Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH PARASITOLOGI

MIKOSIS KHAMIR CANDIDADIASIS

Disusun memenuhi tugas : Parasitologi

Dosen Pengampu : Desy Muliana Wenas, S. Si., MSi

Disusun oleh:

Kelompok 5

1. Imelia Omega Meheda 20330719


2. Irnawati 19330020
3. Karina Putri Pratama 16330066
4. Kashimah Adawiyah 19330038

KELAS B
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM STUDI FARMASI
INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL
JAKARTA
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah “Mikosis Khamir
Candidiasis” ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk Memenuhi tugas pada mata
kuliah Parasitologi. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan dan
pengetahuan bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Kami juga mohon maaf apabila dalam penulisan makalah ini terdapat kesalahan dan
kekeliruan sehingga membingungkan pembaca dalam memahami maksud kami. Kami
menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik
dan saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Jakarta, April 2021

Penulis

DAFTAR ISI
Contents
BAB I.......................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN ..................................................................................................................................4
1.1. LATAR BELAKANG ................................................................................................................4
1.2. TUJUAN ......................................................................................................................................5
BAB II .....................................................................................................................................................6
TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................................................................6
2. 1. Parasitologi .................................................................................................................................6
2. 2. Khamir Candidiasis ..................................................................................................................7
2. 3. Struktur dan Pertumbuhan Candida albicans .......................................................................8
2. 4. Kandidiasis ...............................................................................................................................10
2. 4. 1. Phenotypic Switching ......................................................................................................10
2. 4. 2. Etiologi dan Patogenesis Kandidiasis.............................................................................11
BAB III .................................................................................................................................................13
PEMBAHASAN ...................................................................................................................................13
3. 1. Sistem imun terhadap Candida albicans dan Kandidiasis ..................................................13
3. 2. Adhesi........................................................................................................................................13
3. 3. Sekresi Enzim Hidrolitik.........................................................................................................13
3. 4. Manifestasi dan Gejala Kandidiasis.......................................................................................14
3. 5. Faktor Virulensi yang Lain.....................................................................................................15
3. 6. Diagnosis Kandidiasis ..............................................................................................................15
3. 7. candidiasis vaginalis ................................................................................................................16
3. 7. Pemeriksaan pada Candida albicans .....................................................................................16
3. 7. 1. Pemeriksaan Serologi dan Biologi Molekuler pada Candida albicans .......................16
3. 7. 2. Pemeriksaan Candida albicans dengan Uji Biokimiawi ..............................................17
3. 7. 3. Pemeriksaan Aktivitas Fosfolipase Candida albicans ..................................................17
3. 7. 4. Identifikasi Candida albicans dengan Corn Meal Candida Agar ..............................18
3. 8. Terapi Kandidiasis...................................................................................................................18
3. 9. Diskusi .......................................................................................................................................18
BAB IV ..................................................................................................................................................20
KESIMPULAN ....................................................................................................................................20
4. 1. Kesimpulan ...............................................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................................21
BAB I

PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Penyakit jamur banyak dialami oleh penduduk Indonesia. Salah satu penyakit yang
disebabkan oleh jamur adalah kandidiasis. Penyebab utama kandidiasis adalah Candida
albicans. Jamur adalah cendawan berbentuk sel atau benang bercabang, mempunyai dinding
dari selulosa atau kitin, mempunyai protoplasma yang mengandung satu atau lebih inti, tidak
mempunyai klorofil dan berkembang biak secara aseksual dan seksual. Pada umumnya jamur
tumbuh dengan baik di tempat yang lembab. Jamur juga dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungannya, sehingga jamur dapat ditemukan di semua tempat di seluruh dunia. Jamur
termasuk tumbuhan kelas Tallophyta yang tidak mempunyai akar, batang, dan daun.
Penyakit yang disebabkan jamur pada manusia adalah mikosis. Mikosis adalah infeksi
jamur yang pertumbuhannya dipengaruhi oleh lingkungan dan kondisi fisiologis. Inhalasi spora
jamur atau pembentukan koloni jamur pada kulit dapat menyebabkan infeksi parsisten. Mikosis
dapat terjadi pertama kali di kulit atau di paru-paru. (hasanah.U, 2017). Kelompok jamur
oportunistik hanya menginfeksi pejamu dengan gangguan pada sistem imun atau terdapat faktor
predisposisi. Pada keadaan normal spora jamur oportunistik sulit menginvasi mukosa saluran
nafas.
Khamir termasuk fungi, namun dibedakan dari kapang karena bentuknya yang
tterutama uniselular. Sebagai sel tunggal, khamir tumbuh dan berkembang biak lebih cepat
dibandingkan dengan kapang yang tumbuh dengan pembentukan filamen. Khamir juga lebih
efektif dalam memecah komponen kimia, karena khamir mempunyai perbandingan luas
permukaan dengan volume yang lebih besar..
Candida albicans dianggap sebagai spesies yang paling patogen dan menjadi penyebab
terbanyak kandidiasis, tetapi spesies yang lain ada juga yang dapat menyebabkan penyakit
bahkan ada yang berakhir fatal. Stomatitis merupakan penyakit yang diakibatkan adanya jamur
pada mulut dan saluran kerongkongan. Hampir di setiap tubuh kita mengandung jamur ini
termasuk di daerah mukosa mulut dan alat kelamin, namun adanya jamur ini tidak
menimbulkan keluhan yang berarti.
Kandidiasis ialah penyakit jamur yang menyerang kulit, rambut, kuku, selaput lendir,
dan organ dalam yang disebabkan oleh berbagai genus Candida. Spesies yang banyak
ditemukan pada manusia ialah C.albicans, dan sisanya disebabkan oleh jamur C. tropicalis, C.
krusei, C. parapsilopsis, C. guiliermondii, C. kefyr, C. glabrata, dan C. dubliniensis. Spesies
terbanyak kandidiasis adalah Candida albicans. Kandidiasis adalah suatu penyakit akut atau
subakut yang disebabkan oleh C.albicans atau kadang-kadang oleh spesies lain yang dapat
menyerang berbagai jaringan tubuh.
Jamur Candida albicans merupakan bagian dari flora normal dan dapat bersifat patogen
invasif. Infeksi C. albicans adalah infeksi jamur opportunistik yang paling umum. Infeksi ini
dapat bervariasi dari infeksi membran mukosa superficial sampai penyakit invasif seperti
candidiasis hepatosplenic dan candidiasis sistemik. Infeksi yang berat biasanya dikaitkan
dengan keadaan immunocompromised termasuk keganasan, disfungsi organ, atau terapi
imunosupresif. Pasien dengan defisiensi imunitas sel T seperti infeksi HIV (Human
Immunodeficiency Virus) juga rentan terhadap infeksi C. albicans yang dikenal dengan
candidiasis oropharingeal.

1.2. TUJUAN
1. Meningkatkan pengetahuan bagi pembaca agar dapat mengetahui penyakit
yang disebabkan oleh mikiosis (jamur)
2. Dapat memahami apa itu Mikosis Khamir Candidiasis
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2. 1. Parasitologi
Parasitologi adalah suatu ilmu cabang Biologi yang mempelajari tentang semua organisme
parasit. Tetapi dengan adanya kemajuan ilmu, parasitologi kini terbatas mempelajari organisme parasit
yang tergolong hewan parasit, meliputi: protozoa, helminthes, arthropoda dan insekta parasit, baik yang
zoonosis ataupun anthroponosis. Cakupan parasitologi meliputi taksonomi, morfologi, siklus hidup
masing-masing parasit, serta patologi dan epidemiologi penyakit yang ditimbulkannya. Organisme
parasit adalah organisme yang hidupnya bersifat parasitis; yaitu hidup yang selalu merugikan organisme
yang ditempatinya (hospes). Predator adalah organisme yang hidupnya juga bersifat merugikan
organisme lain (yang dimangsa). Bedanya, kalau predator ukuran tubuhnya jauh lebih besar dari yang
dimangsa, bersifat membunuh dan memakan sebagian besar tubuh mangsanya. Sedangkan parasit,
selain ukurannya jauh lebih kecil dari hospesnya juga tidak menghendaki hospesnya mati, sebab
kehidupan hospes sangat essensial dibutuhkan bagi parasit yang bersangkutan.

Menyadari akibat yang dapat ditimbulkan oleh gangguan parasit terhadap kesejahteraan
manusia, maka perlu dilakukan usaha pencegahan dan pengendalian penyakitnya. Sehubungan dengan
hal tersebut maka sangat diperlukan suatu pengetahuan tentang kehidupan organisme parasit yang
bersangkutan selengkapnya. Tujuan pengajaran parasitologi, dalam hal ini di antaranya adalah
mengajarkan tentang siklus hidup parasit serta aspek epidemiologi penyakit yang ditimbulkannya.
Dengan mempelajari siklus hidup parasit, kita akan dapat mengetahui bilamana dan bagaimana kita
dapat terinfeksi oleh parasit, serta bagaimana kemungkinan akibat yang dapat ditimbulkannya.
Selanjutnya ditunjang oleh pengetahuan epidemiologi penyakit, kita akan dapat menentukan cara
pencegahan dan pengendaliannya.

Departemen Parasitologi FKUI didirikan tahun 1950 dengan nama bagian Parasitologi dan Ilmu
Penyakit Umum oleh Dr. Lie Kian Joe dibantu seorang asisten yaitu dr. Lie Injo Luan Eng dan dua
tenaga laboratorium yaitu Tohir dan Sudirman yang sebelumnya adalah karyawan Bagian Patologi di
bawah pimpinan Prof. G. Bras.

”Bagian Parasitologi dan Penyakit Umum” selanjutnya berubah nama menjadi ”Bagian
Parasitologi”. Antara tahun 1954-1955 direkrut beberapa biolog sebagai asisten. Tesis pertama
dihasilkan pada tahun 1956. Bagian Parasitologi aktif mengembangkan penelitian dengan memulai
penelitian filariasis bekerja sama dengan Departemen Kesehatan. Hasil penelitian dipublikasikan di
jurnal nasional maupun internasional sehingga nama Bagian Parasitologi mulai dikenal dan kemudian
mendapat bantuan dariCHINA MEDICAL BOARD untuk membangun gedung sendiri, yaitu merubah
gedung pabrik candu di Salemba, sebagian dana pembangunan ini dibantu oleh Pemerintah RI.
Pada tahun 1967 dimulai kerjasama dengan Departemen Pendidikan di Asia Tenggara
(SEAMEO) dan FKUI dijadikan Regional Centre for Community Nutrition (SEAMEO TROPMED-
RCCN) dimana Bagian Parasitologi berperan aktif dan setiap tahun stafnya diminta untuk mengajar
atau menguji di Bangkok, Kuala Lumpur, Manila dan Saigon, sebagai panitia seleksi calon penerima
fellowship SEAMEO TROPMED hingga tahun 2003. Pada tahun 1975-1976 dimulai kerjasama Bagian
Parasitologi dalam proyek, yaitu proyek Integrasi Keluarga Berencana-Pemberantasan Penyakit Cacing
dan Gizi (JOICEF) dan dilakukan di Indonesia atas kerjasama Perkumpulan Pemberantasan Penyakit
Parasitologi Indonesia (P4I) diprakarsai oleh staf senior Bagian Parasitologi.

Tahun 1979 Bagian Parasitologi mendapat Institutional Strengthening Grant, TDR/WHO


selama lima tahun, terdiri dari 2 komponen, yaitu: membangun unit imuno-parasitologi dan Training
grant yang dalam pengembangannya hingga kini menjalin kerjasama dengan institusi asing yaitu Mill
Hill University London, Imperial College London, New England Biolab, Boston USA dan Smith
College, Northampton, USA, University of Leiden, University of Glasgow, Scottish Parasite Diagnostic
Lab, UNICEF dan CDC Atlanta. Kerjasama dalam negeri antara lain dengan puslit Biomedis Litbang
Kes, dan Departemen lain di FKUI. Pada tahun yang sama juga dibuka program studi magister biomedik
kekhususan Parasitologi.

Tahun 1988 hingga sekarang Bagian Parasitologi telah berkembang dengan jumlah dosen tetap
sebanyak 19 orang dan staf honorer / riset. Departemen Parasitologi aktif dalam pengembangan
pendidikan, riset dan pelayanan masyarakat dalam rupa disetujuinya program studi dokter spesialis
parasitologi klinik di FKUI, pengembangan riset di bidang imunologi parasit dan infeksi oportunistik
serta peningkatan kualitas layanan laboratorium parasitologi yang terstandarisasi mengacu
padaaccredited Scottish Parasite Diagnostic Laboratory, UK. Saat ini, Departemen Parasitologi FKUI
di ketuai oleh Dr. dr. Anna Rozaliyani, Sp.P, M.Biomed

2. 2. Khamir Candidiasis
Penyakit yang disebabkan jamur dari genus Candida sp. dikenal dengan istilah kandidiasis
(Soedarmo dkk., 2008). Candida sp. membentuk koloni di permukaan mukosa semua manusia selama
atau segera setelah lahir sehingga resiko infeksi endogen senantiasa ada. Infeksi ragi ke mukosa vagina
dapat menyebabkan vulvovaginitis yang ditandai dengan iritasi, gatal, dan duh vagina. Keadaan ini
dapat dipengaruhi beberapa faktor yaitu diabetes, kehamilan dan obat-obat anti bakteri yang mengubah
flora mikroba, keasaman setempat atau sekresi (Jawetz dkk., 2013).

Candida sp. merupakan salah satu jamur yang mencemari air yang ditampung, terlebih pada air
bak toilet (Prahatamaputra, 2009). Kontaminasi jamur candida sp. pada air bak toilet dapat disebabkan
oleh kontaminasi dari sumber air, kontaminasi dari pengunjung toilet, dan lingkungan sekitar toilet
(Qurrohman & Nugroho, 2015). Candida sp. merupakan flora normal di kulit, membran mukosa dan
saluran gastrointestinal. Candida albicans merupakan spesies yang paling patogen dan paling sering
menyebabkan penyakit pada manusia dengan faktor resiko seperti gangguan imunitas diantaranya
diabetes, balita, lansia, ibu hamil, pengobatan antibiotik, pengobatan hormon kortikosteroid, dan orang
dengan imunodefisiensi misalnya orang dengan HIV/AIDS (Jawetz dkk., 2013).

Jamur C. albicans merupakan mikroorganisme endogen pada rongga mulut, traktus


gastrointestinal, traktus genitalia wanita dan kadang-kadang pada kulit. Secara mikroskopis ciri-ciri C.
albicans adalah yeast dimorfik yang dapat tmbuh sebagai sel yeast, sel hifa atau pseudohyphae. C.
albicans dapat ditemukan 40- 80 % pada manusia normal, yang dapat sebagai mikroorganisme
komensal atau patogen.

Infeksi C. albicans pada umumnya merupakan infeksi opportunistik, dimana penyebab


infeksinya dari flora normal host atau dari mikroorganisme penghuni sementara ketika host mengalami
kondisi immunocompromised.7 Dua faktor penting pada infeksi opportunistik adalah adanya paparan
agent penyebab dan kesempatan terjadinya infeksi. Faktor predisposisi meliputi penurunan imunitas
yang diperantarai oleh sel, perubahan membran mukosa dan kulit serta adanya benda asing.

Jamur Kandida telah dikenal dan dipelajari sejak abad ke-18 yang menyebabkan penyakit yang
dihubungkan dengan higiene yang buruk. Nama Kandida diperkenalkan pada Third International
Microbiology Congress di New York pada tahun 1938, dan dibakukan pada Eight Botanical Congress
di Paris pada tahun 1954. Candida albicans penyebab Kandidiasis terdapat di seluruh dunia dengan
sedikit perbedaan variasi penyakit pada setiap area. Kandidiasis interdigitalis lebih sering terdapat di
daerah tropis sedangkan kandidiasis kuku pada iklim dingin. Penyakit ini dapat mengenai semua umur
terutama bayi dan orang tua. 5-7 Infeksi yang disebabkan Kandida dapat berupa akut, subakut atau
kronis pada seluruh tubuh manusia. Candida albicans adalah monomorphic yeast dan yeast like
organism yang tumbuh baik pada suhu 25- 30⁰C dan 35-37⁰C.

Jamur C. albicans merupakan mikroorganisme endogen pada rongga mulut, traktus


gastrointestinal, traktus genitalia wanita dan kadang-kadang pada kulit. Secara mikroskopis ciri-ciri C.
albicans adalah yeast dimorfik yang dapat tmbuh sebagai sel yeast, sel hifa atau pseudohyphae. C.
albicans dapat ditemukan 40- 80 % pada manusia normal, yang dapat sebagai mikroorganisme
komensal atau patogen.

2. 3. Struktur dan Pertumbuhan Candida albicans


Candida albicans yaitu organisma yang memiliki dua wujud dan bentuk secara
simultan/dimorphic organism. Pertama adalah yeast-like state (non-invasif dan sugar fermenting
organism). Kedua adalah fungal form memproduksi root-like structure/struktur seperti akar yang sangat
panjang/rhizoids dan dapat memasuki mukosa (invasif).

Dinding sel Kandida dan juga C. albicans bersifat dinamis dengan struktur berlapis, terdiri dari
beberapa jenis karbohidrat berbeda (80- 90%): (i) Mannan (polymers of mannose) berpasangan dengan
protein membentuk glikoprotein (mannoprotein); (ii) α-glucans yang bercabang menjadi polimer
glukosa yang mengandung α-1,3 dan α-1,6 yang saling berkaitan, dan (iii) chitin, yaitu homopolimer
N-acetyl-D-glucosamine (Glc-NAc) yang mengandung ikatan α-1,4. Unsur pokok yang lain adalah
adalah protein (6-25%) dan lemak (1-7%). Yeast cells dan germ tubes memiliki komposisi dinding sel
yang serupa, meskipun jumlah α-glucans, chitin, dan mannan relatif bervariasi karena faktor
morfologinya. Jumlah glucans jauh lebih banyak dibanding mannan pada C. albicans yang secara
imunologis memiliki keaktifan yang rendah. Struktur dinding C. albicans secara mikroskopis dapat
dilihat pada Gambar 1 di bawah ini.

Gambar. (1) Struktur dinding C. Albicans (2) Bentuk mikroskopis C. albicans

Jamur Candida tumbuh dengan cepat pada suhu 25-37⁰C pada media perbenihan sederhana
sebagai sel oval dengan pembentukan tunas untuk memperbanyak diri, dan spora jamur disebut
blastospora atau sel ragi/sel khamir. Morfologi mikroskopis C. albicans memperlihatkan pseudohyphae
dengan cluster di sekitar blastokonidia bulat bersepta panjang berukuran 3-7x3-14 µm. Jamur
membentuk hifa semu/pseudohifa yang sebenarnya adalah rangkaian blastospora yang bercabang, juga
dapat membentuk hifa sejati. Pseudohifa dapat dilihat dengan media perbenihan khusus. Candida
albicans dapat dikenali dengan kemampuan untuk membentuk tabung benih/germ tubes dalam serum
atau dengan terbentuknya spora besar berdinding tebal yang dinamakan chlamydospore. Formasi
chlamydospore baru terlihat tumbuh pada suhu u 30-37⁰C. yang memberi reaksi positif pada
pemeriksaan germ tube. Identifkasi akhir semua spesies jamur memerlukan uji biokimiawi.

Kemampuan untuk berubah bentuk antara sel yeast uniseluler dengan sel berbentuk filamen
yang disebut hifa dan pseudohifa dikenal sebagai dimorfisme morfologi. Transisi diantara bentuk
morfologi yang berbeda ini merupakan respon terhadap rangsangan yang beragam dan sangat penting
bagi patogenisitas jamur. Morfologi dapat berubah mengikuti berbagai kondisi lingkungan, termasuk
respon terhadap suhu fisiologis 37 ⁰C, pH sama atau lebih tinggi dari 7, konsentrasi CO2 5,5 %, adanya
serum atau sumber karbon yang merangsang pertumbuhan hifa. Produksi bentuk uniseluler dirangsang
oleh suhu yang lebih rendah dan pH yang lebih asam, dan tidak adanya serum dan konsentrasi glukosa
tidak tinggi. Sel yeast dianggap bertanggung jawab untuk penyebaran ke dalam lingkungan dan
menemukan host baru, sedangkan hifa diperlukan untuk merusak jaringan dan invasi. Proses molekuler
pada dimorfisme morfologi C. albicans masih kurang jelas. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa
faktor transkripsi Cph1p dan Efg1p diperlukan untuk membentuk hifa selama infeksi.

2. 4. Kandidiasis
Kandidiasis merupakan infeksi jamur sistemik yang paling sering dijumpai yang terjadi bila C.
albicans masuk ke dalam aliran darah terutama ketika ketahanan fagositik host menurun. Respons imun
cell-mediated terutama sel CD4 penting dalam mengendalikan kandidiasis (seperti pada kandidiasis),
seringkali muncul beberapa bulan sebelum munculnya infeksi oportunistik yang lebih berat.
Kandidiasis mukokutan pada orang dengan HIV-AIDS/ODHA merupakan salah satu indikator
progresivitas HIV dapat muncul dalam tiga bentuk, yaitu kandidiasis vulvovagina, orofaring, dan
esofagus (belum digolongkan infeksi oportunistik kecuali jika sudah mengenai esofagus). Strain
kandida yang menginfeksi ODHA tidak berbeda dengan pasien imunokompromais lainnya (tersering
adalah C. albicans). Strain lain yang pernah dilaporkan adalah C. glabrata, C. parapsilosis, C. tropicalis,
C. kruseii, dan C. dubliniensis. Kandida rekurens dapat disebabkan oleh strain yang sama atau strain
yang berbeda.

Kandidiasisi orofaring dikenal dengan tiga bentuk yaitu pseudomembran, eritematosa, dan
cheilitis angularis. Kandidiasis pseudomembran mempunyai gejala berupa rasa terbakar, gangguan
mengecap, dan sulit menelan makanan padat atau cair. Kandidiasis pseudomembran membentuk plak
putih 1-2 cm atau lebih luas di mukosa mulut, jika dilepaskan pseudomembran tersebut akan
meninggalkan bercak kemerahan atau perdarahan. Kandidiasis eritematosa berupa plak kemerahan
halus di palatum mukosa bukal, atau permukaan dorsal lidah. Cheilitis angularis tampak berupa
kemerahan, fisura, atau keretakan di sudut bibir. Kandidiasis esofagus biasanya muncul disertai
kandidiasis orofaring (80% kasus), dengan gejala klinis berupa disfagia, odinofagia, atau nyeri
retrosternum, juga dapat tidak menunjukkan gejala (40% kasus).

2. 4. 1. Phenotypic Switching
Phenotypic switching merupakan bagian yang sangat penting pada jamur untuk beradaptasi
terhadap perubahan lingkungan selama invasi pada host. Kemampuan untuk menginfeksi beberapa
jaringan sangat penting dalam keberhasilan invasi dan penyebaran pada host. Kadangkadang beberapa
subpopulasi sel C. albicans dapat berubah secara morfologi, sifat permukaan sel, gambaran koloni, sifat
biokimia dan metabolisme untuk menjadi lebih virulen dan lebih efektif selama infeksi. Koloni-koloni
dapat berubah fenotif meliputi; halus, kasar, berkerut, berumbai atau berbintik dengan frekuensi yang
tinggi yaitu sekitar satu koloni berubah per 10-104 koloni. Proses phenotypic switching secara
molekuler, masih belum jelas, kemungkinan karena rearrangement kromosom dan regulasi gen SIR2
(Silent Information Regulator) dalam proses ini. Contoh yang paling umum pada perubahan koloni
adalah koloni berwarna putih berubah menjadi kusam. Koloni berwarna putih, berbentuk oval dan halus
juga dapat berubah menjadi koloni yang berwarna abu-abu dan kasar. Sel-sel yang berwarna kusam
menghasilkan SAP1 (Secrete Aspartyl Proteinase) dan SAP3 dan bersifat kurang virulen, sedangkan
sel- sel yang berwarna putih menghasilkan SAP2 dan lebih bersifat virulen selama infeksi sistemik.
Phenotypic switching kemungkinan besar merupakan sinyal proses perubahan beberapa sifat molekuler
dan biokimia pada patogen, yang berguna untuk pertahananan hidup jamur dalam organisme host.

2. 4. 2. Etiologi dan Patogenesis Kandidiasis


Kandidiasis/yeast infection adalah infeksi jamur yang terjadi karena adanya pembiakan jamur
secara berlebihan, dimana dalam kondisi normal muncul dalam jumlah yang kecil. Perubahan aktivitas
vagina atau ketidakseimbangan hormonal menyebabkan jumlah Candida berlipat ganda (muncul gejala
Kandidiasis. Keadaan lain yang menyebabkan Kandidiasis adalah karena penyakit menahun, gangguan
imun yang berat, AIDS, diabetes, dan gangguan tiroid, pemberian obat kortikosteroid dan sitostatika.
Paparan terhadap air yang terus menerus seperti yang terjadi pada tukang cuci, kencing pada pantat
bayi, keringat berlebihan terutama pada orang gemuk. Faktor lokal atau sistemik dapat memengaruhi
invasi Kandida ke dalam jaringan tubuh. Usia merupakan faktor penting yang sering kali menyebabkan
kandidiasis oral/oral thrush terutama pada neonatus. Perempuan dengan kehamilan trimester ketiga
cenderung untuk mengalami kandidiasis vulvovaginal.

Keutuhan kulit atau membran mukosa yang terganggu dapat memberikan jalan kepada Kandida
untuk masuk ke dalam jaringan tubuh yang lebih dalam dapat menyebabkan kandidemia seperti
perforasi traktus gastrointestinalis oleh trauma, pembedahan serta ulserasi peptikum, pemasangan
kateter indwelling, internal feeding, dialisis peritoneal, drainase traktus urinarius, luka bakar yang berat,
dan penyalahgunaan obat bius intravena. Kandidiasis viseral akan menimbulkan neutropenia yang
menunjukkan peran neutrofil dalam mekanisme pertahanan pejamu terhadap jamur ini. Lesi viseral
ditandai oleh nekrosis dan respons inflamatorik neutrofilik. Sel neutrofil membunuh sel jamur Candida
serta merusak segmen pseudohifa secara in vitro. Kandida dalam sirkulasi darah dapat menimbulkan
berbagai infeksi pada ginjal, hepar, menempel pada katup jantung buatan, meningitis, arthritis, dan
endopthalmitis.

Infeksi Saluran Reproduksi (ISR) yang ditularkan tidak melalui hubungan seksual disebabkan
oleh overgrowth/pertumbuhan yang luar biasa dari kuman/jamur dalam vagina yang a-patogen (basil
doderlien, stafilokokus, streptokokus, jamur kandida) menjadi ganas/patogen disamping disebabkan
alergi (pembalut, cairan pembersih vagina yang berlebihan). Kuman atau jamur a-patogen yang biasa
ada pada saluran reproduksi normal seperti vaginosis bakterial dan kandidiasis vulvovaginal.

Salah satu ISR adalah Kandidiasis vaginalis. Kandidiasis Vaginalis adalah infeksi yang
disebabkan oleh jamur yang terjadi disekitar vagina. Umumnya menyerang orang-orang yang imun
tubuhnya lemah. Kandidiasis dapat menyerang wanita disegala usia, terutama pada usia pubertas,
keparahannya berbeda antara satu wanita dengan wanita yang lain dan dari waktu ke waktu pada wanita
yang sama.

Kandidiasis vagina adalah peradangan pada vagina akibat pertumbuhan jamur Candida albicans
yang berlebihan. Kandidiasis merupakan salah satu penyebab keputihan yang dapat dialami oleh semua
wanita dengan segala umur. Berdasarkan data penelitian tentang kesehatan reproduksi wanita
menunjukkan 75% wanita di Dunia pasti menderita keputihan, paling tidak sekali dalam hidupnya dan
45% diantaranya bisa mengalaminya sebanyak dua kali atau lebih.

Berdasarkan data dari badan kesehatan Dunia (WHO) angka kejadian infeksi saluran
reproduksi (ISR) tertinggi di Dunia adalah pada usia remaja (35%-42%) dan dewasa muda (27%-33%).
Prevalensi ISR pada remaja di Dunia tahun 2012 yaitu: kandidiasis (25%-50%), vaginosis bacterial
(20%-40%), dan trikomoniasis (5%-15%).

Penyebab candidiasis vaginalis bisa diakibatkan karena masuknya benda asing ke vagina,
membersihkan daerah vagina yang kurang bersih, penggunaan celana yang tidak menyerap keringat,
jarang mengganti celana dalam maupun pembalut saat menstruasi dan perawatan saat menstruasi yang
kurang benar, penyakit DM yang berkaitan dengan gula darah, dan kadar estrogen dalam tubuh.
Kebersihan vagina dan kelembaban pada vagina yang tidak terjaga dapat menyebabkan banyak keringat
terutama pada lipatan-lipatan kulit seperti daerah kemaluan sehingga menyebabkan kulit maserasi.
Kondisi ini mempermudah invasi dan kolonisasi Candida albican. Hasil penelitian diketahui terdapat
hubungan antara frekuensi penggantian pakaian dalam (higienitas vagina) dengan kejadian kandidiasis
vaginalis yang bermakna secara statistic dengan nilai p = 0.001. Risiko terkena kandidiasis vaginalis
pada responden yang dengan frekuensi tidak baik dalam penggantian pakaian dalam 2,39 lebih besar
dibanding yang mengganti pakaian dalam dengan baik.

Dampak dari Infeksi Kandidiasis harus menjadi pusat perhatian karena sangat merugikan
perempuan seperi timbulnya rasa gatal yang menimbulkan lecet dan hubungan seks yang tidak nyaman,
selain itu kandidiasis juga dapat memfasilitasi Human Immudeficiency Virus (HIV). Infeksi Saluran
Reproduksi sangat fatal bila lambat ditangani, tidak hanya bisa mengakibatkan kemandulan dan hamil
diluar kandungan dikarenakan terjadi penyumbatan pada salur tuba, juga merupakan gejala awal dari
kanker leher rahim yang merupakan pembunuh nomor satu bagi wanita dengan angka insiden kanker
servik mencapai 100 per 100.000 penduduk pertahun yang bisa berujung dengan kematian.
BAB III

PEMBAHASAN

3. 1. Sistem imun terhadap Candida albicans dan Kandidiasis


Sistem imun yang sehat mencegah organisme yeast ini berubah menjadi jamur yang berbahaya.
Tubuh manusia yang kehilangan sistem imun menyebabkan organisma ini berubah dari yeast from
menjadi fungal form. Pembentukan parasitic fungal bergerak memasuki mukosa gastrointestinal dengan
merusak batas pertahanan antara intestinal tract dan keseluruhan sirkulasi dalam tubuh. Keadaan ini
menyebabkan sebagian digested dietary proteins masuk ke dalam aliran darah (mempunyai kekuatan
antigenik/antibody-stimulating) berusaha menyerang pertahanan sistem imun tubuh. Aktivasi sistem
imun terjadi akibat penggunaan antibiotik yang berkepanjangan, pemakaian steroid, kontrasepsi oral,
diet gula yang berlebihan atau stres.

3. 2. Adhesi
Perlekatan pada sel host dan jaringan sangat penting untuk C. albicans dalam memulai invasi,
kemudian penyebaran ke dalam organisme host. Pada permukaan dinding sel C. albicans menyediakan
reseptor yang bertanggung jawab untuk adhesi pada sel epitel dan endotel, protein serum dan protein
matriks ekstraseluler.12 Adhesi dan pembentukan biofilm saat ini menjadi masalah serius dalam
pengobatan, karena sering terjadi resistensi terhadap agen antijamur dan peningkatan patogenisitas
diantara sub-populasi dari sel-sel yang membentuk biofilm. Selama pembentukan biofilm sekresi SAP
lebih tinggi. Sel C. albicans membentuk biofilm selalu terkait dengan matriks polisakarida yang
mengandung residu mannosa dan glukosa.14 Produksi matriks biofilm berperan sangat penting dalam
resistensi obat pada biofilm C. albicans, tetapi perkembangan resistensi dapat multifaktorial.

Kemampuan Candida untuk menginvasi pada lingkungan yang berbeda dalam organisme host
merupakan hasil adaptasi jamur. Selain itu karena adanya adhesin yang memfasilitasi perlekatan dengan
permukaan sel host, yang penting pada tahap pertama infeksi. Adhesin ini meliputi familia protein Als
(Agglutinin-like sequence), Hwp1p (Hyphae specipic adhesion), Eap1p (Enhanced adhesion to
polystyrene), Csh1p (Contribution of cell surface hydrophobicity protein) dan reseptor permukaan sel
lainnya yang kurang dikenal. Semua reseptor yang telah dikenal berhubungan dengan dinding sel jamur.

3. 3. Sekresi Enzim Hidrolitik


Produksi dan sekresi enzim hidrolitik seperti protease, lipase dan fosfolipase merupakan faktor
virulensi yang sangat penting. Enzim ini berperan dalam nutrisi tetapi juga merusak jaringan,
penyebaran dalam organisme host, dan sangat berkontribusi terhadap patogenisitas jamur. Aktivitas
fosfolipase sangat tinggi terjadi selama invasi jaringan, karena enzim ini bertanggung jawab untuk
menghidrolisis ikatan ester dalam gliserofosfolipid yang menyusun membran sel. Sel-sel C. albicans
yang diisolasi dari darah menunjukkan aktivitas fosfolipase ekstraseluler lebih tinggi daripada strain
komensal. 6 Ada empat jenis sekresi fosfolipase meliputi; A, B, C dan D, yang khusus menghidrolisis
ikatan ester dalam gliserofosfolipid. Fosfolipase yang sangat penting bagi virulensi jamur adalah
aktivitas PLB (Phospholipase B), yang mempunyai dua aktivitas yaitu hidrolase dan
lisofosfolipasetransasilase.

PLB dapat melepaskan asam lemak dari fosfolipid dan asam lemak yang tersisa dari
lisofosfolipid, dan kemudian menstransfer asam lemak bebas ke lisofosfolipid dan menghasilkan
fosfolipid.18 Selain fosfolipase, C. albicans dapat menghasilkan lipase yang dapat menghidrolisis
ikatan ester dari mono-, di-, dan triasilgliserol. Kelompok sekresi enzim hidrolitik C. albicans yang
paling terkenal adalah SAP (Secreted Aspartyl Proteinase). Familia gen SAP mencakup setidaknya 10
gen yang berbeda SAP1-SAP10 yang menyandi enzim dengan fungsi dan karakter yang serupa, tetapi
berbeda sifat molekul, seperti massa molekul, titik isoelektrik dan pH untuk aktivitas yang optimal.
Ekspresi gen SAP diatur pada tingkat transkripsi, dan preproprotein diproses oleh sinyal peptidase
dalam retikulum endoplasmatic dan oleh Kex2-like proteinase dalam aparatus Golgi.

Kemungkinan SAP1 - SAP3 hanya disekresikan oleh sel yeast dan SAP 4 - SAP6 oleh sel hifa.
Sedangkan produksi SAP 9 dan SAP10 dihubungkan dengan dinding sel jamur. Sintesis dan fungsi dari
SAP 7 dan SAP8 masih belum diketahui. Banyak protein host terhidrolisis oleh SAP meliputi; kolagen,
laminin, fibronektin, musin, laktoferin saliva, makroglobulin α2, hampir semua imunoglobulin,
interleukin-1β sitokin proinflamasi, laktoperoksidase, cathepsin D, complement, cystatine A, dan
beberapa prekursor faktor koagulasi darah. Spektrum pH optimal untuk aktivitas SAP adalah dari 2,0 -
7,0 sehingga enzim ini dapat berkontribusi untuk patogenesis jamur dan infeksi berkembang di berbagai
tempat pada organisme host. Selain aspartyl proteinase, C. albicans juga mensekresi protease yang lain
yaitu; metallopeptidase dan peptidase serin. Peptidase serin aktif dalam berbagai pH (5,0- 7,2) dan
menghidrolisis banyak substrat host termasuk protein matriks ekstraseluler dan protein serum.

3. 4. Manifestasi dan Gejala Kandidiasis


Kandidiasis oral memberikan gejala bercak berwarna putih yang konfluen dan melekat pada
mukosa oral serta faring, khususnya di dalam mulut dan lidah. Kandidiasis kulit ditemukan pada daerah
intertriginosa yang mengalami maserasi serta menjadi merah, paronikia, balanitis, ataupun pruritus ani,
di daerah perineum dan skrotum dapat disertai dengan lesi pustuler yang diskrit pada permukaan dalam
paha.

Kandidiasis vulvovagina biasanya menyebabkan keluhan gatal, keputihan, kemerahan di


vagina, disparenia, disuria, pruritus, terkadang nyeri ketika berhubungan seksual atau buang air kecil,
pembengkakan vulva dan labia dengan lesi pustulopapuler diskrit, dan biasanya gejala memburuk
sebelum menstruasi. Pemeriksaan dengan spekulum memperlihatkan mukosa yang mengalami
inflamasi dan eksudat cair berwarna putih.
Kandidiasis mukokutaneus kronik atau kandidiasis granulomatous secara khas ditemukan sebagai lesi
kulit sirkumkripta yang mengalami hiperkeratosis, kuku jari mengalami distrofi serta hancur, atau
alopesia parsial pada kulit kepala. Gejala lain meliputi epidermofitosis kronik, displasia gigi, hipofungsi
kelenjar paratiroid, adrenal, serta tiroid. Kandidiasis esofagus memberikan gejala ulserasi kecil,
dangkal, soliter hingga multipel cenderung terdapat pada bagian sepertiga distal yang menyebabkan
keluhan disfagia atau nyeri substernal. Lesi yang bersifat asimtomatik dapat terjadi pada pasien
leukemia sebagai port d’entre untuk kandidiasis diseminata. Lesi asimtomatik dan benigna juga terjadi
pada traktus urinarius berupa abses renal atau kandidiasis kandung kemih.

Kandida yang menyebar secara hematogen disertai gejala demam tinggi disebabkan oleh abses
retina yang meluas ke vitreus. Pasien dapat mengeluh nyeri orbital, penglihatan kabur, skotoma, atau
opasitas yang melayang dan menghalangi lapang pandang penglihatan. Kandidiasis pulmonalis dapat
terlihat dengan foto toraks dengan gambaran infiltrat noduler yang samar atau difus.

3. 5. Faktor Virulensi yang Lain


Kemampuan mikroorganisme patogen untuk mendapatkan zat besi dari lingkungan selama
infeksi merupakan faktor virulen yang sangat penting. Kemampuan untuk mengatasi sistem host
dihubungkan dengan transport dan akumulasi zat besi yang sangat penting untuk bertahan hidup selama
invasi pada aliran darah. Pada anggota C. albicans membutuhkan hemoglobin dan hemin untuk
memperoleh zat besi. Tanpa protein hemoglobin dan hemin metabolisme zat besi C. albicans sangat
terganggu. Selama infeksi sel Candida yang terkena oksigen reaktif yang diproduksi oleh sel imun,
mengatasi mekanisme respon ini dengan beberapa faktor virulensi meliputi; katalase, superoksida
dismutase dan heat shock protein. Ekspresi beberapa faktor virulensi sering tergantung pada kondisi
lingkungan, oleh karena itu jamur harus memiliki sensor terhadap perubahan lingkungan. Kemungkinan
calcineurin berperan seperti sensor. Calcineurin adalah protein yang terlibat dalam respon stres jamur,
yang terdiri dari dua subunit, subunit A dengan aktivitas katalitik dan subunit B dengan fungsi regulasi.

3. 6. Diagnosis Kandidiasis
Diagnosis kandidiasis ditentukan berdasarkan gejala klinis yang menyebar dan tidak mudah
dibedakan dari infectious agent yang telah ada. Diagnosis laboratorium dapat dilakukan melalui
pemeriksaan spesimen mikroskopis, biakan, dan serologi. Tujuan pemeriksaan laboratorium adalah
untuk menemukan C. albicans di dalam bahan klinis baik dengan pemeriksaan langsung maupun dengan
biakan. Bahan pemeriksaan bergantung pada kelainan yang terjadi, dapat berupa kerokan kulit atau
kuku, dahak atau sputum, sekret bronkus, urin, tinja, usap mulut, telinga, vagina, darah, atau jaringan.
Cara mendapatkan bahan klinis harus diusahakan dengan cara steril dan ditempatkan dalam wadah
steril, untuk mencegah kontaminasi jamur dari udara.

Identifikasi spesies dapat dilakukan dengan uji morfologi dan kultur jamur untuk spesifikasi
dan uji sensitivitas. Pemeriksaan ini tidak disarakan untuk digunakan sebagai diagnosis karena
tingginya kolonisasi. Diagnosis pada lesi Kandida juga dapat dilakukan dengan pemeriksaan histologi
terhadap sayatan spesimen hasil biopsi.

3. 7. candidiasis vaginalis
Berdasarkan hasil uji statistik chi-square diketahui bahwa nilai p = 0,010 (< 0,05) sehingga
dapat dinyatakan ada perbedaan signifikan proporsi antara kejadian Candidiasis Vaginalis dan
Hygienitas Vagina (ada hubungan antara Hygienitas Vagina dengan kejadian Candidiasis Vaginalis).
Hygienitas Vagina adalah upaya seseorang dalam memelihara kebersihan bagian genitalia. Tujuan
perawatan genitalia ini adalah untuk mencegah terjadinya infeksi, mempertahankan kebersihan
genitalia, meningkatkan kenyamanan serta mempertahankan vaginal hygiene sehingga terhindar dari
berbagai masalah yang berkaitan dengan organ reproduksi.

Kebersihan vagina dan kelembaban pada vagina yang tidak terjaga dapat menyebabkan banyak
keringat terutama pada lipatan-lipatan kulit seperti daerah kemaluan sehingga menyebabkan kulit
maserasi. Kondisi ini mempermudah invasi dan kolonisasi Candida albicans. Salah satu tindakan
higienitas vagina yang tidak baik adalah mencuci vagina merupakan salah satu penyebab dari vaginosis
bakterial. Mencuci vagina dengan menggunakan sabun dan deodoran dapat mengganggu keseimbangan
bakteri.

Kebersihan vagina yang tidak baik oleh wanita dalam subjek penelitiannya yaitu membersihkan
vagina dari belakang ke depan, bukan dari depan ke belakang, penggunaan pembersih vagina yang
mungkin bisa terjadi merugikan dalam hal risiko C. albicans dibandingkan dengan wanita yang
memperhatikan kebersihan pribadi yang baik. Faktor lain yang dikaitkan dengan kolonisasi candida
adalah jenis pakaian dalam. Studi ini mengungkapkan bahwa wanita yang menggunakan pakaian ketat
dan nilon memiliki tingkat prevalensi lebih tinggi sebesar 18,7% jika dibandingkan dengan 7% yang
diamati pada wanita yang menggunakan pakaian dalam katun.

3. 7. Pemeriksaan pada Candida albicans


3. 7. 1. Pemeriksaan Serologi dan Biologi Molekuler pada Candida albicans
Pemeriksaan serologi terhadap Candida albicans dapat menggunakan metode
imunofluoresen/fluorecent antibody test yang sudah banyak tersedia dalam bentuk rapid test. Hasil
pemeriksaan harus sejalan dengan keadaan klinis penderita, ini disebabkan karena tingginya kolonisasi.
Pemeriksaan Candida albicans dengan metode serologis sangat berguna untuk kandidiasis sistemik.
Pemeriksaan biologi molekuler untuk C.albicans dilakukan dengan polymerase chain reaction/PCR,
restriction fragment length polymorphism/RFLP, peptide nucleic acid fluorescence in situ
hybridization/PNA FISH dan sodium dodecyl sulphate-poly acrylamide gel electrophoresis/SDS-
PAGE. Pemeriksaan biologi molekuler untuk Candida albians sangat berguna karena dapat memberikan
hasil yang lebih cepat dari pada pemeriksaan dengan biakan.
Pemeriksaan dengan PCR untuk identifikasi spesies kandida, hasilnya cukup cepat akan tetapi
kurang sensitif dibandingkan dengan biakan pada media. Sekarang ini belum berhasil dibuat
oligonukleotida primer yang spesifik untuk Candida albicans. Amplifikasi dengan PCR dan analisis
restriksi enzim dengan RFLP sudah dapat dipakai untuk mengetahui genotipe dari Candida albicans.
Pembacaan hasil dari kedua pemeriksaan tersebut dilakukan dengan menggunakan sinar UV
illumination dan gel image dengan alat khusus, dan terbaca sebagai bentuk pita (band). Pemeriksaan
PNA FISH adalah hibridisasi asam nukleat untuk identifikasi Candida albicans dan Candida glabrata,
dengan sampel yang dipakai adalah kultur darah. Pemeriksaan dapat dilakukan langsung dari hasil
kultur yang jamur positif, dapat juga dilakukan pada semua jenis sampel dari media kultur darah.
Pemeriksaan ini menggunakan label fluoresen untuk melapisi ribosomal RNA/rRNA Candida albicans.

Deteksi antibodi terhadap Candida albicans sudah dapat dilakukan terhadap enolase dengan
metode SDS-PAGE, serta deteksi antigen jamur terhadap mannan, (1,3)-Beta-D-Glucan, dan enolase.
Pemeriksaan ini sudah dilakukan pada tahap penelitian, tetapi sampai saat ini hasil yang didapat belum
memuaskan baik dari sensitifitas maupun spesifitiasnya. Pemeriksaan SDS-PAGE diawali dengan
membuat subkultur Candida albicans yang ditanam pada media yeast-extract-peptone- dextrose/YEPD.
Media ini terdiri dari dekstrosa sebagai bahan utama dan menyediakan karbon, nitrogen, mineral,
vitamin sebagai nutrisi untuk pertumbuhan jamur. Hasil biakan disentrifugasi kemudian dilakukan
pemeriksaan fraksinasi sel dengan SDS-PAGE. Pembacaan hasil dilakukan dengan pengukuran, dan
melihat profil polypeptide band.

3. 7. 2. Pemeriksaan Candida albicans dengan Uji Biokimiawi


Uji biokimiawi dilakukan dengan pemeriksaan asimilasi karbohidrat untuk konfirmasi spesies
kandida. Carbohydrate assimilation test yaitu mengukur kekuatan yeast dalam memaksimalkan
karbohidrat tertentu sebagai bahan dasar karbon dalam oksigen. Hasil reaksi positif mengindikasikan
adanya pertumbuhan/perubahan pH yang terjadi pada media yang diuji dengan memanfaatkan gula
sebagai bahan dasar. Pemeriksaan ini membutuhkan waktu inkubasi selama 10 hari pada suhu 37⁰C.
Hasil produksi berupa gas dibandingkan pH standar merupakan indikasi adanya proses fermentasi.

3. 7. 3. Pemeriksaan Aktivitas Fosfolipase Candida albicans


Pemeriksaan yang masih baru dan sudah mulai dilakukan pada tahap penelitian adalah
pemeriksaan aktivitas fosfolipase (Pz value). Pemeriksaan ini mengukur enzim hidrolitik yang disekresi
pada infeksi yang disebabkan oleh C.albicans, dan juga dapat diukur aktivitasnya adalah proteinase.
Kedua enzim ini menyebabkan destruksi membran ekstraseluler dan erperan pada proses infeksi C.
albicans ketika terjadi invasi melalui mukosa membran sel epitel. Sampel yang dipakai pada
pemeriksaan ini adalah strain C.albicans dari isolat yang sudah diketahui, kemudian ditanam pada
media agar yang mengandung SDA.
3. 7. 4. Identifikasi Candida albicans dengan Corn Meal Candida Agar
Corn meal Candida/CMA agar berguna untuk membedakan spesies C. albicans dengan
Kandida yang lain, ditemukan oleh Hazen and Reed. Media ini memperlihatkan bentuk hifa,
blastokonidia, chlamydospores, and arthrospores dengan jelas. Khusus pada Kandida adalah untuk
melihat bentuk chlamydospores. Pemeriksaan ini juga dapat dilakukan kultur pada kaca objek/slide
culture untuk melihat morfologi C. albicans. Bercak koloni yang diduga sebagai C. albicans ditanam
pada CMA (pH 7) kemudian diinkubasi pada suhu 37⁰C selama 48-72 jam. Pertumbuhan Kandida pada
CMA akan memperlihatkan bentuk chlamydospore yang berukuran besar, sangat refraktif, dan
berdinding tebal.

3. 8. Terapi Kandidiasis
Kandidiasis mulut dan mukokutan dapat diobati dengan nistatin topikal, gentian violet,
ketokonazol, dan flukonazol. Kandidiasis pada daerah yang mengalami maserasi, memperlihatkan
respons terhadap upaya untuk mengurangi kelembaban kulit dan iritasi dengan pemakaian preparat
antifungus yang dioleskan secara topikal dalam bahan dasar nonoklusif. Kandidiasis vulvovaginitis
memberikan respons yang lebih baik terhadap golongan azol, seperti klotrimazol, mikonazol, ekonazol,
ketokonazol, sulkonazol, dan oksinazol merupakan obat pilihan untuk C. albicans yang dipakai sebagai
krim atau losion merupakan obat pilihan untuk C. albicans yang dipakai sebagai krim atau losion.

3. 9. Diskusi
Status fisiologi host merupakan faktor utama yang mengatur etiologi candidiasis. Perubahan
dalam host dapat mengubah C. albicans komensal yang tidak berbahaya secara normal menjadi agen
yang mampu menimbulkan penyakit. Perubahan dari komensal yang yang tidak berbahaya menjadi
patogen merupakan salah satu yang disebabkan oleh faktor virulensi yang diekspresikan dalam kondisi
predisposisi yang sesuai. Infeksi jamur C. albicans merupakan masalah yang serius terutama pada
penderita dengan penurunan imunologi yang parah. Pasien dengan penurunan imunitas seluler dapat
mengalami penurunan pertahanan terhadap infeksi jamur. Pasien terinfeksi HIV, leukemia, beresiko
berkembangnya penyakit infeksi jamur. Terapi antibiotik atau steroid berkepanjangan mengganggu
keseimbangan flora normal yang memungkinkan C. albicans endogen dapat mengatasi pertahanan host.
Prosedur invasif, seperti operasi jantung dan kateter, mengakibatkan perubahan fisiologi host dan pada
beberapa pasien dapat berkembang menjadi infeksi Candida.

Semua mikroorganisme mengembangkan mekanisme yang memungkinkan kolonisasi dan


infeksi terhadap host dapat berhasil. Termasuk C. albicans mengembangkan faktor virulen dan strategi
khusus supaya dapat berkolonisasi pada jaringan host. Faktor virulensi yang dibutuhkan candida dalam
menyebabkan infeksi dapat bervariasi tergantung jenis infeksi misalnya infeksi pada superfisial atau
sistemik, lokasi, tahap infeksi dan respon host. Tampak jelas bahwa faktor virulensi terlibat dalam
proses infeksi, tetapi tidak ada faktor virulensi tunggal pada C. albicans dan tidak semua ekspresi faktor
virulensi diperlukan untuk tahap infeksi tertentu. Banyak faktor yang berperan dalam patogenesis
infeksi C. albicans sebagai faktor virulensi seperti; phenotypic switching , dimosfisme morfologi,
adhesi, sekresi enzim hidrolitik dan lainnya.

Infeksi C. albicans pada host dengan mengembangkan faktor virulensi dan mempunyai strategi
khusus. Dalam menghadapi perubahan lingkungan untuk dapat bertahan hidup C. albicans
mengembangkan factor virulensi phenotypic switching selama invasi. Morfologi sel juga dapat berubah
mengikuti berbagai kondisi lingkungan yang dikenal dengan faktor virulensi dimorfisme morfologi
yang dapat berubah bentuk antara sel yeast dan sel hifa. Dalam memulai invasi dan penyebaran pada
host memerlukan adhesi yang diperankan oleh adhesin. Selama infeksi C. albicans merusak jaringan
melalui proses hidrolisis dengan mensekresi enzim hidrolitik seperti; protease, lipase dan fosfolipase.9
Sedangkan faktor virulensi yang lain seperti kemampuan memperoleh zat besi untuk metabolisme
candida selama proses infeksi, fakkor virulensi untuk mengatasi oksigen reaktif yang dihasilkan sel
immun (meliputi; katalase, superoksida dismutase dan heat shock protein), serta faktor virulensi
calcineurin sebagai sensor terhadap perubahan lingkungan.
BAB IV

KESIMPULAN
4. 1. Kesimpulan
Penyakit jamur banyak dialami oleh penduduk Indonesia. Salah satu penyakit yang
disebabkan oleh jamur adalah kandidiasis. Penyebab utama kandidiasis adalah Candida
albicans. Jamur adalah cendawan berbentuk sel atau benang bercabang, mempunyai dinding
dari selulosa atau kitin, mempunyai protoplasma yang mengandung satu atau lebih inti, tidak
mempunyai klorofil dan berkembang biak secara aseksual dan seksual. Pada umumnya jamur
tumbuh dengan baik di tempat yang lembab. Jamur juga dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungannya, sehingga jamur dapat ditemukan di semua tempat di seluruh dunia. Jamur
termasuk tumbuhan kelas Tallophyta yang tidak mempunyai akar, batang, dan daun.

Parasitologi adalah suatu ilmu cabang Biologi yang mempelajari tentang semua organisme
parasit. Tetapi dengan adanya kemajuan ilmu, parasitologi kini terbatas mempelajari organisme parasit
yang tergolong hewan parasit, meliputi: protozoa, helminthes, arthropoda dan insekta parasit, baik yang
zoonosis ataupun anthroponosis. Cakupan parasitologi meliputi taksonomi, morfologi, siklus hidup
masing-masing parasit, serta patologi dan epidemiologi penyakit yang ditimbulkannya. Organisme
parasit adalah organisme yang hidupnya bersifat parasitis; yaitu hidup yang selalu merugikan organisme
yang ditempatinya (hospes). Predator adalah organisme yang hidupnya juga bersifat merugikan
organisme lain (yang dimangsa). Bedanya, kalau predator ukuran tubuhnya jauh lebih besar dari yang
dimangsa, bersifat membunuh dan memakan sebagian besar tubuh mangsanya. Sedangkan parasit,
selain ukurannya jauh lebih kecil dari hospesnya juga tidak menghendaki hospesnya mati, sebab
kehidupan hospes sangat essensial dibutuhkan bagi parasit yang bersangkutan.

Sistem imun yang sehat mencegah organisme yeast ini berubah menjadi jamur yang berbahaya.
Tubuh manusia yang kehilangan sistem imun menyebabkan organisma ini berubah dari yeast from
menjadi fungal form. Kandida yang menyebar secara hematogen disertai gejala demam tinggi
disebabkan oleh abses retina yang meluas ke vitreus. Pasien dapat mengeluh nyeri orbital, penglihatan
kabur, skotoma, atau opasitas yang melayang dan menghalangi lapang pandang penglihatan.
Kandidiasis pulmonalis dapat terlihat dengan foto toraks dengan gambaran infiltrat noduler yang samar
atau difus.
DAFTAR PUSTAKA
Adiwoso, Naning. 2016. Pedoman Standart Toilet Umum Indonesia. Asosiasi Toilet Indonesia.

Bagiastra, I Ketut. 2013. Analisis Managemen Toilet Umum Di Kawasan Wisata Lombok. 10 Media
Bina Ilmiah.

Hendlyana, Y., & Naria, E. 2012. Pengelolaan Sanitasi Toilet Umum dan Analisa Kandungan Candida
albicans Pada Air Bak Toilet Umum Di Beberapa Pasar Tradisional Kota Medan Tahun 2012.
Jurnal Lingkungan dan Keselamatan Kerja.

De Leon EM, Jacober SJ, Sobel JD, Foxman B. 2002. Prevalence and risk factors for vaginal Candida
colonization in women with type 1 and type 2 diabetes. BMC Infectious Disease.

Saydam, S.G. 2012. Waspadai Penyakit Reproduksi Anda. Bandung: Pustaka Reka Cipta

Astuti H. 2013. Prevalensi Infeksi Jamur Candida albicans Pada Urine Pasien Wanita Penderita
Diabetes Mellitus di Puskesmas Narmada Kecamatan Narmada, Lombok Barat. KTI Jurusan
Analis Kesehatan Mataram.

Manuaba, Ida Agus Gde. 2012. Memahami Kesehatan Reproduk si Perempuan. Jakarta: EGC.

Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I. Dalam: Ilmu Penyakit Dalam. 2nd ed. Fakultas Kedokteran
Univesitas Indonesia. Jakarta. 2009:2267

Greenwood D, Slack R, Peutherer J, et al. Medical Microbiologi A Guide to Microbial Infection:


Pathonesis, Immunity, Laboratory Diagnosis and Control. Churchill Livingstone Elsevier.
Edinburgh. 2007:60, 596, 602-4,614-16

Bhavan PS, Rajkumar R, Radhakrishnan S. Culture and Identification of Candida albicans from Vaginal
Ulcer and Separatian of Enolase on SDS-PAGE. International Journal of Microbiology. CCSE.
Coimbatore. 2010:84-93

Suprihatin SD. Kandida dan Kandidiasis pada Manusia. FKUI. Jakarta. 1982:9-13,25-32

Budimulja U, Kuswardji, Bramono K. Dermatomikosis Superfisialis. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.


2004:58-87

Mahon CR, Manuselis G. Textbook of Diagnostic Microbiology. 2nd ed. WB Saunders. Philadelphia.
2000:191-208, 711-753

Yunihastuti E, Djauzi S, Djoerban Z. Infeksi Oportusnistik pada AIDS. Pokdisus AIDS-PDPAI. Balai
Penerbit FUKUI. Jakarta. 2005:16-20
Paul ME, Shearer WT. Evalutian of the Immunodeficient Patient. Dalam: Fleisher TA, Shearer WT,
Schroeder HW Jr. Clinical Immunology Principles and Practise 3th ed. Mosby Elsevier.
Philadelphia. 2008:463-91.

Samarayanake, L.P., Essential Microbiology for Dentistry, Second Edition, Edinburgh Et Al.: Churchill
Livingstone, 2002: 142-147.

Levinson W., Medical Microbiology Pathogenesis and Immunology; Examination & Board Review,
Eight Edition. United States of America: The Mcgrow-Hill Companies, 2004: 496-497.

Kuleta, J.K., Maria R.K., and Andrzej K., Fungi Pathogenic To Humans: Molecular Bases of Virulence
of Candida Albicans, Cryptococcus Neoformans and Aspergillus Fumigates, Act Biochim Pol,.
2009; 56: 211-224.

Slutsky, B., Buffo J., Soll D.R., HighFrequency Switching of Colony Morphology in Candida Albicans,
Science, 1985; 230: 666-69.

Slutsky, B., Staebell M., Anderson J., Risen L., Pfaller M., Soll D.R., White-Opaque Transition: A
Second Highfrequency Switching System in Candida Albicans. J Bacteriol, 1987; 169: 189–
197.

Ibrahim, A.S., Mirbod F., Filler S.G., Banno Y., Cole G.T., Kitajima Y., Edwards J.J., Nozawa Y.,
Ghannoum M.A., Evidence Implicating Phospholipase as A Virulence Factor of Candida
albicans, Infect Immun., 1995; 63: 1993-98.

Newport, G., Agabian N., KEX2 Influences Candida albicans Proteinase Secretion and Hyphal
Formation, J Biol Chem., 1997; 272: 28954-61.

Riskesdas Kemenkes RI 2010. Riset Kesehatan Dasar 2010. Jakarta . Kemenkes RI

Purbananto, Affendi. The Correlation between Candida sp. Contamination in the Bathroom Water and
Candidiasis Incidence. International Conference of Medical and Health Sciences [Internet].
2015 [cited 2015 Dec 5]; Available from: IISTE.

Gandahusada S, Ilahude H, Harry D dan Pribadi W. 2004. Parasitologi kedokteran. FKUI:Jakarta

Hasanah.U , Keluarga Sehat Sejahtera Vol. 15 (30) Desember 2017., Mengenal Aspergillosis, Infeksi
Jamur Genus Aspergillus

4. Misnadiarly, 2009, Penyakit Infeksi Saluran Napas Pneumoni pada Anak Orang Dewasa, Usia Lanjut
Edisi 1, Jakarta, Pustaka Obor Populer.

Anda mungkin juga menyukai