Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

"ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN


GANGGUAN SISTEM INTEGUMEN PADA KASUS
IMPETIGO"

Disusun Oleh :
1) Eti Nurningsih {03}
2) Faizah {04}

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM


SMK YARSI MATARAM
T.A 2020/2021
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN
(IMPETIGO)

Telah disetujui pada :


Hari :

Tanggal :

Guru Mata Pelajaran

Ilmu Penyakit Dan Penunjang Diagnostik

ZUHDI. S,Kep.Ners.

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan
karunia-Nya  penulis masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan Laporan ini. Semoga
shalawat serta salam selalu dilimpahkan kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW beserta
sahabat dan keluarganya, serta pengikutnya hingga akhir zaman. Amin.

Alhamdulillah penulis telah berhasil menyelesaikan makalah Laporan Pendahuluam


tentang “Impetigo”. Laporan ini disusun agar dapat menambah informasi kepada para pembaca
tentang impetigo.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada


:

1. Bapak Zuhdi.S,Kep.Ners. Selaku Guru IPPD Keperawatan SMK Yarsi Mataram.

2. Orang tua kami yang telah membantu baik moril maupun materi.

3. Rekan-rekan satu kelompok yang telah membantu dalam penyusunan Laporan ini.

Semoga Laporan ini memberi wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Walaupun
Laporan ini memiliki kelebihan dan kekurangan, namun penulis menyadari bahwa Laporan ini
masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat diperlukan.
Semoga Laporan ini bermanfaat bagi yang membutuhkan dan mendapat ridho Allah. Amin.

Penyusun

ii

DAFTAR IS

LEMBAR PENGESAHAN........................................................................................................i
KATA PENGANTAR............................................................................................................ii
Daftar Isi...................................................................................................................………..iii

BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................
A. Latar belakang...................................................................................................................
B. Rumusan Masalah.............................................................................................................
C. Tujuan Penulisan Laporan........................................................................................…….

BAB II PEMBAHASAN............................................................................................................
A. Definisi..............................................................................................................................
B. Anatomi Fisiologi............................................................................................………......

C. Etiologi.............................................................................................................................
D. Klasifikasii........................................................................................................................
E. Patofisiologi......................................................................................................................
F. Manifestasi Klinis ............................................................................................................
G. Pemeriksaan Penunjang.....................................................................................................
H. Pencegahan…………………………….…….…………………………........................

I. Penanganan…………………………………………………………………………......

J. Komplikasi……………………………………………………………………………..

BAB III KONSEP DASAR KEPERAWATAN......................................................................


A. Pengkajian.........................................................................................................................
B. Diagnosa Keperawatan......................................................................................................
C. Rencana Asuhan Keperawatan..........................................................................................
BAB IV PENUTUP...................................................................................................................
A. Kesimpulan.......................................................................................................................
B. Saran..................................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................

iii

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Pioderma merupakan salah satu penyakit yang sering dijumpai. Penyebab


terjadinyainfeksi kulit diakibatkan oleh bakteri gram positif, dapat pula disebabkan bakteri
gram negatif. Misalnya Pseudomonas aeruginosa, Proteus vulgaris, Proteus mirabilis, E. coli
dan Klebsiella. Penyebab yang umum ialah bakteri gram positif, seperti Streptokokus dan
Stafilokokus.

Impetigo, merupakan salah satu bentuk pioderma yang paling sering menyerang anak-
anak, terutama yang kurang menjaga kebersihan tubuhnya dan dapat muncul di bagian tubuh
manapun setelah terjadi cidera pada kulit, seperti luka maupun pada infeksi virus herpes
simpleks.

Penyakit ini sering terjadi pada neonatus, bayi dan anak. Sebanyak 90% penderita
impetigo Bullosa adalah anak-anak usia dibawah 2 tahun. Namun bisa juga ditemukan pada
orang dewasa yang memiliki imunitas rendah. Impetigo ini sering muncul di daerah kulit
wajah, lengan dan tungkai. Pada orang dewasa, impetigo bisa terjadi setelah penyakit kulit
lainnya, bisa juga terjadi setelah suatu infeksi saluran pernafasan atas (misalnya flu atau
infeksi virus lainnya).

Di Amerika Serikat, kurang lebih 9 – 10 % dari anak-anak yang datang ke klinik kulit
menderita impetigo. Perbandingan antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan adalah sama.
Impetigo lebih sering menyerang anak-anak, jenis yang terbanyak (kira-kira 90%) adalah
impetigo bullosa yang terjadi pada anak yang berusia kurang dari 2 tahun.

1. 2 RUMUSAN MASALAH
1. Apa definisi dari impetigo ?
2. Bagaimanakah etiologi dari impetigo ?
3. Bagaimana patofisiologi dari impetigo ?
4. Apa saja manifestasi klinis dari impetigo ?
5. Apa saja klasifikasi dari impetigo ?
6. bagaimana penatalaksanaan klinis dari impetigo ?
7. Bagaimana WOC dari impetigo ?
8. Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada penderita impetigo ?

1. 3 TUJUAN

A. Tujuan umum :
Mengetahui secara menyeluruh mengenai konsep teori dan konsep asuhan keperawatan
dari impetigo.
B. Tujuan khusus :
1. Mengetahui apa definisi dari impetigo.
2. Mengetahui etiologi dari impetigo.
3. Mengyetahui klasifikasi impetigo.
4. Mengetahui patofisiologi dari impetigo.
5. apa saja manifestasi klinis dari impetigo.
6. Mengetahui bagaimana penatalaksanaan klinis dari impetigo.
7. Mengetahui Bagaimana WOC dari impetigo.
8. Mengetahui bagaimana konsep asuhan keperawatan pada penderita pneumonia.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. DEFINISI
Impetigo adalah salah satu contoh pioderma, yang menyerang lapisan epidermis
kulit (Djuanda, 56:2005).

Impetigo bisa terjadi akibat trauma superficial yang membuat robekan kulit dan
paling sering merupakan penyakit penyerta (secondary infection) dari Pediculosis, Skabies,
Infeksi jamur, dan pada Insect bites (Beheshti, 2:2007).

2.2. Anatomi Fisiologi

Kulit adalah kelenjar holokrin yang cukup besar dan melakukan respirasi seperti
jaringan tubuh lainnya. Organ tubuh ini merupakan yang paling besar dalam melapisi
seluruh bagian tubuh, membungkus daging dan organ-organ yang ada di dalamnya. Pada
orang dewasa, kulit memiliki luas 1,6-1,9 m2, dengan tebal 0,05–0,3 cm (Junquera dkk,
1997). Gambar struktur kulit dapat dilihat pada gambar 1 berikut ini.

Secara histologis kulit tersusun atas tiga lapisan utama yaitu lapisan epidermis,
lapisan dermis, dan lapisan subkutan. Tidak ada garis tegas yang memisahkan lapisan
dermis dan subkutan. Subkutan ditandai dengan adanya jaringan ikat longgar dan sel-sel
yang membentuk jaringan lemak, sedangkan lapisan epidermis dan dermis dibatasi oleh
taut dermoepidermal (Subowo, 1992).

Epidermis merupakan jaringan epitel berlapis pipih dengan sel epitel yang
mempunyai lapisan tertentu. Lapisan ini terdiri dari lima lapisan yaitu lapisan tanduk
(stratum korneum), lapisan bening (stratum lusidum), lapisan berbutir (stratum
granulosum), lapisan bertaju (stratum spinosum), dan lapisan benih (stratum
germinativum). Lapisan bertaju memiliki celah di antara sel-sel taju yang berguna untuk
peredaran jaringan ekstraseluler dan penghantaran butir-butir melanin (Connor dan Steven,
2003). Pigmen melanin sendiri disintesis oleh melanosit yang terdapat pada lapisan benih
(Junquera dkk, 1997).
Dermis merupakan jaringan ikat fibroelastis yang didalamnya terdapat pembuluh
darah, pembuluh limfa, serat saraf, kelenjar keringat, dan kelenjar minyak (Connor dan
Steven, 2003). Lapisan ini sering disebut lapisan sebenarnya dan 95% lapisan ini
membentuk ketebalan kulit.

Lapisan subkutan adalah kelanjutan dari lapisan dermis, terdiri atas jaringan ikat
longgar berisi sel-sel lemak di dalamnya. Lapisan sel-sel lemak disebut panikulus adipose,
berfungsi sebagai cadangan makanan. Sel-sel lemak merupakan sel bulat, besar dengan inti
terdesak ke pinggir sitoplasma.

Fisiologi Kulit

Fungsi kulit sangat kompleks dan berkaitan satu dengan lainnya di dalam tubuh
manusia. Fungsi kulit tersebut antara lain sebagai pelindung bagian dalam tubuh,
mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna atau sisa metabolisme, pengindra, pengatur suhu
tubuh dengan mengeluarkan keringat dan mengerutkan otot dinding pembuluh darah kulit,
pembentukan pigmen kulit, produksi vitamin K, dan sebagainya (Madison, 2003; Connor,
2003). Fungsi estetika juga merupakan fungsi kulit yang perlu diperhatikan karena dapat
meningkatkan kepercayaan diri seseorang.

2.3. ETIOLOGI
Impetigo disebabkan oleh Staphylococcus aureus atau Group A Beta Hemolitik
Streptococcus (Streptococcus pyogenes). Staphylococcus merupakan pathogen primer pada
impetigo bulosa dan ecthyma (Beheshti, 2:2007).
Staphylococcus merupakan bakteri sel gram positif dengan ukuran 1 µm, berbentuk
bulat, biasanya tersusun dalam bentuk kluster yang tidak teratur, kokus tunggal,
berpasangan, tetrad, dan berbentuk rantai juga bisa didapatkan. Staphylococcus dapat
menyebabkan penyakit berkat kemampuannya mengadakan pembelahan dan menyebar luas
ke dalam jaringan dan melalui produksi beberapa bahan ekstraseluler. Beberapa dari bahan
tersebut adalah enzim dan yang lain berupa toksin meskipun fungsinya adalah sebagai
enzim. Staphylococcus dapat menghasilkan katalase, koagulase, hyaluronidase, eksotoksin,
lekosidin, toksin eksfoliatif, toksik sindrom syok toksik, dan enterotoksin. (Brooks,
317:2005).
Streptococcus merupakan bakteri gram positif berbentuk bulat, yang mempunyai
karakteristik dapat berbentuk pasangan atau rantai selama pertumbuhannya. Lebih dari 20
produk ekstraseluler yang antigenic termasuk dalam grup A, (Streptococcus pyogenes)
diantaranya adalah Streptokinase, streptodornase, hyaluronidase, eksotoksin pirogenik,
disphosphopyridine nucleotidase, dan hemolisin (Brooks, 332:2005).IV.
2.4. KLASIFIKASI

a. Impetigo contagiosa (tanpa gelembung cairan, dengan krusta / keropeng / koreng)

Impetigo krustosa hanya terdapat pada anak-anak, paling sering muncul di muka,
yaitu di sekitar hidung dan mulut. Kelainan kulit berupa eritema dan vesikel yang cepat
memecah sehingga penderita datang berobat yang terlihat adalah krusta tebal berwarna
kuning seperti madu. Jika dilepaskan tampak erosi dibawahnya. Jenis ini biasanya
berawal dari luka warna merah pada wajah anak, dan paling sering di sekitar hidung dan
mulut. Luka ini cepat pecah, berair dan bernanah, yang akhirnya membentuk kulit kering
berwarna kecoklatan. Bekas impetigo ini bisa hilang dan tak menyebabkan kulit seperti
parut. Luka ini bisa saja terasa gatal tapi tak terasa sakit. Impetigo jenis ini juga jarang
menimbulkan demam pada anak, tapi ada kemungkinan menyebabkan pembengkakan
kelenjar getah bening pada area yang terinfeksi. Dan karena impetigo sangat mudah
menular, makanya jangan menyentuh atau menggaruk luka karena dapat menyebarkan
infeksi ke bagian tubuh lainnya.

b. Bullous impetigo (dengan gelembung berisi cairan)


Impetigo jenis ini utamanya menyerang bayi dan anak di bawah usia 2 tahun.
Namun ada pendapat lain yang mengatakan bahwa Impetigo bulosa terdapat pada anak
dan juga pada orang dewasa, paling sering muncul di ketiak, dada, dan punggung.
Kelainan kulit berupa eritema, vesikel, dan bula. Kadang-kadang waktu penderita datang
berobat, vesikel atau bula telah pecah. Impetigo ini meski tak terasa sakit, tapi
menyebabkan kulit melepuh berisi cairan. Bagian tubuh yang diserang seringkali badan,
lengan dan kaki. Kulit di sekitar luka biasanya berwarna merah dan gatal tapi tak terasa
sakit. Luka akibat infeksi ini dapat berubah menjadi koreng dan sembuhnya lebih lama
ketimbang serangan impetigo jenis lain.

2.5. PATOFISIOLOGI

Infeksi akibat Staphylococcus aureus atau Group A Beta Hemolitik Streptococcus


dimana sebelumnya diketahui bakteri-bakteri tersebut dapat menyebabkan penyakit berkat
kemampuannya mengadakan pembelahan dan menyebar luas ke dalam jaringan dan melalui
produksi beberapa bahan ekstraseluler. Beberapa dari bahan tersebut adalah enzim dan yang
lain berupa toksin meskipun fungsinya adalah sebagai enzim. Staphylococcus dapat
menghasilkan katalase, koagulase, hyaluronidase, eksotoksin, lekosidin, toksin eksfoliatif,
toksik sindrom syok toksik, dan enterotoksin. Toksin yang dihasilkan bakteri staph ini dapat
menyebabkan impetigo menyebar ke area lainnya. Toksin ini menyerang protein yang
membantu mengikat sel-sel kulit. Sehingga membuat protein ini rusak, dan semakin
memudahkan bakteri menyebar dengan cepat. Dan enzim yang dikeluarkan oleh Stap akan
membuat struktur kulit rusak dan akan timbul rasa gatal yang dapat menyebabkan 
terbentuknya lesi pada kulit.
Pada awalnya, rasa gatal dengan lesi berbentuk berupa makula eritematosa yang
berukuran 1-2 mm, kemudian berubah menjadi bula atau vesikel. Pada Impetigo contagiosa
Awalnya berupa warna kemerahan pada kulit (makula) atau papul (penonjolan padat dengan
diameter <0,5cm) yang berukuran 2-5 mm. Lesi papul segera menjadi vesikel atau pustul
(papula yang berwarna keruh/mengandung nanah/pus) yang mudah pecah dan menjadi papul
dengan keropeng/koreng berwarna kunig madu dan lengket yang berukuran <2cm dengan
kemerahan minimal atau tidak ada kemerahan disekelilingnya, sekret seropurulen kuning
kecoklatan yang kemudian mengering membentuk krusta yang berlapis-lapis. Krusta mudah
dilepaskan, di bawah krusta terdapat daerah erosif yang mengeluarkan sekret, sehingga
krusta akan kembali menebal. Sering krusta menyebar ke perifer dan menyembuh di bagian
tengah. Kemudian pada Bullous impetigo bula yang timbul secara tiba tiba pada kulit yang
sehat dari plak (penonjolan datar di atas permukaan kulit) merah, berdiameter 1-5cm, pada
daerah dalam dari alat gerak (daerah ekstensor), bervariasi dari miliar sampai lentikular
dengan dinding yang tebal, dapat bertahan selama 2 sampai 3 hari. Bila pecah, dapat
menimbulkan krusta yang berwarna coklat, datar dan tipis.

2.6. MANIFESTASI KLINIS

a. Impetigo Krustosa
Tempat predileksi tersering pada impetigo krustosa adalah di wajah, terutama
sekitar lubang hidung dan mulut, karena pada daerah tersebut dianggap sumber infeksi.
Tempat lainnya yang dapat terkena, yaitu anggota gerak (kecuali telapak tangan dan
kaki), dan badan, tetapi umumnya terbatas, walaupun penyebaran luas dapat terjadi
(Boediardja, 2005; Djuanda, 2005).
Biasanya mengenai anak pra sekolah. Gatal dan rasa tidak nyaman dapat terjadi,
tetapi tidak disertai gejala konstitusi. Pembesaran kelenjar limfe regional lebih sering
disebabkan oleh Streptococcus.
Kelainan kulit didahului oleh makula eritematus kecil, sekitar 1-2 mm. Kemudian
segera terbentuk vesikel atau pustule yang mudah pecah dan meninggalkan erosi. Cairan
serosa dan purulen akan membentuk krusta tebal berwarna kekuningan yang memberi
gambaran karakteristik seperti madu (honey colour). Lesi akan melebar sampai 1-2 cm,
disertai lesi satelit disekitarnya. Lesi tersebut akan bergabung membentuk daerah krustasi
yang lebar. Eksudat dengan mudah menyebar secara autoinokulasi (Boediardja, 2005).
b. Impetigo Bulos
Tempat predileksi tersering pada impetigo bulosa adalah di ketiak, dada,
punggung. Sering bersama-sama dengan miliaria. Terdapat pada anak dan dewasa.
Kelainan kulit berupa vesikel (gelembung berisi cairan dengan diameter 0,5cm) kurang
dari 1 cm pada kulit yang utuh, dengan kulit sekitar normal atau kemerahan. Pada
awalnya vesikel berisi cairan yang jernih yang berubah menjadi berwarna keruh. Atap
dari bulla pecah dan meninggalkan gambaran “collarette” pada pinggirnya. Krusta
“varnishlike” terbentuk pada bagian tengah yang jika disingkirkan memperlihatkan dasar
yang merah dan basah. Bulla yang utuh jarang ditemukan karena sangat rapuh (Yayasan
Orang Tua Peduli, 1:2008).
Bila impetigo menyertai kelainan kulit lainnya maka, kelainan itu dapat menyertai
dermatitis atopi, varisela, gigitan binatang dan lain-lain. Lesi dapat lokal atau tersebar,
seringkali di wajah atau tempat lain, seperti tempat yang lembab, lipatan kulit, ketiak atau
lipatan leher. Tidak ada pembengkakan kelenjar getah bening di dekat lesi. Pada bayi, lesi
yang luas dapat disertai dengan gejala demam, lemah, diare. Jarang sekali disetai dengan
radang paru, infeksi sendi atau tulang.

2.7. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Bila diperlukan dapat memeriksa isi vesikel dengan pengecatan gram untuk
menyingkirkan diagnosis banding dengan gangguan infeksi gram negatif. Bisa dilanjutkan
dengan tes katalase dan koagulase untuk membedakan antara
Staphylococcus  dan  Streptococcus (Brooks, 332:2005).

2.8. PENCEGAHAN IMPETIGO


a. Mengatur pola makanan yang sehat
b. Lakukan cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan aktifitas.
c. Menghindari memakai handuk/pakaian yang bergantian
d. Sering melakukan aktifitas olahraga

2.9. CARA PENANGANAN IMPETIGO


1. Modifikasi Gaya Hidup
 Hindari memakai handuk/ baju yang bergantian
 Sebelum dan sesudah melakukan aktifitas biasakan selalu cuci tangan
 Selalu konsultasikan pada ahli neonatologi agar penanganan cepat
dilaksanakan pada daerah yang terserang/terlibat dengan impetigo.

2. Terapi medika mentosa.


Pemberian antibiotik merupakan terapi yang paling penting. Obat yang
dipilih harus bersifat melindungi dan melawan koagulasi-positif Streptococcus
aureus dan Streptococcus beta hemolyticus grup A.

3.0. Komplikasi
Impetigo biasanya sembuh tanpa penyulit dalam 2 minggu walaupun tidak diobati.
Komplikasi berupa radang ginjal pasca infeksi Streptococcus terjadi pada 1-5% pasien
terutama usia 2-6 tahun dan hal ini tidak dipengaruhi oleh pengobatan antibiotic. Gejala
berupa bengkak dan kenaikan tekanan darah, pada sepertiga terdapat urine seperti warna the.
Keadaan ini umumnya sembuh secara spontan walaupun gejala-gejala tadi muncul (Yayasan
Orang Tua Peduli, 4:2008).
Komplikasi lainnya yang jarang terjadi adalah infeksi tulang (osteomielitis), radang
paru-paru (pneumonia), selulitis, psoriasis, Staphylococcal scalded skin syndrome, radang
pembuluh limfe atau kelenjar getah bening (Yayasan Orang Tua Peduli, 4:2008).

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3. 1    PENGKAJIAN
a. Identitas penderita dan identitas orang tua (mencakup : nama, jenis kelamin, umur,
suku, agama, pekerjaan, alamat)
b. Keluhan utama. Misalnya luka garukan di regio lumbal posterior dekstra.
c. Riwayat penyakit sekarang. Misalnya : menurut ibu pasien mulai 10 hari yang lalu
pasien mengeluhkan gatal pada regio lumbal posterior dekstra, tanpa adanya keluhan
gatal di daerah lain. Awalnya muncul vesikel, karena gatal, lalu digaruk oleh pasien
kemudian vesikel pecah dan menimbulkan kerak.vesikel-vesikel semakin lama
semakin bertambah banyak dan menyebar.pasien sudah dibawa berobat ke dokter,
diberi salep dan tablet namun keluhan tidak berkurang.akhirnya pasien berobat ke
rsud.
d. Riwayat penyakit dahulu. Misalnya : pasien tidak pernah menderita penyakit seperti
ini sebelumnya.
e. Riwayat penyakit keluarga. Ada atau tidak yang menderita penyakit yang sama dengan
pasien.
f. Riwayat pengobatan. Tanyakan, apakah pernah berobat ke dokter umum? Apakah
keluhan berkurang setelah diberi obat?.
g. Riwayat alergi. Kaji apakah ada riwayat alergi makanan atau obat atau jenis alergi
lainnya.

3.2 Pemeriksaan Fisik


a. Status Generalis
· Kesadaran:  Komposmentis
· Keadaan Umum: baik
· Kepala/Leher:  Dalam batas normal
· Thorak
· Cor : S1S2 tunggal, lain-lain dalam batas normal
· Pulmo: Vesikuler, Rh-/-, Wh -/-, lain-lain dalam batas normal
· Abdomen: Soepel, bising usus (+), lain-lain dalam batas normal
· Ekstremitas: dalam batas normal
· Genitalia: Dalam batas normal
b. Status Lokalis
· Lokasi : regio lumbal dekstra bagian posterior
· Efloresensi : Pada pemeriksaan didapatkan lesi kulit berupa papula berisi cairan
keruh, tidak dikelilingi daerah eritematus, selain itu juga ditemukan bekas bula
yang pecah berupa kulit yang eritematus dengan krusta tipis kecoklatan pada
bagian tepi.

3.3 Diagnosa Keperawatan

1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan lesi dan cedera mekanik (garukan
pada kulit yang gatal)
2. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan dalam penampilan sekunder
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan restrain fisik
4. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan lesi pada kulit
5. Resiko infeksi berhubungan dengan daya tahan tubuh menurun
6. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi

3.4 Intervensi Keperawatan

1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan lesi dan cedera mekanik


(garukan pada kulit yang gatal)

Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama …x 24 jama diharapkan


lapisan kulit terlihat normal.

Kriteria Hasil :

 Integritas kuit yang baik dapat dipertahankan (elastisitas, temperature,


sensasi).

 Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit serta


perawatan alami.

 Perfusi jaringan baik.

 Tidak ada luka atau lesi pada kulit


Rencana Tindakan

Intervensi Rasional

Monitor kulit yang terdapat ruam Untuk mengetahui perkembangan


kemerahan penyakit

Potong kuku dan jaga kebersihan Untuk menghindari luka atau lesi
tangan klien semakin parah karena kuku yang
pendek akan mengurangi garukan

Anjurkan klie untuk mengganti Baju yang longgar akan


baju dengan baju yang longgar mengurangi gesekan pada kulit
sehingga mengurangi lesi pada
kulit

Jaga kebersihan kulit agar tetap Kulit yang bersih dan kering akan
bersih dan kering menghindari perkembangbiakan
dari bakteri

Mandikan klien dengan air hangat Air hangat akan mengurangi ruam
dan sabun (antiseptic) merah dan membunuh bakteri.
Sabun antiseptic akan mengurangi
atau membunuh bakteri pada kulit

Kolaborasi untuk pemberian Antibiotic topical dapat memutus


antibiotic topical pada klien atau menghambat pertumbuhan
bakteri Staph dan kolaborasi akan
mempercepat proses penyembuhan

2. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan dalam penampilan


sekunder

Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama …x 24 jam diharapkan


klien tidak mengalami gangguan citra diri.
Kriteria Hasil :

 Mengungkapkan penerimaan atas penyakit yang dialaminya.

 Mengakui dan memantapkan kembali sistem dukungan yang ada.

Rencana Tindakan :

Intervensi Rasional

Beri penjelasan tentang masalah Agar klien dan keluarganya dapat


penanganan dan proses penyakit memahami proses penyakit yang
kepada klien dan keluarganya. diderita dan beranggapan bahwa hal
yang terjadi adalah hal yang wajar
bagi penderita.

Dorong individu untuk Agar klien dapat merasa diterima.


mengekspresikan perasaan khususnya
mengenai pikiran dan pandangan
dirinya.

3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan restrain fisik

Tujuan :Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama …x 24 jam diharapkam


pola tidur klien tidak terganggu.

Kriteria Hasil :

 Mampu mengurangi rasa gatal pada jaringan kulit sehingga klien tidur
nyenyak.

Rencana Tindakan :

Intervensi Rasional

Kaji kebiasaan tidur klien Untuk mengetahui pola kebiasaan tidur


klien
Observasi vital sign klien Dengan mengobservasi vital sign klien
dapat diketahui pembuluh yang terjadi
pola tidur

Beri posisi nyaman pada klien dengan Dengan posisi yang nyaman kepala
kepala klien rendah kaki lebih rendah daripada kaki dapat
melancarkan aliran darah ke otak

Anjurkan klien untuk melakukan Pengompresan pada daerah kulit yang


kompres pada area kulit yang gatal gatal dapat mengurangi rasa gatal

Kolaborasi untuk pemberian Antibiotikbetadine dapat mengurangi


antibiotikbetadine rasa gatal

4. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan lesi pada kulit

Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama …x24 jam klien tidak
mengalami gangguan rasa nyaman.

Kriteria Hasil :

 Mampu mengurangi lesi pada kulit

 Perfusi jaringan baik

Rencan Tindakan :

Intervensi Rasional

Kaji tingkat rasa nyaman pada Dapat mengetahui skala rasa


klien gatal / nyeri yang dirasakan klien

Monitor kulit klien Dengan mengobservasi kulit dapat


diketahui perubahan yang terjadi
pada kulit

Anjurkan klien untuk melakukan Dengan melakukan personal


personal hygiene pada kulit hygiene dapat mencegah
penyebaran baud an infeksi pada
area kulit lain

Kolaborasi dengan pemberian Dengan pemberian antibiotic


antibiotic topical, penisilin oral topical dapat mengurangi rasa
indikasi jika ada lesi yang besar gatal.

5. Resiko infeksi berhubungan dengan daya tahan tubuh menurun

Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama …x24 jam diharapkan klien
tidak mengalami infeksi.

Kriteria Hasil :

 Klien menunjukkan perilaku hidup sehat

 Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi

 Klien dapat mendeskrisikan proses penularan penyakit dan factor yang


mempengaruhi penularan.

Rencana Tindakan :

Intervensi Rasional

Monitor tanda dan gejala infeksi Untuk mengetahui ada atau tidaknya
tanda-tanda infeksi

Ajarkan klien pola hidup bersih yang Agar klien dapat mengerti pola hidup
baik bersih yang baik dan dapat
menerapkan dalam kehidupan sehari-
hari.

Jelaskan kepada klien dan keluarga Agar klien dan keluarga dapat
tentang proses penularan penyakit dan mencegah dan menghindari adanya
faktor yang mempengaruhi penularan. penularan penyakit.

6. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi pada hipotalamus

Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama …x24 jam diharapkan suhu
klien kembali normal.

Kriteria Hasil :

 Suhu tubuh klien kembali normal pada 36,5 0C

Rencana Tindakan :

Intervensi Rasional

Monitor tanda dan gejala hipertermi Untuk mengetahui ada atau tidaknya
tanda-tanda hipertermi

Observasi vital sign klien Dengan memonitor vital sign klien


dapat diketahui suhu tubuh klien.

Anjurkan klien untuk mengganti baju Agar sirkulasi panas dari pembuluh
dengan baju yang tipis dan mudah darah dapat keluar dengan lancar.
menyerap keringat.

Kolaborasi dengan pemberian Dengan pemberian parasetamol dapat


parasetamol menurunkan suhu tubuh klien.

BAB IV

PENUTUP
4.1. KESIMPULAN

Impetigo bisa terjadi akibat trauma superficial yang membuat robekan kulit dan
paling sering merupakan penyakit penyerta (secondary infection) dari Pediculosis, Skabies,
Infeksi jamur, dan pada Insect bites (Beheshti, 2:2007).

Impetigo disebabkan oleh Staphylococcus Aureus atau Group A Beta Hemolitik


Streptococcus (Streptococcus pyogenes). Staphylococcus merupakan pathogen primer pada
impetigo bulosa dan ecthyma (Beheshti, 2:2007). Dimana toksin ini menyerang protein
yang membantu mengikat sel-sel kulit. Sehingga membuat protein ini rusak, dan akan
timbul rasa gatal yang dapat menyebabkan  terbentuknya lesi pada kulit.. gejala impetigo
demam, lemah, diare. Jarang sekali disetai dengan radang paru, infeksi sendi atau tulang.
Adapun untuk mencegah impetigo yaitu Menjaga kebersihan tubuh merupakan cara terbaik
untuk mencegah terjadinya impetigo pada anak.

4.2. SARAN

Untuk mencapai asuhan keperawatan dalam merawat klien, pendekatan dalam


proses keperawatan harus dilakukan secara sistematis.

Dimana pelayanan keperawatan hendaknya dilaksanakan sesuai dengan prosedur


tetap yang memperhatikan dan menjaga privacy klien.

Perawat hendaknya selalu menjalin hubungan kerjasama yang baik atau kolaborasi
baik kepada teman sejawat, dokter atau para medis lainnya dalam pelaksanaan asuhan
keperawatan maupun dalam hal pengobatan kepada klien agar tujuan yang diharapkan
dapat tercapai.

DAFTAR PUSTAKA

Acedemia, impetigo, doc [1]

Beheshti, 2007, Impetigo, a brief review, Fasa-Iran: Fasa Medical School.


Buck, 2007, Ratapamulin: A New Option of Impetigo, Virginia USA: University of Virginia
Children’s Hospital.

Cole, 2007, Diagnosis and Treatment of Impetigo, Virginia:University of Virginia School of


Medicine.

Djuanda, 2005, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.Goldfarb,Randomized Clinical Trial of Topical Mupirocin Versus Oral Eyitromycin
for Impetigo, Ohio: University School of Medicine.

NN, 2007, Primary Clinical Care Manual 2007,Northern Kentucky Health Department, 2005,
Impetigo, Kentucky: Epidemiology Services, Northern Kentucky Health Department.

Provider synergies, 2007, Impetigo Agents, Topical Review, Ohio: Intellectual Property
Department Provider Synergies LLC.

Suswati. E, 2003, Efek Hambatan Triklosan 2% Terhadap Pertumbuhan Methicillin Resistant


Staphylococcus Aureus (MRSA), Jember: Fakultas Kedokteran Universitas Jember.Yayasan
Peduli Orang Tua, 2007, Impetigo, Jakarta Selatan: Yayasan Peduli Orang Tua.

Anda mungkin juga menyukai