah disertai gejala konstitusi seperti lesu,
demam ringan. Gejala prodromal berlangsug 1 sampai 4 hari sebelum kelainan kulit
timbul. Fotofobia, banyak kelar air mata, kelopak mata bengkak dan sukar dibuka.
10
Herpes zoster fasialis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai bagian
ganglion gasseri yang menerima serabut saraf fasialis (N.VII), ditandai erupsi herpetik
Herpes zoster brakialis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai pleksus
11
Herpes zoster torakalis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai pleksus
Herpes zoster lumbalis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai pleksus
Herpes zoster sakralis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai pleksus
12
Gambar 6.Herpes zoster sakralis dekstra.
C. Etiologi
Herpes zoster disebabkan oleh infeksi virus varisela zoster (VVZ) dan tergolong virus
berinti DNA, virus ini berukuran 140-200 nm, yang termasuk subfamili alfa herpes
viridae. Berdasarkan sifat biologisnya seperti siklus replikasi, penjamu, sifat sitotoksik dan
sel tempat hidup laten diklasifikasikan kedalam 3 subfamili yaitu alfa, beta dan gamma.
VVZ dalam subfamili alfa mempunyai sifat khas menyebabkan infeksi primer pada sel
epitel yang menimbulkan lesi vaskuler. Selanjutnya setelah infeksi primer, infeksi oleh
virus herpes alfa biasanya menetap dalam bentuk laten didalam neuron dari ganglion.
Virus yang laten ini pada saatnya akan menimbulkan kekambuhan secara periodik. Secara
in vitro virus herpes alfa mempunyai jajaran penjamu yang relatif luas dengan siklus
pertumbuhan yang pendek serta mempunyai enzim yang penting untuk replikasi meliputi
virus spesifik DNA polimerase dan virus spesifik deoxypiridine (thymidine) kinase yang
D. Manifestasi klinis
1. Gejala prodromal sistematik (demam, pusing, malese) maupun gejala prodomal lokal
13
2. Setelah itu timbul eritema yang dalam waktu singkat menjadi vesikel yang
berkelompok, vesikel ini berisi cairan yang jernih kemudian menjadi keruh (berwarna
abu-abu) dapat menjadi pustule dan krusta. (Prof. dr. Adhi Juwanda, 199:107).
3. Gambaran yang khas pada herpes zoster adalah erupsi yang lokalisata dan hampir
selalu unilateral
14
2.1 Patofisiologi
Menurut (Price, Sylvia Anderson. 2005 )
Vesikula tersebar
Mk : gangguan demam,
Mk: gangguan kerusakan integritas mual,anoreksia kepercayaan diri pusing
istirahat dan tidur kulit dan malesie
Mk :Gangguan
rasa
Mk : gangguan Mk :keseimbangan reaksi inflamasi ketidaknyaman
gambar diri nutrisiMK
kurang dari
kebutuhan
Mk:hipertermi
Kurangnya pengetahuan
15
Port de entree kuman
Mk : resiko infeksi
E. Pemeriksaan penunjang
Tes diagnostik untuk membedakan dari impetigo, kontak dermatitis dan herps simplex :
1. Tzanck Smear
a. Preparat diambil dari discraping dasar vesikel yang masih baru, kemudian diwarnai
c. Test ini tidak dapat membedakan antara virus varicella zoster dengan herpes
simpleks virus
2. Kultur dari cairan vesikel dan tes antibodi: Pemeriksaan digunakan untuk
5. Kultur virus
16
8. Biopsi kulit, pemeriksaan histopatologis tampak vesikel intraepidermal dengan
degenerasi sel epidermal dan acantholysis. Pada dermis bagian atas dijumpai adanya
F. Penatalaksanaan medis
jika disertai infeksi sekunder diberikan antibiotik.Pada herpes zoster oftalmikus mengingat
komplikasinya diberikan obat antiviral atau imunostimulator. Obat-obat ini juga dapat
diberikan bedak dengan tujuan protektif untuk mencegah pecahnya vesikel agar tidak
terjadi infeksi sekunder bila erosit diberikan kompres terbuka. Kalau terjadi ulserasi dapat
Karena infeksi HSV tidak dapat disembuhkan, maka terapi ditujukan untuk
2006)
17
Tiga obat antivirus yang dianjurkan oleh petunjuk CDC 1998 adalak asiklovir,
sampai lesi kulit muncul, maka gejala hanya memendek 1 hari.Pasien yang
mengalami kekambuhan 6 kali atau lebih setahun sebaiknya ditawari terapi supresif
setiap hari yang dapat mengurangi frekuensi kekambuhan sebesar 75%. Terapi topical
dengan krim atau salep antivirus tidak terbukti efektif.Terapi supresif atau profilaksis
seksioses area pada wanita yang positif HSV.Vaksin untuk mencegah infeksi HSV-2
G. Komplikasi
Komplikasi herpes zoster menurut Bricker dkk, 2002 adalah sebagai berikut:
Neuralgia paska herpetik adalah rasa nyeri yang timbul pada daerah bekas
2. Infeksi sekunder
keganasan, atau berusia lanjut dapat disertai komplikasi.Vesikel sering manjadi ulkus
18
dengan jaringan nekrotik.
Pada herpes zoster oftatmikus, kelainan yang muncul dapat berupa: ptosis paralitik,
Sindrom Ramsay Hunt terjadi karena gangguan pada nervus fasialis dan otikus,
sehingga memberikan gejala paralisis otot muka (paralisis Bell), kelainan kulit yang
5. Paralisis motorik
Paralisis motorik dapat terjadi pada 1-5% kasus, yang terjadi akibat perjalanan virus
ini biasanya muncul dalam 2 minggu sejak munculnya lesi. Berbagai paralisis dapat
terjadi seperti: di wajah, diafragma, batang tubuh, ekstremitas, vesika urinaria dan
H. Prognosis
Herpes zoster merupakan penyakit self limiting atau dapat sembuh sendiri dan biasanya
sembuh dalam waktu 10:15 hari. Prognosis untuk pasien usia muda dan sehat sangat baik
karena Pada orang tua memiliki resiko yang lebih tinggi untuk terjadinya komplikasi
herpes zoster seperti neualgia pascaherpes, infeksi sekunder dan timbulnya jaringan parut.
19
Varicella dan herpes zoster pada anak imunokompeten tanpa disertai komplikasi prognosis
biasanya sangat baik sedangkan pada anak imunokompromais, angka morbiditas dan
I. Konsep AsuhanKeperawatan
1. Pengkajian
a. Anamnesa
1) IdentitasKlien
Dapat terjadi pada semua orang di semua umur; sering terjadi pada
remaja dan dewasa muda. Jenis kelamin; dapat terjadi pada pria
danwanita.
2) KeluhanUtama
pelayanan kesehatan adalah nyeri pada lesi yang timbul dan gatal-
3) Riwayat PenyakitSekarang
Penderita merasakan nyeri yang hebat, terutama pada area kulit yang
mengalami peradangan berat dan vesikulasi yang hebat, selain itu juga
demam.
4) Riwayat KesehatanLalu
20
5) Riwayat KesehatanKeluarga
6) RiwayatPsikososial
bagian muka atau yang dapat dilihat oleh orang, biasanya mengalami
gangguan konsep diri.hal itu meliputi perubahan citra tubuh, ideal diri
tubuh, ideal diri, harga diri, penampilan peran, atau identitas diri.
1) Keadaan umum klien bergantung pada luas, lokasi timbulnya lesi, dan
yang nyeri,edema di sekitar lesi, dan dapat pula timbul ulkus pada
21
adalah labia mayor dan minor, klitoris, introitus vagina, dan serviks.
3) Jika timbul lesi, catat jenis, bentuk, ukuran / luas, warna, dan keadaan
untuk orang dewasa. Untuk anak-anak, pilih skala yang sesuai dengan
2. Diagnosa
dengan anoreksia
22
g) Ketidakefektifan pola seksual berhubungan dengan takut infeksi menularseksual
23
3. Intervensi
24
pigmentasiku bisadipertahankan dalampemberianobat topikal
lit(timbulbula - Luka atau lesi pada
, kemerahan) kulitmenunjukanprosespenye
mbuhandengan
adanyaregenerasijaringan
25
4 Gangguan Setelah dilakukan tindakan a. Dorongklien mengungkapkan
citra diri keperawatan pasien tidak perasaannya
berhubunga mengalami gangguan citra tubuh, b. Jelaskan tentang pengobatan,
n dengan dengan kriteria hasil : perawatan
penyakit - Body imagepositif c. Fasilitasikontak individudengan
- Mempertahankaninteraksi kelompokkecil
sosial d. Berireinforcement yangpositif
5 Ketidaksei Selama dilakukan tindakan a. Monitormual/muntah
mbangan keperawatan, kebutuhan nutrisi b. Observasidan kaji intakepasien
nutrisi pasien terpenuhi dengan kriteria c. Anjurkanmakan sedikit-
kurang dari hasil : sedikittapi sering
kebutuhan - Tidak ada tanda-tanda d. Hidangkan makanan selagi
malnutrisi hangat
berhubunga - Tidak ada e. Kolaborasi dengan ahli gizi
n dengan mual/muntah dalampemberian dan
intake tidak penyusunan menu favoriteklien
adekuat f. Kolaborasidengan dokterdalam
pemberianantiemetikdan
penambah nafsu makan
6 Resiko Selama dilakukan tindakan a. Tekankan pentingnyateknik cuci
infeksi keperawatan, pasien tangan yang baik untuk semua
berhubun terhindar dari infeksi sekunder individuyangdatangkontak
gan dengan kriteria hasil: denganpasien.
dengang Klienmampumendeskripsikan b. Gunakan skort, sarung tangan,
angguan proses penularan masker danteknikaseptic, selama
integritas penyakit,faktoryangmempeng perawatan kulit
kulit aruhi c. Cukur atau ikat rambut di sekitar
penularansertapenatalaksanaa daerahyang terdapaterupsi.
nnya d. Bersihkan jaringan nekrotik / yang
Menunjukan lepas (termasuk pecahnya lepuh)
kemampuanuntuk mencegah e. Kolaborasi dengan dokterdalam
26
timbulnya infeksibaru pemberianantiviral
Menunjukan perilaku
hidupsehat
7 Ketidake Setelahdilakukan tindakan a. Kajitingkat kecemasan klien
fektifan keperawatan, pola seksual pasien yang berhubungan denganpola
pola kembali efektif dengan kriteria seksual
seksual hasil : b. Jelaskan pada klien waktuuntuk
berhubun Pola seksualitas klien normal melakukan hubungan
gan Klien terlihat tidak cemas seksualsesuaikondisinya
dengan terhadap aktifitas seksualnya c. Beriedukasi tentang
takut Klienmampu keadaanklienapabila
infeksi menggunakanmekanismekopi berhubunganseksual
menular ngyang efektif d. Anjurkan pada pasien untuk
seksual mengikuti program
pengobatandanperawatan
sampai tuntas
27
BAB III
KONSEP DASAR NYERI
A. Pengertian nyeri
Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan ekstensinya
Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah sensori
subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang didapat terkait dengan kerusakan
B. Fisiologi nyeri
Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsang nyeri.
Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung syaraf bebas dalam kulit
yang berespon hanya terhadap stimulus kuat yang secara potensial merusak. Reseptor
nyeri disebut juga nosireceptor, secara anatomis reseptor nyeri (nosireceptor) ada yang
bermielien dan ada juga yang tidak bermielin dari syaraf perifer.
tubuh yaitu pada kulit (Kutaneus), somatik dalam (deep somatic), dan pada daerah viseral,
karena letaknya yang berbeda-beda inilah, nyeri yang timbul juga memiliki sensasi yang
berbeda.
Nosireceptor kutaneus berasal dari kulit dan sub kutan, nyeri yang berasal dari
daerah ini biasanya mudah untuk dialokasi dan didefinisikan. Reseptor jaringan kulit
28
A. Reseptor A delta
memungkinkan timbulnya nyeri tajam yang akan cepat hilang apabila penyebab nyeri
dihilangkan
B. Serabut C
Merupakan serabut komponen lambat (kecepatan tranmisi 0,5 m/det) yang terdapat
pada daerah yang lebih dalam, nyeri biasanya bersifat tumpul dan sulit dilokalisasi.
Struktur reseptor nyeri somatik dalam meliputi reseptor nyeri yang terdapat pada
tulang, pembuluh darah, syaraf, otot, dan jaringan penyangga lainnya. Karena struktur
reseptornya komplek, nyeri yang timbul merupakan nyeri yang tumpul dan sulit
dilokalisasi.
Reseptor nyeri jenis ketiga adalah reseptor viseral, reseptor ini meliputi organ-organ
viseral seperti jantung, hati, usus, ginjal dan sebagainya. Nyeri yang timbul pada
reseptor ini biasanya tidak sensitif terhadap pemotongan organ, tetapi sangat sensitif
C. Mekanisme Nyeri
Nyeri berdasarkan mekanismenya melibatkan persepsi dan respon terhadap nyeri
tersebut. Mekanisme timbulnya nyeri melibatkan empat proses, yaitu: tranduksi/
transduction, transmisi/transmission, modulasi/modulation, dan persepsi/ perception
(McGuire & Sheilder, 1993; Turk & Flor, 1999). Keempat proses tersebut akan dijelaskan
sebagai berikut :
1. Transduksi / Transduction
Transduksi adalah adalah proses dari stimulasi nyeri dikonfersi kebentuk yang dapat
diakses oleh otak (Turk & Flor, 1999). Proses transduksi dimulai ketika nociceptor
yaitu reseptor yang berfungsi untuk menerima rangsang nyeri teraktivasi. Aktivasi
29
reseptor ini (nociceptors) merupakan sebagai bentuk respon terhadap stimulus yang
datang seperti kerusakan jaringan.
2. Transmisi/Transmission
Transmisi adalah serangkaian kejadian-kejadian neural yang membawa impuls listrik
melalui sistem saraf ke area otak. Proses transmisi melibatkan saraf aferen yang
terbentuk dari serat saraf berdiameter kecil ke sedang serta yang berdiameter besar
(Davis, 2003). Saraf aferen akan ber-axon pada dorsal horn di spinalis. Selanjutnya
transmisi ini dilanjutkan melalui sistem contralateral spinalthalamic melalui ventral
lateral dari thalamus menuju cortex serebral.
3. Modulasi/Modulation
Proses modulasi mengacu kepada aktivitas neural dalam upaya mengontrol jalur
transmisi nociceptor tersebut (Turk & Flor, 1999). Proses modulasi melibatkan system
neural yang komplek. Ketika impuls nyeri sampai di pusat saraf, transmisi impuls
nyeri ini akan dikontrol oleh system saraf pusat dan mentransmisikan impuls nyeri ini
kebagian lain dari system saraf seperti bagian cortex. Selanjutnya impuls nyeri ini akan
ditransmisikan melalui sarafsaraf descend ke tulang belakang untuk memodulasi
efektor.
4. Persepsi/Perception
Persepsi adalah proses yang subjective (Turk & Flor, 1999). Proses persepsi ini tidak
hanya berkaitan dengan proses fisiologis atau proses anatomis saja (McGuire &
Sheildler, 1993), akan tetapi juga meliputi cognition (pengenalan) dan memory
(mengingat) (Davis, 2003). Oleh karena itu, faktor psikologis, emosional, dan
berhavioral (perilaku) juga muncul sebagai respon dalam mempersepsikan pengalaman
nyeri tersebut. Proses persepsi ini jugalah yang menjadikan nyeri tersebut suatu
fenomena yang melibatkan multidimensional
30
menjelaskan bagaimana nyeri dapat timbul, namun teori gerbang kendali nyeri dianggap
paling relevan (Tamsuri, 2007)
Teori gate control dari Melzack dan Wall (1965) mengusulkan bahwa impuls nyeri
dapat diatur atau dihambat oleh mekanisme pertahanan di sepanjang sistem saraf pusat.
Teori ini mengatakan bahwa impuls nyeri dihantarkan saat sebuah pertahanan dibuka dan
impuls dihambat saat sebuah pertahanan tertutup. Upaya menutup pertahanan tersebut
merupakan dasar teori menghilangkan nyeri.
Suatu keseimbangan aktivitas dari neuron sensori dan serabut kontrol desenden
dari otak mengatur proses pertahanan. Neuron delta-A dan C melepaskan substansi C
melepaskan substansi P untuk mentranmisi impuls melalui mekanisme pertahanan. Selain
itu, terdapat mekanoreseptor, neuron beta-A yang lebih tebal, yang lebih cepat yang
melepaskan neurotransmiter penghambat. Apabila masukan yang dominan berasal dari
serabut beta-A, maka akan menutup mekanisme pertahanan. Diyakini mekanisme
penutupan ini dapat terlihat saat seorang perawat menggosok punggung klien dengan
lembut. Pesan yang dihasilkan akan menstimulasi mekanoreseptor, apabila masukan yang
dominan berasal dari serabut delta A dan serabut C, maka akan membuka pertahanan
tersebut dan klien mempersepsikan sensasi nyeri. Bahkan jika impuls nyeri dihantarkan ke
otak, terdapat pusat kortek yang lebih tinggi di otak yang memodifikasi nyeri. Alur saraf
desenden melepaskan opiat endogen, seperti endorfin dan dinorfin, suatu pembunuh nyeri
alami yang berasal dari tubuh. Neuromedulator ini menutup mekanisme pertahanan
dengan menghambat pelepasan substansi P. tehnik distraksi, konseling dan pemberian
plasebo merupakan upaya untuk melepaskan endorfin (Potter, 2005).
31
4. Gerakan tubuh (Gelisah, Imobilisasi, Ketegangan otot, peningkatan gerakan jari &
tangan
Individu yang mengalami nyeri dengan awitan mendadak dapat bereaksi sangat berbeda
terhadap nyeri yang berlangsung selama beberapa menit atau menjadi kronis. Nyeri dapat
menyebabkan keletihan dan membuat individu terlalu letih untuk merintih atau menangis.
Pasien dapat tidur, bahkan dengan nyeri hebat. Pasien dapat tampak rileks dan terlibat
dalam aktivitas karena menjadi mahir dalam mengalihkan perhatian terhadap nyeri.
Fase ini mungkin bukan merupakan fase yg paling penting, karena fase ini bisa
mempengaruhi dua fase lain. Pada fase ini memungkinkan seseorang belajar tentang
nyeri dan upaya untuk menghilangkan nyeri tersebut. Peran perawat dalam fase ini
Fase ini terjadi ketika klien merasakan nyeri. karena nyeri itu bersifat subyektif, maka
tiap orang dalam menyikapi nyeri juga berbeda-beda. Toleraransi terhadap nyeri juga
akan berbeda antara satu orang dengan orang lain. orang yang mempunyai tingkat
toleransi tinggi terhadap nyeri tidak akan mengeluh nyeri dengan stimulus kecil,
sebaliknya orang yang toleransi terhadap nyerinya rendah akan mudah merasa nyeri
dengan stimulus nyeri kecil. Klien dengan tingkat toleransi tinggi terhadap nyeri
32
mampu menahan nyeri tanpa bantuan, sebaliknya orang yang toleransi terhadap
nyerinya rendah sudah mencari upaya mencegah nyeri, sebelum nyeri datang.
berbeda merasakan tingkat nyeri dari stimulus yang sama. Kadar endorfin berbeda tiap
individu, individu dengan endorfin tinggi sedikit merasakan nyeri dan individu dengan
Klien bisa mengungkapkan nyerinya dengan berbagai jalan, mulai dari ekspresi wajah,
vokalisasi dan gerakan tubuh. Ekspresi yang ditunjukan klien itulah yang digunakan
perawat untuk mengenali pola perilaku yang menunjukkan nyeri. Perawat harus
karena belum tentu orang yang tidak mengekspresikan nyeri itu tidak mengalami
Fase ini terjadi saat nyeri sudah berkurang atau hilang. Pada fase ini klien masih
dimungkinkan klien mengalami gejala sisa pasca nyeri. Apabila klien mengalami
episode nyeri berulang, maka respon akibat (aftermath) dapat menjadi masalah
kesehatan yang berat. Perawat berperan dalam membantu memperoleh kontrol diri
1. Usia
33
Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat harus mengkaji respon
nyeri pada anak. Pada orang dewasa kadang melaporkan nyeri jika sudah patologis dan
mengalami kerusakan fungsi. Pada lansia cenderung memendam nyeri yang dialami,
karena mereka mengangnggap nyeri adalah hal alamiah yang harus dijalani dan
mereka takut kalau mengalami penyakit berat atau meninggal jika nyeri diperiksakan.
2. Jenis kelamin
Gill (1990) mengungkapkan laki-laki dan wnita tidak berbeda secara signifikan dalam
merespon nyeri, justru lebih dipengaruhi faktor budaya (ex: tidak pantas kalo laki-laki
3. Kultur
Orang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya mereka berespon terhadap nyeri
misalnya seperti suatu daerah menganut kepercayaan bahwa nyeri adalah akibat yang
harus diterima karena mereka melakukan kesalahan, jadi mereka tidak mengeluh jika
ada nyeri.
4. Makna nyeri
bagaimana mengatasinya.
5. Perhatian
Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat mempengaruhi
persepsi nyeri. Menurut Gill (1990), perhatian yang meningkat dihubungkan dengan
nyeri yang meningkat, sedangkan upaya distraksi dihubungkan dengan respon nyeri
yang menurun. Tehnik relaksasi, guided imagery merupakan tehnik untuk mengatasi
nyeri.
34
6. Ansietas
Cemas meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan nyeri bisa menyebabkan seseorang
cemas.
8. Pola koping
Pola koping adaptif akan mempermudah seseorang mengatasi nyeri dan sebaliknya
pola koping yang maladaptive akan menyulitkan seseorang mengatasi nyeri.
Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada anggota keluarga atau
H. Intensitas Nyeri
Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan oleh individu,
pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan individual dan kemungkinan nyeri dalam
intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda oleh dua
orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang paling mungkin
adalah menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri. Namun,
pengukuran dengan tehnik ini juga tidak dapat memberikan gambaran pasti tentang nyeri
35
2) Skala identitas nyeri numerik
Keterangan :
0 :Tidak nyeri
1-3 : Nyeri ringan : secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan baik.
4-6 : Nyeri sedang : Secara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat menunjukkan
7-9 : Nyeri berat : secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti perintah tapi
masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat
36
mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang dan
distraksi
10 : Nyeri sangat berat : Pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi, memukul.
intensitas nyeri tersebut. Klien seringkali diminta untuk mendeskripsikan nyeri sebagai
yang ringan, sedang atau parah. Namun, makna istilah-istilah ini berbeda bagi perawat
dan klien. Dari waktu ke waktu informasi jenis ini juga sulit untuk dipastikan.
Skala deskritif merupakan alat pengukuran tingkat keparahan nyeri yang lebih
sebuah garis yang terdiri dari tiga sampai lima kata pendeskripsi yang tersusun dengan
jarak yang sama di sepanjang garis. Pendeskripsi ini diranking dari “tidak terasa nyeri”
sampai “nyeri yang tidak tertahankan”. Perawat menunjukkan klien skala tersebut dan
meminta klien untuk memilih intensitas nyeri trbaru yang ia rasakan. Perawat juga
menanyakan seberapa jauh nyeri terasa paling menyakitkan dan seberapa jauh nyeri
terasa paling tidak menyakitkan. Alat VDS ini memungkinkan klien memilih sebuah
scales, NRS) lebih digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsi kata. Dalam hal ini,
klien menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-10. Skala paling efektif digunakan
saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi terapeutik. Apabila
(AHCPR, 1992).
Skala analog visual (Visual analog scale, VAS) tidak melebel subdivisi. VAS
adalah suatu garis lurus, yang mewakili intensitas nyeri yang terus menerus dan
37
pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya. Skala ini memberi klien kebebasan penuh
nyeri yang lebih sensitif karena klien dapat mengidentifikasi setiap titik pada
rangkaian dari pada dipaksa memilih satu kata atau satu angka (Potter, 2005).
Skala nyeri harus dirancang sehingga skala tersebut mudah digunakan dan
tidak mengkomsumsi banyak waktu saat klien melengkapinya. Apabila klien dapat
membaca dan memahami skala, maka deskripsi nyeri akan lebih akurat. Skala deskritif
bermanfaat bukan saja dalam upaya mengkaji tingkat keparahan nyeri, tapi juga,
mengevaluasi perubahan kondisi klien. Perawat dapat menggunakan setelah terapi atau
saat gejala menjadi lebih memburuk atau menilai apakah nyeri mengalami penurunan
BAB IV
Kasus:
Selasa, 11 Maret 2020: pasien Ny. N, Umur 30 th, datang ke PKM Kw. Lama, diantar oleh
suaminya. Pasien mengeluh nyeri seperti terbakar, lokasi nyeri pada daerah lipatan mamae kiri
sampai ke belakang.Nyerinya terus menerus mulai tadi malam, pasien tampak menutupi
daerah nyeri.Wajah tampak tidak rilek.Pasien mengeluh tidak bisa tidur semalam akibat nyeri.
Setelah dilakukan pemeriksaan TTV didapatkan data: TD : 120/80 mmHg, N : 100 x/mnt,
Pengkajian Kasus:
38
A. Anamnesis
1. Identitas:
d. Pekerjaan : IRT
2. Riwayatkesehatan
a. KeluhanUtama
Nyeri seperti terbakar pada daerah lipatan mamae kiri sampai ke belakang
b. Riwayat PenyakitSekarang
Sejak tadi malam, nyeri seperti terbakar, lokasi nyeri pada daerah
badan dan demam ringan. Belum pernah berobat untuk keluhan ini.
menurunkandemamnya.
c. Riwayat Penyakitdahulu
d. Riwayat Penyakitkeluarga
e. Kebiasaan/Lingkungan
39
Penderita mempunyai kebiasaan jalan santai 1 jam setiaphari.
B. PemeriksaanFisik
C. PemeriksaanPenunjang
4. Pemeriksaanhistopatologik
5. Kultur virus
D. Analisa Data
Data Etiologi Masalah Keperawatan
DS : Nyeri seperti terbakar Varicela Zoster Virus Nyeri
pada daerah lipatan mamae
Inflamasi dan neuralgia
kiri sampai ke belakang.
berat
DO:ada Vesikel
bergerombol di daerah Virus aktif ikut serabut
40
lipatan mamae kiri tembus saraf sensorik
belakang,berwarna merah, Neuritis
suhu : 38 ° C Pelepasan mediator nyeri
Nyeri
DS : Sejak semalam, Varicela ZosterVirus Kerusakan integritas kulit
muncul bintik-bintik
merah di daerah lipatan Meninggalkan lesi di
mamae kiri tembus kulit dan permukaan
belakang mukosa ke ujung
DO : ada Vesikel serabutsaraf
bergerombol di lipatan
mamae kiri tembus Kerusakan integritas kulit
belakang, berwarna merah
DS : Sejak semalam, Varicela ZosterVirus Gangguan citra tubuh
muncul bintik-bintik
kemerahan di daerah Meninggalkan lesi di
lipatan mamae kiri tembus kulit dan permukaan
belakang mukosa ke ujung
DO : ada Vesikel serabutsaraf
bergerombol di daerah
lipatan mamae kiri
tembus belakang, Gangguan citratubuh
berwarna merah
E. DiagnosaKeperawatan
F. IntervensiKeperawatan
41
Diagnosa NOC NIC
Nyeri berhubungan Painlevel Pain Management
dengan proses Paincontrol a. Lakukan pengkajian nyerisecara
inflamasi virus komprehensif(lokasi,
Comfort level Kriteria
karakteristik,durasi,frekuensi,kualit
Hasil:
as dan faktor pesipitasi)
Mampumengontrol nyeri
b. Observasi reaksi non verbal
(tahupenyebabnyeri,mampu
dariketidaknyamanan
menggunakantekniknonfarm c. Gunakan komunikasi terapeutik
akologi untukmengurangi untuk mengetahui pengalaman
nyeri, mencari bantuan) nyeriklien
Melaporkan bahwa nyeri d. Kontrol lingkungan yang dapat
denganmenggunakan ruangan,pencahayaan,kebisingan
e. Ajarkan tentangteknik pernafasan
manajemen nyeri
/relaksasi
Mampu mengenali
f. KolaborasipemberianAnalgetik
nyeri(skala intensitas,
g. Evaluasi keefektifan kontrolnyeri
frekuensi,dan tandanyeri)
h. Anjurkan klien
Menyatakan rasa nyaman untukberistirahat
setelah nyeriberkurang i. Kolaborasi dengan dokter jika
keluhan dan tindakan nyeri tidak
berhasil
42
Kerusakanintegri Tissue Integrity : Pressure Management:
taskulitb.dvesike Skin&Mucous membrane a. Anjurkan pasien mengenakan
lyangmudah Hemodyalisis Akses pakaian yang longgar
pecah Kriteria Hasil : b. Jaga kebersihan kulit agar tetap
Tidak ada luka/lesi bersih dan tetapkering
padakulit c. Monitor kulit akan adanya
kulitdanmencegah
terjadinyasedera berulang
Gangguan body BodyImage Body Image Enchancement
image b.d Self Esteem Kriteria a. Kaji secara verbal dan non verbal
perubahan Hasil: respon klien terhadaptubuhnya
penampilan BodyImage Positif b. Jelaskan tentang pengobatan,
interaksisosial perasaannya
d. Fasilitasi kontak dengan individu
Mendeskripsikan secara
lain dalam kelompokkecil
faktual perubahan
fungsi tubuh
43
BABV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Herpes Zoster merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh virus varisela yang
berada laten di jaras saraf sensorik yang bersifat khas seperti gerombolan vesitel unilateral
dan radang ini dialami oleh seseorang yang tidak mempuyai kekebalan terhadap varisela.
Nyeri adalah sensori subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang
didapat terkait dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau menggambarkan
kondisi terjadinya kerusakan. Penting bagi perawat untuk memahami makna nyeri bagi
setiap individu. Penatalaksanaan nyeri lebih dari sekedar pemberian analgesik. Dengan
memahami nyeri dengan lebih holistik, maka perawat dapat mengembangkan strategi yang
lebih tepat dan baik pada penanganan yang lebih berhasil lagi.
B. Saran
Berdasarkan uraian yang ada serta kesimpulan diatas , maka penulis mencoba mengajukan
1. Dalam memberikan asuhan keperawatan perlu adanya kerja sama tim baik dokter ,
2. Untuk masyarakat bisa lebih memahami dan mencegah terjadinya infeksi virus Herpes
Zoster.
44
DAFTAR PUSTAKA
Djuanda, Adhi (1993). Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin, Edisi Kedua, FK
Universitas Indonesia, Jakarta, 1993.
Kurniawan, dkk. 2009. Varicela Zoster Pada Anak. Medicinus · Vol. 3 No. 1
Februari 2009 – Mei 2009
Mansjoer Arif dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. Media Aescula plus.
Jakarta.
45