Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

KEPERAWATAN ANAK II

“Asuhan Keperawatan pada Anak Impetigo”

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 1

Tazkya Cahaya Ramadhani 1911311025


Ilna Armenia Putri 1911312001
Shindy Rahmadeswita 1911313030
Armila Arpan 1911313039

DOSEN PENGAMPU :
Ns Deswita, S.Kp, M.Kep,SpKep.An.

JURUSAN ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ANDALAS

2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
kelancaran kepada penulis untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Makalah ini
bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak II yang diampu oleh Ibu Ns
Deswita, S.Kp, M.Kep,SpKep.An. Makalah ini memuat tentang “Asuhan Keperawatan pada
Anak Impetigo” . Makalah ini tidak akan selesai tepat pada waktunya tanpa bantuan dan
dukungan dari berbagai pihak.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang berkaitan dalam proses
penyelesaian makalah ini. Dalam penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak
kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi.sehingga penulis memiliki harapan
besar kepada pembaca agar memberikan kritik dan saran yang membangun. Akhir kata
penulis berharap agar makalah ini bermanfaat bagi semua pembaca.

Padang, 4 April 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1
1.1. Latar Belakang.............................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah.......................................................................................................2
1.3. Tujuan Penulisan.........................................................................................................2
1.4. Manfaat Penulisan.......................................................................................................2
BAB II TINJAUAN TEORI......................................................................................................3
2.1. Definisi........................................................................................................................3
2.2. Etiologi........................................................................................................................3
2.3. Klasifikasi....................................................................................................................3
2.4. Manifestasi Klinis........................................................................................................4
2.5. Patofisiologi.................................................................................................................5
2.6. Komplikasi..................................................................................................................6
2.7. Penatalaksanaan...........................................................................................................6
BAB III ANALISIS KASUS.....................................................................................................8
3.1. Kasus :.........................................................................................................................8
3.2. Pengkajian...................................................................................................................8
3.3. Analisis Data.............................................................................................................10
3.4. Diagnosa Keperawatan..............................................................................................12
3.5. Intervensi Keperawatan.............................................................................................12
3.6. Implementasi Dan Evaluasi.......................................................................................14
BAB IV PENUTUP.................................................................................................................16
4.1. Kesimpulan................................................................................................................16
4.2. Saran..........................................................................................................................16
Daftar Pustaka..........................................................................................................................17

ii
BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Kulit merupakan organ vital tubuh yang berfungsi dalam proteksi, absorpsi,
ekskresi, persepsi, pengaturan suhu tubuh (termoregulasi), pembentukan pigmen,
pembentukan vitamin D dan keratinisasi. Kulit dalam proses proteksi tubuh terkadang
terinfeksi oleh bakteri patogen. Infeksi merupakan suatu kondisi penyakit akibat
masuknya kuman patogen atau mikroorganisme lain kedalam tubuh sehingga
menimbulkan gejala tertentu. Organisme yang paling umum menginfeksi kulit ialah
Streptococci, Staphylococcus aureus, dan methicillin-resistant Staphylococcus aureus
(MRSA) (Sularsito et al., 2011).

Salah satu penyakit infeksi kulit oleh bakteri yang sering terjadi di daerah
tropis terutama Indonesia adalah cacar madu. Cacar madu atau dalam istilah medisnya
impetigo krustosa adalah penyakit infeksi oleh bakteri Staphylococcu saureus dan atau
Streptococcus pyogenes yang terjadi pada kulit bagian epidermis. Kulit yang
terinfeksi bakteri ini akan menunjukkan gejala seperti bintik-bintik merah yang berisi
air, koreng dan disertai demam (Koning et al., 2012; Sularsito et al., 2011). Penyakit
ini biasanya terjadi pada anak-anak, walaupun tidak jarang terjadi pada usia dewasa.
Impetigo krustosa sering terjadi di area mulut dan dahi, kemudian menyebar ke daerah
punggung.

Impetigo memiliki masa inkubasi berkisar 4–10 hari atau lebih lama. Penyakit
ini umumnya di derita oleh anak–anak yang biasanya muncul pada daerah di sekitar
hidung dan mulut si kecil. Infeksi ini akan menyebar lebih cepat pada saat cuaca
panas dibandingkan dalam kondisi normal (Ningsih, 2013). Impetigo terjadi di
seluruh negara dan angka kejadiannya selalu mengalami peningkatan dari tahun ke
tahun. Kebanyakan kasus penyakit impetigo ini ditemukan dinegara-negara
berkembang dengan perekonimian yang tergolong rendah (Hamzah & Mahmudah,
2014).

Impetigo dibagi menjadi dua jenis, yaitu impetigo krustosa dan impetigo
bulosa. Impetigo krustosa atau impetigo nonbulosa dimulai dengan sebuah
papulovesikel eritematosa yang berkembang menjadi satu atau lebih lesi dengan
krustosa berwarna kuning seperti madu (honey-coloured crust), lesi tersebut

1
2

mengeluarkan sekret berupa cairan jernih. Lesi kulit impetigo bulosa berupa bula
dengan ukuran 0,5-3 cm dan memiliki dinding yang tipis dengan pinggir kemerahan.
Impetigo terutama timbul di kulit wajah, disekitar cuping hidung dan area mulut, serta
di ekstremitas. Diagnosis impetigo umumnya ditegakkan hanya dengan gambaran
klinis tanpa diperlukan pemeriksaan kultur.

Berdasarkan latar belakang diatas, penulis tertarik untuk melakukan kajian


literatur mengenai asuhan keperawatan pada anak yang menderita impetigo sehingga
dapat diperoleh manfaatnya dalam dunia kesehatan khususnya dalam ilmu
keperawatan anak.

1.2.Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana konsep dari penyakit impetigo pada anak
2. Bagaimana asuhan keperawatan pada anak yang menderita impetigo

1.3.Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah:
1. Dapat mengetahui dan memahami bagaimana konsep dari penyakit impetigo pada
anak
2. Dapat mengetahui dan memahami bagaimana asuhan keperawatan pada anak yang
menderita impetigo

1.4.Manfaat Penulisan
1. Bagi penulis
Dapat meningkatkan pengetahuan ilmu penulis mengenai impetigo dan
asuhan keperawatan pada anak impetigo sehingga nantinya pada saat penulis
memasuki duinia kerja maka ilmu ini dapat digunakan dengan baik.
2. Bagi pembaca
Untuk menambah wawasan pembaca mengenai konsep serta asuhan
keperawatan pada anak impetigo khususnya bagi perawat sehigga diharapkan dapat
memperbarui ilmu dari perawat itu sendiri.
BAB II TINJAUAN TEORI

2.1. Definisi
Impetigo adalah suatu pyoderma (infeksi kulit akibat bakteri staphylococcus,
streptococcus, atau keduanya) (Nasyuha et al., 2020). Impetigo merupakan infeksi
pada kulit yang disebabkan oleh bakteri, yang menyebabkan terbentuknya lepuhan-
lepuhan kecil berisi nanah (pesula), dan penyakit ini sangatlah menular dan akan
menyebabkan rasa sakit pada kulit (Arif, Muhammad Abdul, 2018).

2.2. Etiologi
Impetigo disebabkan oleh Staphylococcus Aureus atau Group A Beta
Hemolitik Streptococcus (Streptococcus pyogenes). Staphylococcus merupakan
pathogen primer pada impetigo bulosa dan ecthyma.
Staphylococcus merupakan bakteri sel gram positif yang memiliki bentuk bulat dan
berukuran 1 µm, biasanya tersusun dalam bentuk kluster yang tidak teratur, kokus
tunggal, berpasangan, tetrad, dan berbentuk rantai juga bisa didapatkan.
Cara kerja Staphylococcus dengan melakukan pembelahan diri dan menyebar
luas masuk ke dalam jaringan dan melalui produksi beberapa bahan ekstraseluler.
Bahan-bahan tersebut berupa enzim dan yang lain berupa toksin meskipun fungsinya
adalah sebagai enzim. Staphylococcus dapat menghasilkan beberapa bahan seperti
katalase, koagulase, hyaluronidase, eksotoksin, lekosidin, toksin eksfoliatif, toksik
sindrom syok toksik, dan enterotoksin.
Streptococcus mempunyai karakteristik dapat berbentuk pasangan atau rantai
selama pertumbuhannya. Lebih dari 20 produk ekstraseluler yang antigenic termasuk
dalam grup A, (Streptococcus pyogenes) diantaranya adalah Streptokinase,
streptodornase, hyaluronidase, eksotoksin pirogenik, disphosphopyridine
nucleotidase, dan hemolisin.

2.3. Klasifikasi
a. Impetigo contagiosa (tanpa gelembung cairan, dengan krusta / keropeng /
koreng)

Impetigo krustosa hanya terdapat pada anak-anak, paling sering muncul di


muka, yaitu di sekitar hidung dan mulut. Kelainan kulit berupa eritema dan
vesikel yang cepat memecah sehingga penderita datang berobat yang terlihat

3
4

adalah krusta tebal berwarna kuning seperti madu. Jika dilepaskan tampak erosi
dibawahnya. Jenis ini biasanya berawal dari luka warna merah pada wajah anak,
dan paling sering di sekitar hidung dan mulut. Luka ini cepat pecah, berair dan
bernanah, yang akhirnya membentuk kulit kering berwarna kecoklatan. Bekas
impetigo ini bisa hilang dan tak menyebabkan kulit seperti parut. Luka ini bisa
saja terasa gatal tapi tak terasa sakit. Impetigo jenis ini juga jarang menimbulkan
demam pada anak, tapi ada kemungkinan menyebabkan pembengkakan kelenjar
getah bening pada area yang terinfeksi. Dan karena impetigo sangat mudah
menular, makanya jangan menyentuh atau menggaruk luka karena dapat
menyebarkan infeksi ke bagian tubuh lainnya.
b. Bullous impetigo (dengan gelembung berisi cairan)
Impetigo jenis ini utamanya menyerang bayi dan anak di bawah usia 2 tahun.
Namun ada pendapat lain yang mengatakan bahwa Impetigo bulosa terdapat pada
anak dan juga pada orang dewasa, paling sering muncul di ketiak, dada, dan
punggung. Kelainan kulit berupa eritema, vesikel, dan bula. Kadang-kadang
waktu penderita datang berobat, vesikel atau bula telah pecah. Impetigo ini meski
tak terasa sakit, tapi menyebabkan kulit melepuh berisi cairan. Bagian tubuh yang
diserang seringkali badan, lengan dan kaki. Kulit di sekitar luka biasanya
berwarna merah dan gatal tapi tak terasa sakit. Luka akibat infeksi ini dapat
berubah menjadi koreng dan sembuhnya lebih lama ketimbang serangan impetigo
jenis lain

2.4. Manifestasi Klinis


b. Impetigo Krustosa

Tempat predileksi tersering pada impetigo krustosa adalah di wajah,


terutama sekitar lubang hidung dan mulut, karena pada daerah tersebut
dianggap sumber infeksi. Tempat lainnya yang dapat terkena, yaitu anggota
gerak (kecuali telapak tangan dan kaki), dan badan, tetapi umumnya terbatas,
walaupun penyebaran luas dapat terjadi.
Biasanya mengenai anak pra sekolah. Gatal dan rasa tidak nyaman dapat
terjadi, tetapi tidak disertai gejala konstitusi. Pembesaran kelenjar limfe
regional lebih sering disebabkan oleh Streptococcus.
Kelainan kulit didahului oleh makula eritematus kecil, sekitar 1-2 mm.
Kemudian segera terbentuk vesikel atau pustule yang mudah pecah dan
5

meninggalkan erosi. Cairan serosa dan purulen akan membentuk krusta tebal
berwarna kekuningan yang memberi gambaran karakteristik seperti madu
(honey colour). Lesi akan melebar sampai 1-2 cm, disertai lesi satelit
disekitarnya. Lesi tersebut akan bergabung membentuk daerah krustasi yang
lebar. Eksudat dengan mudah menyebar secara autoinokulasi.
c. Impetigo Bulos
Tempat predileksi tersering pada impetigo bulosa adalah di ketiak,
dada, punggung. Sering bersama-sama dengan miliaria. Terdapat pada anak
dan dewasa. Kelainan kulit berupa vesikel (gelembung berisi cairan dengan
diameter 0,5cm) kurang dari 1 cm pada kulit yang utuh, dengan kulit sekitar
normal atau kemerahan. Pada awalnya vesikel berisi cairan yang jernih yang
berubah menjadi berwarna keruh. Atap dari bulla pecah dan meninggalkan
gambaran “collarette” pada pinggirnya. Krusta “varnishlike” terbentuk pada
bagian tengah yang jika disingkirkan memperlihatkan dasar yang merah dan
basah. Bulla yang utuh jarang ditemukan karena sangat rapuh.
Bila impetigo menyertai kelainan kulit lainnya maka, kelainan itu dapat
menyertai dermatitis atopi, varisela, gigitan binatang dan lain-lain. Lesi dapat
lokal atau tersebar, seringkali di wajah atau tempat lain, seperti tempat yang
lembab, lipatan kulit, ketiak atau lipatan leher. Tidak ada pembengkakan
kelenjar getah bening di dekat lesi. Pada bayi, lesi yang luas dapat disertai
dengan gejala demam, lemah, diare. Jarang sekali disetai dengan radang paru,
infeksi sendi atau tulang.

2.5. Patofisiologi
Infeksi akibat Staphylococcus aureus atau Group A Beta Hemolitik Streptococcus
dimana sebelumnya diketahui bakteri-bakteri tersebut dapat menyebabkan penyakit
berkat kemampuannya mengadakan pembelahan dan menyebar luas ke dalam
jaringan dan melalui produksi beberapa bahan ekstraseluler. Beberapa dari bahan
tersebut adalah enzim dan yang lain berupa toksin meskipun fungsinya adalah sebagai
enzim. Staphylococcus dapat menghasilkan katalase, koagulase, hyaluronidase,
eksotoksin, lekosidin, toksin eksfoliatif, toksik sindrom syok toksik, dan enterotoksin.
Toksin yang dihasilkan bakteri staph ini dapat menyebabkan impetigo menyebar ke
area lainnya. Toksin ini menyerang protein yang membantu mengikat sel-sel kulit.
Sehingga membuat protein ini rusak, dan semakin memudahkan bakteri menyebar
6

dengan cepat. Dan enzim yang dikeluarkan oleh Stap akan membuat struktur kulit
rusak dan akan timbul rasa gatal yang dapat menyebabkan  terbentuknya lesi pada
kulit.
Pada awalnya, rasa gatal dengan lesi berbentuk berupa makula eritematosa yang
berukuran 1-2 mm, kemudian berubah menjadi bula atau vesikel. Pada Impetigo
contagiosa Awalnya berupa warna kemerahan pada kulit (makula) atau papul
(penonjolan padat dengan diameter <0,5cm) yang berukuran 2-5 mm. Lesi papul
segera menjadi vesikel atau pustul (papula yang berwarna keruh/mengandung
nanah/pus) yang mudah pecah dan menjadi papul dengan keropeng/koreng berwarna
kunig madu dan lengket yang berukuran <2cm dengan kemerahan minimal atau tidak
ada kemerahan disekelilingnya, sekret seropurulen kuning kecoklatan yang kemudian
mengering membentuk krusta yang berlapis-lapis. Krusta mudah dilepaskan, di bawah
krusta terdapat daerah erosif yang mengeluarkan sekret, sehingga krusta akan kembali
menebal. Sering krusta menyebar ke perifer dan menyembuh di bagian tengah.
Kemudian pada Bullous impetigo bula yang timbul secara tiba tiba pada kulit yang
sehat dari plak (penonjolan datar di atas permukaan kulit) merah, berdiameter 1-5cm,
pada daerah dalam dari alat gerak (daerah ekstensor), bervariasi dari miliar sampai
lentikular dengan dinding yang tebal, dapat bertahan selama 2 sampai 3 hari. Bila
pecah, dapat menimbulkan krusta yang berwarna coklat, datar dan tipis.

2.6. Komplikasi
Impetigo biasanya sembuh tanpa penyulit dalam 2 minggu walaupun tidak diobati.
Komplikasi berupa radang ginjal pasca infeksi streptococcus terjadi pada 1- 5%
pasien terutama usia 2- 6 tahun dan hal ini tidak dipengaruhi oleh pengobatan
antibiotic. Gejala berupa bengkak dan kenaikan tekanan darah, pada sepertiga terdapat
urin warna teh. Keadaan ini umumnya sembuh secara spontan walaupun gejala- gejala
tadi muncul.
Komplikasi lainnya yang jarang terjadi adalah infeksi tulang (osteomyelitis),
radang paru- paru (pneumonia), seluliti, psoriasis, staphylococcal scalded skin
syndrome, radang pembuluh limfe atau kelenjar getah bening.

2.7. Penatalaksanaan
Prinsip-prinsip penatalaksanaan antara lain :

1. Membersihkan luka yang lecet atau mengalami pengausan secara perlahan-lahan.


Tidak boleh melakukan gosokan-gosokan pada luka terlalau dalam.
7

2. Pemberian mupirocin secara topical merupakan perawatan yang cukup adekuat


untuk lesi yang tunggal atau daerah-daerah kecil.
3. Pemberian antibiotik sistemik diindikasikan untuk lesi yang luas atau untuk
impetigo bulosa.
4. Pencucian dengan air panas seperti pada Staphylococcal Scalded Skin Syndrome
diindikasikan apabila lesi menunjukkan keterlibatan daerah yang luas.
5. Diagnosis dan penatalaksanaan yang dini dapat mencegah timbulnya sikatrik dan
mencegah penyebaran lesi.
6. Kebutuhan akan konsultasi ditentukan dari luasnya daerah yang terserang/terlibat
dan usia pasien. Neonatus dengan impetigo bulosa memerlukan konsultasi
dengan ahli neonatologi.
Medikamentosa:
Pemberian antibiotik merupakan terapi yang paling penting. Obat yang dipilih
harus bersifat melindungi dan melawan koagulasi-positif Streptococcus aureus dan
Streptococcus beta hemolyticus grup A.
BAB III ANALISIS KASUS

3.1.Kasus :

An. A usia 3 tahun. Anak A saat ini mengeluhkan gatal pada kulit sejak dua minggu yang lalu
disertai rasa nyeri dan panas. Klien belum pernah dibawa ke puskesmas atau rumah sakit,
dengan sifat keluhan terus-menerus terutama pada sore dan malam hari dengan keluhan lain,
demam, anak kurang tidur, serta kurang nafsu makan. Selama kehamilan anak A ibu tidak
mengalami keluhan yang mengganggu, Ibu rutin memeriksakan diri yaitu 4 kali selama
kehamilan, Lamanya hamil 9 bulan, Selama hamil, ibu selalu mendapat tablet tambah darah
(SF). Tempat persalinan di RS Santa Anna, lahir spontan, bayi sehat dan tidak ada trauma
lahir. Keadaan ibu post-natal, baik bayi sehat dengan mendapatkan penanganan yang baik.
Berat badan lahir 3,2 kg dengan PB 48 cm. Mulai tumbuh gigi pada umur 7 bulan, gigi
tumbuh bagus dengan jumlahnya sekarang 16 buah. Pada Pemeriksaan fisik Keadaan Umum
anak baik, Tanda-tanda vital : Nadi = 110/80 x/menit, Suhu : 38,5 C, Rsp : 20 x/menit, nadi
80x/menit . rambut anak tampak kusut dan kering, kulit kepala kurang bersih. warna kulit
pada daerah lubang hidung dan sudut mulut serta dada nampak merah karena adanya kelianan
kulit. Ibu klien mengatakan anaknya rewel dan menangis. Klien mengeluh rasa perih dan
gatal pada daerah infeksi, ada eritem dan vesikel, adanya lesi kulit pada wajah, adanya tanda-
tanda infeksi/ peradangan pada kulit, Klien nampak sering menggaruk pada daerah
permuakaan kulit yang gatal. Dan klien merasa malu dengan keadaannya, serta ibu klien
sering menanyakan mengenai keadaan anaknya

3.2.Pengkajian

A. Biodata
1. Identitas Klien
Nama ; An. A
Umur ; 3 tahun
Jenis kelamin ; perempuan
Agama ; Islam
Alamat ; Komplek Wisma Utama,Padang
2. Identitas penanggung jawab
Nama ; Ny. B
Umur ; 30 tahun

8
9

Agama ; Islam
Pekerjaan wiraswasta
Pendapatan/bulan ; 200.000,-

B. Riwayat kesehatan
1. Riwayat kesehatan sekaran

Keluhann utama : rasa nyeri dan panas serta gatal pada kulit sejak dua minggu yang
lalu. Diikuti keluhan lain yaitu, demam, anak kurang tidur, serta kurang nafsu
makan.

2. Riwayat kehamilan dan persalinan


a. Pre-natal
1. Selama hamil hamil ibu tidak mengalami keluhan yang mengganggu.
2. Ibu rutin memeriksakan diri yaitu 4 kali selama kehamilan
3. Lamanya hamil 9 bulan
4. Selama hamil, ibu selalu mendapat tablet tambah darah (SF).
b. Natal
Tempat persalinan di RS Santa Anna, lahir spontan, bayi sehat dan tidak ada
trauma lahir.
c. Post Natal
Keadaan ibu post-natal, baik bayi sehat dengan mendapatkan
penanganan yang baik.

3. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan


Berat badan lahir 3,2 kg dengan PB 48 cm. Mulai tumbuh gigi pada umur 7 bulan,
gigi tumbuh bagus dengan jumlahnya sekarang 16 buah.
4. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan Umum : baik
2. Tanda-tanda vital : Nadi = 100 x/menit, Suhu : 37,5 C, Rsp : 24 x/menit

3. Kepala dan leher


• Rambut nampak kusut dan kering
• Kepela tidak terdapat benjolan, kulit kepala kurang bersih
• Mata : Tidak ada peradangan/ edema, penutupan kelopak mata baik, pada
10

sclera dan konjungtiva baik.


• Telinga : tidak ada serumen atau cairan, pendengaran baik.
• Hidung : tidak ada cairan , ada eritem dan vesikel pada lubang hidung.
• Mulut ; bibir kering, gigi tidak ada carries, gigi belum ada yang Tanggal,
terdapat eritema dan vesikel pada sudut mulut.
• Leher : tidak ada pembesarah kelenjar tiroid,

4. Dada dan pungggung


• Inspeksi : Bentuk dada simetris kirir dan kanan, pernapasan dengan irama dan
bunyi reguler.
• Palpasi ; tidak ada massa/ nyeri tekan
• Auskultasi ; bunyi nafas vesikuler
5. Perut : tidak ada pembesaran pada perut dan peristaltic usus normal
6. Genetalia dan anus : tidak ada kelaianan
7. Muskuloskeletal ; pergerakan otot baik
8. Kulit ; warna kulit pada daerah lubang hidung dan sudut mulut serta dada nampak
merah karena adanay kelianan kulit.

5. Pola kegiatan sehari-hari


1. Nutrisi
Setelah sakit : frekuensi makan 2 kali sehari dan porsi makan tidak dihabiskan.
2. Pola tidur
Setelah sakit : klien sering terbangun.

3.3.Analisis Data
DATA MASALAH ETIOLOGI
DS : Gangguan rasa Gejala penyakit
•Klien mengeluh gatal pada permukaan kulit nyaman (Nyeri dan rasa
• Klien mengeluh nyeri /perih pada gatal)
permukaan kulit yang terinfeksi
• Klien merasa demam

DO :
• Muncul kemerahan pada daerah yang
terinfeksi
11

• Nampak adanya lesi kulit pada wajah


• Klien nampak sering menggaruk pada kulit
yang terinfeksi
DS : Gangguan pola tidur Nyeri, rasa gatal

• Klien mengeluh gatal dan perih


• Ibu klien mengatakan anaknya rewel dan
sering menangis
• klien mengeluh sulit tidur
• klien mengeluh sering terjaga

DO :
• Nampak adanya lesi kulit pada wajah
• Nampak adanya eritema dan vesikel
• Klien sering menggaruk pada daerah kulit
yang terinfeksi
• Suhu 38,5oC

DS : Gangguan integritas Terbentuknya krusta


• Klien mengeluh gatal dan perih pada kulit
permukaan kulit
• klien mengeluh nyeri/perih pada
permukaan kulit yang terinfeksi

DO :
• Klien nampak selalu menggaruk
• Nampak adanya tanda-tanda
infeksi/peradangan di kulit
• Nampak nyeri/perih pada permukaan kulit
12

3.4.Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan rasa nyaman gatal b/d adanya gejala penyakit yang ditandai dengan nyeri dan
rasa gatal

2. Perubahan pola tidur b/d rasa gatal, ditandai dengan sulit tidur, sering terjaga

3. Gangguan integritas kulit b/d terbentuknya krusta, ditandai dengan nyeri/perih pada
permukaan kulit,nyeri/perih pada permukaan kulit

3.5.Intervensi Keperawatan
NO. DIAGNOSA (SDKI) OUTCOME (SLKI) INTERVENSI (SIKI)

1. Gangguan rasa Status Kenyamanan • Kaji tingkat rasa nyaman gatal


nyaman gatal b/d • Observasi kulit dan TTV
adanya rangsangan • keluhan tidak nyaman • Anjurkan klien untuk melakukan
free nervusending ditingkatkan dari 2 ke 4 personal hygiene khususnya pada kulit
wajah
• gelisah ditingkatkan dari 2
• Beri HE pada klien dan keluarga tentang
ke 4
pentingnya personal
Hygiene
• keluhan sulit tidur
• Kolaborasi dengan tim medis pemberian
ditingkatkan dari 2 ke 4
antibiotik topical, penisilin oral indikas

• gatal ditingkatkan dari 2 ke 4 jika ada lesi yang besar.

Tingkat nyeri Rasional :


• Dengan mengkaji tingkat gatal /nyeri
• keluhan nyeri ditingkatkan dapat mengetahui skalanya
dari 2 ke 4 • Dengan mengobservasi kulit dan
TTVdapat diketahui perubahan yang
terjadi pada kulit
• Dengan menganjurkan melakukan
personal hygiene dapat mencegah
penyebaran bau, infeksi
• Dengan pemberian antibiotik dapat
mengurangi rasa gatal
• Dengan memberikan HE klien dapat
mengerti dan dapat bekerjasama.
13

2. Perubahan pola tidur Pola Tidur • Kaji kebiasaan tidur anak


b/d rasa gatal • Observasi TTV
• keluhan sulit tidur • Beri posisi yang nyaman pada klien
ditingkatkan dari 2 ke 4 dengan kepala klien rendah kaku
• Anjurkan klien atau keluarga untuk
• keluhan sering terjaga
mengompres pada daerah yang gatal
ditingkatkan dari 2 ke 4
• Kolaborasi dengan tim medis untuk
pemberian antibiotikbetadine
Status Kenyaman

Rasional :
• keluhan tidak nyaman
• Dengan mengobservasi TTV dapat
ditingkatkan dari 2 ke 4
diketahui pembuluh yang terjadi pada pola

• gelisah ditingkatkan dari 2 tidur

ke 4 • Dengan posisi yang nyaman pada klien


dengan kepala lebih rendah dari kaki dapat
• keluhan sulit tidur melancarkan aliran darah ke otak
ditingkatkan dari 2 ke 4 • Dengan menganjurkan untuk kompres
pada daerah gatal maka dapat mengurangi
• gatal ditingkatkan dari 2 ke 4 rasa gatal
• Dengan pemberian antibiotik dapat
mengurangi rasa gatal

3. Gangguan integritas Integritas Kulit dan • Observasi kulit


kulit b/d terbentuknya Jaringan • Observasi TTV
krusta • Anjurkan klien untuk tidak menggaruk
• kerusakan lapisan kulit • Beri HE pada klien dan keluarganya
ditingkatkan dari 2 ke 4 tentang pentingnya personal hygiene.,klien
tidak menggaruk serta pemberian obat
• nyeri ditingkatkan dari 2 ke
salep.
4
• Jaga kulit agar tetap kering
• Kolaborasi dengan tim medis untuk
• kemerahan ditingkatkan dari
pemberian salep yang dioleskan 3 x sehari
2 ke 4
dan antiseptik betadine.

• jaringan parut ditingkatkan Rasional :

dari 2 ke 4 • Dengan mengobservasi kulit dapat


diketahui perubahan yang terjadi pada kulit
• Dengan mengobservasi kulit dam TTv
dapat diketahui perubahan suhu kulit
• Dengan manganjurkan untuk tidak
menggaruk dapat mencegah iritasi kulit
• Dengan pemberian antiseptik dapat
14

mengurangi iritasi kulit


• Dengan memberikan HE klien dan
keluarganya dapat mengerti dan
bekerjasama.

3.6.Implementasi Dan Evaluasi


NO Tindakan Evaluasi
1. 1. Mengkaji tingkat rasa nyaman gatal S : Ibu pasien mengatakan nyeri dan rasa gatal pada
anaknya berkurang, kulit masih ada lesi
2. Observasi kulit dan TTV
O : 120/80 mm/hg,Suhu ; 38,C, Respirasi ; 20
3. Anjurkan klien untuk melakukan personal x/menit, Nadi ; 80 x/menit
hygiene khususnya pada kulit wajah
A : Masalah belum teratasi
4. Beri HE pada klien dan keluarga tentang
pentingnya personal P : intervensi dilanjutkan
Hygiene

5. Kolaborasi dengan tim medis pemberian


antibiotik topical, penisilin oral indikas jika
ada lesi yang besar

2. 1. Kaji kebiasaan tidur anak S : Ibu mengatakan anaknya sudah jarang untuk
terjaga saat tidur, anak sudah nyaman saat tidur
2. Observasi TTV
O : Anak sudah tidak terlihat rewel
3. Beri posisi yang nyaman pada klien dengan
kepala klien rendah kaku A : Masalah teratasi

4. Anjurkan klien atau keluarga untuk P : Intervensi dihentikan


mengompres pada daerah yang gatal

5. Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian


antibiotikbetadine

3. 1. Observasi kulit S : Ibu mengatakan anaknya sudah tidak sering


menggaruk lagi
2. Observasi TTV
O :Anak tampak tidak menggaruk-garuk lagi.
3. Anjurkan klien untuk tidak menggaruk Nampak adanya lesi kulit pada wajah.

4. Beri HE pada klien dan keluarganya tentang


15

pentingnya personal hygiene.,klien tidak A : Masalah belum teratasi


menggaruk serta pemberian obat salep.
P : Intervensi dilanjutkan
5. Jaga kulit agar tetap kering

6. Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian


salep yang dioleskan 3 x sehari dan antiseptik
betadine.
BAB IV PENUTUP

4.1. Kesimpulan
Kulit merupakan organ vital tubuh yang berfungsi dalam proteksi, absorpsi,
ekskresi, persepsi, pengaturan suhu tubuh (termoregulasi), pembentukan pigmen,
pembentukan vitamin D dan keratinisasi. Salah satu penyakit infeksi kulit oleh bakteri
yang sering terjadi di daerah tropis terutama Indonesia adalah cacar madu. Impetigo
memiliki masa inkubasi berkisar 4–10 hari atau lebih lama.
Penyakit ini umumnya di derita oleh anak–anak yang biasanya muncul pada
daerah di sekitar hidung dan mulut si kecil. Impetigo krustosa atau impetigo
nonbulosa dimulai dengan sebuah papulovesikel eritematosa yang berkembang
menjadi satu atau lebih lesi dengan krustosa berwarna kuning seperti madu (honey-
coloured crust), lesi tersebut mengeluarkan sekret berupa cairan jernih. Lesi kulit
impetigo bulosa berupa bula dengan ukuran 0,5-3 cm dan memiliki dinding yang tipis
dengan pinggir kemerahan. 0,9% pada lesi yang basah. topikal dan sistemik.
Antiseptik yang dapat dijadikan. Resistant Staphylococcus Aureus (MRSA)
adalah triklosan 2%. triklosan 2% selama 30”, 60”, 90”, dan 120” adalah sebanyak 0
koloni. Terapi sistemik dapat menggunakan penisilin dan. yang lainnya. pengering
yang panas.

4.2. Saran
Sebagai calon perawat diharapkan setiap mahasiswa belajar dan memahami
asuhan keperawatan pmetigo pada anak, yang nantinya diharapkan bisa meningkatkan
derajat kesembuhan dan mempertahankan kesehatan, bahkan mampu membuat klien
merasa aman dengan kehadiran kita. Tidak hanya itu, seorang perawat yang
menerapkan asuhan keperawatan dengan baik mampu memudahkannya memperoleh
informasi dan membuat klien percaya dengan tindakan yang akan diberikan oleh
seorang perawat.

16
Daftar Pustaka

Arif, Muhammad Abdul, A. R. N. (2018). SISTEM PAKAR PENYAKIT BAYI DI BAWAH


UMUR LIMA TAHUN. 02(01).
Imaligy, E. U. (2015). Impetigo Vesikobulosa pada Bayi. 42(4), 280–282.
Nasyuha, A. H., Iswan, M., & Angin, P. (2020). Implementasi Dempster Shafer Dalam
Diagnosa Penyakit Impetigo Pada Balita. 4, 700–706.
https://doi.org/10.30865/mib.v4i3.1901
Nayasista, A. H. (2017). Hubungan Kebiasaan Cuci Tangan dengan Sabun dan Kejadian
Impetigo pada Anak Usia Pra-Sekolah di Klinik Gotong Royong Surabaya. 44(6), 377–
379.

17

Anda mungkin juga menyukai