Disusun oleh :
NIM : P17334119536
Puji dan syukur Kami ucapkan kepada Allah SWT atas berkat serta
dengan baik.
Makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Mikologi di
Kami mengharapkan semoga makalah ini dapat membawa manfaat yang baik
bagi para pembaca sekalian. Kami juga menyadari bahwa makalah ini belum
sempurna sehingga kritik dan saran dari para pembaca sekalian sangat diharapkan.
Ban
Penulis
i
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................iii
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................4
2.3 Dermatofitosis..............................................................................................5
ii
BAB I
PENDAHULUAN
mengurangi kontak dan transmisi terjadinya infeksi, salah satunya infeksi jamur.
Infeksi jamur kulit cukup banyak ditemukan di Indonesia, yang merupakan negara
tropis beriklim panas dan lembab, apalagi bila higiene juga kurang sempurna
(Madani A, 2000).
kulit manusia didukung oleh kondisi yang panas dan lembab. Dermatofit
Mikosis superfisial mengenai lebih dari 20% hingga 25% populasi sehingga
menjadi bentuk infeksi yang tersering. Di berbagai negara saat ini terjadi
peningkatan bermakna dermatofitosis. Tinea kruris, Tinea pedis dan jenis spesies
dari seluruh dermatomikosis dan tinea kruris dan tinea korporis merupakan
misalnya stratum korneum pada epidermis, rambut, dan kuku yang disebabkan
1
2
(Budimulja, 2002).
laboratorik. Pengobatan dapat dilakukan secara topikal dan sistemik. Pada masa
kini banyak pilihan obat untuk mengatasi dermatofitosis, baik dari golongan
kaitannya dengan daya tahan seseorang, faktor lingkungan dan agen penyebab.
PEMBAHASAN
pada daerah superfisial yang terkeratinisasi , yaitu kulit, rambut, kuku. Tidak ke
atas tinea kapitis,tinea barbae, tinea korporis, tinea kruris, tinea manus, tinea
2.2 Dermatofita
seperti stratum korneum pada epidermis, rambut, dan kuku (Verma, 2008).
5
6
terhadap insiden dari infeksi dermatofit menyatakan 20% orang dari seluruh dunia
mengalami infeksi kutaneus dengan infeksi tinea korporis merupakan tipe yang
paling dominan dan diikuti dengan tinea kruris, pedis, dan onychomycosis
(Lakshmipathy, 2013).
2.3 Dermatofitosis
Dermatofitosis Infeksi yang terjadi pada kulit kepala dan kuku ini disebabkan
yang merangsang terjadinya alergi dan respon keradangan eksimatus oleh hospes.
Tipe dan beratnya respon hospes tergantung spesies dan strain dermatophyte
bukti bahwa kerentanan penjamu dapat meningkat akibat kelembaban, udara yang
panas, kondisi kulit tertentu, keringat, usia muda, pajangan berat, dan predisposisi
7
genetik. Insiden lebih tinggi pada iklim panas, lembab, dan di tengah lingkungan
kuku dan rambut. Gambaran klinis bervariasi bergantung pada lokasi kelainan,
respon imun seluler penderita terhadap penyebab serta jenis spesies. Spesies jamur
Secara etiologis dermatofitosis disebabkan oleh tiga genus dan penyakit yang
ditimbulkan sesuai dengan penyebabnya. Diagnosis etiologi ini sangat sukar oleh
karena harus menunggu hasil biakan jamur dan ini memerlukan waktu yang agak
lama dan tidak praktis. Disamping itu kadang-kadang satu gambaran klinis dapat
disebabkan oleh beberapa spesies dematofita sesuai dengan lokalisasi tubuh yang
diserang.
2006).
melalui hewan. Kucing, anjing, kelinci, babi, unggas, kuda, binatang ternak,
8
dapat terjadi melalui kontak langsung dengan hewan tersebut atau secara tidak
langsung melalui rambut hewan terinfeksi. Area terbuka seperti kulit kepala,
berkembang pada host manusia dan transmisi secara kontak langsung. Kulit
yang terinfeksi atau rambut pada pakaian, topi, sisir, kaus kaki, dan handuk
Trikofiton rubrum.
f. Tinea Korporis : dermatofitosis pada bagian lain yang tidak termasuk bentuk 5
Klasifikasi :
Phylium : Askomykota
Class : Eurityomycetes
Ordo : Onygenales
Family : Arthrodermataceae
Genus : Trichophyton
Spesies : Trichophyton rubrum
dari pertunasan hifa. Hifa atau miselium tersebut umumnya tidak bersekat, kecuali
pada hifa yang akan membentuk atau menghasilkan konidia. Konidia yang
Makrokonidia yang dimiliki berbentuk pensil dan terdiri dari beberapa sel,
halus berwarna putih dan tampak seperti kapas, meskipun kadang dapat juga
yang berwarna putih dan mempunyai pigmen tidak dapat berdifusi berwarna
merah pekat bila dilihat dari sisi koloni sebaliknya. Selain itu, Trichophyton
rubrum memiliki hifa halus mikrokonidianya kecil, berdinding tipis dan berbentuk
Klasifikasi :
Kingdom : Fungi
Division : Ascomycotina
Kelas : Eurotiomycotina
Ordo : Onygenales
Family : Arthrodermataceae
Genus :Trichophyton
Spesies :Trichophyton mentagrophytes
yaitu organisme fungi yang menyerang kulit (terutama kulit kepala dan rambut)
dan merupakan fungi yang umumnya hidup dan tumbuh pada hewan (kucing dan
merupakan fungi yang memiliki hifa yang bersepta, dan makrokonidia serta
B. Mikroskopis KOH
A. Kultur
A. Gambar Kultur Microsporum canis dan B. Gambaran Mikroskopis KOH
Microsporum canis.
coklatan. Jamur ini sering menginfeksi kulit dan rambut (Jawetz, 1986). Secara
jumlah yang besar. Dindingnya tipis dengan ketebalan 8-16 X 20 μ, kasar dan
memiliki 4-6 septa, dan berbentuk oval. Makrokonidia terdiri dari 4-6 sel.
mudah tumbuh pada subkultur setelah beberapa kali berganti media pada
(Brooks et al, 2005) terkadang dengan warna ungu. Serbuk yang berada di
dihasilkan dalam jumlah yang besar. Dindingnya tipis dengan ketebalan 8-16 x 20
µm, kasar dan memiliki 4-6 septa, dan berbentuk oval. Makrokonidia terdiri dari
13
4-6 sel. Mikrokonidia juga dapat nampak, meskipun jarang dihasilkan, terkadang
pula mudah tumbuh pada subkultur setelah bebrapa kali berganti media pada
sumber nutrisi pada infeksi fungi superfisial di kulit, rambut, dan kuku,
penyakit kulit, pemakan zat tanduk atau keratin, serta merusak kuku dan rambut.
baik dari manusia, binatang atau dari tanah (Jawetz et al, 1986).
Klasifikasi :
Kingdom : Fungi
Phylum : Ascomycota
Class : Euascomycetes
Order : Onygenales
Family : Arthrodermataceae
Genus : Trichophyton
14
tenggara Asia, dan Amerika Pusat. Trichophyton adalah satu penyebab infeksi
pada rambut, kulit terutama Kutu air (Tinea pedis), dan infeksi pada kuku
dua sampai empat dan tersusun dalam dua atau tiga kelompok. Mikrokonidia
biasanya tidak ditemukan. Koloni ini biasanya rata atau seperti beludru dengan
15
warna coklat sampai kuning kehijauan. . Jamur ini tidak menginfeksi rambut
A. Cara penularan
sumber penularan, baik orang atau binatang yang sakit, atau lingkungan seperti air
dan tanah yang mengandung spora jamur misalnya kamar mandi yang dipakai
secara bersama-sama. Kelainan pada kuku kaki berawal sebagai Tinea pedis atau
B. Diagnosis
dengan larutan KOH 10%, tampak jamur sebagai hifa atau spora. Untuk
(Sutanto, 2013).
C. Pengobatan
Penatalaksanaan Tinea unguium mencangkup obat topikal, oral, atau
predisposisi dan pemberiaan terapi farkologis. Obat anti jamur oral secara umum
lebih baik dari topikal namun memiliki efek samping sistemik dan interaksi obat
- Griseofulvin, Obat ini bekerja pada inti sel jamur, menghambat mitosis dan
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
bersifat fungistatik. Secara umum, griseofulvin dalam bentuk fine particle dapat
diberikan dengan dosis 0,5 – 1 gram untuk orang dewasa dan 0,25 – 0,5 gram
3.2 Saran
macam jamur yang berbahaya bagi keidupan kita sehari-hari. Serta diharapkan
penyakit.
17
DAFTAR PUSTAKA
Budimulja, U., 2006. Mikois. Dalam : Djuanda, A., Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin, editor Hamzah Mochtar, Aisah Siti. Ed.5. Jakarta. pp:92
Clayton YM, Moore MK. Superficial fungal infection. Dalam : Harper J, Oranje
A dan Prose N editor. Textbook of Pediatric Dermatology edisi ke 2.
Massachusetts : Blackwell Publishing 2006 : 542-569.
Crissey J.Th., Lang H., Parish L.C. Manual of Medical Mycology. Massachusetts:
Blackwell Science, 1995. D.H. Medically important fungi. A guide to
identification. Edisi ke 2. New York: Elsevier, 1987. Richardson M.D and
Warnock D.W. Fungal Infection. Edisi ke 3. Oxford: Blackwell Scientific
Publications, 2003.
18
19
Mycology. Bali, 1997: 114. 11. James WD, Berger TG & Elston DM.
Andrews’Diseases of the skin. Clinical Dermatology. Edisi ke 10
Philadelphia : Saunders Elsevier, 2006.
Sutton D.A, Rinaldi M.G, Sanche S.E. Dematiaceous fungi. Dalam: Anaissie E.J,
McGinnis M.R, Pfaller M.A.editor. Clinical Mycology.Edisi ke-2. USA:
Churchill Livingstone Elsevier 2009: 334-335, 347.