Anda di halaman 1dari 45

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN


DENGAN HERPES ZOSTER

Disusun oleh: KELOMPOK 01

PRODI NERS TIMIKA PAPUA


Dosen Pembimbing: Jems KR Maay, S.Kep. Ns., M.Sc

POLTEKKES KEMENKES JAYAPURA PAPUA


TAHUN PELAJARAN 2019-2020
KELOMPOK I

KETUA : HUBERTUS HADIR NIM : P071201190


SEKRETARIS : NATALIA ANGGAIBAK NIM: P07120119073

ANGGOTA:

ABRAHAM KAFIAR NIM:P07120119044


AGUSTINA PAULINA GAYATRI NIM: P07120119047
ANGGREINY H. TAIHUTTU NIM: P07120119051
EMMY KOGOYA NIM: P07120119058
FRANTIRDA WARFANDU NIM: P07120119062
JUNIARSIH SUWIDIASTUTY NIM: P07120119066
MESAK PEKEY NIM: P07120119071
NATALIA ANGGAIBAK NIM: P07120119073
OLOAN C. SINAMBELA NIM: P07120119074
SIMON SALAMBA NIM: P07120119085
SUSAN ERNA KUHUPARUW NIM: P07120119086
WIHELMINA DEMETOUW NIM: P07120119087

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……………………………………………….….…….…………... 3


DAFTAR ISI………………………………………………………………………………..4
BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………………………….5
A. Latar Belakang ……………………………………………………………….... 7
B. Rumusan Masalah ……………………………………………………….……..7
C. Tujuan Penulisan .……………………………………………………………. 7
D. Mamfaat penulisn……………………………………………………………..8
BAB II TINJAUAN TEORI ………………………..…………………………………..... 9
A. Definisi ……………….……………………………………………….………. 9
B. EKlasifikasi …………………………….…………………………………….… 10
C. Etiologi ………………………….……………………………….……………13
D. Manifestasi Klinis …………………………………………..…………….…… 13
E. Pemeriksaan Penunjang……………………………………………………..…16
F. Penatalaksanaan Medis………………………………………………………...17
G. Komplikasi……………………………………………………………………..18
H. Prognosis………………………………………………………………………..19
I. Konsep Asuhan Keperawatan……………………………………………….…..20
BAB III KONSEP DASAR NYERI……………………………………………….….....28
A. Pengertian ………………..……………………………………………….…… 28
B. Fisiologi Nyeri …………………..……………………….……………….……..28
C. Mekanisme Nyeri ……………………………………………………….….…. 29
D. Teori Pengontrolan Nyeri ……………………………………………………. 30
E. Respon Tingkah Laku Terhadap Nyeri………………………………………….31
F. Factor yang Mempengaruhi respon Nyeri………………………………………..33
G. Intensitas Nyeri………………………………………………….………………..35
BAB IV STUDI KASUS HERPEZ ZOSTER ……….…………….………………………38
A. Anamnesis……………………………………………………………………….. 38
B. Pemeriksaan Fisik………………………………………………………………….40
C. Pemeriksaan Penunjang ………………………………………………………… 40
D. Analisa Data ………………………………………………………………………. 40
E. Diagnosa Keperawatan …………………………………………………………… 41
F. Intervensi Keperawatan …………………………………………………………… 42
BAB V PENUTUP………………………….. ……….…………….……………………… 38
A. Kesimpulan ……………………………………………………………………… 44
B. Saran …………………………………………………………………………….. 44

3
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………….. 45

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmatnya

sehingga tugas Mata Kuliah Keperawatan Tropis II dengan judul “ Makalah Asuhan

Keperawatan Pada Pasien Dengan Herpes Hozter ” dapat kami selesaikan dengan

baik.

Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada :

1. Rekan kelompok yang telah berperan aktif dalam penyususunan dan penyelesaian

tugas ini sesuia dengan peran dan tugas masing – masing.

2. Bapak Jems KR Maay, S.Kep. Ns., M.Sc selaku dosen yang telah membimbing kami.

Kelompok juga menyadari bahwa dalam penyususunan tugas makalah ini masih jauh

dari kesempurnan, oleh karena itu pada kesempatan ini kami harapkan kritikan dan saran

yang konstruktif demi penyempurnaan tugas di masa yang akan datang.

Akhirnya kelompok berharap makalah ini bisa memberikan manfaat yang banyak bagi

para pembaca yang membutuhkan.

4
12 Maret 2020

Kelompok I

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.

Herpes zoster telah dikenal sejak zaman Yunani kuno.Herpes zoster adalah

infeksi virus pada kulit. Herpes zoster disebabkan oleh virus yang sama dengan

varisela, yaitu virus varisela zoster. Herpes zoster ditandai dengan adanya nyeri hebat

unilateral serta timbulnya lesi vesikuler yang terbatas pada dermatom yang dipersarafi

serabut saraf spinal maupun ganglion serabut saraf sensorik dan nervus kranialis.

Tercatat ada tujuh jenis virus yang dapat menyebabkan penyakit herpes pada manusia

yaitu, herpes simpleks, Varizolla zoster (VZV), Cytomegalovirus (CMV), Epstein Barr

(EBV) dan human herpes virus tipe 6 (HHV-6), tipe 7 (HHV-7), tipe 8 (HHV-8).

Semua virus herpes memiliki ukuran dan morfologi yang sama dan semuanya

melakukan replikasi pada inti sel. (Bruner dan Suddart. 2002)

Insiden herpes zoster tersebar merata di seluruh dunia, tidak ada perbedaan

angka kesakitan antara pria dan wanita. Angka kesakitan meningkat dengan

peningkatan usia. Diperkirakan terdapat antara 1,3-5 per 1000 orang per tahun. Lebih

dari 2/3 kasus berusia di atas 50 tahun dan kurang dari 10% kasus berusia di bawah 20

tahun. (Bruner dan Suddart. 2002)

5
Patogenesis herpes zoster belum seluruhnya diketahui.Selama terjadi varisela,

virus varisela zoster berpindah tempat dari lesi kulit dan permukaan mukosa ke ujung

saraf sensorik dan ditransportasikan secara sentripetal melalui serabut saraf sensoris ke

ganglion sensoris. Pada ganglion terjadi infeksi laten, virus tersebut tidak lagi menular

dan tidak bermultiplikasi, tetapi tetap mempunyai kemampuan untuk berubah menjadi

infeksius. Herpes zoster pada umumnya terjadi pada dermatom sesuai dengan lokasi

ruam varisela yang terpadat. Aktivasi virus varisela zoster laten diduga karena keadaan

tertentu yang berhubungan dengan imunosupresi, dan imunitas selular merupakan

faktor penting untuk pertahanan pejamu terhadap infeksi endogen.

Komplikasi herpes zoster dapat terjadi pada 10-15% kasus, komplikasi yang

terbanyak adalah neuralgia paska herpetik yaitu berupa rasa nyeri yang persisten setelah

krusta terlepas. Komplikasi jarang terjadi pada usia di bawah 40 tahun, tetapi hampir 1/3

kasus terjadi pada usia di atas 60 tahun. Penyebaran dari ganglion yang terkena secara

langsung atau lewat aliran darah sehingga terjadi herpes zoster generalisata.Hal ini dapat

terjadi oleh karena defek imunologi karena keganasan atau pengobatan imunosupresi.

Pada pasien mungkin muncul dengan iritasi, penurunan kesadaran yang disertai pusing

dan kekuningan pada kulit (jaudince) dan kesulitan bernafas atau kejang.Lesi biasanya

hilang dalam dua minggu. Pengaktifan virus yang berdormansi tersebut dapat

disebabkan penurunan daya tahan tubuh, stress, depresi, alergi pada makanan, demam,

trauma pada mukosa genital, menstruasi, kurang tidur dan sinar ultraviolet. (Bruner dan

Suddart. 2002)

Secara umum pengobatan herpes zoster mempunyai 3 tujuan utama yaitu dengan

mengatasi inveksi virus akut, mengatasi nyeri akut yang ditimbulkan oleh virus herpes

6
zoster dan mencegah timbulnya neuralgia paska herpetik. Dari Latar belakang diatas

maka penulis dapat meyimpulkan bahwa herpes zoster adalah penyakit kulit disebabkan

karena virus varisela zoster yang ditandai dengan adanya nyeri hebat dan lesi pada kulit.

B. Rumusan Masalah.

1. Apa definisi dari herpes zoster?

2. Bagaimana klasifikasi dari herpes zoster?

3. Bagaimana etiologi dari herpes zoster?

4. Bagaimana manifestasi klinis dari herpes zoster?

5. Bagaimana patofisiologi dari herpes zoster?

6. Apa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada herpes zoster?

7. Bagaimana penatalaksanaan medis dari herpes zoster?

8. Apa komplikasi dari herpes zoster?

9. Bagaimana prognosis dari herpes zoster?

10. Bagaimana asuhan keperawatan dari herpes zoster?

11. Apa yang dimaksud dengan nyeri ?

12. Apa yang dimaksud dengan reseptor nyeri ?

13. Bagaimana rasa nyeri itu bisa muncul ?

14. Bagaimana respon individu terhadap nyeri ?

15. Faktor apa sajakah yang mempengaruhi nyeri ?

16. Bagaimana cara mengatasi nyeri ?

A. Tujuan

7
1. Untuk memahami definisi dari herpes zoster.

2. Untuk memahami klasifikasi dari herpes zoster.

3. Untuk memahami etiologi dari herpes zoster.

4. Untuk memahami manifestasi klinis dari herpes zoster

5. Untuk memahami patofisiologi dari herpes zoster.

6. Untuk memahami pemeriksaan penunjang dari herpes zoster.

7. Untuk memahami penatalaksanaan dari herpes zoster.

8. Untuk memahami komplikasi dari herpes zoster.

9. Untuk memahami prognosis dari herpes zoster.

10. Untuk memahami asuhan keperawatan dari herpes zoster.

11. Mengetahui apa yang dimaksud dengan nyeri.

12. Mengetahui apa yang dimaksud dengan reseptor nyeri.

13. Mengetahui bagaimana rasa nyeri bisa muncul.

14. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri.

15. Mengetahui penanganan nyeri.

B. Manfaat

1. Agar mahasiswa dapat mengetahui definisi dari herpes zoster.

2. Agar mahasiswa dapat mengetahuiklasifikasi dari herpes zoster.

3. Agar mahasiswa dapat mengetahui etiologi dari herpes zoster.

4. Agar mahasiswa dapat mengetahui manifestasi klinis dari herpes zoster.

5. Agar mahasiswa dapat mengetahuipatofisiologi dari herpes zoster.

6. Agar mahasiswa dapat mengetahui pemeriksaan penunjang dari herpes zoster.

8
7. Agar mahasiswa dapat mengetahui penatalaksanaan dari herpes zoster.

8. Agar mahasiswa dapat mengetahuikomplikasi dari herpes zoster.

9. Agar mahasiswa dapat mengetahuiprognosis dari herpes zoster.

10. Agar mahasiswa dapat mengetahui asuhan keperawatan dari herpes zoster.

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Herpes Zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus varisela yg

menyerang kulit dan mukosa, infeksi, ini merupakan keaktifan virus yang terjadi setelah

infeksi primer (ilmu penyakit kulit dan kelamin).Herpes zoster adalah radang kulit akut

yang bersifat khas seperti gerombolan vesikel unilateral, sesuai dengan dermatomanya

(persyarafannya).Infeksi ini dialami oleh seseorang yang tidak mempunyai kekebalan

terhadap varicella (misalnya seseorang yang sebelumnya tidak terinfeksi oleh varicella

dalam bentuk cacar air). (Smeitzer, Suzanne C.2001)

Menurut Arif Mansyur, herpes zoster (campak, cacar ular) adalah penyakit

yang disebabkan infeksi virus varicella. Zoster yang menyerang kulit dan mukosa

infeksi ini merupakan reaktivitas virus yang terjadi setelah infeksi primer kadang-

kadang infeksi berlangsung sub kronis.

Menurut Peruus herpes zoster adalah radang kulit akut yang disebabkan oleh

virus Varisella zoster dengan sifat khas yaitu tersusun sepanjang persyarafan sensorik.

Kesimpulan dari penulis tentang Herpes zoster adalah penyakit yang

disebabkan oleh infeksi virus varisela zoster yang menyerang kulit dan mukosa.

Infeksi ini merupakan reaktivasi virus yang terjadi setelah infeksi primer.Herpes zoster

9
disebut juga shingles.Dikalangan awam popular atau lebih dikenal dengan sebutan

“dampa” atau “cacar air”.

B. Klasifikasi

Klasifikasi herpes zoster menurut Harahap,Marwali. 2000 adalah sebagai berikut:

1. Herpes zoster oftalmikus

Herpes zoster oftalmikus merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai bagian

ganglion gasseri yang menerima serabut saraf dari cabang ophtalmicus saraf

trigeminus (N.V), ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit. Infeksi diawali dengan

nyeri kulit pada satu sisi kepala dan wajah disertai gejala konstitusi seperti lesu,

demam ringan. Gejala prodromal berlangsug 1 sampai 4 hari sebelum kelainan kulit

timbul. Fotofobia, banyak kelar air mata, kelopak mata bengkak dan sukar dibuka.

Gambar 1. Herpes zoster oftalmikus sinistra

2. Herpes zoster fasialis

10
Herpes zoster fasialis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai bagian

ganglion gasseri yang menerima serabut saraf fasialis (N.VII), ditandai erupsi herpetik

unilateral pada kulit.

Gambar 2.Herpes zoster fasialis dekstra.

3. Herpes zoster brakialis

Herpes zoster brakialis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai pleksus

brakialis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.

Gambar 3. Herpes zoster brakialis sinistra

4. Herpes zoster torakalis

11
Herpes zoster torakalis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai pleksus

torakalis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.

Gambar 4. Herpes zoster torakalis sinistra

5. Herpes zoster lumbalis

Herpes zoster lumbalis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai pleksus

lumbalis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.

Gambar 5. Herpes zoster lumbalis

6. Herpes zoster sakralis

Herpes zoster sakralis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai pleksus

sakralis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.

12
Gambar 6.Herpes zoster sakralis dekstra.

C. Etiologi

Herpes zoster disebabkan oleh infeksi virus varisela zoster (VVZ) dan tergolong virus

berinti DNA, virus ini berukuran 140-200 nm, yang termasuk subfamili alfa herpes

viridae. Berdasarkan sifat biologisnya seperti siklus replikasi, penjamu, sifat sitotoksik dan

sel tempat hidup laten diklasifikasikan kedalam 3 subfamili yaitu alfa, beta dan gamma.

VVZ dalam subfamili alfa mempunyai sifat khas menyebabkan infeksi primer pada sel

epitel yang menimbulkan lesi vaskuler. Selanjutnya setelah infeksi primer, infeksi oleh

virus herpes alfa biasanya menetap dalam bentuk laten didalam neuron dari ganglion.

Virus yang laten ini pada saatnya akan menimbulkan kekambuhan secara periodik. Secara

in vitro virus herpes alfa mempunyai jajaran penjamu yang relatif luas dengan siklus

pertumbuhan yang pendek serta mempunyai enzim yang penting untuk replikasi meliputi

virus spesifik DNA polimerase dan virus spesifik deoxypiridine (thymidine) kinase yang

disintesis di dalam sel yang terinfeksi. (Harahap,Marwali. 2000)

D. Manifestasi klinis

1. Gejala prodromal sistematik (demam, pusing, malese) maupun gejala prodomal lokal

(nyeri otot tulang, gatal, pegal).

13
2. Setelah itu timbul eritema yang dalam waktu singkat menjadi vesikel yang

berkelompok, vesikel ini berisi cairan yang jernih kemudian menjadi keruh (berwarna

abu-abu) dapat menjadi pustule dan krusta. (Prof. dr. Adhi Juwanda, 199:107).

3. Gambaran yang khas pada herpes zoster adalah erupsi yang lokalisata dan hampir

selalu unilateral

Menurut daerah penyerangnya dikenal :

a. Herpes zosrter of oftalmikus : menyerang dahi dan sekitar mata

b. Herpes zosrter servikalis : menyerang pundak dan lengan

c. Herpes zosrter torakalis : menyerang dada dan perut

d. Herpes zosrter lumbalis : menyerang bokong dan paha.

e. Herpes zosrter sakralis : menyerang sekitar anus dan getalia

f. Herpes zosrter atikum : menyerang telinga.

(Prof.dr.Adhi Juwanda, 199:107)

14
2.1 Patofisiologi
Menurut (Price, Sylvia Anderson. 2005 )

VIRUS VARISELA ZOESTER

Infeksi primer ,infeksi virus alfa menetap


dalam bentuk laten neuron dari ganglion

Presdisposisi pada klien pernah menderita cacar air,


sistem imun yang lemah dan yang menderita kelainan maglinitas

Reaksi virus varisela zoester

Vesikula tersebar

Respon inflamasirespon inflamasi kondisikerusakanGanggilion posterior , ganggilion anterior


lokal sistemik integritas kulit susunan saraf tepi dan
bagian motorik ganggion
kranilas kranialis

kerusakan saraf perifer gangguan respon psikologis gejala prodomal


gastroinstestinal sistemik
nyeri terjadi lesi pada kulit nyeri otot

Mk : gangguan demam,
Mk: gangguan kerusakan integritas mual,anoreksia kepercayaan diri pusing
istirahat dan tidur kulit dan malesie
Mk :Gangguan
rasa
Mk : gangguan Mk :keseimbangan reaksi inflamasi ketidaknyaman
gambar diri nutrisiMK
kurang dari
kebutuhan
Mk:hipertermi

Kurangnya pengetahuan

Terjadinya garukan pada lesi

15
Port de entree kuman

Mk : resiko infeksi

E. Pemeriksaan penunjang

Tes diagnostik untuk membedakan dari impetigo, kontak dermatitis dan herps simplex :

1. Tzanck Smear

a. Preparat diambil dari discraping dasar vesikel yang masih baru, kemudian diwarnai

dengan pewarnaan yaitu hematoxylin-eosin, Giemsa’s, Wright’s, toluidine blue

ataupun Papanicolaou’s. Dengan menggunakan mikroskop cahaya akan dijumpai

multinucleated giant cells

b. Pemeriksaan ini sensitifitasnya sekitar 84%.

c. Test ini tidak dapat membedakan antara virus varicella zoster dengan herpes

simpleks virus

2. Kultur dari cairan vesikel dan tes antibodi: Pemeriksaan digunakan untuk

membedakan diagnosis herpes virus

3. Immunofluororescent : mengidentifikasi varicella di sel kulit

4. Pemerikasaan mikroskop electron

5. Kultur virus

6. Identifikasi anti gen / asam nukleat VVZ

7. Deteksi antibody terhadap infeksi virus

16
8. Biopsi kulit, pemeriksaan histopatologis tampak vesikel intraepidermal dengan

degenerasi sel epidermal dan acantholysis. Pada dermis bagian atas dijumpai adanya

lymphocytic infiltrate. (Price, Sylvia Anderson. 2005 )

F. Penatalaksanaan medis

Terapi sistemik umumnya bersifat simtomatik, untuk nyerinya diberikan analgetik,

jika disertai infeksi sekunder diberikan antibiotik.Pada herpes zoster oftalmikus mengingat

komplikasinya diberikan obat antiviral atau imunostimulator. Obat-obat ini juga dapat

diberikan pada penderita dengan defisiensi imunitas.Indikasi pemberian kortikosteroid

ialah untuk Sindrom Ramsay Hunt.Pemberian harus sedini-dininya untuk mencegah

terjadinya parasialis.( Judith M. Wilkinson. 2006)

Terapi serng digabungkan dengan obat antiviral untuk mencegah fibrosis

ganglion.Pengobatan topical bergantung pada stadiumnya.Jika masih stadium vesikel

diberikan bedak dengan tujuan protektif untuk mencegah pecahnya vesikel agar tidak

terjadi infeksi sekunder bila erosit diberikan kompres terbuka. Kalau terjadi ulserasi dapat

diberikan salep antibiotik.( Judith M. Wilkinson. 2006)

Karena infeksi HSV tidak dapat disembuhkan, maka terapi ditujukan untuk

mengendalikan gejala dan menurunkan pengeluaran virus.Obat antivirus

analognukleosida merupakan terapi yang dianjurkan. Obat-obatan ini bekerja dengan

menyebabkan deaktivasi atau mengantagonisasi DNA polymerase HSV yang pada

gilirannya menghentikan sintesis DNA dan replikasi virus.( Judith M. Wilkinson.

2006)

17
Tiga obat antivirus yang dianjurkan oleh petunjuk CDC 1998 adalak asiklovir,

famsiklovir, dan valasiklovir.Obat antivirus harus dimulai sejak awal tanda

kekambuhan untuk mengurangi dan mempersingkat gejala.Apabila obat tertunda

sampai lesi kulit muncul, maka gejala hanya memendek 1 hari.Pasien yang

mengalami kekambuhan 6 kali atau lebih setahun sebaiknya ditawari terapi supresif

setiap hari yang dapat mengurangi frekuensi kekambuhan sebesar 75%. Terapi topical

dengan krim atau salep antivirus tidak terbukti efektif.Terapi supresif atau profilaksis

dianjurkan untuk mengurangi resiko infeksi perinatal dan keharusan melakukan

seksioses area pada wanita yang positif HSV.Vaksin untuk mencegah infeksi HSV-2

sekarang sedang diteliti.

G. Komplikasi

Komplikasi herpes zoster menurut Bricker dkk, 2002 adalah sebagai berikut:

1. Neuralgia paska herpetik

Neuralgia paska herpetik adalah rasa nyeri yang timbul pada daerah bekas

penyembuhan.Neuralgia ini dapat berlangsung selama berbulan-bulan sampai

beberapa tahun.Keadaan ini cenderung timbul pada umur diatas 40 tahun,

persentasenya 10 - 15 % dengan gradasi nyeri yang bervariasi.Semakin tua umur

penderita maka semakin tinggi persentasenya.

2. Infeksi sekunder

Pada penderita tanpa disertai defisiensi imunitas biasanya tanpa

komplikasi.Sebaliknya pada yang disertai defisiensi imunitas, infeksi H.I.V.,

keganasan, atau berusia lanjut dapat disertai komplikasi.Vesikel sering manjadi ulkus

18
dengan jaringan nekrotik.

3. Kelainan pada mata

Pada herpes zoster oftatmikus, kelainan yang muncul dapat berupa: ptosis paralitik,

keratitis, skleritis, uveitis, korioratinitis dan neuritis optik.

4. Sindrom Ramsay Hunt

Sindrom Ramsay Hunt terjadi karena gangguan pada nervus fasialis dan otikus,

sehingga memberikan gejala paralisis otot muka (paralisis Bell), kelainan kulit yang

sesuai dengan tingkat persarafan, tinitus, vertigo, gangguan pendengaran, nistagmus,

nausea, dan gangguan pengecapan.

5. Paralisis motorik

Paralisis motorik dapat terjadi pada 1-5% kasus, yang terjadi akibat perjalanan virus

secara kontinuitatum dari ganglion sensorik ke sistem saraf yang berdekatan.Paralisis

ini biasanya muncul dalam 2 minggu sejak munculnya lesi. Berbagai paralisis dapat

terjadi seperti: di wajah, diafragma, batang tubuh, ekstremitas, vesika urinaria dan

anus. Umumnya akan sembuh spontan.

H. Prognosis

Herpes zoster merupakan penyakit self limiting atau dapat sembuh sendiri dan biasanya

sembuh dalam waktu 10:15 hari. Prognosis untuk pasien usia muda dan sehat sangat baik

karena Pada orang tua memiliki resiko yang lebih tinggi untuk terjadinya komplikasi

herpes zoster seperti neualgia pascaherpes, infeksi sekunder dan timbulnya jaringan parut.

19
Varicella dan herpes zoster pada anak imunokompeten tanpa disertai komplikasi prognosis

biasanya sangat baik sedangkan pada anak imunokompromais, angka morbiditas dan

mortalitasnya signifikan.(Blackwell Science, 2000)

I. Konsep AsuhanKeperawatan

1. Pengkajian

a. Anamnesa

1) IdentitasKlien

Dapat terjadi pada semua orang di semua umur; sering terjadi pada

remaja dan dewasa muda. Jenis kelamin; dapat terjadi pada pria

danwanita.

2) KeluhanUtama

Gejala yang sering menyebabkan penderita datang ke tempat

pelayanan kesehatan adalah nyeri pada lesi yang timbul dan gatal-

gatal pada daerah yang terkena pada fase-fase awal.

3) Riwayat PenyakitSekarang

Penderita merasakan nyeri yang hebat, terutama pada area kulit yang

mengalami peradangan berat dan vesikulasi yang hebat, selain itu juga

terdapat lesi/vesikel perkelompok dan penderita juga mengalami

demam.

4) Riwayat KesehatanLalu

Tanyakan apakah klien pernah mengalami hal yang sama sebelumnya

20
5) Riwayat KesehatanKeluarga

Tanyakan kepada penderita ada atau tidak anggota keluarga atau

teman dekat yang terinfeksi virus ini.

6) RiwayatPsikososial

Klien dengan penyakit kulit, terutama yang lesinya berada pada

bagian muka atau yang dapat dilihat oleh orang, biasanya mengalami

gangguan konsep diri.hal itu meliputi perubahan citra tubuh, ideal diri

tubuh, ideal diri, harga diri, penampilan peran, atau identitas diri.

Reaksi yang mungkin timbul adalah:

1) Menolak untuk menyentuh atau melihat salah satu bagiantubuh.

2) Menarik diri dari kontak social.

3) Kemampuan untuk mengurus diri berkurang.

b. Pemeriksaan Fisik Pada Klien dengan HerpesZoster

1) Keadaan umum klien bergantung pada luas, lokasi timbulnya lesi, dan

daya tahan tubuh klien. Pada kondisi awal/saat proses peradangan,

dapat terjadi peningkatan suhu tubuh atau demam dan perubahan

tanda-tanda vital yang lain.

2) Pada pengkajian kulit, ditemukan adanya vesikel-vesikel berkelompok

yang nyeri,edema di sekitar lesi, dan dapat pula timbul ulkus pada

infeksi sekunder. Pada pemeriksaan genitalia pria, daerah yang perlu

diperhatikan adalah bagian glans penis, batang penis, uretra, dan

daerah anus. Sedangkan pada wanita, daerah yang perlu diperhatikan

21
adalah labia mayor dan minor, klitoris, introitus vagina, dan serviks.

3) Jika timbul lesi, catat jenis, bentuk, ukuran / luas, warna, dan keadaan

lesi. Palpasi kelenjar limfe regional, periksa adanya pembesaran; pada

beberapa kasus dapat terjadi pembesaran kelenjar limfe regional.

4) Untuk mengetahui adanya nyeri, kita dapat mengkaji respon individu

terhadap nyeri akut secara fisiologis atau melalui respon perilaku.

Secara fisiologis,terjadi diaphoresis, peningkatan denyut jantung,

peningkatan pernapasan, dan peningkatan tekanan darah;

5) Pada perilaku, dapat juga dijumpai menangis, merintih, atau marah.

Lakukan pengukuran nyeri dengan menggunakan skala nyeri 0-10

untuk orang dewasa. Untuk anak-anak, pilih skala yang sesuai dengan

usia perkembangannya kita bisa menggunakan skala wajah untuk

mengkaji nyeri sesuai usia; libatkan anak dalam pemilihan.

2. Diagnosa

a) Hipertermia berhubugan dengan proses penyakit

b) Nyeri akut berhubungan dengan agen ciderabiologis

c) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan pigmentasi

kulit (timbul bula,kemerahan)

d) Gangguan citra diri berhubungan denganpenyakit

e) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan anoreksia

f) Resiko infeksi berhubungan dengan gangguan integritaskulit

22
g) Ketidakefektifan pola seksual berhubungan dengan takut infeksi menularseksual

23
3. Intervensi

No Diagnosa Tujuan dan Kritera hasil Intervensi


1 Hipertermia Selama dilakukan tindakan a. Monitor suhupasien
berhubugan keperawatan, pasien mampu b. Monitornadi,RR pasien
dengan mempertahankan kondisi c. Monitorintake outputpasien
penyakit normotermi dengan kriteria hasil: d. Berikanpenjelasan tentang
- Suhu tubuh dalam penyebabdemam atau
rentangnormal Peningkatansuhu tubuh
- Nadi dan RR dalam e. Beri kompres hangat di daerah
rentangnormal ketiak dan dahi
f. Kolaborasi dengandokter dalam
pemberian antiviral, antipiretik

2 Nyeri Selama dilakukan tindakan a. Lakukanpengkajian nyeri


berhubungan keperawatan, nyeri pasien hilang secara komprehensif
dengan agen dengan kriteria hasil: b. Observasi reaksi nonverbal dari
cidera - Pasienmampu ketidaknyamanan
biologis mengontrolnyeri c. Kontrol lingkungan yang
- Melaporkannyeri berkurang dapat mempengaruhi nyeri
menggunakan seperti suhu ruangan,
managemennyeri pencahayaan, kebisingan
- Mampu mengenali nyeri d. Ajarkantentang teknik
(skala, intensitas, frekuensi) pernafasan / relaksasi
e. Kolaborasipemberiananalgetik
f. Evaluasikeefektifan kontrol nyeri
g. Anjurkanklien untukberistirahat
3 Kerusakan Selama dilakukan tindakan a. Observasi keaadan bulapasien
integritas keperawatan,pasien b. Anjurkan pada pasien untuk
berhubungan mampumencapaipenyembuhan tidak menggarukbula
Denganperub pada kulit dengan kriteria hasil: c. Jagakebersihan kulit
ahan - Integritas kulit yang baik d. Kolaborasi dengan dokter

24
pigmentasiku bisadipertahankan dalampemberianobat topikal
lit(timbulbula - Luka atau lesi pada
, kemerahan) kulitmenunjukanprosespenye
mbuhandengan
adanyaregenerasijaringan

25
4 Gangguan Setelah dilakukan tindakan a. Dorongklien mengungkapkan
citra diri keperawatan pasien tidak perasaannya
berhubunga mengalami gangguan citra tubuh, b. Jelaskan tentang pengobatan,
n dengan dengan kriteria hasil : perawatan
penyakit - Body imagepositif c. Fasilitasikontak individudengan
- Mempertahankaninteraksi kelompokkecil
sosial d. Berireinforcement yangpositif
5 Ketidaksei Selama dilakukan tindakan a. Monitormual/muntah
mbangan keperawatan, kebutuhan nutrisi b. Observasidan kaji intakepasien
nutrisi pasien terpenuhi dengan kriteria c. Anjurkanmakan sedikit-
kurang dari hasil : sedikittapi sering
kebutuhan - Tidak ada tanda-tanda d. Hidangkan makanan selagi
malnutrisi hangat
berhubunga - Tidak ada e. Kolaborasi dengan ahli gizi
n dengan mual/muntah dalampemberian dan
intake tidak penyusunan menu favoriteklien
adekuat f. Kolaborasidengan dokterdalam
pemberianantiemetikdan
penambah nafsu makan
6 Resiko Selama dilakukan tindakan a. Tekankan pentingnyateknik cuci
infeksi keperawatan, pasien tangan yang baik untuk semua
berhubun terhindar dari infeksi sekunder individuyangdatangkontak
gan dengan kriteria hasil: denganpasien.
dengang  Klienmampumendeskripsikan b. Gunakan skort, sarung tangan,
angguan proses penularan masker danteknikaseptic, selama
integritas penyakit,faktoryangmempeng perawatan kulit
kulit aruhi c. Cukur atau ikat rambut di sekitar
penularansertapenatalaksanaa daerahyang terdapaterupsi.
nnya d. Bersihkan jaringan nekrotik / yang
 Menunjukan lepas (termasuk pecahnya lepuh)
kemampuanuntuk mencegah e. Kolaborasi dengan dokterdalam

26
timbulnya infeksibaru pemberianantiviral
 Menunjukan perilaku
hidupsehat
7 Ketidake Setelahdilakukan tindakan a. Kajitingkat kecemasan klien
fektifan keperawatan, pola seksual pasien yang berhubungan denganpola
pola kembali efektif dengan kriteria seksual
seksual hasil : b. Jelaskan pada klien waktuuntuk
berhubun  Pola seksualitas klien normal melakukan hubungan
gan  Klien terlihat tidak cemas seksualsesuaikondisinya
dengan terhadap aktifitas seksualnya c. Beriedukasi tentang
takut  Klienmampu keadaanklienapabila
infeksi menggunakanmekanismekopi berhubunganseksual
menular ngyang efektif d. Anjurkan pada pasien untuk
seksual mengikuti program
pengobatandanperawatan
sampai tuntas

27
BAB III
KONSEP DASAR NYERI

A. Pengertian nyeri

Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan ekstensinya

diketahui bila seseorang pernah mengalaminya (Tamsuri, 2007).

Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah sensori

subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang didapat terkait dengan kerusakan

jaringan aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan.

B. Fisiologi nyeri

Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsang nyeri.

Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung syaraf bebas dalam kulit

yang berespon hanya terhadap stimulus kuat yang secara potensial merusak. Reseptor

nyeri disebut juga nosireceptor, secara anatomis reseptor nyeri (nosireceptor) ada yang

bermielien dan ada juga yang tidak bermielin dari syaraf perifer.

Berdasarkan letaknya, nosireseptor dapat dikelompokkan dalam beberapa bagaian

tubuh yaitu pada kulit (Kutaneus), somatik dalam (deep somatic), dan pada daerah viseral,

karena letaknya yang berbeda-beda inilah, nyeri yang timbul juga memiliki sensasi yang

berbeda.

Nosireceptor kutaneus berasal dari kulit dan sub kutan, nyeri yang berasal dari

daerah ini biasanya mudah untuk dialokasi dan didefinisikan. Reseptor jaringan kulit

(kutaneus) terbagi dalam dua komponen yaitu :

28
A. Reseptor A delta

Merupakan serabut komponen cepat (kecepatan tranmisi 6-30 m/det) yang

memungkinkan timbulnya nyeri tajam yang akan cepat hilang apabila penyebab nyeri

dihilangkan

B. Serabut C

Merupakan serabut komponen lambat (kecepatan tranmisi 0,5 m/det) yang terdapat

pada daerah yang lebih dalam, nyeri biasanya bersifat tumpul dan sulit dilokalisasi.

Struktur reseptor nyeri somatik dalam meliputi reseptor nyeri yang terdapat pada

tulang, pembuluh darah, syaraf, otot, dan jaringan penyangga lainnya. Karena struktur

reseptornya komplek, nyeri yang timbul merupakan nyeri yang tumpul dan sulit

dilokalisasi.

Reseptor nyeri jenis ketiga adalah reseptor viseral, reseptor ini meliputi organ-organ

viseral seperti jantung, hati, usus, ginjal dan sebagainya. Nyeri yang timbul pada

reseptor ini biasanya tidak sensitif terhadap pemotongan organ, tetapi sangat sensitif

terhadap penekanan, iskemia dan inflamasi.

C. Mekanisme Nyeri
Nyeri berdasarkan mekanismenya melibatkan persepsi dan respon terhadap nyeri
tersebut. Mekanisme timbulnya nyeri melibatkan empat proses, yaitu: tranduksi/
transduction, transmisi/transmission, modulasi/modulation, dan persepsi/ perception
(McGuire & Sheilder, 1993; Turk & Flor, 1999). Keempat proses tersebut akan dijelaskan
sebagai berikut :
1. Transduksi / Transduction
Transduksi adalah adalah proses dari stimulasi nyeri dikonfersi kebentuk yang dapat
diakses oleh otak (Turk & Flor, 1999). Proses transduksi dimulai ketika nociceptor
yaitu reseptor yang berfungsi untuk menerima rangsang nyeri teraktivasi. Aktivasi

29
reseptor ini (nociceptors) merupakan sebagai bentuk respon terhadap stimulus yang
datang seperti kerusakan jaringan.
2. Transmisi/Transmission
Transmisi adalah serangkaian kejadian-kejadian neural yang membawa impuls listrik
melalui sistem saraf ke area otak. Proses transmisi melibatkan saraf aferen yang
terbentuk dari serat saraf berdiameter kecil ke sedang serta yang berdiameter besar
(Davis, 2003). Saraf aferen akan ber-axon pada dorsal horn di spinalis. Selanjutnya
transmisi ini dilanjutkan melalui sistem contralateral spinalthalamic melalui ventral
lateral dari thalamus menuju cortex serebral.
3. Modulasi/Modulation
Proses modulasi mengacu kepada aktivitas neural dalam upaya mengontrol jalur
transmisi nociceptor tersebut (Turk & Flor, 1999). Proses modulasi melibatkan system
neural yang komplek. Ketika impuls nyeri sampai di pusat saraf, transmisi impuls
nyeri ini akan dikontrol oleh system saraf pusat dan mentransmisikan impuls nyeri ini
kebagian lain dari system saraf seperti bagian cortex. Selanjutnya impuls nyeri ini akan
ditransmisikan melalui sarafsaraf descend ke tulang belakang untuk memodulasi
efektor.
4. Persepsi/Perception
Persepsi adalah proses yang subjective (Turk & Flor, 1999). Proses persepsi ini tidak
hanya berkaitan dengan proses fisiologis atau proses anatomis saja (McGuire &
Sheildler, 1993), akan tetapi juga meliputi cognition (pengenalan) dan memory
(mengingat) (Davis, 2003). Oleh karena itu, faktor psikologis, emosional, dan
berhavioral (perilaku) juga muncul sebagai respon dalam mempersepsikan pengalaman
nyeri tersebut. Proses persepsi ini jugalah yang menjadikan nyeri tersebut suatu
fenomena yang melibatkan multidimensional

D. Teori Pengontrolan nyeri (Gate control theory)


Terdapat berbagai teori yang berusaha menggambarkan bagaimana nosireseptor
dapat menghasilkan rangsang nyeri. Sampai saat ini dikenal berbagai teori yang mencoba

30
menjelaskan bagaimana nyeri dapat timbul, namun teori gerbang kendali nyeri dianggap
paling relevan (Tamsuri, 2007)
Teori gate control dari Melzack dan Wall (1965) mengusulkan bahwa impuls nyeri
dapat diatur atau dihambat oleh mekanisme pertahanan di sepanjang sistem saraf pusat.
Teori ini mengatakan bahwa impuls nyeri dihantarkan saat sebuah pertahanan dibuka dan
impuls dihambat saat sebuah pertahanan tertutup. Upaya menutup pertahanan tersebut
merupakan dasar teori menghilangkan nyeri.
Suatu keseimbangan aktivitas dari neuron sensori dan serabut kontrol desenden
dari otak mengatur proses pertahanan. Neuron delta-A dan C melepaskan substansi C
melepaskan substansi P untuk mentranmisi impuls melalui mekanisme pertahanan. Selain
itu, terdapat mekanoreseptor, neuron beta-A yang lebih tebal, yang lebih cepat yang
melepaskan neurotransmiter penghambat. Apabila masukan yang dominan berasal dari
serabut beta-A, maka akan menutup mekanisme pertahanan. Diyakini mekanisme
penutupan ini dapat terlihat saat seorang perawat menggosok punggung klien dengan
lembut. Pesan yang dihasilkan akan menstimulasi mekanoreseptor, apabila masukan yang
dominan berasal dari serabut delta A dan serabut C, maka akan membuka pertahanan
tersebut dan klien mempersepsikan sensasi nyeri. Bahkan jika impuls nyeri dihantarkan ke
otak, terdapat pusat kortek yang lebih tinggi di otak yang memodifikasi nyeri. Alur saraf
desenden melepaskan opiat endogen, seperti endorfin dan dinorfin, suatu pembunuh nyeri
alami yang berasal dari tubuh. Neuromedulator ini menutup mekanisme pertahanan
dengan menghambat pelepasan substansi P. tehnik distraksi, konseling dan pemberian
plasebo merupakan upaya untuk melepaskan endorfin (Potter, 2005).

F. Respon tingkah laku terhadap nyeri

1. Respon perilaku terhadap nyeri dapat mencakup:

2. Pernyataan verbal (Mengaduh, Menangis, Sesak Nafas, Mendengkur)

3. Ekspresi wajah (Meringis, Menggeletukkan gigi, Menggigit bibir)

31
4. Gerakan tubuh (Gelisah, Imobilisasi, Ketegangan otot, peningkatan gerakan jari &

tangan

5. Kontak dengan orang lain/interaksi sosial (Menghindari percakapan, Menghindari

kontak sosial, Penurunan rentang perhatian, Fokus pd aktivitas menghilangkan nyeri)

Individu yang mengalami nyeri dengan awitan mendadak dapat bereaksi sangat berbeda

terhadap nyeri yang berlangsung selama beberapa menit atau menjadi kronis. Nyeri dapat

menyebabkan keletihan dan membuat individu terlalu letih untuk merintih atau menangis.

Pasien dapat tidur, bahkan dengan nyeri hebat. Pasien dapat tampak rileks dan terlibat

dalam aktivitas karena menjadi mahir dalam mengalihkan perhatian terhadap nyeri.

Meinhart & McCaffery mendiskripsikan 3 fase pengalaman nyeri:

1. Fase antisipasi (terjadi sebelum nyeri diterima)

Fase ini mungkin bukan merupakan fase yg paling penting, karena fase ini bisa

mempengaruhi dua fase lain. Pada fase ini memungkinkan seseorang belajar tentang

nyeri dan upaya untuk menghilangkan nyeri tersebut. Peran perawat dalam fase ini

sangat penting, terutama dalam memberikan informasi pada klien.

2. Fase sensasi (terjadi saat nyeri terasa)

Fase ini terjadi ketika klien merasakan nyeri. karena nyeri itu bersifat subyektif, maka

tiap orang dalam menyikapi nyeri juga berbeda-beda. Toleraransi terhadap nyeri juga

akan berbeda antara satu orang dengan orang lain. orang yang mempunyai tingkat

toleransi tinggi terhadap nyeri tidak akan mengeluh nyeri dengan stimulus kecil,

sebaliknya orang yang toleransi terhadap nyerinya rendah akan mudah merasa nyeri

dengan stimulus nyeri kecil. Klien dengan tingkat toleransi tinggi terhadap nyeri

32
mampu menahan nyeri tanpa bantuan, sebaliknya orang yang toleransi terhadap

nyerinya rendah sudah mencari upaya mencegah nyeri, sebelum nyeri datang.

Keberadaan enkefalin dan endorfin membantu menjelaskan bagaimana orang yang

berbeda merasakan tingkat nyeri dari stimulus yang sama. Kadar endorfin berbeda tiap

individu, individu dengan endorfin tinggi sedikit merasakan nyeri dan individu dengan

sedikit endorfin merasakan nyeri lebih besar.

Klien bisa mengungkapkan nyerinya dengan berbagai jalan, mulai dari ekspresi wajah,

vokalisasi dan gerakan tubuh. Ekspresi yang ditunjukan klien itulah yang digunakan

perawat untuk mengenali pola perilaku yang menunjukkan nyeri. Perawat harus

melakukan pengkajian secara teliti apabila klien sedikit mengekspresikan nyerinya,

karena belum tentu orang yang tidak mengekspresikan nyeri itu tidak mengalami

nyeri. Kasus-kasus seperti itu tentunya membutuhkan bantuan perawat untuk

membantu klien mengkomunikasikan nyeri secara efektif.

3. Fase akibat (terjadi ketika nyeri berkurang atau berhenti)

Fase ini terjadi saat nyeri sudah berkurang atau hilang. Pada fase ini klien masih

membutuhkan kontrol dari perawat, karena nyeri bersifat krisis, sehingga

dimungkinkan klien mengalami gejala sisa pasca nyeri. Apabila klien mengalami

episode nyeri berulang, maka respon akibat (aftermath) dapat menjadi masalah

kesehatan yang berat. Perawat berperan dalam membantu memperoleh kontrol diri

untuk meminimalkan rasa takut akan kemungkinan nyeri berulang.

G. Faktor yang mempengaruhi respon nyeri

1. Usia

33
Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat harus mengkaji respon

nyeri pada anak. Pada orang dewasa kadang melaporkan nyeri jika sudah patologis dan

mengalami kerusakan fungsi. Pada lansia cenderung memendam nyeri yang dialami,

karena mereka mengangnggap nyeri adalah hal alamiah yang harus dijalani dan

mereka takut kalau mengalami penyakit berat atau meninggal jika nyeri diperiksakan.

2. Jenis kelamin
Gill (1990) mengungkapkan laki-laki dan wnita tidak berbeda secara signifikan dalam

merespon nyeri, justru lebih dipengaruhi faktor budaya (ex: tidak pantas kalo laki-laki

mengeluh nyeri, wanita boleh mengeluh nyeri).

3. Kultur

Orang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya mereka berespon terhadap nyeri

misalnya seperti suatu daerah menganut kepercayaan bahwa nyeri adalah akibat yang

harus diterima karena mereka melakukan kesalahan, jadi mereka tidak mengeluh jika

ada nyeri.

4. Makna nyeri

Berhubungan dengan bagaimana pengalaman seseorang terhadap nyeri dan dan

bagaimana mengatasinya.

5. Perhatian
Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat mempengaruhi
persepsi nyeri. Menurut Gill (1990), perhatian yang meningkat dihubungkan dengan
nyeri yang meningkat, sedangkan upaya distraksi dihubungkan dengan respon nyeri
yang menurun. Tehnik relaksasi, guided imagery merupakan tehnik untuk mengatasi
nyeri.

34
6. Ansietas
Cemas meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan nyeri bisa menyebabkan seseorang
cemas.

7. Pengalaman masa lalu


Seseorang yang pernah berhasil mengatasi nyeri dimasa lampau, dan saat ini nyeri
yang sama timbul, maka ia akan lebih mudah mengatasi nyerinya. Mudah tidaknya
seseorang mengatasi nyeri tergantung pengalaman di masa lalu dalam mengatasi nyeri.

8. Pola koping
Pola koping adaptif akan mempermudah seseorang mengatasi nyeri dan sebaliknya
pola koping yang maladaptive akan menyulitkan seseorang mengatasi nyeri.

9. Support keluarga dan sosial

Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada anggota keluarga atau

teman dekat untuk memperoleh dukungan dan perlindungan

H. Intensitas Nyeri
Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan oleh individu,

pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan individual dan kemungkinan nyeri dalam

intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda oleh dua

orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang paling mungkin

adalah menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri. Namun,

pengukuran dengan tehnik ini juga tidak dapat memberikan gambaran pasti tentang nyeri

itu sendiri (Tamsuri, 2007).

Menurut smeltzer, S.C bare B.G (2002) adalah sebagai berikut :

1) Skala intensitas nyeri deskritif

35
2) Skala identitas nyeri numerik

3) Skala analog visual

4) Skala nyeri menurut bourbanis

Keterangan :
0 :Tidak nyeri

1-3 : Nyeri ringan : secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan baik.

4-6 : Nyeri sedang : Secara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat menunjukkan

lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik.

7-9 : Nyeri berat : secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti perintah tapi

masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat

36
mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang dan

distraksi

10 : Nyeri sangat berat : Pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi, memukul.

Karakteristik paling subyektif pada nyeri adlah tingkat keparahan atau

intensitas nyeri tersebut. Klien seringkali diminta untuk mendeskripsikan nyeri sebagai

yang ringan, sedang atau parah. Namun, makna istilah-istilah ini berbeda bagi perawat

dan klien. Dari waktu ke waktu informasi jenis ini juga sulit untuk dipastikan.

Skala deskritif merupakan alat pengukuran tingkat keparahan nyeri yang lebih

obyektif. Skala pendeskripsi verbal (Verbal Descriptor Scale, VDS) merupakan

sebuah garis yang terdiri dari tiga sampai lima kata pendeskripsi yang tersusun dengan

jarak yang sama di sepanjang garis. Pendeskripsi ini diranking dari “tidak terasa nyeri”

sampai “nyeri yang tidak tertahankan”. Perawat menunjukkan klien skala tersebut dan

meminta klien untuk memilih intensitas nyeri trbaru yang ia rasakan. Perawat juga

menanyakan seberapa jauh nyeri terasa paling menyakitkan dan seberapa jauh nyeri

terasa paling tidak menyakitkan. Alat VDS ini memungkinkan klien memilih sebuah

kategori untuk mendeskripsikan nyeri. Skala penilaian numerik (Numerical rating

scales, NRS) lebih digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsi kata. Dalam hal ini,

klien menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-10. Skala paling efektif digunakan

saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi terapeutik. Apabila

digunakan skala untuk menilai nyeri, maka direkomendasikan patokan 10 cm

(AHCPR, 1992).

Skala analog visual (Visual analog scale, VAS) tidak melebel subdivisi. VAS

adalah suatu garis lurus, yang mewakili intensitas nyeri yang terus menerus dan

37
pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya. Skala ini memberi klien kebebasan penuh

untuk mengidentifikasi keparahan nyeri. VAS dapat merupakan pengukuran keparahan

nyeri yang lebih sensitif karena klien dapat mengidentifikasi setiap titik pada

rangkaian dari pada dipaksa memilih satu kata atau satu angka (Potter, 2005).

Skala nyeri harus dirancang sehingga skala tersebut mudah digunakan dan

tidak mengkomsumsi banyak waktu saat klien melengkapinya. Apabila klien dapat

membaca dan memahami skala, maka deskripsi nyeri akan lebih akurat. Skala deskritif

bermanfaat bukan saja dalam upaya mengkaji tingkat keparahan nyeri, tapi juga,

mengevaluasi perubahan kondisi klien. Perawat dapat menggunakan setelah terapi atau

saat gejala menjadi lebih memburuk atau menilai apakah nyeri mengalami penurunan

atau peningkatan (Potter, 2005).

BAB IV

STUDI KASUS HERPEZ ZOSTER

Kasus:

Selasa, 11 Maret 2020: pasien Ny. N, Umur 30 th, datang ke PKM Kw. Lama, diantar oleh

suaminya. Pasien mengeluh nyeri seperti terbakar, lokasi nyeri pada daerah lipatan mamae kiri

sampai ke belakang.Nyerinya terus menerus mulai tadi malam, pasien tampak menutupi

daerah nyeri.Wajah tampak tidak rilek.Pasien mengeluh tidak bisa tidur semalam akibat nyeri.

Setelah dilakukan pemeriksaan TTV didapatkan data: TD : 120/80 mmHg, N : 100 x/mnt,

RR : 20 x/mnt, Suhu : 38 0C.

Pengkajian Kasus:

38
A. Anamnesis

1. Identitas:

a. Nama : Ny. N, Umur : 30 Th

b. Jenis Kelamin : Perempuan

c. Alamat :Jl. GOR Sp 2

d. Pekerjaan : IRT

2. Riwayatkesehatan

a. KeluhanUtama

Nyeri seperti terbakar pada daerah lipatan mamae kiri sampai ke belakang

b. Riwayat PenyakitSekarang

Sejak tadi malam, nyeri seperti terbakar, lokasi nyeri pada daerah

lipatan mamae kiri sampai ke belakang. Mulanya muncul merah dan

bintik-bintik merah lalu bertambah banyak sampai ke belakang

punggung kiri. Sehari sebelumnya penderita mengeluh tidak enak

badan dan demam ringan. Belum pernah berobat untuk keluhan ini.

Pasien minum paracetamol yang dibeli di apotik untuk

menurunkandemamnya.

c. Riwayat Penyakitdahulu

Riwayat cacar air waktu kecil tidak diketahui. Tidak pernah

menderita penyakit ini sebelumnya dan tidak pernah di rawat diRS.

d. Riwayat Penyakitkeluarga

Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan serupa.

e. Kebiasaan/Lingkungan

39
Penderita mempunyai kebiasaan jalan santai 1 jam setiaphari.

B. PemeriksaanFisik

1. B1(Breath) : Tidak ada keluhan batuk, pilek, sesak napas.

2. B2 (Blood) : Tidak ditemukan kelainan

3. B3(Brain) : Demam, suhu : 38°C,

4. B4 (Bladder) : Tidak adakeluhan

5. B5(Bowel) : Tidak ada keluhan

6. B6(Bone) : Nyeri di daerah munculnya bintik-bintik merah

C. PemeriksaanPenunjang

1. Tzanck Smear : Mengidentifikasi virus herpes tetapi tidak dapat

membedakan herpes zoster dan herpes simplex.

2. Kultur dari cairan vesikel dan tes antibody:

digunakan untuk membedakan diagnostic herpes virus.

3. Immunoflourorescent: mengidentifikasi varicella di sel kulit.

4. Pemeriksaanhistopatologik

5. Kultur virus

6. Identifikasi Antigen / asam nukleatVVZ

D. Analisa Data
Data Etiologi Masalah Keperawatan
DS : Nyeri seperti terbakar Varicela Zoster Virus Nyeri
pada daerah lipatan mamae
Inflamasi dan neuralgia
kiri sampai ke belakang.
berat
DO:ada Vesikel
bergerombol di daerah Virus aktif ikut serabut

40
lipatan mamae kiri tembus saraf sensorik
belakang,berwarna merah, Neuritis
suhu : 38 ° C Pelepasan mediator nyeri

Nyeri
DS : Sejak semalam, Varicela ZosterVirus Kerusakan integritas kulit
muncul bintik-bintik
merah di daerah lipatan Meninggalkan lesi di
mamae kiri tembus kulit dan permukaan
belakang mukosa ke ujung
DO : ada Vesikel serabutsaraf
bergerombol di lipatan
mamae kiri tembus Kerusakan integritas kulit
belakang, berwarna merah
DS : Sejak semalam, Varicela ZosterVirus Gangguan citra tubuh
muncul bintik-bintik
kemerahan di daerah Meninggalkan lesi di
lipatan mamae kiri tembus kulit dan permukaan
belakang mukosa ke ujung
DO : ada Vesikel serabutsaraf
bergerombol di daerah
lipatan mamae kiri
tembus belakang, Gangguan citratubuh

berwarna merah

E. DiagnosaKeperawatan

1. Nyeri b.d proses inflamasivirus

2. Kerusakan integritas kulit b.d vesikel yang mudahpecah

3. Gangguan body image b.d perubahanpenampilan

F. IntervensiKeperawatan

41
Diagnosa NOC NIC
Nyeri berhubungan  Painlevel Pain Management
dengan proses  Paincontrol a. Lakukan pengkajian nyerisecara
inflamasi virus komprehensif(lokasi,
 Comfort level Kriteria
karakteristik,durasi,frekuensi,kualit
Hasil:
as dan faktor pesipitasi)
 Mampumengontrol nyeri
b. Observasi reaksi non verbal
(tahupenyebabnyeri,mampu
dariketidaknyamanan
menggunakantekniknonfarm c. Gunakan komunikasi terapeutik
akologi untukmengurangi untuk mengetahui pengalaman
nyeri, mencari bantuan) nyeriklien
 Melaporkan bahwa nyeri d. Kontrol lingkungan yang dapat

berkurang mempengaruhi nyeri seperti suhu

denganmenggunakan ruangan,pencahayaan,kebisingan
e. Ajarkan tentangteknik pernafasan
manajemen nyeri
/relaksasi
 Mampu mengenali
f. KolaborasipemberianAnalgetik
nyeri(skala intensitas,
g. Evaluasi keefektifan kontrolnyeri
frekuensi,dan tandanyeri)
h. Anjurkan klien
 Menyatakan rasa nyaman untukberistirahat
setelah nyeriberkurang i. Kolaborasi dengan dokter jika
keluhan dan tindakan nyeri tidak
berhasil

42
Kerusakanintegri  Tissue Integrity : Pressure Management:
taskulitb.dvesike Skin&Mucous membrane a. Anjurkan pasien mengenakan
lyangmudah  Hemodyalisis Akses pakaian yang longgar
pecah Kriteria Hasil : b. Jaga kebersihan kulit agar tetap
 Tidak ada luka/lesi bersih dan tetapkering
padakulit c. Monitor kulit akan adanya

 Perfusi jaringan baik kemerahan

 Menunjukkan pemahaman d. Mandikandengan sabun dan

dalam proses perbaikan airhangat

kulitdanmencegah
terjadinyasedera berulang
Gangguan body  BodyImage Body Image Enchancement
image b.d  Self Esteem Kriteria a. Kaji secara verbal dan non verbal
perubahan Hasil: respon klien terhadaptubuhnya
penampilan  BodyImage Positif b. Jelaskan tentang pengobatan,

 Mampu mengidentifikasi perawatan, kemajuan, dan

kekuatanpersonal prognosis penyakit

 Mempertahankan c. Dorong klien mengungkapkan

interaksisosial perasaannya
d. Fasilitasi kontak dengan individu
 Mendeskripsikan secara
lain dalam kelompokkecil
faktual perubahan
fungsi tubuh

43
BABV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Herpes Zoster merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh virus varisela yang

berada laten di jaras saraf sensorik yang bersifat khas seperti gerombolan vesitel unilateral

dan radang ini dialami oleh seseorang yang tidak mempuyai kekebalan terhadap varisela.

Nyeri adalah sensori subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang

didapat terkait dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau menggambarkan

kondisi terjadinya kerusakan. Penting bagi perawat untuk memahami makna nyeri bagi

setiap individu. Penatalaksanaan nyeri lebih dari sekedar pemberian analgesik. Dengan

memahami nyeri dengan lebih holistik, maka perawat dapat mengembangkan strategi yang

lebih tepat dan baik pada penanganan yang lebih berhasil lagi.

B. Saran
Berdasarkan uraian yang ada serta kesimpulan diatas , maka penulis mencoba mengajukan

beberapa saran sebagai bahan pertimbangan :

1. Dalam memberikan asuhan keperawatan perlu adanya kerja sama tim baik dokter ,

perawat sebagai pelaksana , klien maupun keluarga klien untuk mendapatkan

kemudahan didalam pelaksanaan asuhan keperawatan demi terwujudnya mutu asuhan

keperawatan yang lebih baik

2. Untuk masyarakat bisa lebih memahami dan mencegah terjadinya infeksi virus Herpes

Zoster.

44
DAFTAR PUSTAKA

Centers for Disease Control and Prevention. 2008. Vaksinasi


CacarAir. http://www.immunize.org/vis/in_var.pdf

Djuanda, Adhi (1993). Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin, Edisi Kedua, FK
Universitas Indonesia, Jakarta, 1993.

Dumasari, Ramona.2008. Varicella Dan Herpes Zozter. Departemen Ilmu


Kesehatan Kulit Dan Kelamin. Universitas Sumatra Utara.

Departemen Ilmu Kesehatan Anak, RS Dr Cipto Mangunkusumo, Fakultas Kedokteran


Universitas Indonesia, Jakarta. Sari Pediatri, Vol. 11, No. 6, April 2010

Joanne M. McCloskey Dochterman. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC).


Elsevier. Mosby

Kurniawan, dkk. 2009. Varicela Zoster Pada Anak. Medicinus · Vol. 3 No. 1
Februari 2009 – Mei 2009

Mansjoer Arif dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. Media Aescula plus.
Jakarta.

Mehta. 2006. Pyoderma gangrenosum on varicella lesions. Clinical and


Experimental
Dermatology.Volume 32, pages 215–217, 27 November 2006

NANDA.2014. Nursing Diagnoses definitions and clasification 2015-2017 10th edition.


Wiley Blackwell

45

Anda mungkin juga menyukai