Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

MIKOLOGI

Dosen Pengampu:

Disusun oleh:

Tingkat 3 Reg 1 D4 TLM

POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNGKARANG


SARJANA TERAPAN TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS
TAHUN 2022/2023

1
KATA PENGANTAR

Dengan Menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang penulis ucapkan
puji syukur kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada
penulis, sehingga Penulis dapat menyelasaikan makalah “Mikologi”.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari banyak pihak yang
dengan tulus memberikan doa, saran, dan kritik sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna karena terbatasnya
pengalaman dan pengetahuan yang penulis miliki. Oleh karena itu, kami mengharapkan segala
bentuk saran dan masukan bahkan kritik yang membangun dari berbagai pihak. Akhirnya penulis
berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan dunia pendidikan.

Bandar Lampung, 023 Oktober 2022

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .........................................................................................................2

DAFTAR ISI........................................................................................................................ 3

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 4

1.1 Latar Belakang................................................................................................................ 4


1.2 Rumusan Masalah ...........................................................................................................4
1.3 Tujuan Penulisan .............................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN .....................................................................................................6

BAB III PENUTUP............................................................................................................35

3.1 Kesimpulan.....................................................................................................................35

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................39

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Jamur adalah organisme eukariotik bisa bersifat mikroskopik, berfilamen, bercabang, berspora, tidak
berklorofil, dan memiliki dinding sel yang mengandung kitin, selulosa atau keduanya. Jamur dapat
tumbuh dimana saja bahkan di dalam bebatuan Antartika. Salah satu faktor penting yang mempengaruhi
pertumbuhan jamur adalah tingkat kelembaban.
Jamur dapat menyebabkan penyakit infeksi. Penyakit ini menimbulkan penyakit yang bervariasi luas,
mulai dari penyakit yang lesi primer di lapisan kulit superfisial yang berhubungan dengan masalah
kosmetik hingga penyakit pada mikosis sistemik yang bersifat fatal.
Dari perjalanan sejarahnya, infeksi jamur dianggap tidak penting sebagai penyebab infeksi. Namun dari
tahun 1980, insiden dari infeksi jamur bersifat serius dan meningkat kejadiannya dari tahun ke tahun.
Infeksi penyakit jamur ini muncul pada kondisi tertentu, terutama pada dua populasi secara umum
berisiko mendapatkan infeksi jamur yang invasif, yaitu orang yang tinggal di lokasi geografis tertentu
dan orang yang mengalami gangguan imunitas. Jamur endemik yang menyebabkan infeksi diantaranya
adalah varian Histoplasma capsulatum, yang terdapat di sepanjang lembah sungai Missisipi, kemudian
Coccidiodes immitis yang terdapat di barat daya Amerika, dan Blastomyces dermatitidis di negara
bagian tengah dan selatan Amerika. Kolonisasi Candida dapat ditemukan pada organ yang normalnya
tidak steril misalnya saluran napas atas dan saluran cerna. Infeksi jamur biasanya didahului oleh
kolonisasi yang terjadi akibat perubahan kondisi fisiologis karena adanya faktor risiko seperti
penggunaan antibiotik lama, pasien dengan penurunan daya tahan tubuh, penggunaan steroid jangka
lama, sehingga akan mengakibatkan terganggunya kesimbangan flora normal dalam saluran nafas yang
akan memicu pertumbuhan Candida secara berlebihan. Proses kolonisasi menjadi sangat penting karena
proses tersebut merupakan proses awal terjadinya infeksi. Koloni Candida meningkat pada penderita
yang mendapat pengobatan antibiotika yang berspektrum luas, dan pada penderita diabetes mellitus.
Pemakaian antibiotika dengan jangka waktu lama dapat menyebabkan resistensi dan peningkatan
kolonisasi Candida spp, karena terjadi penekanan flora endogen. Peningkatan kolonisasi dapat
meyebabkan fungsi fagositosis yang kemudian dapat menganggu proses pertahanan tubuh untuk
melawan infeksi yang masuk ke tubuh.
Antibiotik memiliki dua efek utama, secara terapeutik obat ini menyerang organisme infeksius dan juga
mengeliminasi bakteri lain yang bukan penyebab penyakit. Efek lainnya adalah menyebabkan perubahan
ekosistem flora normal sehingga terjadi gangguan ekologi mikrobial alami, ketidakseimbangan flora
normal jamur saluran napas dan kolonisasi akan menginvasi mukosa serta akan berkembang.
Berdasarkan uraian tersebut, penulis berkeinginan membuat penelitian tentang kejadian peningkatan
kolonisasi Candida spp saluran napas pada penggunaan antibiotika lebih dari satu minggu.
1.2 Rumusan Masalah

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun Tujuan Penelitian ini untuk Mengetahui Spesies jamur yang menginfeksi manusia

4
BAB II
PEMBAHASAN

Epidermophyton floocosum

Epidermophyton floocosum merupakan jamur yang termasuk kelas Deuteromycotina mempunyai


cirri-ciri yaitu dinding selnya tersusun atas zat kitin, multiseluler, hifa bersekat, dibedakan tipe
hifa Primer (berinti satu) dan sekunder (berinti dua), mengandung inti haploid, Memiliki
keturunan diploid lebih singkat, dan reproduksi vegetative dengan membentuk konidiospora.
Jamur ini yang meyebabkan penyakit kutu air atau menyebabkan penyakit pada kelainan kulit
contohnya pada tinea korporis,tinea cruris dan tinea pedis.

A. Gambar dan Morfologi sel

• Memiliki dinding halus sekitar 1-1,5 mikrometer dengan kurang dari 10 dinding bagian dalam
macroconidia tersebut.

• Mempunyai makrokonidia berbentuk tongkat, terdiri atas satu sampai lima sel. berdinding tebal
dan terdiri atas 2-4 sel dan tersusun pada satu konidiofora.Beberapa makrokonidia ini tersusun
pada satu konidiofor mempunyai bentuk hifa yang lebarnya biasanya mikrokonidia tidak
ditemukan. Pada gambaran mikroskopis bentuk hifa lebar,dan tersusun pada satu konidiofora,

Morfologi koloni

• Koloni Epidermophyton floccosum bewarna kuning kehijauan, yang dengan mudah bermutasi
menjadi bentuk pertumbuhan berlebihan bewarna putih sekali, sementara oranye sampai coklat di
balik dengan perbatasan kuning sesekali, mengangkat dan melipat di tengah, dengan pinggiran
datar dan pinggiran terendam pertumbuhan sementara budaya yang lebih tua dapat
mengembangkan jumbai pleomorfik putih miselium

• Tekstur koloni datar , awalnya kasar dan menjadi radial beralur , felty dan beludru dengan
pematangan dan cepat menjadi berbulu halus dan steril

C. Taksonomi Kingdom
5
Fungi : Phylum
Phylum : Ascomycota
Class : Euascomycetes
Orde: Onygenales
Family: Arthrodermataceae
Genus : Epidermophyton
Spesies : Epidermophyton floccosum

D. Ciri-ciri Epidermophyton floccosum


• Dinding selnya tersusun atas zat kitin, multiselule
• Hifa bersekat (terdapat 2 tipe hifa primer (berinti satu) dan sekunder (berinti dua)) tubuh
berukuran mikroskopis
• Bersifat parasit pada ternak da nada yang hidup saprofit pada sampah
• Banyak yang bersifat merusak atau menyebabkan penyakit pada hewan ternak, manusia, dan
tanaman budidaya
• Mengandung inti haploid
• Memiliki keturunan diploid lebih singkat, dan reproduksi vegetative dengan membentuk
konidiospora

E. Sifat Fisiologi

• Tidak menyerang rambut dan anthropophilic

6
• Jamur ini disebut juga jamur imperfecti karena kelompok jamur ini tidak diketahui cara
reproduksi generatifnya.
• Golongan jamur dermatofit, Golongan jamur ini dapat mencerna keratin kulit oleh karena
mempunyai daya tarik kepada keratin (keratinofilik) sehingga infeksi jamur ini dapat menyerang
lapisan-lapisan kulit mulai dari stratum korneum sampai dengan stratum basalis.

F. Cara Pembiakan Media tumbuh : -Sabouraud dextrose agar (SDA) -Potato dextrose agar
(PDA)
Kebutuhan nutrisi : Protein keratin, glukosa dan kedelai
Kondisi lingkungan: Epidermophyton floccosum tumbuh di bawah kondisi lingkungan yang
terkontrol, Koloni E.floccosum tumbuh cepat dan matur dalam 10 hari, di ikuti inkubasi pada
suhu 25˚C
G.Peran • Epidermophyton floccosum adalah jamur yang menyebabkan kutu air • Mikrokonidia
biasanya tidak ditemukan dan hal ini menyebabkan penyakit pada kelainan kulit contohnya pada
tinea korporis,tinea cruris dan tinea pedis

7
Candida Albicans
Genus Candida terdiri dari lebih dari 200 spesies dan merupakan spesies ragi yang sangat
beragam yang ikatannya sama dengan tidak adanya siklus seksual. Tidak semua genus Candida
dapat menyebabkan infeksi pada manusia, hanya beberapa spesies yang dapat menyebabkan
penyakit pada manusia. Spesies Candida yang dapat menyebabkan infeksi pada manusia yaitu:
Candida albicans, Candida (Torulopsis) glabrata, Candida parapsilosis, Candida tropicalis,
Candida krusei, Candida kefyr, Candida guilliermondii, Candida lusitaniae, Candida stellatoidea,
dan Candida dubliniensis (Dismukes, Pappas and Sobel, 2003).
Klasifikasi Candida albicans yaitu sebagai berikut (Maharani, 2012):
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan: Fungi
Filum: Ascomycota
Subfilum: Saccharomycotina
Kelas: Saccharomycetes
Ordo: Saccharomycetales
Famili: Saccharomycetaceae
Genus: Candida
Spesies: C. albicans

8
Morfologi
Candida albicans adalah sel ragi bertulang tipis, gram positif, tidak memiliki kapsul, berbentuk
oval hingga bulat dengan ukuran 3 – 4 μm. Candida albicans juga membentuk pseudohifa ketika
tunas-tunasnya terus bertumbuh, tetapi gagal melepaskan diri sehingga menghasilkan rantai-
rantai sel panjang yang bertakik atau menyempit pada lokasi penyekatan di antara sel. Candida
albicans bersifat dimorfik, selain ragi dan pseudohifa Candida albicans juga dapat menghasilkan
hifa sejati (Brooks et al., 2013). Candida albicans berkembang biak dengan cara memperbanyak
diri dengan spora yang tumbuh dari tunas yang disebut dengan blastospora (Siregar, 2004).
Organisme Candida tumbuh dengan mudah dalam botol kultur darah dan pada plate agar. Pada
kultur media, spesies Candida terbentuk halus, berwarna putih krem, dengan koloni berkilau.
Banyak spesies Candida mudah diidentifikasi berdasarkan karakteristik pertumbuhan dan kit
komersial yang mengevaluasi asimilasi karbohidrat dan reaksi fermentasi serta memberikan
identifikasi spesies dari isolat Candida selama 2-4 hari (Dismukes, Pappas and Sobel, 2003).
Identifikasi

9
Dalam mengisolasi jamur Candida menggunakan media agar yaitu media Sabouraud Dextrose
Agar (SDA) atau pada media Potato Dextrose Agar (PDA) dan diinkubasi dalam waktu 24 jam
pada suhu 370C (Brooks et al., 2013). Pertumbuhan koloni Candida pada media Sabouraud
memiliki sifat-sifat khas yaitu: koloni menonjol dari permukaan medium, permukaan pada koloni
halus, licin, berwarna putih kekuning-kuningan, dan memiliki bau ragi (Siregar, 2004).
Pertumbuhan pseudohifa terlihat terendam di bawah permukaan agar. Kemudian
untuk memastikan jamur Candida dilakukan tes germ tube dengan menggunakan serum dan
diinkubasi selama 90 menit dengan suhu 370C. Kemudian diamati secara mikroskopis dan akan
terlihat bentuk klamidospora. Uji fermentasi dan uji gula- gula dapat digunakan untuk
mengidentifikasi jenis spesies isolat Candida yang lebih umum, seperti Candida tropicalis,
Candida parapsilosis, Candida guilliermondii, Candida kefyr, Candida krusei, dan Candida
lusitaniae (Brooks et al., 2013).
Patogenesis
Spesies Candida merupakan jamur patogen oportunistik karena kemampuan mereka untuk
menginfeksi manusia. Candida menyumbang sekitar 15% dari semua infeksi yang didapat di
rumah sakit dan lebih dari 72% dari semua infeksi jamur nosokomial (Dismukes, Pappas and
Sobel, 2003).
Kandidiasis superfisial ditegakkan melalui adanya peningkatan jumlah populasi Candida
setempat dari kerusakan terhadap kulit atau epitel yang memungkinkan invasi setempat oleh ragi
dan pseudohifa. Kandidiasis sistemik terjadi ketika Candida memasuki aliran darah dan
pertahanan pejamu fagositik tidak mampu menahan pertumbuhan dan penyebaran ragi. Dari
sirkulasi, Candida dapat menyerang ginjal, melekat ke katup jantung prostetik, atau menghasilkan
infeksi Candida hampir di manapun (seperti artritis, meningitis, endoftalmitis). Histologi
setempat lesi kutan atau mukokutan ditandai oleh reaksi peradangan yang beragam, mulai dari
abses piogenik hingga granuloma kronis. Lesi –lesi ini mengantung sel ragi bertunas serta
pseudohifa yang sangat banyak. Peningkatan Candida dalam jumlah besar disaluran usus sering
kali terjadi setelah pemberian antibiotik antibakteri oral, dan ragi dapat masuk ke dalam sirkulasi
dengan melintas mukosa usus (Brooks et al., 2013).
Langkah pertama dalam infeksi Candida adalah kolonisasi epitel, yang pada gilirannya
bergantung pada kepatuhan mikroorganisme terhadap sel epitel dan protein, yang memungkinkan
mereka menahan kekuatan cairan yang berfungsi untuk mengeluarkan partikulat. Kemampuan
perekat Candida albicans telah berkorelasi dengan patogenesis infeksi. Invasi sel inang oleh
Candida melibatkan penetrasi dan pengersakan selubung sel luar. Transmigrasi kemungkinan
besar dimediasi oleh proses fisik dan / atau enzimatik. Fosfolipid dan protein mewakili unsur
kimia utama membran sel inang. Fosfolipase, dengan membelah fosfolipid, menginduksi
terjadinya lisis sel dan dengan demikian memudahkan invasi jaringan. Aktivitas fosfolipase
terkonsentrasi pada ujung tumbuh hifa dan fosfolipase ekstraselular dianggap perlu untuk invasi
jaringan (Dismukes, Pappas and Sobel, 2003).
Faktor predisposisi
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya infeksi yang disebabkan oleh Candida pada
manusia. Pada dasarnya faktor predisposisi ini digolongkan ke dalam dua kelompok, yaitu
(Siregar, 2004):

10
a. Faktor endogen
1) Perubahan fisiologi tubuh yang terjadi pada :
a) Kehamilan, terjadi perubahan dalam vagina.
b) Obesitas, kegemukan dapat menyebabkan banyak keringat, mudah terjadi
maserasi kulit, dan memudahkan infestasi Candida.
c) Endokrinopati, gangguan konsentrasi gula dalam darah, yang pada kulit akan menyuburkan
pertumbuhan Candida.
d) Penyakit menahun, seperti tuberculosis, lupus eritematosus, karsinoma, dan leukemia.
e) Pengaruh pemberian obat-obatan, seperti antibiotik, kortikosteroid, atau sitostatik.
f) Pemakaian alat-alat di dalam tubuh, seperti gigi palsu, infus dan kateter.
2) Umur
Orang tua dan bayi lebih mudah terkena infeksi karena sistem imunologinya yang tidak sempurna
atau lemah.
3) Gangguan imunologis
Pada penyakit genetik seperti atopic dermatitis, infeksi Candida mudah terjadi
b. Faktor eksogen
1) Iklim panas dan kelembaban menyebabkan banyak keringat terutama pada
daerah lipatan kulit, yang dapat menyebabkan kulit maserasi dan
mempermudah invasi Candida.
2) Kebiasaan dan pekerjaan yang banyak berhubungan dengan air yang dapat
mempermudah invasi Candida.
3) Kebersihan dan kontak dengan penderita. Pada penderita yang sudah terkena
infeksi (kandidiasis pada mulut) dapat menularkan infeksi pada pasangannya melalui kontak
bibir.
1Kedua faktor eksogen dan endogen ini dapat berperan menyuburkan pertumbuhan Candida atau
dapat mempermudah terjadinya invasi Candida ke dalam jaringan tubuh.

11
Aspergillus Sp
Aspergillus sp terdapat di alam sebagai saprofit, tumbuh di daerah tropik dengan kelembaban
yang tinggi. Aspergillus mampu memproduksi mikotoksin, karena memiliki gen yang mampu
memproduksinya. Habitat asli Aspergillus dalam tanah, kondisi yang menguntungkan meliputi
kadar air yang tinggi (setidaknya 7%) dan suhu tinggi. Aspergillus memiliki tangkai-tangkai
panjang (conidiophores) yang mendukung kepalanya yang besar (vesicle). Di kepala ini terdapat
spora yang membangkitkan sel hasil dari rantai panjang spora. Aspergillus mampu tumbuh pada
suhu 370C. (Pratiwi, 2008).
Klasifikasi Aspergillus Sp
Kingdom :Fungi
Phylum : Ascomycota
Classic : Ascomycetes
Ordo : Eurotiales
Famili: Trichocomaceae
Genus : Aspergillus
Spesies : Aspergillus sp
Morfologi Aspergillus sp
Aspergillus mempunyai hifa selebar 2,5-8 µm, bercabang seperti pohon atau kipas dan miselium
bercabang, sedangkan hifa yang muncul diatas permukaan merupakan hifa fertil, koloninya
berkelompok, konidiofora berseptat atau nonseptat yang muncul dari sel kaki, pada ujung hifa
muncul sebuah gelembung, pada sterigma muncul konidium–konidium yang tersusun berurutan
mirip bentuk untaian mutiara, konidium–konidium ini berwarna (hitam, coklat, kuning tua, hijau)
yang memberi warna tertentu pada jamur. Secara umum morfologi Aspergillus sp dapat dilihat
pada gambar
Identifikasi Aspergillus Sp
Aspergillus sp dapat kelompokkan dalam beberapa golongan untuk memudahkan dalam
identifikasi. Beberapa golongan tersebut antara lain :
a. Aspergillus Flavus
Jamur dalam grup ini sering menyebabkan kerusakan makanan. Koloni memiliki corak, kuning
hijau atau kuning abu-abu. Konidiofornya tak berwarna, kasar, bagian atas agak bulat serta
konidia kasar dengan bermacam-macam warna.
Pada gambar 2.2 dapat dilihat penampakan Aspergillus flavus di bawah mikroskop.

12
Jamur dalam grup ini sering menyebabkan kerusakan makanan. Koloni memiliki corak, kuning
hijau atau kuning abu-abu. Konidiofornya tak berwarna, kasar, bagian atas agak bulat serta
konidia kasar dengan bermacam-macam warna.
Pada gambar 2.2 dapat dilihat penampakan Aspergillus flavus di bawah mikroskop.
b.Aspergillus Fumigatus
Konidia atas berbentuk kolumner (memanjang) berwarna hijau. Koloni biasanya memiliki corak-
corak biru hijau kelabu atau hijau. Konidiofornya berdinding halus.

13
Pada gambar 2.3 dapat dilihat penampakan Aspergillus fumigatus di bawah microskop

c.Aspergillus Niger
Konidia atas berwarna hitam, hitam kecoklatan coklat violet. Bagian atas membesar dan
membentuk glubosa. Konidiofornya halus tak berwarna atau berwarna coklat kuning. Vesikel
berbentuk glubosa dengan bagian atas membesar bagian ujung seperti batang kecil. konidia kasar.

Pada gambar 2.4 dapat dilihat penampakan Aspergillus niger di bawah microskop

d.Aspergilus Terreus
Fungi ini mempunyai konidia di bagian atas berwarna putih konidiofornya kasar, berdinding
halus tak berwarna. Konidia berbentuk elips, halus dan berdinding halus.

14
Pada gambar 2.5 dapat dilihat penampakan Aspergillus terreus di bawah microskop.

Patogenitas Aspergillus sp
Penyakit yang ditularkan melalui makanan timbul setelah memakan makanan yang tercemar
mikroorganisme patogen. Dari kelompok mikroorganisme patogen dalam makanan adalah jenis-
jenis bakteri, jamur, dan virus. (Arixs,2006).
Salah satu jamur yang sering mencemari makanan adalah Aspergillus sp. Jamur Aspergillus sp
merupakan salah satu jamur yang menghasilkan aflatoksin, yaitu toksin yang dapat mematikan
manusia karena dapat menyebabkan kanker hati bila sampai masuk kedalam tubuh melalui
makanan. Berbagai bentuk perubahan klinis dan patologis mikotoksikosi ditandai dengan gejala
muntah, sakit perut, paru-paru bengkak, kejang, koma, dan pada kasus yang jarang terjadi dapat
menyebabkan kematian. Aflatoksin yang berbahaya ini dapat mempengaruhi mekanisme kerja
hati manusia, mamalia, maupun unggas sehingga menjadi faktor penyebab kanker hati
(Edyansyah, 2013).
Faktor–factor yang mempengaruhi pertumbuhan jamur
Pada umumnya pertumbuhan fungi dipengaruhi oleh (Gandjar, 2006):
a.Kebutuhan air
Kebanyakan jamur membutuhkan air minimal untuk pertumbuhannya lebih rendah dibandingkan
khamir dan bakteri.
b.Suhu
Pertumbuhan jamur bersifat mesofilik, yaitu tumbuh baik pada suhu kamar. Suhu optimum
pertumbuhan untuk kebanyakan jamur adalah sekitar 25 - 30°C, tetapi beberapa dapat tumbuh
pada suhu 35 - 37ºC atau lebih tinggi, misalnya Aspergillus. Beberapa jamur bersifat psikrotropik
yaitu dapat tumbuh baik pada suhu almari es dan beberapa bahkan masih dapat tumbuh lambat
15
pada suhu dibawah suhu pembekuan, misalkan pada suhu 5ºC sampai 10ºC. Beberapa jamur juga
bersifat termofilik yaitu dapat tumbuh pada suhu tinggi.
c.Kebutuhan oksigen dan pH
Semua jamur bersifat aerobik yaitu membutuhkan oksigen untuk pertumbuhannya. Kebanyakan
jamur dapat tumbuh pada 10 kisaran pH yang luas yaitu pH 2 – 8, tetapi biasanya
pertumbuhannya akan lebih baik pada kondisi asam atau pH rendah.
d.Subtrat atau media
Pada umumnya jamur dapat tumbuh pada berbagai tempat dari tempat yang kandungannya
sederhana sampai kompleks. Kebanyakan jamur memproduksi enzim hidrolitik misalnya
amylase, pektinase, proteinase, dan lipase. Oleh karena itu dapat tumbuh pada makanan yang
mengandung pati, protein, dan lipid.
e.Komponen penghambat
Beberapa jamur mengeluarkan komponen yang dapat menghambat organisme lainnya.
Komponen ini disebut antibiotic. Beberapa komponen lain bersifat mikostatik yaitu penghambat
pertumbuhan jamur atau fungisidal yaitu membunuh jamur. Pertumbuhan jamur biasanya
berjalan lambat bila dibandingkan dengan pertumbuhan bakteri dan khamir. Jika kondisi
pertumbuhan memungkinkan semua mikroorganisme untuk tumbuh, jamur biasanya kalah dalam
kompetisi dengan khamir dan bakteri. Tetapi sekali jamur dapat mulai tumbuh, pertumbuhan
yang ditandai dengan pertumbuhan miselium dapat berlangsung dengan cepat.

Microsporum Canis
Microsporum canis adalah dermatofita zoofilik yang terdistribusi di seluruh dunia dan
sering menjadi penyebab kurap pada manusia, terutama anak-anak. Menyerang rambut,
kulit, dan jarang menyerang kuku. Kucing dan anjing adalah sumber utama infeksi.
Microsporummenginvasi rambut, kemudian menunjukkan infeksi ektotriks dan
berpendar terang kehijauan-kuning di bawah sinar ultraviolet (Ellis, Davis et al. 2007).

Klasifikasi

Klasifikasi dari Microporum Canis menurut (ÇALKA, BİLGİLİ et al. 2013).


Kingdom : Fungi
Divisi : Ascomycota
Class : Eurotiomycota
Order : Onygenales
Family : Arthrodermataceae
Genus : Microsporum
Spesies : Microsporum canis
16
Reproduksi
Aseksual
Dalam reproduksi aseksual, Microsporum canis menggunakan konidia yang disebut
juga mitospora. Konidia ini memiliki satu nukleus dan dapat disebarkan oleh angin, air,
dan hewan. Konidia ini dibentuk oleh konidiospora. Cara perkembangbiakan ini paling
dominan dan berlangsung secara cepat (Shafiee, et al., 2014).
Seksual
Dalam reproduksi seksual, Microsporum canis menggunakan askus yang sering
disebut askospora. Alat perkembangbiakan inilah yang membedakan dengan yang lain.
Askus adalah pembuluh yang berbentuk tabung/saluran yang mengandung
meiosporangium yang merupakan spora seksual yang diproduksi secara meiosis. Yang
terjadi pada reproduksi seksual ini adalah bertemunya hifa yang terdiri dari antheridium
dan arkegonium. Setelah keduanya bertemu maka akan terjadi pertukaran materi
genetik yang diberikan oleh antheridium dan arkegonium masing-masing separuhnya.
Peristiwa ini disebut dikariofase (Shafiee, et al., 2014).
Morfologi
Microsporum canis memiliki konidia yang besar, berdinding kasar, multiseluler,
berbentuk kumparan, dan terbentuk pada ujung-ujung hifa. Konidia yang seperti ini
disebut makrokonidia. Spesies ini membentuk banyak makrokonidia yang terdiri dari 8-
15 sel, berdinding tebal dan sering kalu mempunyai ujung-ujung yang melengkung atau
kail berduri. Pigmen kuning-jingga biasanya terbentuk pada sisi berlawanan dari koloni
(ÇALKA, BİLGİLİ et al. 2013).
Morfologi koloni
Microsporum canis membentuk putih, kasar berbulu koloni menyebar dengan khas
"berbulu" atau "berbulu" tekstur. Pada bagian bawah media pertumbuhan, pigmen kuning
yang mendalam karakteristik berkembang karena metabolit disekresikan oleh jamur .
Intensitas ini puncak pigmentasi kuning pada hari ke-6 dari pertumbuhan koloni dan
memudar secara bertahap membuat identifikasi koloni yang lebih tua sulit. Beberapa
strain M. canis gagal untuk menghasilkan pigmen kuning sama sekali, pameran
pertumbuhan koloni abnormal lambat dan membentuk macroconidia berkembang.
Budidaya beras dipoles cenderung untuk membangun kembali morfologi pertumbuhan

17
yang khas dan sangat membantu untuk identifikasi (Behzadi, et al., 2014).
Morfologi mikroskopis
Microsporum canis mereproduksi secara aseksual dengan membentuk macroconidia
yang asimetris, berbentuk sferis dan memiliki dinding sel yang tebal dan kasar yang
kasar. Bagian interior dari setiap macroconidium biasanya dibagi menjadi enam atau
lebih kompartemen dipisahkan oleh lintas-dinding yang luas . Microsporum canis juga
menghasilkan microconidia
dengan demikian yang menyerupai
tidak fitur diagnostik orang-orang
yang berguna dari banyak
(Behzadi, dermatofit lain dan
et al., 2014).

Identifikasi
Microsporum canis menghasilkan infeksi kulit kepala dan tubuh situs, menciptakan
lesi sangat inflamasi yang terkait dengan rambut rontok. Infeksi oleh spesies ini bisa
sering terdeteksi secara klinis menggunakan Wood lampu, yang menyebabkan jaringan
yang terinfeksi untuk berpendar hijau terang Fluoresensi dikaitkan dengan
metabolit pteridin, yang diproduksi oleh jamur di rambut tumbuh aktif. Rambut yang
terinfeksi tetap fluorescent untuk jangka waktu yang lama (selama bertahun-tahun),
bahkan setelah kematian jamur. Meskipun penggunaan sering lampu Wood dalam
evaluasi klinis infeksi kurap, diagnosis M. canismembutuhkan kinerja tes tambahan
yang diberikan potensi positif palsu. Budaya jamur yang paling umum digunakan untuk
mengevaluasi parameter morfologi dan fisiologis pertumbuhan, dan mengkonfirmasi
identitas agen. Pertumbuhan jamur pada agar Sabouraud (4% glukosa), Mycosel atau
beras medium khas menghasilkan pigmen kuning cerah. Pemeriksaan mikroskopis dari
pertumbuhan dapat menunjukkan adanya khas, warted dan berbentuk gelendong
macroconidia,mengkonfirmasikan identitas isolat
rambut,biasa digunakan untuk membedakan banyaksebagai M. . canis.
dermatofit, tidakIn vitro tes perforasi
berguna
untuk spesies ini karena mengungkapkan pembentukan "pasak" yang menembus ke
poros rambut - karakteristik bersama secara luas di antara banyak zoofilik spesies.
Analisis genetik dapat berguna untuk menentukan identitas strain atipikal M. canis;
Namun penampilan yang sangat khas dari spesies ini umumny menyingkirkan
kebutuhan untuk metode yang lebih canggih ini (Behzadi, et al., 2014)
Microsporum canis tidak memiliki faktor pertumbuhan atau gizi persyaratan tertentu,
karena itu tumbuh dengan baik pada media yang paling tersedia secara komersial.
Selai𝚗itu, M. canis menunjukkan pertumbuhan koloni yang cepat pada 25 ° C. Dua
media tumbu𝚑yang membantu membedakan M. canis dari sppMicrosporum lainnya.
(terutama spesie𝚜 morfologi yang sama, M. audouinii) - khusus dipoles beras dan
potato dextrose agar. Pad𝚊 kentang dextrose agar, M. canismenghasilkan pigmen
kuning lemon yang muda𝚑 divisualisasikan, karena adanya hifa udara, sementara di
beras dipoles, paling isola𝚝(bahkan strain atipikal) menghasilkan pigmen kuning
(Frymus, et al., 2013).

18
Patofisiologi
Hal ini dianggap
dermatofit sebagai
zoofilik,
mengingat bahwa itu
biasanya

berkolonisasi
luar tubuh permukaan
hewan. Oleh
karena itu, hewan,
kucing dan anjing

diyakini
jamur ini,host populasi
sementara
manusia yang sesekali host,
di mana jamur

dapat
infeksi menginduksi
sekunder.
Microsporum canis telah
diidentifikasi sebagai agen
penyebab dari kurap infeksi
pada hewan peliharaan,
tinea capitis dan tinea corporis
pada

manusia, anak-anak pada khususnya (Behzadi, et al., 2014).


Microsporum canis adalah salah satu dermatofit yang paling umum yang terkait
dengan tinea capitis dan tinea corporis. Tidak seperti beberapa spesies
dermatofit, M. canis biasanya tidak menyebabkan epidemi besar. Manusia terinfeksi akibat
kontak langsung atau tidak langsung dengan hewan peliharaan yang
terinfeksi.Microsporum canis umumnya menyerang rambut dan kulit; Namun, beberapa
infeksi kuku telah dilaporkan. Ketika poros rambut
terinfeksi, M. canis menyebabkanektotriks infeksi -jenis mana amplop jamur eksterior

19
batang rambut tanpa pembentukan spora internal. kolonisasi batang rambut ini
menyebabkan ia menjadi terhunus, sehingga putaran karakteristik atau lesi non-inflamasi
oval mengembangkan pada kulit kepala. Infeksi memicu akut reaksi leukosit di jaringan
subkutan, yang secara bertahap menjadi sangat inflamasi dan menyebabkan rambut rontok,
dalam
Habitatkasus tinea (Behzadi, et al., 2014).

Meskipun nama spesies ("canis" menyiratkan anjing), host alami dari M. canisadalah
kucing domestik. Namun spesies ini dapat menjajah anjing dan kuda juga. Dalam semua
kasus, ia berada pada kulit dan bulu. Microsporum canis juga bertahan spora sebagai aktif
di lingkungan untuk waktu lama (Frymus, et al., 2013).
Distribusi geografis
Spesies Microsporum canis memiliki distribusi di seluruh dunia. Kejadian yang
sangat tinggi telah dilaporkan di Iran, sementara insiden lebih rendah dikaitkan dengan
Inggris dan negara-negara Skandinavia, serta negara-negara Amerika Selatan.Microsporum
canis jarang di beberapa bagian Amerika Serikat dan Eropa, seperti benar-benar absen dari
khatulistiwa Afrika (Frymus, et al., 2013).
Penyakit yang ditimbulkan
Penyebab umum infeksi pada kulit dan rambut kucing, anjing, dan hewan lain. Selain
itu menyebabkan tinea kapitis pada anak-anak. Cendawan ini menyebar secara radial pada
lapisan kulit mari berkeratin dengan pembentukan cabang hifa dan kadang-kadang
artrospora.
bagian yangPeradangan jaringan
bersisik kering. hidup terjadi
Biasanya di bawahnya
iritasi, sangat
eritemaringan dan hanyamenyebar
(merah-merah terlihat sedikit
pada

kulit), edema (akumulasi berlebihan zat alir serum di dalam jaringan), dan terbentuk
gelembung pada bagian tepi yang menjalar; lingkaran berwarna merah jambu ini
menimbulkan nama ringworm (kadas). Lokasi lesi di daerah rambut kepala. Gambaran
kliniknya adalah daerah botak bulat dengan rambut pendek-pendek atau potongan rambut
dalam folikel rambut (Karagoly, 2014).
Pengobatan
Ada dua cara pengobatan, yaitu pengobatan secara topikal (pengobatan luar: salep,

20
obat gosok, shampoo) dan obat oral (makan). Pemberian obat antijamur topikal seperti
krim, larutan, salep yang mengandung mikonazol, klotrimazol, haloprogin, dan
ketokonazol. Salep dan obat gosok bisa digunakan untuk menyembuhkan ringworm yang
terlokalisasi (terpusat). Sedangkan untuk membasmi spora dan ringworm yang luas
daerahnya atau carrier, sebaiknya ditambah dengan penggunaan shampoo anti
jamur (Karagoly, 2014).
Karena sifat jamur yang “agak bandel”, obat oral pun diberikan untuk jangka waktu
lama. Sayangnya sebagian besar obat oral mempunyai efek samping kurang baik, apalagi
bila digunakan untuk jangka panjang. Beberapa reaksi buruk terhadap obat bisa saja
muncul, oleh karena itu pemberian obat harus diawasi dengan seksama oleh dokter
hewan (Karagoly, 2014).

Penisilin dan Mikroorganisme Penghasil Penisilin


Penisilin merupakan kelompok antibiotik yang ditandai adanya cincin
beta-laktam dan diproduksi oleh beberapa jamur (ekariot) yang terdiri dari
genus Penicillium dan Aspergillus, serta bakteri seperti Streptomyces sp
(Madigan dkk., 2003). Penisilin diproduksi oleh beberapa jamur, seperti jamur
Penicillium notatum, Penicillium chrysogenum, serta beberapa bakteri yang
tergolong dalam genus Streptomyces (Demain, 1959). Struktur kimia penisilin
dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Struktur Penisilin (Sumber: Madigan dkk., 2003)
Menurut Madigan dkk. (2003), penisilin dibagi menjadi dua golongan
utama, yaitu:
1. Penisilin alami, seperti penisilin G dan penisilin V yang diproduksi melalui
fermentasi Penicillium chrysogenum, yang efektif melawan Streptococcus,
Gonococcus, dan Staphylococcus.
2. Penisilin semisintetik, seperti asam ampisilin, oksasilin, metisilin, dan

21
karbenisilin yang juga diproduksi oleh Penicillium chrysogenum. Penisilin
ini dihasilkan dengan cara memodifikasi struktur penisilin G secara
signifikan, seperti spektrum aktivitas ditingkatkan sehingga lebih efektif
melawan bakteri Gram negatif.
Mekanisme kerja penisilin adalah dengan menganggu sintesis dinding
sel. Pada proses ini, penisilin memiliki struktur yang sama dengan struktur D-
alanin-D-alanin terminal pada peptidoglikan, sehingga enzim transpeptidase
yang dibentuk menjadi tidak sempurna dan melemahkan kekuatan dinding sel
pada bakteri (Volk dan Wheeler, 1993).
B. Sifat-sifat Penisillium chrysogenum
Kapang tergolong ke dalam Eumycetes atau fungi sejati dan dapat
dibedakan menjadi empat kelas, yaitu Phycomycetes, Ascomycetes,
Basidiomycetes, dan Deutromycetes. Penicillium merupakan kapang yang
termasuk dalam Eumycetes atau fungi sejati serta termasuk dalam kelas
Deuteromycetes (Fardiaz, 1992). Penicillium memiliki ujung konidiofor yang
tidak melebar melainkan bercabang-cabang dengan deretan konidium.
Kelompok ini meliputi genus yang membentuk konidium dengan struktur yang
disebut penisilius (Rahayu dkk., 1989).
Penicillium chrysogenum merupakan jamur yang sangat penting di
dalam industri fermentasi untuk menghasilkan penisilin. Klasifikasi dari
Penicillium chrysogenum adalah sebagai berikut (Kitzmann, 2007):
Kerajaan : Fungi
Filum : Ascomycota
Kelas : Eurotiomycetes
Bangsa : Eurotiales
Suku : Trichocomaceae
Marga : Penicillium
Spesies : Penicillium chrysogenum

22
Ciri-ciri spesifik Penicillium adalah hifa bersekat atau bersepta,
miselium bercabang, biasanya tidak berwarna, konidiofora bersekat dan
muncul di atas permukaan, berasal dari hifa di bawah permukaan, bercabang
atau tidak bercabang, kepala spora terbentuk seperti sapu dengan sterigmata
muncul di dalam kelompok, konidium membentuk rantai karena muncul satu
per satu dari sterigmata. Konidium pada waktu masih muda berwarna hijau,
kemudian
(Fardiaz, berubah
1992). menjadi kebiruan atau kecoklatan

Koloni Penicillium chrysogenum tumbuh baik pada medium Czapek’s


Dox, berdiameter sekitar 4 cm dalam waktu 10 hari pada suhu 25°C, memiliki
permukaan seperti kapas, dan berwarna hijau kekuningan atau hijau agak biru
pucat, jika setelah tua akan berwarna semakin gelap (Gandjar dkk., 1999).

Faktor yang Memengaruhi Produksi Penisilin


Komponen
harus penyusun
lengkap, medium untuk produksi penisilin

seperti
prekursor, mengandung corn steep liquor, laktosa,
dan garam mineral,

23
sesuai dengan kebutuhan mikroorganisme untuk membentuk biomassa sel dan
produk berupa metabolit. Gula dapat dimanfaatkan oleh jamur sebagai sumber
karbon untuk memproduksi penisilin (Demain, 1959). Menurut Lowe (2001),
produksi penisilin yang maksimal diperoleh pada kadar gula sekitar 6%,
sedangkan menurut Makfoeld (1993), produksi penisilin maksimal diperoleh
pada kadar gula sekitar 4-5%.
Suhu, pH, aerasi, dan agitasi juga memengaruhi proses produksi
penisilin. Waluyo (2004) menyatakan bahwa kebanyakan kapang bersifat
mesofilik, yaitu mampu tumbuh baik pada suhu ± 27 ºC. Suhu optimum untuk
produksi penisilin oleh Penicillium chrysogenum dan kapang lainnya di dalam
memproduksi penisilin sekitar 24-30 °C. Menurut Owen dan Johnson (1955),
suhu 30 °C sangat cocok untuk fase produksi miselium, sedangkan suhu sekitar
20 °C sangat cocok untuk fase produksi penisilin. Dari hasil penelitian Owen
dan Johnson (1955), hasil penisilin dapat meningkat hingga 50 % dengan
memulai fermentasi pada suhu 30 °C dan setelah itu diubah menjadi 20 °C,
setelah 42 jam masa inkubasi, daripada yang ditumbuhkan pada suhu 25 °C
selama masa inkubasi.
Kebanyakan kapang dapat tumbuh dengan baik pada pH 2,0-8,5, tetapi
biasanya pertumbuhan akan baik bila pada kondisi asam atau pH rendah
(Waluyo, 2004). Menurut Hillenga dkk. (1995), derajat keasaman (pH) yang
optimum untuk memproduksi penisilin sekitar 5-7,5, sedangkan menurut
Crueger dan Crueger (1990) baik dilakukan pada pH 6,5.

24
Jamur Rhizopus sp
Pengertian Rhizopus sp
Jamur Rhizopus sp adalah fungi yang merupakan filum zygomiycota
ordo mucorales.Ciri khas jamur ini mempunyai hifa yang membentuk
rhizoid yang nempel ke subtrat. Adapun ciri lain dari jamur ini mempunyai
hifa yang ceonositik, oleh karena itu jamur ini tidak bersekat. Stolon atau
miselium dari jamur Rhizopus sp ini menyebar diatas subtratnya karena
hifa dari jamur ini adalah Vegetative. Jamur Rhizopus sp bereproduksi
dengan cara aseksual dan memproduksi sporangifor bertangkai.
Sporangifornya berpisah dari hifa dengan hifa yang lainya oleh sebuah
dinding seperti septa. salah satu spesies dari fungi ini yalah jamur
Rhizopus sp stolonifer yang ditemukan pada roti yang sudah basi (Santoso,
2013)
Morfologi
Ciri morfologi Rhizopus sp :
1. Terdiri dari benang hifa bercabang membentuk miselium.
2. Hifa tidak bersekat (bersifat sinositik).
3. Hifa atau sekat antar hifa ditemukan pada saat sel reproduksi
terbentuk.

Habitat Rhizopus sp
1. Rhizopus stolonifer
Jamur ini biasanya disebut sebagai jamur kapang hitam roti, karena
spora yang dibentuknya berwarna hitam dan sering tumbuh pada roti
(Natawijaya Saepudin Pangesti, 2015)
2. Rhizopus oryzae

25
Jamur ini banyak di temukan didaerah yang beriklim tropis dan sub
tropis. jamur ini bisa diisolasi dari tanah, terdapat juga pada kacang
tanah, biji-bijian,dan juga pada air terpolusi dan pada buah dan sayur
yang sudah membusuk
3. Rhizopus oligosporus
Spesies fungi ini terdapat pada tempe dan diketahui berasal dari Negara
Jepang,Cina dan Indonesia.
4. Rhizopus nigrican
Spesies ini dapat menyebabkan kerusakan pada pangan,roti, sayur
sayuran, dan buah buahan (Santoso,2013)
Klasifikasi
Menurut Alexopoulos dan Mims(1979), klasifikasi Rhizopus
spsebagai berikut:
Kingdom : Mycetae
Divisi : Amastigomycota
Subdivisi : Zygomycotina
Class : Zygomycetes
Order : Mucorales
Family : Mucoraceae
Genus : Rhizopus

Rhizopus sp mepunyaikoloni yang berwarna keputihan menjadi abu-


abu kecoklatan hingga coklat kekuningan. Rhizoid dari jamur ini warna

26
coklat, bercabang dan berlawanan arah dengan sporangiofor bisa muncul
langsung dari stolon tanpa adanya rhizoid. Sporangiofor bisa satu atau
berkelompok kadang-kadang meyerupai garpu, dinding berduri, warna
coklat gelap hingga berwarna coklat kehitaman dengan diameter 50-200
µm. Kolumela berbentuk usia biakan, serta mencapai tinggi kurang lebih
10 mm. Stolonnya berdinding halus atau agak kasar dan hampir tidak
berwarna, sporangiospora jamur ini berbentuk bulat atau tidak, biasanya
berbentuk poliginal, terdapat garis pada permukannya dan mempunyai
panjang sekitar 4-10 µm. Khlamidospora berbentuk bulat, dengan diameter
10-35 µm atau berbentuk elips dan berukuran (8-130)x(16-24) µm. Spesies
ini dapat tumbuh pada suhu optimum yaitu 350C dengan suhu minimum 5-7
0C dansuhu maksimum pertumbuhan nya yaitu 35-440C (Ganjar, 2000)

27

Anda mungkin juga menyukai