Anda di halaman 1dari 73

LAPORAN MINI PROJECT

PERILAKU PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE II TERHADAP


KADAR GULA DARAH TINGGI DI PUSKESMAS CEBONGAN

Disusun Oleh:
dr. Dwi Septiadi Badri

Puskesmas Cebongan Kota Salatiga


Periode Jul 2017 – Agustus 2017
Program Internsip Dokter Indonesia Kota Salatiga
Periode November 2016 - November 2017
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Usaha Kesehatan Masyarakat (UKM)
Laporan F.7 Mini Project

Topik :
PERILAKU PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE II TERHADAP
KADAR GULA DARAH TINGGI DI PUSKESMAS CEBONGAN

Diajukan dan dipresentasikan dalam rangka praktik klinis dokter internsip


sekaligus sebagai bagian dari persyaratan menyelesaikan program internsip dokter
Indonesia di Puskesmas Cebongan Kota Salatiga

Telah diperiksa dan disetujui pada tanggal November 2017

Mengetahui,
Dokter Internship, Dokter Pendamping

dr. Dwi Septiadi Badri dr. Galuh Ajeng Hendrasti


NIP. 19821014 201001 2 017

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Hiperglikemia adalah suatu kondisi medik berupa peningkatan kadar
glukosa dalam darah melebihi batas normal. Hiperglikemia merupakan salah satu
tanda khas penyakit diabetes melitus (DM), meskipun juga mungkin didapatkan
pada beberapa keadaan yang lain. Saat ini penelitian epidemiologi menunjukkan
adanya kecenderungan peningkatan angka insidensi dan prevalensi DM tipe-2 di
berbagai penjuru dunia1. Menurut data RISKESDAS 2007, prevalensi nasional DM
di Indonesia untuk usia di atas 15 tahun sebesar 5,7%2. Berdasarkan data IDF 2014,
saat ini diperkiraan 9,1 juta orang penduduk didiagnosis sebagai penyandang DM.
Dengan angka tersebut Indonesia menempati peringkat ke-5 di dunia, atau naik dua
peringkat dibandingkan data IDF tahun 2013 yang menempati peringkat ke-7 di
dunia dengan 7,6 juta orang penyandang DM3.
Dengan kemungkinan terjadi peningkatan jumlah penyandang DM di masa
mendatang akan menjadi beban yang sangat berat untuk dapat ditangani sendiri oleh
dokter spesialis/subspesialis atau bahkan oleh semua tenaga
kesehatan yang ada. Penyakit DM sangat berpengaruh terhadap kualitas sumber
daya manusia dan berdampak pada peningkatan biaya kesehatan yang cukup besar.
Oleh karenanya semua pihak, baik masyarakat maupun pemerintah, seharusnya ikut
serta secara aktif dalam usaha penanggulangan DM, khususnya dalam upaya
pencegahan. Peran dokter umum sebagai ujung tombak di pelayanan kesehatan
primer menjadi sangat penting. Kasus DM sederhana tanpa penyulit dapat dikelola
dengan tuntas oleh dokter umum di pelayanan kesehatan primer. Penyandang DM
dengan kadar glukosa darah yang sulit dikendalikan atau yang berpotensi
mengalami penyulit DM perlu secara periodik dikonsultasikan kepada dokter
spesialis penyakit dalam atau dokter spesialis penyakit dalam konsultan endokrin
metabolik dan diabetes di tingkat pelayanan kesehatan yang lebih tinggi di rumah
sakit rujukan. Pasien dapat dikirim kembali kepada dokter pelayanan primer setelah
penanganan di rumah sakit rujukan selesai1.

3
DM merupakan penyakit menahun yang akan disandang seumur hidup.
Pengelolaan penyakit ini memerlukan peran serta dokter, perawat, ahli gizi, dan
tenaga kesehatan lain. Pasien dan keluarga juga mempunyai peran yang penting,
sehingga perlu mendapatkan edukasi untuk memberikan pemahaman mengenai
perjalanan penyakit, pencegahan, penyulit, dan penatalaksanaan DM. Pemahaman
yang baik akan sangat membantu meningkatkan keikutsertaan keluarga dalam
upaya penatalaksanaan DM guna mencapai hasil yang lebih baik1.
Berdasarkan data dari rekapan kunjungan pasien Puskesmas Cebongan
selama tahun 2017, kasus diabetes melitus terhitung sebanyak 436 kasus4.
Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian terhadap penderita diabetes melitus dengan judul Tingkat Pengetahuan
Penderita Diabetes Melitus terhadap Gula Darah Tinggi di wilayah Puskesmas
Cebongan, Kota Salatiga.
Responden yang diambil pada mini project ini dari prolanis Puskesmas
Cebongan. Sehingga sebagian responden adalah berusia lanjut.

B. PERUMUSAN MASALAH
Bagaimana perilaku penderita diabetes melitus mengenai gula darah tinggi
di Puskesmas Cebongan?

C. TUJUAN
Tujuan Penelitian
1.Tujuan Umum
Untuk mengetahui perilaku penderita diabetes mellitus tipe 2 mengenai gula
darah tinggi.
2. Tujuan Khusus
Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui jumlah penderita diabetes melitus yang datang berobat
di Puskesmas Cebongan.
2. Untuk mengetahui dari mana sumber informasi penderita diabetes melitus
di Puskesmas Cebongan tentang gula darah tinggi.

4
3. Untuk mengetahui perilaku penderita diabetes melitus di Puskesmas
Cebongan tentang gula darah tinggi.
4. Untuk mengetahui tingkat kepatuhan penderita diabetes melitus dalam
mengonsumsi obat kencing manis.

D. MANFAAT
a. Manfaat Bagi Peneliti
Merupakan bentuk dari pengaplikasian ilmu yang telah diperoleh
selama menjalankan internsip di Puskesmas Cebongan Kota Salatiga dan
mengetahui tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku penderita DM tipe II
mengenai kadar gula darah tinggi
b. Manfaat Bagi Instansi Pendidikan
Sebagai salah satu media pembelajaran, sumber informasi, wacana
kepustakaan terkait tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku penderita DM
tipe II mengenai kadar gula darah tinggi
c. Manfaat Bagi Instansi Kesehatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan yang
dapat digunakan untuk mengidentifikasi tingkat pengetahuan, sikap dan
perilaku penderita DM tipe II mengenai kadar gula darah tinggi. Penelitian
ini juga dapat menjadi bahan pertimbangan untuk penyusunan program
penyuluhan atau promosi kesehatan terkait DM.
d. Manfaat Bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan
wawasan mengenai tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku penderita DM
tipe II mengenai kadar gula darah tinggi

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca
indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba.
Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.5
Pengetahuan bisa diperoleh secara alami maupun secara terencana, yaitu melalui
proses pendidikan. Pengetahuan merupakan ranah yang sangat penting untuk
terbentuknya perilaku.6
Tingkatan pengetahuan dibagi menjadi 6, yaitu:
a. Tahu (know)
b. Memahami (comprehension)
c. Aplikasi (application)
d. Analisis (analysis)
e. Sintesis (synthesis)
f. Evaluasi (evaluation)
Apabila materi atau objek yang ditangkap pancaindera adalah tentang gigi,
penyakit mulut, serta kesehatan gigi dan mulut, maka pengetahuan yang diperoleh
adalah mengenai gigi, penyakit mulut, serta kesehatan gigi dan mulut.6
Pengukuran pengetahuan dilakukan menggunakan kuesioner dengan
menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian. Kedalaman
pengetahuan yang ingin diketahui atau diukur dapat disesuaikan dengan tingkatan
pengetahuan.5
2.2. Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang
terhadap suatu stimulus atau objek. Dari batasan-batasan di atas dapat disimpulkan
bahwa manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat
ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup.5 Ciri sikap yang terutama
adalah memiliki arah, dan dengan arah ini sikap dapat bersifat positif dan negatif.

6
Sikap positif mendekatkan diri seseorang terhadap objek, sedangkan sikap negatif
menjauhkan dari objek.6
Menurut Newcomb, salah seorang ahli psikologi sosial, menyatakan bahwa
sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan pelaksanaan
motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi
merupakan predisposisi dari suatu perilaku. Sikap merupakan kesiapan untuk
bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap
objek.5
Sikap terdiri dari berbagai tingkatan, yaitu:
1. Menerima (Receiving)
2. Merespon (Responding)
3. Menghargai (Valuing)
4. Bertanggung jawab (Responsible)
Pengukuran sikap dilakukan menggunakan kuesioner dengan membuat
suatu pernyataan tentang bagaimana pendapat subjek terhadap kesehatan mulut.
Sikap yang baik akan dipengaruhi oleh pengetahuan mahasiswa terhadap kesehatan
mulut. Misalnya, mahasiswa yang selalu mencari pengetahuan mengenai
pemeliharaan kesehatan mulut atau mendiskusikan mengenai kesehatan mulut
dengan dokter gigi, ini adalah bukti bahwa mahasiswa tersebut telah mempunyai
sikap positif terhadap kesehatan mulut.5
2.3. Perilaku
Perilaku kesehatan adalah respon seseorang terhadap stimulus yang
berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, serta
lingkungan. Masyarakat memiliki beberapa macam perilaku terhadap kesehatan.
Perilaku tersebut dibagi menjadi dua, yaitu perilaku sehat dan perilaku sakit.7
a. Perilaku sehat yang dimaksud yaitu perilaku seseorang yang sehat dan
meningkatkan kesehatannya tersebut. Perilaku sehat mencakup perilaku-
perilaku dalam mencegah atau menghindari penyakit dan penyebab
penyakit atau masalah dan penyebab masalah (perilaku preventif). Contoh
perilaku sehat antara lain makan makanan dengan gizi seimbang, olah raga
secara teratur, dan menggosok gigi sebelum tidur.

7
b. Perilaku sakit adalah perilaku seseorang yang sakit atau telah terkena
masalah kesehatan untuk memperoleh penyembuhan atau pemecahan
masalah kesehatannya. Perilaku ini disebut perilaku pencarian pelayanan
kesehatan. Perilaku ini mencakup tindakan-tindakan yang diambil
seseorang bila terkena masalah kesehatan untuk memperoleh kesembuhan
melalui sarana pelayanan kesehatan, seperti puskesmas dan rumah sakit.
Menurut Rogers (1974), sebelum seseorang mengadopsi perilaku baru
(berperilaku baru), di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni
:
a. Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti
mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).
b. Interest, dimana orang mulai tertarik kepada stimulus.
c. Evaluation, (menimbang-nimbang terhadap baik dan tidaknya stimulus
tersebut bagi dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
d. Trial, dimana orang telah mulai mencoba perilaku baru.
e. Adoption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,
kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.
Menurut Rogers, apabila penerimaan perilaku didasari oleh pengetahuan,
kesadaran, dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan langgeng (long
lasting). Sebaliknya, apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan
kesadaran maka tidak akan berlangsung lama.5
Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek kesehatan, kemudian
mengadakan penilaian atau berpendapat (sikap), proses selanjutnya adalah
diharapkan ia akan melaksanakan atau mempraktikkan apa yang diketahuinya dan
disikapinya (dinilai baik). Dalam memutuskan perilaku tertentu akan dibentuk atau
tidak, seseorang selain mempertimbangkan informasi dan keyakinan tentang
keuntungan atau kerugian yang akan didapat, juga akan mempertimbangkan sejauh
mana dia dapat mengatur perilaku tersebut. Menurut Bandura, pengaturan diri
dalam hal berperilaku secara efektif tidak akan dicapai hanya dengan kehendak atau
sikap saja akan tetapi dituntut juga memiliki pengetahuan yang baik.7

8
Kebersihan mulut merupakan hal mendasar untuk pemeliharan kesehatan
mulut. Orang yang memiliki pengetahuan tentang kesehatan mulut akan lebih
cenderung mengadopsi perilaku perawatan diri.6

2.4. Diabetes Mellitus


2.4.1. Definisi
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, Diabetes
melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau
kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan
jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata,
ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah. World Health Organization (WHO)
sebelumnya telah merumuskan bahwa DM merupakan sesuatu yang tidak dapat
dituangkan dalam satu jawaban yang jelas dan singkat tetapi secara umum dapat
dikatakan sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi akibat dari
sejumlah faktor di mana didapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan gangguan
fungsi insulin.8,9
2.4.2. Klasifikasi
Klasifikasi DM dapat dilihat pada tabel.10

9
American Diabetes Association (ADA) dalam Standards of Medical Care
inDiabetes (2009) memberikan klasifikasi diabetes melitus menjadi 4 tipe
yangdisajikan dalam :8,10
1. Diabetes melitus tipe 1, yaitu diabetes melitus yang dikarenakan oleh
adanya destruksi sel β pankreas yang secara absolut menyebabkan defisiensi
insulin.
2. Diabetes melitus tipe 2, yaitu diabetes yang dikarenakan oleh adanya
kelainan sekresi insulin yang progresif dan adanya resistensi insulin.
3. Diabetes melitus tipe lain, yaitu diabetes yang disebabkan oleh beberapa
faktorlain seperti kelainan genetik pada fungsi sel β pankreas, kelainan genetik
padaaktivitas insulin, penyakit eksokrin pankreas (cystic fibrosis), dan
akibatpenggunaan obat atau bahan kimia lainnya (terapi pada penderita AIDS
danterapi setelah transplantasi organ).
4. Diabetes melitus gestasional, yaitu tipe diabetes yang terdiagnosa atau
dialamiselama masa kehamilan.
2.4.3. Patofisiologi
a. Diabetes melitus tipe 110

10
Pada DM tipe I ( DM tergantung insulin (IDDM), sebelumnya
disebutdiabetes juvenilis), terdapat kekurangan insulin absolut sehingga
pasien membutuhkan suplai insulin dari luar. Keadaan ini disebabkan oleh
lesi pada sel beta pankreas karena mekanisme autoimun, yang pada keadaan
tertentudipicu oleh infeksi virus. DM tipe I terjadi lebih sering pada pembawa
antigen HLA tertentu (HLA-DR3 dan HLA-DR4), hal ini terdapat disposisi
genetik.Diabetes mellitus tipe 1, diabetes anak-anak (bahasa Inggris:
childhood-onsetdiabetes, juvenile diabetes, insulin-dependent diabetes
mellitus, IDDM) adalah diabetes yang terjadi karena berkurangnya rasio
insulin dalam sirkulasi darah akibat defek sel beta penghasil insulin pada
pulau-pulau Langerhans pankreas. IDDM dapat diderita oleh anak-anak
maupun orang dewasa, namunlebih sering didapat pada anak – anak.
b. Diabetes Melitus tipe 210
Sekresi insulin pada orang non diabetes meliputi 2 fase yaitu fase dini (fase
1) atau early peak yang terjadi dalam 3-10 menit pertama setelah makan.
Insulin yang disimpan yang disekresi pada fase ini adalah insulin yang
disimpan dalam sel beta: dan Fase lanjut (fase 2) adalah sekresi insulin
dimulai 20 menit setelah stimulasi glukosa. Pada fase 1, pemberian glukosa
akan meningkatkan sekresi insulin untuk mencegah kenaikan kadar glukosa
darah, dan kenaikan glukosa darah selanjutnya akan merangsang fase 2 untuk
meningkatkan produksi insulin. Makin tinggi kadar glukosa darah sesudah
makan makin banyak pula insulin yang dibutuhkan, akan tetapi kemampuan
ini hanya terbatas pada glukosa darah dalam batas normal.
Pada DM tipe 2, sekresi insulin di fase 1 tidak dapat menurunkan glukosa
darah sehingga merangsang fase 2 untuk menghasilkan insulin lebih banyak.
Tetapi sudah tidak mampu meningkatkan sekresi insulin sebagaimana pada
orang normal. Gangguan sekresi sel beta menyebabkan sekresi insulin pada
fase 1 tertekan, kadar insulin dalam darah turun menyebabkan produksi
glukosa hati meningkat, sehingga kadar glukosa meningkat. Secara berangsur
kemampuan fase 2 untuk menghasilkan insulin akan menurun. Dengan
demikian perjalanan DM tipe , dimulai dengan gangguan fase 1 yang

11
menyebabkan hiperglikemia dan selanjutnya gangguan fase 2 tidak terjadi
hiperinsulinemia akan tetapi gangguan di sel beta.
Faktor-faktor yang dapat menurunkan fungsi sel beta diduga merupakan
factor yang didapat (acquired) antara lain menurunnya massa sel betea,
malnutrisi masa kandungan dan bayi, adanya deposit amilyn dalm sel beta
dan efek toksik glukosa (glucose toxicity).
Dua defek metabolic yang menandai diabetes tipe 2 adalah gangguan
sekresi insulin pada sel beta dan ketidakmampuan jaringan perifer berespons
terhadap insulin (resistensi insulin).
Gangguan Sekresi insulin
Pada awal perjalanan penyakit diabetes tipe 2, sekresi insulin tampak
normal dan kadar insulin plasma tidak berkurang. Namun polasekresi insulin
berdenyut dan osilatif lenyap, dan fase pertama sekresi insulin 9 yang cepat
yang dipicu oleh glukosa menurun. Secara kolektif, hal ini adanya gangguan
sekresi insulin yang ditemukan pada awal diabetes tipe 2 dan bukan defisiensi
insulin. Namun, pada perjalanan penyakit selanjutnya, terjadi defisiensi
insulin absolute yang ringan sampai sedang, yang lebih ringan dibandingkan
dengan diabetes tipe 1. Penelitian terakhir menunjukkan adanya suatu protein
mitokondria yang memisahkan respirasi biokimia dari fosforilasi oksidatif.
Protein ini yang disebut uncoupling protein 2 (UPC2), diekspresikan pada sel
beta. Kadar UPC2 intrasel yang tinggi menumpulkan respon insulin,
sedangkan kadar yang rendah memperkuatnya.
Mekanisme lain kegagalan sel beta pada DM tipe 2 dilaporkan berkaitan
dengan pengendapan amiloid di islet. Pada 90% pasien DM tipe 2 ditemukan
endapan amiloid pada autopsy. Amilin, komponen utama amiloid yang
mengendap ini, secara normal dihasilkan oleh sel beta pancreas dan
disekresikan bersama dengan insulin sebagai respon terhadap pemberian
glukosa. Hiperinsulinemia yang disebabkan oleh resistensi insulin pada fase
awal DM tipe2 menyebabkan peningkatan produksi amilin, yang kemudian
mengendap sebagai amiloid di islet. Amilin yang mengelilingi sel beta
mungkin menyebabkan sel beta agak refrakter dalam menerima sinyal

12
glukosa. Amiloid bersifat toksik bagi sel beta yang ditemukan pada DM tipe
2 tahap lanjut.8
Pengertian Resistensi Insulin
Resistensi insulin adalah suatu keadaan terjadinya gangguan respons
metabolic terhadap kerja insulin, akibatnya untuk kadar glukosa plasma
tertentu dibutuhkan kadar insulin yang lebih banyak daripada normal untuk
mempertahankan keadaan normoglikemi (euglikemi). Resistensi insulin
dapat disebabkan oleh gangguan pre reseptor, rseptor, dan post
reseptor.Gangguan pre reseptor dapat disebabkan oleh antibody insulin dan
gangguan pada insulin. Gangguan reseptor dapat disebabkan oleh jumlah
reseptor yang berkurang atau kepekaan reseptor menurun. Sedangkan
gangguan pada post reseptor disebakan oleh gangguan pada froses fosforilasi
dan pada signal transduksi di dalam sel otot.
Sensitivitas insulin adalah kemampuan insulin menurunkan konsentrasi
glukosa darah dengan cara menstimulasi pemakaian glukosa di jaringan otot
dan lemak, dan menekan produksi glukosa oleh hati. Resistensi insulin dalah
keadaan sensitivitas insulin berkurang.
Resistensi insulin merupakan sindrom heterogen, dengan factor genetic
dan lingkungan berperan pada perkembangannya.Resistensi insulin berkaitan
dengan kegemukan, sindrom ini juga dapat terjadi pada orang yang tidak
gemuk. Faktor lain seperti kurangnya aktifitas fisik, makanan mengandung
lemak, dinyatakan berkaitan dengan perkembangan terjadinya kegemukan
dan resisitensi insulin. Pembesaran depot lemak visceral yang aktif secara
lipolitik akan meningkatkan keluaran asam lemak bebas portal dan
menurunkan pengikatan dan ekstraksi insulin di hati, sehingga menyebabkan
terjadinya hiperinsulinemia sistemik. Peningkatan asam lemak bebas portal
akan meningkatkan produksi glukosa di hati melalui peningkatan
glukoneogenesis, menyebabkan terjadinya hiperglikemia.
 Skema Patogenesis DM tipe 2
Predisposisi Genetik Lingkungan

Defek genetic multiple kegemukan

13
Defek sel beta primer Resistensi insulin jar. Perifer

Gangguan sekresi insulin Kurangnya pemanfaatan


glukosa

Hiperglikemia

Kelelahan sel beta

DM tipe 2

c. Diabetes tipe lain8


Defisiensi insulin relative juga dapat disebabkan oleh kelainan yang sangat
jarang pada biosintesis insulin, reseptor insulin atau transmisi intrasel.Bahkan
tanpa ada disposisi genetic, diabetes dapat terjadi pada perjalanan
penyakitlain, seperti pancreatitis dengan kerusakan sel beta atau karena
kerusakan toksik di selbeta. Diabetes mellitus ditingkatkan oleh peningkatan
pelepasan hormone antagonis,diantaranya, somatotropin (pada akromegali),
glukokortikoid (pada penyakit Cushing atau stress), epinefrin (pada stress),
progestogen dan kariomamotropin (padakehamilan), ACTH, hormone tiroid
dan glucagon. Infeksi yang berat meningkatkan pelepasan beberapa hormon
yang telah disebutkan di atas sehingga meningkatkan manifestasi diabetes
mellitus. Somatostatinoma dapat menyebabkan diabetes karena somatostatin
yang diekskresikan akan menghambat pelepasan insulin. (Silabernagi,2002)
2.4.4. Diagnosis3
Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosadarah.
Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria.Guna penentuan
diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah yangdianjurkan adalah pemeriksaan
glukosa secara enzimatik dengan bahandarah plasma vena. Penggunaan bahan

14
darah utuh (whole blood), vena,ataupun kapiler tetap dapat dipergunakan dengan
memperhatikan angka-angkakriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan
oleh WHO.Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan
dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan glukometer.
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes.Kecurigaan
adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasikDM seperti di bawah
ini:
 Keluhan klasik DM berupa: poliuria, polidipsia, polifagia, danpenurunan
berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
 Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal,mata kabur, dan
disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.
Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara:
1. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosaplasma sewaktu
>200 mg/dL sudah cukup untuk menegakkandiagnosis DM
2. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL denganadanya keluhan
klasik.
3. Tes toleransi glukosa oral (TTGO). Meskipun TTGO denganbeban 75 g
glukosa lebih sensitif dan spesifik dibanding denganpemeriksaan glukosa
plasma puasa, namun pemeriksaan inimemiliki keterbatasan tersendiri.
TTGO sulit untuk dilakukanberulang-ulang dan dalam praktek sangat jarang
dilakukan karena membutuhkan persiapan khusus. Apabila hasil pemeriksaan
tidak memenuhi kriteria normal atau DM,bergantung pada hasil yang
diperoleh, maka dapat digolongkanke dalam kelompok toleransi glukosa
terganggu (TGT) atauglukosa darah puasa terganggu (GDPT).
Keterangan:
1. TGT: Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan
glukosa plasma 2 jam setelah beban antara 140 –199 mg/dL (7,8-11,0
mmol/L).
2. GDPT: Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaanglukosa plasma
puasa didapatkan antara 100 – 125 mg/dL (5,6– 6,9 mmol/L) dan
pemeriksaan TTGO gula darah 2 jam < 140mg/dL.

15
Tabel 3. Kriteria diagnosis DM

Ada perbedaan antara uji diagnostik diabetes melitus dengan pemeriksaan


penyaring. Uji diagnostik diabetes melitus dilakukan pada mereka yang
menunjukkangejala atau tanda diabetes melitus, sedangkan pemeriksaan penyaring
bertujuan untukmengidentifikasikan mereka yang tidak bergejala, yang mempunyai
resiko diabetes melitus. Serangkaian uji diagnostik akan dilakukan kemudian pada
mereka yang hasilpemeriksaan penyaringnya positif, untuk memastikan diagnosis
definitif.
Pemeriksaan penyaring bertujuan untuk menemukan pasien dengan Dibetes
melitus, toleransi glukosa terganggu (TGT) maupun glukosa darah puasa
terganggu(GDPT), sehingga dapat ditangani lebih dini secara tepat. Pasien dengan
TGT dan GDPT juga disebut sebagai intoleransi glukosa, merupakan tahapan
sementaramenuju diabetes melitus. Kedua keadaan tersebut merupakan faktor
risiko untukterjadinya diabetes melitus dan penyakit kardiovaskular di kemudian
hari.
Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar
glukosadarah sewaktu atau kadar glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti
dengan testoleransi glukosa oral (TTGO) standar.
Tabel 4. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai standar penyaring
dan diagnosis diabetes melitus3

16
Diperlukan anamnesis yang cermat serta pemeriksaan yang baik
untukmenentukan diagnosis diabetes melitus, toleransi glukosa terganggu dan
glukosadarah puasa tergagnggu. Berikut adalah langkah-langkah penegakkan
diagnosisdiabetes melitus, TGT, dan GDPT.

17
Keluhan Klinis
Diabetes

Keluhan Keluhan Klasik (-)


Klasik (+)

GDP
atau >126 <126 >126 110 - <126 <110

>200 <200 >200


GD2J/
GDS
110-199
Ulang GDS atau
GDP
TTGO
GDP GD 2 jam
>126 <126
atau
GD2J >200 <200

>200 140 - 199 <140

DIABE TE S MELLITUS TGT NORMAL


GDPT

18
2.4.5. Penatalaksanaan
a. Tujuan penatalaksanaan
 Jangka pendek: menghilangkan keluhan dan tanda DM, mempertahankan
rasa nyaman, dan mencapai target pengendalian glukosa darah.
 Jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitas penyulit
mikroangiopati, makroangiopati, dan neuropati.
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah,
tekanan darah, berat badan, dan profil lipid, melaluipengelolaan pasien secara
holistik dengan mengajarkan perawatan mandiri dan perubahan perilaku.3
b. Evaluasi medis yang lengkap pada pertemuan pertama:
Evaluasi medis meliputi:
Riwayat Penyakit
 Gejala yang timbul,
 Hasil pemeriksaan laboratorium terdahulu meliputi: glukosa darah, A1C, dan
hasil pemeriksaan khusus yang terkait DM
 Pola makan, status nutrisi, dan riwayat perubahan berat badan
 Riwayat tumbuh kembang pada pasien anak/dewasa muda
 Pengobatan yang pernah diperoleh sebelumnya secara lengkap, termasuk
terapi gizi medis dan penyuluhan yang telah diperoleh tentang perawatan DM
secara mandiri, serta kepercayaan yang diikuti dalam bidang terapi kesehatan
 Pengobatan yang sedang dijalani, termasuk obat yang digunakan,
perencanaan makan dan program latihan jasmani
 Riwayat komplikasi akut (ketoasidosis diabetik, hiperosmolar hiperglikemia,
dan hipoglikemia)
 Riwayat infeksi sebelumnya, terutama infeksi kulit, gigi, dan traktus
urogenitalis serta kaki
 Gejala dan riwayat pengobatan komplikasi kronik (komplikasi pada ginjal,
mata, saluran pencernaan, dll.)
 Pengobatan lain yang mungkin berpengaruh terhadap glukosa darah

19
 Faktor risiko: merokok, hipertensi, riwayat penyakit jantung koroner,
obesitas, dan riwayat penyakit keluarga (termasuk penyakit DM dan endokrin
lain)
 Riwayat penyakit dan pengobatan di luar DM
 Pola hidup, budaya, psikososial, pendidikan, dan status ekonomi
 Kehidupan seksual, penggunaan kontrasepsi, dan kehamilan.
Pemeriksaan Fisik
 Pengukuran tinggi badan, berat badan, dan lingkar pinggang
 Pengukuran tekanan darah, termasuk pengukuran tekanan darah dalam posisi
berdiri untuk mencari kemungkinan adanya hipotensi ortostatik, serta
anklebrachial index (ABI), untuk mencari kemungkinan penyakit pembuluh
darah arteri tepi
 Pemeriksaan funduskopi
 Pemeriksaan rongga mulut dan kelenjar tiroid
 Pemeriksaan jantung
 Evaluasi nadi, baik secara palpasi maupun dengan stetoskop
 Pemeriksaan ekstremitas atas dan bawah, termasuk jari
 Pemeriksaan kulit (acantosis nigrican dan bekas tempat penyuntikan insulin)
dan pemeriksaan neurologis
 Tanda-tanda penyakit lain yang dapat menimbulkan DM tipe-lain
Evaluasi Laboratoris / penunjang lain
 Glukosa darah puasa dan 2 jam post prandial
 A1C
 Profil lipid pada keadaan puasa (kolesterol total, HDL, LDL, dan trigliserida)
 Kreatinin serum
 Albuminuria
 Keton, sedimen, dan protein dalam urin
 Elektrokardiogram
 Foto sinar-x dada

20
c. Evaluasi medis secara berkala
• Dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah puasa dan 2 jamsesudah makan,
atau pada waktu-waktu tertentu lainnya sesuaidengan kebutuhan
• Pemeriksaan A1C dilakukan setiap (3-6) bulan
• Secara berkala dilakukan pemeriksaan:
o Jasmani lengkap
o Mikroalbuminuria
o Kreatinin
o Albumin / globulin dan ALT
o Kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol HDL, dantrigliserida
o EKG
o Foto sinar-X dada
o Funduskopi
d. Pilar penatalaksanaan DM
1. Edukasi
2. Terapi gizi medis
3. Latihan jasmani
4. Intervensi farmakologis
Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan danlatihan jasmani
selama beberapa waktu (2-4 minggu). Apabilakadar glukosa darah belum mencapai
sasaran, dilakukanintervensi farmakologis dengan obat hipoglikemik oral (OHO)
danatau suntikan insulin. Pada keadaan tertentu, OHO dapat segera diberikan secara
tunggal atau langsung kombinasi, sesuai indikasi.Dalam keadaan dekompensasi
metabolik berat, misalnyaketoasidosis, stres berat, berat badan yang menurun
dengancepat, dan adanya ketonuria, insulin dapat segera diberikan.3
Edukasi
Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup danperilaku telah
terbentuk dengan mapan. Pemberdayaanpenyandang diabetes memerlukan
partisipasi aktif pasien,keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi
pasiendalam menuju perubahan perilaku sehat. Untuk mencapaikeberhasilan
perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yangkomprehensif dan upaya peningkatan

21
motivasi.Pengetahuan tentang pemantauan glukosa darah mandiri, tandadan gejala
hipoglikemia serta cara mengatasinya harus diberikankepada pasien. Pemantauan
kadar glukosa darah dapat dilakukansecara mandiri, setelah mendapat pelatihan
khusus.
Terapi Nutrisi Medis
Terapi Nutrisi Medis (TNM) merupakan bagian dari penatalaksanaan
diabetes secara total. Kunci keberhasilan TNM adalah keterlibatan secara
menyeluruh dari anggota tim (dokter,ahli gizi, petugas kesehatan yang lain serta
pasien dankeluarganya).Setiap penyandang diabetes sebaiknya mendapat TNM
sesuaidengan kebutuhannya guna mencapai sasaran terapi. Prinsip pengaturan
makan pada penyandang diabetes hampirsama dengan anjuran makan untuk
masyarakat umum yaitumakanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan
kalori danzat gizi masing-masing individu. Pada penyandang diabetes
perluditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwalmakan, jenis, dan
jumlah makanan, terutama pada mereka yangmenggunakan obat penurun glukosa
darah atau insulin.
A. Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari:
Karbohidrat
 Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi.
 Pembatasan karbohidrat total <130 g/hari tidak dianjurkan
 Makanan harus mengandung karbohidrat terutama yang berserat tinggi.
 Gula dalam bumbu diperbolehkan sehingga penyandang diabetes dapat
makan sama dengan makanan keluarga yang lain
 Sukrosa tidak boleh lebih dari 5% total asupan energi.
 Pemanis alternatif dapat digunakan sebagai pengganti gula, asal tidak
melebihi batas aman konsumsi harian (Accepted Daily Intake)
 Makan tiga kali sehari untuk mendistribusikan asupan karbohidrat dalam
sehari. Kalau diperlukan dapat diberikan makanan selingan buah atau
makanan lain sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari.
Lemak

22
 Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori. Tidak
diperkenankan melebihi 30% total asupan energi.
 Lemak jenuh < 7 % kebutuhan kalori
 Lemak tidak jenuh ganda < 10 %, selebihnya dari lemak tidak jenuh tunggal.
 Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak mengandung lemak
jenuh dan lemak trans antara lain: daging berlemak dan susu penuh (whole
milk).
 Anjuran konsumsi kolesterol < 200 mg/hari.
Protein
 Dibutuhkan sebesar 10 – 20% total asupan energi.
 Sumber protein yang baik adalah seafood (ikan, udang, cumi, dll), daging
tanpa lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-kacangan,
tahu, dan tempe.
 Pada pasien dengan nefropati perlu penurunan asupan protein menjadi 0,8
g/Kg BB perhari atau 10% dari kebutuhan energi dan 65% hendaknya
bernilai biologik tinggi.
Natrium
 Anjuran asupan natrium untuk penyandang diabetes sama dengan anjuran
untuk masyarakat umum yaitu tidak lebih dari 3000 mg atau sama dengan 6-
7 gram (1 sendok teh) garam dapur.
 Mereka yang hipertensi, pembatasan natrium sampai 2400 mg garam dapur.
 Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin, soda, dan bahan
pengawet seperti natrium benzoat dan natrium nitrit.
Serat
 Seperti halnya masyarakat umum penyandang diabetes dianjurkan
mengonsumsi cukup serat dari kacang-kacangan, buah, dan sayuran serta
sumber karbohidrat yang tinggi serat, karena mengandung vitamin, mineral,
serat, dan bahan lain yang baik untuk kesehatan.
 Anjuran konsumsi serat adalah ± 25 g/hari.
Pemanis alternatif

23
 Pemanis dikelompokkan menjadi pemanis berkalori dan pemanis tak
berkalori. Termasuk pemanis berkalori adalah gula alkohol dan fruktosa.
 Gula alkohol antara lain isomalt, lactitol, maltitol, mannitol, sorbitol dan
xylitol.
 Dalam penggunaannya, pemanis berkalori perlu diperhitungkan kandungan
kalorinya sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari.
 Fruktosa tidak dianjurkan digunakan pada penyandang diabetes karena efek
samping pada lemak darah.
 Pemanis tak berkalori yang masih dapat digunakan antara lain aspartam,
sakarin, acesulfame potassium, sukralose, dan neotame.
 Pemanis aman digunakan sepanjang tidak melebihi batas aman (Accepted
Daily Intake / ADI)
B. Kebutuhan kalori
Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang
dibutuhkanpenyandang diabetes. Di antaranya adalah dengan
memperhitungkankebutuhan kalori basal yang besarnya 25-30 kalori/kgBB
ideal,ditambah atau dikurangi bergantung pada beberapa faktor seperti: jenis
kelamin, umur, aktivitas, berat badan, dll.
Perhitungan berat badan Ideal (BBI) dengan rumus Brocca yangdimodifikasi
adalah sbb:
 Berat badan ideal = 90% x (TB dalam cm - 100) x 1 kg.
 Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanita di bawah 150 cm,
rumus dimodifikasi menjadi :
 Berat badan ideal (BBI) = (TB dalam cm - 100) x 1 kg.
 BB Normal : BB ideal ± 10 %
 Kurus : < BBI - 10 %
 Gemuk : > BBI + 10 %
Perhitungan berat badan ideal menurut Indeks Massa Tubuh (IMT).
Indeks massa tubuh dapat dihitung dengan rumus:
IMT = BB(kg)/
TB(m2)

24
Klasifikasi IMT*
 BB Kurang < 18,5
 BB Normal 18,5-22,9
 BB Lebih ≥ 23,0
Keterangan:
o Dengan risiko 23,0-24,9
o Obes I 25,0-29,9
o ObesII > 30
 WHO WPR/IASO/IOTF dalam The Asia-Pacific Perspective: Redefining
Obesity and its Treatment.9
Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain :10
1. Jenis Kelamin
Kebutuhan kalori pada wanita lebih kecil daripada pria. Kebutuhan kalori
wanita sebesar 25 kal/kg BB dan untuk pria sebesar 30 kal/ kg BB.
2. Umur
Untuk pasien usia di atas 40 tahun, kebutuhan kalori dikurangi 5% untuk
dekade antara 40 dan 59 tahun, dikurangi 10% untuk dekade antara 60 dan 69
tahun dan dikurangi 20%, di atas usia 70 tahun.
3. Aktivitas Fisik atau Pekerjaan
Kebutuhan kalori dapat ditambah sesuai dengan intensitas aktivitas fisik.
Penambahan sejumlah 10% dari kebutuhan basal diberikan pada kedaaan
istirahat, 20% pada pasien dengan aktivitas ringan, 30% dengan aktivitas
sedang, dan 50% dengan aktivitas sangat berat.
4. Berat Badan
Bila kegemukan dikurangi sekitar 20-30% tergantung kepada tingkat
kegemukan.Bila kurus ditambah sekitar 20-30% sesuai dengan kebutuhan
untuk meningkatkan BB. Untuk tujuan penurunan berat badan jumlah kalori
yang diberikan paling sedikit 1000-1200 kkal perhari untuk wanita dan 1200-
1600 kkal perhari untuk pria.

25
Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut di atasdibagi
dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), siang (30%), dansore (25%), serta 2-
3 porsi makanan ringan (10-15%) di antaranya.Untuk meningkatkan kepatuhan
pasien, sejauh mungkin perubahandilakukan sesuai dengan kebiasaan. Untuk
penyandang diabetes yangmengidap penyakit lain, pola pengaturan makan
disesuaikan denganpenyakit penyertanya. 10
Latihan jasmani
Dianjurkan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang
lebih 30 menit,sifatnya sesuai CRIPE (Continuous, Rhithmical, Interval,
Progressive training). Sedapatmungkin mencapai zona sasaran 75-85 % denyut nadi
maksimal (220/umur), disesuaikandengan kemampuan dan kondisi penyakit
penyerta. Sebagai contoh olahraga ringan adalahberjalan kaki biasa selama 30
menit, olahraga sedang adalah berjalan selama 20 menit danolahraga berat misalnya
joging. 8
Terapi farmakologis
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturanmakan dan latihan
jasmani (gaya hidup sehat).Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk
suntikan.
1. Obat hipoglikemik oral10
Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 5golongan:
A. Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue):sulfonilurea dan glinid
B. Peningkat sensitivitas terhadap insulin: metformindan tiazolidindion
C. Penghambat glukoneogenesis (metformin)
D. Penghambat absorpsi glukosa: penghambatglukosidase alfa.
E. DPP-IV inhibitor

A. Pemicu Sekresi Insulin10


1. Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkansekresi insulin oleh sel
beta pankreas, dan merupakanpilihan utama untuk pasien dengan berat badan
normaldan kurang. Namun masih boleh diberikan kepada pasiendengan berat

26
badan lebih.Untuk menghindari hipoglikemia berkepanjangan pada berbagai
keadaaan seperti orang tua, gangguan faal ginjal dan hati, kurang nutrisi serta
penyakit kardiovaskular, tidak dianjurkan penggunaan sulfonilurea kerja
panjang.
2. Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengansulfonilurea, dengan
penekanan pada peningkatansekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri
dari 2macam obat yaitu Repaglinid (derivat asam benzoat) danNateglinid
(derivat fenilalanin). Obat ini diabsorpsi dengancepat setelah pemberian secara
oral dan diekskresisecara cepat melalui hati. Obat ini dapat
mengatasihiperglikemia post prandial.
B. Peningkat sensitivitas terhadap insulin10
Tiazolidindion
Tiazolidindion (pioglitazon) berikatan pada PeroxisomeProliferator Activated
Receptor Gamma (PPAR-g), suatureseptor inti di sel otot dan sel
lemak.Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensiinsulin dengan
meningkatkan jumlah protein pengangkutglukosa, sehingga meningkatkan
ambilan glukosa diperifer.Tiazolidindion dikontraindikasikan pada pasien
dengangagal jantung kelas I-IV karena dapat memperberatedema/retensi cairan
dan juga pada gangguan faal hati.Pada pasien yang menggunakan tiazolidindion
perludilakukan pemantauan faal hati secara berkala.
C. Penghambat glukoneogenesis10
Metformin
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksiglukosa hati
(glukoneogenesis), di samping jugamemperbaiki ambilan glukosa perifer.
Terutama dipakaipada penyandang diabetes gemuk. Metformin
dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (serum
kreatinin >1,5 mg/dL) dan hati, serta pasien pasien dengan kecenderungan
hipoksemia (misalnya penyakit serebro-vaskular, sepsis, renjatan, gagal
jantung).Metformin dapat memberikan efek samping mual. Untukmengurangi
keluhan tersebut dapat diberikan pada saatatau sesudah makan. Selain itu harus

27
diperhatikan bahwapemberian metformin secara titrasi pada awal
penggunaanakan memudahkan dokter untuk memantau efek sampingobat
tersebut.
D. Penghambat Glukosidase Alfa (Acarbose)10
Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa diusus halus, sehingga
mempunyai efek menurunkan kadarglukosa darah sesudah makan. Acarbose
tidakmenimbulkan efek samping hipoglikemia. Efek samping yang paling
sering ditemukan ialah kembung dan flatulens.
E. DPP-IV inhibitor10
Glucagon-like peptide-1 (GLP-1) merupakan suatu hormonpeptida yang
dihasilkan oleh sel L di mukosa usus. Peptidaini disekresi oleh sel mukosa usus
bila ada makanan yangmasuk ke dalam saluran pencernaan. GLP-1
merupakanperangsang kuat penglepasan insulin dan sekaligussebagai
penghambat sekresi glukagon. Namun demikian,secara cepat GLP-1 diubah
oleh enzim dipeptidylpeptidase-4 (DPP-4), menjadi metabolit GLP-1-(9,36)-
amide yang tidak aktif.Sekresi GLP-1 menurun pada DM tipe 2, sehingga
upayayang ditujukan untuk meningkatkan GLP-1 bentuk aktifmerupakan hal
rasional dalam pengobatan DM tipe 2.Peningkatan konsentrasi GLP-1 dapat
dicapai denganpemberian obat yang menghambat kinerja enzim DPP-
4(penghambat DPP-4), atau memberikan hormon asli atauanalognya (analog
incretin=GLP-1 agonis).Berbagai obat yang masuk golongan DPP-4
inhibitor,mampu menghambat kerja DPP-4 sehingga GLP-1 tetapdalam
konsentrasi yang tinggi dalam bentuk aktif danmampu merangsang penglepasan
insulin sertamenghambat penglepasan glukagon.

28
Tabel 5. Perbandingan Golongan OHO10

29
30
2. Suntikan
1. Insulin
2. Agonis GLP-1/incretin mimetic

1. Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan:
• Penurunan berat badan yang cepat
• Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
• Ketoasidosis diabetik

31
• Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
• Hiperglikemia dengan asidosis laktat
• Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal
• Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)
• Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional yang tidak terkendali
dengan perencanaan makan
• Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
• Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
Jenis dan lama kerja insulin
Berdasar lama kerja, insulin terbagi menjadi empat jenis, yakni:
• Insulin kerja cepat (rapid acting insulin)
• Insulin kerja pendek (short acting insulin)
• Insulin kerja menengah (intermediate acting insulin)
• Insulin kerja panjang (long acting insulin)
Tabel 6. Farmakokinetik Insulin Eksogen Berdasarkan Waktu Kerja
(Time Course of Action)

32
Efek samping terapi insulin
• Efek samping utama terapi insulin adalah terjadinya hipoglikemia.
• Efek samping yang lain berupa reaksi imunologi terhadap insulinyang dapat
menimbulkan alergi insulin atau resistensi insulin.
2. Agonis GLP-1
Pengobatan dengan dasar peningkatan GLP-1 merupakanpendekatan baru untuk
pengobatan DM. Agonis GLP-1dapat bekerja sebagai perangsang penglepasan
insulinyang tidak menimbulkan hipoglikemia ataupun peningkatanberat badan
yang biasanya terjadi pada pengobatan denganinsulin ataupun sulfonilurea. Agonis
GLP-1 bahkan mungkinmenurunkan berat badan. Efek agonis GLP-1 yang
lainadalah menghambat penglepasan glukagon yang diketahuiberperan pada proses
glukoneogenesis. Pada percobaanbinatang, obat ini terbukti memperbaiki cadangan
sel betapankreas. Efek samping yang timbul pada pemberian obatini antara lain rasa
sebah dan muntah. 10
3. Terapi Kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulaidengan dosis rendah, untuk
kemudian dinaikkan secarabertahap sesuai dengan respons kadar glukosa darah.
Bersamaan dengan pengaturan diet dan kegiatanjasmani, bila diperlukan dapat

33
dilakukan pemberian OHOtunggal atau kombinasi OHO sejak dini. Terapi dengan
OHOkombinasi (secara terpisah ataupun fixed-combination dalambentuk tablet
tunggal), harus dipilih dua macam obat darikelompok yang mempunyai mekanisme
kerja berbeda. Bilasasaran kadar glukosa darah belum tercapai, dapat puladiberikan
kombinasi tiga OHO dari kelompok yang berbedaatau kombinasi OHO dengan
insulin. Pada pasien yangdisertai dengan alasan klinis di mana insulin
tidakmemungkinkan untuk dipakai, terapi dengan kombinasi tigaOHO dapat
menjadi pilihan. Untuk kombinasi OHO dan insulin, yang banyak dipergunakan
adalah kombinasi OHO dan insulin basal (insulin kerja menengah atau insulin kerja
panjang) yang diberikan pada malam hari menjelang tidur. Dengan pendekatan
terapi tersebut pada umumnya dapat diperoleh kendali glukosa darah yang baik
dengan dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal insulin kerja menengah adalah
6-10 unit yang diberikan sekitar jam 22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis
tersebut dengan menilai kadar glukosa darah puasa keesokan harinya. Bila dengan
cara seperti di atas kadar glukosa darah sepanjang hari masih tidak terkendali, maka
OHO dihentikan dan diberikan terapi kombinasi insulin. 10

2.4.6. Komplikasi11,12,14
a. Komplikasi Metabolik Akut
Komplikasi metabolik diabetes disebabkan oleh perubahan yang relatif akut
darikonsentrasi glukosa plasma. Komplikasi metabolik yang paling serius pada
diabetes adalah:
A. Ketoasidosis Diabetik (DKA).
Merupakan komplikasi metabolik yang paling serius pada DM . Hal ini
terjadi karena kadar insulin sangat menurun,dan pasien akan mengalami hal
berikut:
· Hiperglikemia
· Hiperketonemia
· Asidosis metabolik
Hiperglikemia dan glukosuria berat, penurunan lipogenesis
,peningkatanlipolisis dan peningkatan oksidasi asam lemak bebas disertai

34
pembentukan benda keton(asetoasetat, hidroksibutirat, dan aseton).
Peningkatan keton dalam plasmamengakibatkan ketosis. Peningkatan produksi
keton meningkatkan beban ion hidrogendan asidosis metabolik. Glukosuria
dan ketonuria yang jelas juga dapat mengakibatkandiuresis osmotik dengan
hasil akhir dehidrasi dan kehilangan elektrolit. Pasien dapatmenjadi hipotensi
dan mengalami syok.
Akhirnya, akibat penurunan penggunaan oksigen otak, pasien akan
mengalamikoma dan meninggal. Koma dan kematian akibat DKA saat ini
jarang terjadi, karenapasien maupun tenaga kesehatan telah menyadari potensi
bahaya komplikasi ini danpengobatan DKA dapat dilakukan sedini mungkin.
Tabel : Penatalaksanaan Ketoasidosis Metabolik

35
Tanda dan Gejala Klinis dari Ketoasidosis Diabetik
1. Dehidrasi 8. Poliuria
2. Hipotensi (postural atau supine) 9. Bingung
3. Ekstremitas Dingin/sianosis perifer 10. Kelelahan
4. Takikardi 11. Mual-muntah
5. Kusmaul breathing 12. Kaki kram
6. Nafas bau aseton 13. Pandangan kabur
7. Hipotermia 14. Koma (10%)

B. Hiperglikemia, Hiperosmolar, Koma Nonketotik (HHNK)


Komplikasi metabolik akut lain dari diabetes yang sering terjadi pada
penderitadiabetes tipe 2 yang lebih tua. Bukan karena defisiensi insulin absolut,
namun relatif,hiperglikemia muncul tanpa ketosis. Ciri-ciri HHNK adalah
sebagai berikut: 12,14
· Hiperglikemia berat dengan kadar glukosa serum > 600 mg/dl.
· Dehidrasi berat

36
· Uremia
Pasien dapat menjadi tidak sadar dan meninggal bila keadaan ini tidak
segeraditangani. Angka mortalitas dapat tinggi hingga 50%. Perbedaan utama
antara HHNKdan DKA adalah pada HHNK tidak terdapat ketosis.
Penatalaksanaan HHNK
Penatalaksanaan berbeda dari ketoasidosis hanya dua tindakan
yangterpenting adalah: Pasien biasanya relatif sensitif insulin dan kira-kira
diberikan dosissetengah dari dosis insulin yang diberikan untuk terapi
ketoasidosis, biasanya 3unit/jam.13
C. Hipoglikemia (reaksi insulin, syok insulin)
Hipoglikemia adalah keadaan klinik gangguan saraf yang disebabkan
penurunanglukosa darah. Gejala ini dapat ringan berupa gelisah sampai berat
berupa koma dengankejang. Penyebab tersering hipoglikemia adalah obat-
obatan hipoglikemik oralgolongan sulfonilurea, khususnya
glibenklamid..Meskipun hipoglikemia sering pula terjadi pada pengobatan
dengan insulin, tetapi biasanya ringan. Kejadian ini sering timbul karena pasien
tidak memperlihatkan atau belum mengetahui pengaruh beberapa perubahan
pada tubuhnya.
Penyebab Hipoglikemia
1. Makan kurang dari aturan yang ditentukan
2. Berat badan turun
3. Sesudah olah raga
4. Sesudah melahirkan
5. Sembuh dari sakit
6. Makan obat yang mempunyai sifat serupa
Tanda hipoglikemia mulai timbul bila glukosa darah < 50 mg/dl,
meskipunreaksi hipoglikemia bisa didapatkan pada kadar glukosa darah yang
lebih tinggi.Tanda klinis dari hipoglikemia sangat bervariasi dan berbeda pada
setiap orang.6
Tanda-tanda Hipoglikemia
1) Stadium parasimpatik: lapar, mual, tekanan darah turun.

37
2) Stadium gangguan otak ringan: lemah, lesu, sulit bicara, kesulitan
menghitung sederhana.
3) Stadium simpatik: keringat dingin pada muka terutama di hidung,bibir atau
tangan, berdebar-debar.
4) Stadium gangguan otak berat: koma dengan atau tanpa kejang.Keempat
stadium hipoglikemia ini dapat ditemukan pada pemakaian obat oralataupun
suntikan. Ada beberapa catatan perbedaan antara keduanya:
1) Obat oral memberikan tanda hipoglikemia lebih berat.
2) Obat oral tidak dapat dipastikan waktu serangannya, sedangkan insulin
bisadiperkirakan pada puncak kerjanya, misalnya:
· Insulin reguler : 2-4 jam setelah suntikan
· Insulin NPH : 8-10 jam setelah suntikan
· P.Z.I : 18 jam setelah suntikan

Penatalaksanaan Hipoglikemia

38
b. Komplikasi Kronik Jangka Panjang
A. Mikrovaskular / Neuropati7
–Retinopati, katarak : penurunan penglihatan
–Nefropati :gagal ginjal
– Neuropati perifer :hilang rasa, malas bergerak
– Neuropati autonomik :hipertensi, gastroparesis

39
– Kelainan pada kaki :ulserasi, atropati
B. Makrovaskular
– Sirkulasi koroner :iskemi miokardial/infark miokard
– Sirkulasi serebral :transient ischaemic attack, strok
–Sirkulasi :claudication, iskemik

Masalah-Masalah Khusus Pada Diabetes


1. Diabetes dengan Infeksi
Adanya infeksi pada pasien sangat berpengaruh terhadappengendalian
glukosa darah. Infeksi dapat memperburukkendali glukosa darah, dan kadar
glukosa darah yang tinggimeningkatkan kemudahan atau memperburuk
infeksi.Infeksi yang banyak terjadi antara lain:
 Infeksi saluran kemih (ISK)
 Infeksi saluran nafas: pneumonia, TB Paru
 Infeksi kulit: furunkel, abses
 Infeksi rongga mulut: infeksi gigi dan gusi
 Infeksi telinga: otitis eksterna maligna
 ISK merupakan infeksi yang sering terjadi dan lebih sulitdikendalikan.
Dapat mengakibatkan terjadinya pielonefritis danseptikemia. Kuman
penyebab yang sering menimbulkan infeksiadalah: Escherichia coli dan
Klebsiella. Infeksi jamur spesieskandida dapat menyebabkan sistitis dan
abses renal. Pruritusvagina adalah manifestasi yang sering terjadi akibat
infeksi jamur vagina.
 Pneumonia pada diabetes biasanya disebabkan oleh:streptokokus,
stafilokokus, dan bakteri batang gram negatif.Infeksi jamur pada pernapasan
oleh aspergillosis, danmucormycosis juga sering terjadi.
 Penyandang diabetes lebih rentan terjangkit TBC paru.Pemeriksaan rontgen
dada, memperlihatkan pada 70%penyandang diabetes terdapat lesi paru-
paru bawah dankavitasi. Pada penyandang diabetes juga sering disertai
denganadanya resistensi obat-obat Tuberkulosis.

40
 Kulit pada daerah ekstremitas bawah merupakan tempat yangsering
mengalami infeksi. Kuman stafilokokus merupakankuman penyebab utama.
Ulkus kaki terinfeksi biasanyamelibatkan banyak mikro organisme, yang
sering terlibat adalahstafilokokus, streptokokus, batang gram negatif dan
kumananaerob.
 Angka kejadian periodontitis meningkat pada penyandangdiabetes dan
sering mengakibatkan tanggalnya gigi. Menjagakebersihan rongga mulut
dengan baik merupakan hal yang penting untuk mencegah komplikasi
rongga mulut.
pada penyandang diabetes, otitis eksterna maligna sering kalitidak terdeteksi
sebagai penyebab infeksi.

2. Diabetes dengan Nefropati Diabetik


 Sekitar 20-40% penyandang diabetes akan mengalami nefropatidiabetik
 Didapatkannya albuminuria persisten pada kisaran 30-299mg/24 jam
(albuminuria mikro) merupakan tanda dini nefropatidiabetik
 Pasien yang disertai dengan albuminuria mikro dan berubahmenjadi
albuminuria makro ( >300 mg/24 jam), pada akhirnyasering berlanjut
menjadi gagal ginjal kronik stadium akhir.
Diagnosis
Diagnosis nefropati diabetik ditegakkan jika didapatkan kadaralbumin > 30
mg dalam urin 24 jam pada 2 dari 3 kalipemeriksaan dalam kurun waktu 3- 6
bulan, tanpa penyebabalbuminuria lainnya.
Penatalaksanaan
 Kendalikan glukosa darah
 Kendalikan tekanan darah
 Diet protein 0,8 gram/kgBB per hari. Jika terjadi penurunanfungsi ginjal
yang bertambah berat, diet protein diberikan 0,6 –0,8 gram/kg BB per hari.
 Terapi dengan obat penyekat reseptor angiotensin II,penghambat ACE, atau
kombinasi keduanya. Jika terdapat kontraindikasi terhadap penyekat ACE

41
ataureseptor angiotensin, dapat diberikan antagonis kalsium
nondihidropiridin.
 Apabila serum kreatinin >2,0 mg/dL sebaiknya ahli nefrologi ikutdilibatkan
 Idealnya bila klirens kreatinin <15 mL/menit sudah merupakanindikasi
terapi pengganti (dialisis, transplantasi).

3. Diabetes dengan Disfungsi Ereksi (DE)


 Prevalensi DE pada penyandang diabetes tipe 2 lebih dari 10tahun cukup
tinggi dan merupakan akibat adanya neuropatiautonom, angiopati dan
problem psikis.
 DE sering menjadi sumber kecemasan penyandang diabetes,tetapi jarang
disampaikan kepada dokter oleh karena itu perluditanyakan pada saat
konsultasi.
 Pengelolaan DE pada diabetes dapat mengacu padaPenatalaksanaan
Disfungsi Ereksi (Materi PendidikanKedokteran Berkelanjutan, IDI, 1999).
DE dapat didiagnosisdengan menggunakan instrumen sederhana yaitu
kuesionerIIEF5 (International Index of Erectile Function 5).
 Upaya pengobatan utama adalah memperbaiki kontrol glukosadarah
senormal mungkin dan memperbaiki faktor risiko DE lainseperti
dislipidemia, merokok, obesitas dan hipertensi.
 Perlu diidentifikasi berbagai obat yang dikonsumsi pasien yangberpengaruh
mterhadap timbulnya atau memberatnya DE.
 Pengobatan lini pertama ialah terapi psikoseksual dan obat oralantara lain
sildenafil dan vardenafil.

4. Diabetes dengan Kehamilan/Diabetes Melitus Gestasional


 Diabetes melitus gestasional (DMG) adalah suatu gangguantoleransi
karbohidrat (TGT, GDPT, DM) yang terjadi ataudiketahui pertama kali
pada saat kehamilan sedangberlangsung.
 Penilaian adanya risiko DMG perlu dilakukan sejak kunjunganpertama
untuk pemeriksaan kehamilannya

42
 Faktor risiko DMG antara lain: obesitas, adanya riwayat pernahmengalami
DMG, glukosuria, adanya riwayat keluarga dengandiabetes, abortus
berulang, adanya riwayat melahirkan bayidengan cacat bawaan atau
melahirkan bayi dengan berat >4000 gram, dan adanya riwayat preeklamsia.
Pada pasiendengan risiko DMG yang jelas perlu segera
dilakukanpemeriksaan glukosa darah. Bila didapat hasil glukosa
darahsewaktu ≤ 200 mg/dL atau glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dLyang
sesuaidengan batas diagnosis untuk diabetes, maka perlu dilakukan
pemeriksaan pada waktu yang lain untuk konfirmasi.Pasien hamil dengan
TGT dan GDPT dikelola sebagai DMG.
 Diagnosis berdasarkan hasil pemeriksaan TTGO dilakukandengan
memberikan beban 75 gram glukosa setelah berpuasa8–14 jam. Kemudian
dilakukan pemeriksaan glukosa darahpuasa, 1 jam dan 2 jam setelah beban.
 DMG ditegakkan apabila ditemukan hasil pemeriksaan glukosadarah puasa
≤ 95 mg/dL, 1 jam setelah beban < 180 mg/dL dan2 jam setelah beban ≤
155 mg/dL. Apabila hanya dapatdilakukan 1 kali pemeriksaan glukosa
darah maka lakukanpemeriksaan glukosa darah 2 jam setelah pembebanan,
biladidapatkan hasil glukosa darah ≥ 155 mg/dL, sudah dapatdidiagnosis
sebagai DMG.
 Hasil pemeriksaan TTGO ini dapat digunakan untukmemprediksi terjadinya
DM pada ibu nantinya
 Penatalaksanaan DMG sebaiknya dilaksanakan secara terpaduoleh spesialis
penyakit dalam, spesialis obstetri ginekologi, ahlidiet dan spesialis anak.
 Tujuan penatalaksanaan adalah menurunkan angka kesakitandan kematian
ibu, kesakitan dan kematian perinatal. Ini hanyadapat dicapai apabila
keadaan normoglikemia dapatdipertahankan selama kehamilan sampai
persalinan.
 Sasaran normoglikemia DMG adalah kadar glukosa darahpuasa ≤ 95 mg/dL
dan 2 jam sesudah makan ≤ 120 mg/dL.Apabila sasaran kadar glukosa darah
tidak tercapai denganpengaturan makan dan latihan jasmani, langsung
diberikan insulin.

43
5. Diabetes dengan Ibadah Puasa
 Penyandang diabetes yang terkendali dengan pengaturanmakan saja tidak
akan mengalami kesulitan untuk berpuasa.Selama berpuasa Ramadhan,
perlu dicermati adanyaperubahan jadwal, jumlah dan komposisi asupan
makanan.
 Penyandang diabetes usia lanjut mempunyai kecenderungandehidrasi bila
berpuasa, oleh karena itu dianjurkan minum yangcukup.Perlu peningkatan
kewaspadaan pasien terhadap gejala-gejalahipoglikemia. Untuk
menghindarkan terjadinya hipoglikemiapada siang hari, dianjurkan jadwal
makan sahur mendekatiwaktu imsak/subuh, kurangi aktivitas fisik pada
siang hari danbila beraktivitas fisik dianjurkan pada sore hari.
 Penyandang diabetes yang cukup terkendali dengan OHO dosistunggal,
juga tidak mengalami kesulitan untuk berpuasa. OHOdiberikan saat
berbuka puasa. Hati-hati terhadap terjadinyahipoglikemia pada pasien yang
mendapat OHO dengan dosismaksimal.
 Bagi yang terkendali dengan OHO dosis terbagi, pengaturandosis obat
diberikan sedemikian rupa sehingga dosis sebelumberbuka lebih besar dari
pada dosis sahur.
 Untuk penyandang diabetes DM tipe 2 yang menggunakaninsulin, dipakai
insulin kerja menengah yang diberikan saatberbuka saja.
 Diperlukan kewaspadaan yang lebih tinggi terhadap terjadinyahipoglikemia
pada penyandang diabetes pengguna insulin.Perlu pemantauan yang lebih
ketat disertai penyesuaian dosisdan jadwal suntikan insulin. Bila terjadi
gejala hipoglikemia,puasa dihentikan.
 Untuk pasien yang harus menggunakan insulin dosis multipeldianjurkan
untuk tidak berpuasa dalam bulan Ramadhan.
 Sebaiknya momentum puasa Ramadhan ini digunakan untuklebih
meningkatkan pengetahuan dan ketaatan berobat parapenyandang diabetes.
Dengan berpuasa Ramadhandiharapkan adanya perubahan psikologis yang
menciptakanrasa lebih sehat bagi penyandang diabetes

44
6. Diabetes pada Pengelolaan Perioperatif
Tindakan operasi, khususnya dengan anestesi umummerupakan faktor stres
pemicu terjadinya penyulit akutdiabetes, oleh karena itu setiap operasi elektif
padapenyandang diabetes harus dipersiapkan seoptimal mungkin sasaran kadar
glukosa darah puasa <150 mg/dL

7. Dislipidemia pada Diabetes


Dislipidemia pada penyandang diabetes lebihmeningkatkan risiko
timbulnya penyakit
kardiovaskular.
 Perlu pemeriksaan profil lipid pada saat diagnosisdiabetes ditegakkan. Pada
pasien dewasapemeriksaan profil lipid sedikitnya dilakukan setahunsekali
dan bila dianggap perlu dapat dilakukan lebihsering. Sedangkan pada pasien
yang pemeriksaanprofil lipid menunjukkan hasil yang
baik(LDL<100mg/dL; HDL>50 mg/dL (laki-laki >40 mg/dL,wanita >50
mg/dL); trigliserid <150 mg/dL),pemeriksaan profil lipid dapat dilakukan 2
tahunsekali.
 Gambaran dislipidemia yang sering didapatkan padapenyandang diabetes
adalah peningkatan kadartrigliserida, dan penurunan kadar kolesterol
HDL,sedangkan kadar kolesterol LDL normal atau sedikitmeningkat.
 Perubahan perilaku yang tertuju pada penguranganasupan kolesterol dan
penggunaan lemak jenuhserta peningkatan aktivitas fisik terbukti
dapatmemperbaiki profil lemak dalam darah.
 Dipertimbangkan untuk memberikan terapifarmakologis sedini mungkin
bagi penyandangdiabetes yang disertai dislipidemia
Target terapi:
• Pada penyandang DM, target utamanya adalahpenurunan LDL
• Pada penyandang diabetes tanpa disertai penyakitkardiovaskular: LDL <100
mg/dL (2,6 mmol/L)

45
• Pasien dengan usia >40 tahun, dianjurkan diberiterapi statin untuk
menurunkan LDL sebesar 30-40% dari kadar awal
• Pasien dengan usia <40 tahun dengan risikopenyakit kardiovaskular yang
gagal denganperubahan gaya hidup, dapat diberikan terapifarmakologis
Pada penyandang DM dengan penyakit AcuteCCoronary Syndrome (ACS)
atau telah diketahuipenyakit pembuluh darah lainnya atau mempunyaibanyak
faktor risiko maka :
o LDL <70 mg/dL (1,8 mmol/L)
o Semua pasien diberikan terapi statinuntuk menurunkan LDL sebesar 30-40%.
• Trigliserida < 150 mg/dL (1,7 mmol/L)
• HDL > 40 mg/dL (1,15 mmol/L) untuk pria dan >50mg/dL untuk wanita
 Setelah target LDL terpenuhi, jika trigliserida ≥ 150mg/dL (1,7 mmol/L)
atau HDL ≤ 40 mg/dL (1,15mmol/L) dapat diberikan niasin atau fibrat
 Apabila trigliserida ≥ 400 mg/dL (4,51 mmol/L) perlusegera diturunkan
dengan terapi farmakologis untukmencegah timbulnya pankreatitis.
 Terapi kombinasi statin dengan obat pengendalilemak yang lain mungkin
diperlukan untuk mencapaitarget terapi, dengan memperhatikan
peningkatanrisiko timbulnya efek samping.
 Niasin merupakan salah satu obat alternatif yangdapat digunakan untuk
meningkatkan HDL, namunpada dosis besar dapat meningkatkan kadar
glukosadarah
 Pada wanita hamil penggunaan statin merupakankontra indikasi

8. Hipertensi pada Diabetes


 Indikasi pengobatan :Bila TD sistolik >130 mmHg dan / atau TD
diastolik>80 mmHg.
 Sasaran (target penurunan) tekanan darah:Tekanan darah <130/80
mmHgBila disertai proteinuria ≥ 1gram / 24 jam : < 125/75 mmHg
Pengelolaan:

46
 Non-farmakologis:Modifikasi gaya hidup antara lain: menurunkan
beratbadan, meningkatkan aktivitas fisik, menghentikanmerokok dan
alkohol, serta mengurangi konsumsigaram
 Farmakologis:Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memilih obatanti-
hipertensi (OAH):
Pengaruh OAH terhadap profil lipid
Pengaruh OAH terhadap metabolisme glukosa
Pengaruh OAH terhadap resistensi insulin
Pengaruh OAH terhadap hipoglikemia terselubung
Obat anti hipertensi yang dapat dipergunakan:
Penghambat ACE
Penyekat reseptor angiotensin II
Penyekat reseptor beta selektif, dosis rendah
Diuretik dosis rendah
Penghambat reseptor alfa
Antagonis kalsium
 Pada pasien dengan tekanan darah sistolik antara130-139 mmHg atau
tekanan diastolik antara 80-89mmHg diharuskan melakukan perubahan
gaya hidupsampai 3 bulan. Bila gagal mencapai target dapatditambahkan
terapi farmakologis
 Pasien dengan tekanan darah sistolik >140 mmHgatau tekanan diastolik >90
mmHg, dapat diberikanterapi farmakologis secara langsung
 Diberikan terapi kombinasi apabila target terapi tidakdapat dicapai dengan
monoterapi.
Catatan
- Penghambat ACE, penyekat reseptor angiotensin II(ARB = angiotensin II
receptor blocker) danantagonis kalsium golongan non-dihidropiridin
dapatmemperbaiki mikroalbuminuria.
- Penghambat ACE dapat memperbaiki kinerjakardiovaskular.
- Diuretik (HCT) dosis rendah jangka panjang, tidakterbukti memperburuk
toleransi glukosa.

47
- Pengobatan hipertensi harus diteruskan walaupunsasaran sudah tercapai.
- Bila tekanan darah terkendali, setelah satu tahundapat dicoba menurunkan
dosis secara bertahap.
- Pada orang tua, tekanan darah diturunkan secarabertahap.

9. Obesitas pada Diabetes


 Prevalensi obesitas pada DM cukup tinggi, demikianpula kejadian DM dan
gangguan toleransi glukosapada obesitas cukup sering dijumpai
 Obesitas, terutama obesitas sentral secara bermaknaberhubungan dengan
sindrom dismetabolik(dislipidemia, hiperglikemia, hipertensi), yang
didasarioleh resistensi insulin
 Resistensi insulin pada diabetes dengan obesitasmembutuhkan pendekatan
khusus

10. Gangguan koagulasi pada Diabetes


 Terapi aspirin 75-160 mg/hari diberikan sebagaistrategi pencegahan
sekunder bagi penyandangdiabetes dengan riwayat pernah mengalami
penyakitkardiovaskular dan yang mempunyai risikokardiovaskular lain.
 Terapi aspirin 75-160 mg/hari digunakan sebagaistrategi pencegahan
primer pada penyandangdiabetes tipe 2 yang merupakan faktor
risikokardiovaskular, termasuk pasien dengan usia > 40tahun yang memiliki
riwayat keluarga penyakitkardiovaskular dan kebiasaan merokok,
menderitahipertensi, dislipidemia, atau albuminuria
 Aspirin dianjurkan tidak diberikan pada pasiendengan usia di bawah 21
tahun, seiring denganpeningkatan kejadian sindrom Reye
 Terapi kombinasi aspirin dengan antiplatelet laindapat dipertimbangkan
pemberiannya pada pasienyang memiliki risiko yang sangat tinggi.
 Penggunaan obat antiplatelet selain aspirin dapatdipertimbangkan sebagai
pengganti aspirin pada pasienyang mempunyai kontra indikasi dan atau
tidak tahanterhadap penggunaan aspirin.10

48
2.4.7. Prognosis13
Prognosis pada penderita diabetes tipe 2 bervariasi. Namun pada pasien
diatasprognosisnya dapat baik apabila pasien bisa memodifikasi (meminimalkan)
risikotimbulnya komplikasi dengan baik.Serangan jantung , stroke, dan kerusakan
saraf dapat terjadi. Beberapa orang dengandiabetes mellitus tipe 2 menjadi
tergantung pada hemodialisa akibat kompilkasi gagalginjal.Ada banyak hal yang
dapat dilakukan untuk meminimalkan risiko komplikasi :
Makan makanan yang sehat / gizi seimbang (rendah lemak, rendah
gula),perbanyak konsumsi serat (buncis 150gr/hari, pepaya, kedondong,
salak,tomat, semangka, dainjurkan pisang ambon namun dalam jumlah terbatas)
· Gunakan minyak tak jenuh / PUFA (minyak jagung)
· Hindari konsumsi alcohol dan olahraga yang berlebihan
· Pertahankan berat badan ideal
· Kontrol ketat kadar gula darah, HbA1c, tekanan darah, profil lipid
· Konsumsi aspirin untuk cegah ateroskelrosis (pada orang dalam kategori
prediabetes)

2.4.8.Pencegahan13
Menurut WHO tahun 1994, upaya pencegahan pada diabetes ada 3 tahap yaitu
:
 Pencegahan primer: Semua aktifitas ditujukan untuk mencegah
timbulnyahiperglikemia pada individu yang berisiko untuk jadi diabetes atau
pada populasiumum. (cegah agar tidak sampai menjadi DM)
 Pencegahan sekunder: Menemukan pengidap DM sedini mungkin, misalnya
dengantes penyaringan terutama pada populasi resiko tinggi. Dengan
demikian pasiendiabetes yang sebelumnya tidak terdiagnosis dapat terjaring,
hingga dengan demikiandapat dilakukan upaya untuk mencegah komplikasi
atau kalaupun sudah adakomplikasi masih reversible. (cegah kompilkasi)
 Pencegahan tersier: Semua upaya untuk mencegah kecacatan akibat
komplikasi yangsudah ada. Usaha ini meliputi:

49
- Mencegah progresi dari pada komplikasi itu supaya tidak menjadi kegagalan
organ (jangan sampai timbul chronic kidney disease)
- Mencegah kecacatan tubuh
Strategi pencegahan
Dalam menyelenggarakan upaya pencegahan ini diperlukan suatu strategi
yangefisien dan efektif untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Seperti juga
padapencegahan penyakit menular, ada 2 macam strategi untuk dijalankan, antara
lain:
1. Pendekatan populasi/masyarakat
Semua upaya yang bertujuan untuk mengubah perilaku masyarakat umum.
Yang dimaksud adalah mendidik masyarakat agar menjalankan cara hidup
berisiko.Upaya ini ditujukan tidak hanya untuk mencegah diabetes tetapi juga
untukmencegah penyakit lain sekaligus. Upaya ini sangat berat karena
targetpopulasinya sangat luas, oleh karena itu harus dilakukan tidak saja oleh
profesitetapi harus oleh segala lapisan masyarakat termasuk pemerintah dan
swasta(LSM, pemuka masyarakat dan agama).
2. Pendekatan individu berisiko tinggi
Semua upaya pencegahan yang dilakukan pada individu-individu
yangberisiko untuk menderita penyakit diabetes pada suatu saat kelak. Pada
golonganini termasuk individu yang: berumur >40th, gemuk, hipertensi,
riwayat keluargaDM, riwayat melahirkan >4kg, riwayat DM pada saat
kehamilan, dislipidemia.

50
BAB III
METODOLOGI

3.1 Desain Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang bertujuan untuk
menggambarkan pengetahuan penderita diabetes melitus dalam upaya mencapai
gula darah terkontrol di Wilayah Puskesmas Cebongan, Salatiga Tahun 2017.
Penelitian ini disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi terhadap variabel yang
diteliti yaitu variabel pengetahuan.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian


3.2.1. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini dilakukan pada kegiatan prolanis di Puskesmas
Cebongan, Kota Salatiga.
3.2.2. Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada hari Sabtu,16 September 2017.

3.3 Populasi dan Subjek Penelitian


3.3.1 Populasi Penelitian
Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai maka populasi dalam penelitian ini
adalah semua penderita diabetes melitus yang datang ke posbindu, pos lansia, dan
Puskesmas Cebongan selama bulan Januari - Oktober 2017 yang berjumlah 436
penderita.
3.3.2 Subjek Penelitian
Subjek Penelitian adalah populasi target yang masuk dalam kriteria inklusi

3.4. Kriteria Pemilihan Subjek Penelitian

3.4.1. Kriteria Inklusi

 Penderita Diabets Melitus yang datang ke posbindu, pos lansia dan


Puskesmas Cebongan.

51
3.4.2. Kriteria Eksklusi

 Penderita Diabetes Melitus yang tidak kooperatif.

3.5 Kerangka Konsep Dan Definisi Operasional

3.5.1. Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat


pengetahuan penderita Diabetes Melitus mengenai gula darah tinggi di Puskesmas
Cebongan tanggal 16 September 2017

DM TIPE II
PERILAKU

Gambar 3.1 : Kerangka Konsep Penelitian

3.5.2. Definisi Operasional

Definisi operasional bermanfaat untuk membatasi ruang lingkup atau


pengertian variabel-variabel tersebut diberi batasan yang bermanfaat untuk
mengarahkan kepada pengukuran atau pengamatan terhadap variabel-variabel yang
bersangkutan serta pengembangan instrumen atau alat ukur (Notoatmodjo, 2007).

3.5.2.1 Perilaku

Perilaku adalah respon masyarakat dalam menghadapi masalah


diabetes yang dialaminya.

Cara ukur : Perilaku diukur dengan skala Likert

Alat ukur : Perilaku diukur dengan kuesioner, pertanyaan yang diajukan


sebanyak 10 pertanyaan dengan 5 pilihan jawaban.

a. Untuk pernyataan positif (favorable) diberi skor :

52
- Tidak pernah : Skor 1

- Jarang : Skor 2

- Kadang-kadang : Skor 3

- Sering : Skor 4

- Selalu : Skor 5

b. Untuk pernyataan negatif (Unfavorable) diberi skor :

- Tidak pernah : Skor 5

- Jarang : Skor 4

- Kadang-kadang : Skor 3

- Sering : Skor 2

- Selalu : Skor 1

Kategori : Kategori penelitian dinilai dengan menggunakan metode


presentasi scoring menurut Pratomo (1990) sebagai berikut :

 Kategori baik, apabila nilai total jawaban responden >70% dari


nilai tertinggi yaitu > 35

 Kategori sedang, apabila nilai total jawaban responden 40-75%


dari nilai tertinggi yaitu 20-35

 Kategori kurang, apabila nilai total jawaban responden <40% dari


nilai tertinggi yaitu < 20

Skala pengukuran : Ordinal

53
3.6 Teknik Pengolahan dan Analisa Data
3.6.1 Teknik Pengolahan Data
a. Pengolahan Data (editing)
Meneliti kembali apakah lembar kuesioner sudah cukup baik sehingga dapat
di proses lebih lanjut. Editing dapat dilakukan di tempat pengumpulan data
sehingga jika terjadi kesalahan maka upaya perbaikan dapat segera
dilaksanakan.
b. Pengkodean (Coding)
Usaha mengklarifikasi jawaban-jawaban yang ada menurut macamnya,
menjadi bentuk yang lebih ringkas dengan menggunakan kode.
c. Pemasukan Data (Entry)
Memasukan data ke dalam perangkat komputer sesuai dengan kriteria.
d. Pembersihan Data (Cleaning data)
Data yang telah di masukan kedalam komputer diperiksa kembali untuk
mengkoreksi kemungkinan kesalahan.

3.6.2 Tehnik Analisis Data


Pada penelitian ini digunakan analisa univariat yaitu analisa yang dilakukan
terhadap setiap variabel dari hasil penelitian dalam analisa ini hanya menghasilkan
distribusi dan persentase dari tiap variabel yang diteliti yaitu variabel pengetahuan,
variable sikap dan variable perilaku.

54
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Puskesmas Cebongan


1. Data Wilayah
Puskesmas Cebongan merupakan Puskesmas yang terletak paling
selatan dari Kota Salatiga.Lokasi bertempat di Kelurahan Cebongan,
Kecamatan Argomulyo Kota Salatiga. Batas wilayah Puskesmas Cebongan
adalah :
Utara : Kelurahan Gendongan Kota Salatiga
Timur : Ds. Bener, Ds. Tegal Waton, Kabupaten Semarang
Selatan : Desa Patemon, Desa Karang Duren Kabupaten
Semarang
Barat : Kelurahan Randuacir dan Kelurahan Tegalrejo Kota
Salatiga
Puskesmas Cebongan pada Tahun 1994 bergabung dengan Kota
Salatiga setelah sebelumnya merupakan bagian dari Puskesmas di
Kabupaten Semarang. Puskesmas Cebongan Terdiri dari 4 wilayah, yaitu
kelurahan Tingkir Tengah, Kelurahan Tingkir Lor, Kelurahan Cebongan
& Kelurahan Noborejo.
Pada Tahun 2005 dilakukan pelayanan tambahan di Puskesmas
Cebongan yaitu IGD 24 Jam . Pada tahun 2007 ditambah layanan rawat
inap dan dilakukan rewilayah kerja Puskesmas menjadi 3 wilayah, yaitu
Kelurahan Cebongan, Kelurahan Noborejo & Kelurahan Ledok.
Wilayah kerja Puskesmas Cebongan terletak daerah bergelombang
( kelurahan Ledok ), daerah miring ± 25 % (Kelurahan Cebongan) dan
Daerah datar ± 10 % (kelurahan Noborejo ). Dengan ketinggian 450 – 825
diatas permukaan laut dan beriklim tropis berhawa sejuk dan udara segar .
2. Jumlah Desa/Kelurahan
Memiliki 3 wilayah yaitu :
 Kelurahan Cebongan

55
 Kelurahan Noborejo
 Kelurahan Ledok

3. Peta Wilayah

4. Data Penduduk
Jumlah Penduduk wilayah kerja Puskesmas Cebongan 22.607 jiwa terdiri
dari :
 Kelurahan Cebongan : 5.140 Jiwa
 Kelurahan Noborejo : 2.034 Jiwa
 Kelurahan Ledok : 11.065 Jiwa
Jumlah KK wilayah Puskesmas Cebongan 6.916 KK, terdiri dari :
 Kelurahan Cebongan : 1.460 KK
 Kelurahan Noborejo : 2.034 KK
 Kelurahan Ledok : 3.422 KK

56
2. Hasil Penelitian

2.1 Gambaran Perilaku Penderita DM tipe II Dalam Upaya Mencapai Gula


Darah Terkontrol

Tabel 2.1.1 Perilaku Responden Terhadap DM tipe II

Status Pengetahuan Jumlah Persentase

Baik 28 93.33

Sedang 2 6.66

Kurang 0 0

Tabel diatas memperlihatkan bahwa sebagian besar responden memiliki


perilaku baik sejumlah 28 responden (93.33%), sedang sejumlah 2 responden
(6.66 %), dan tidak ada responden yang berpengetahuan kurang.

Tabel 2.1.2 Distribusi Jawaban Pada Pertanyaan Mengenai Perilaku

Soal Sangat Sering Sering Kadang Jarang Tidak Pernah


(Nom
or)*

1 4 responden 5 responden 8 responden 3 responden 5 responden

2 6 responden 13 responden 4 responden 2 responden 0 responden

3 12 responden 12 responden 1 responden 0 responden 0 responden

4 12 responden 12 responden 0 responden 1 responden 0 responden

5 11 responden 11 responden 3 responden 0 responden 0 responden

6 9 responden 12 responden 2 responden 2 responden 0 responden

7 1 responden 3 responden 4 responden 6 responden 11 responden

57
8 7 responden 10 responden 7 responden 1 responden 0 responden

9 1 responden 1 responden 4 responden 10 responden 9 responden

10 16 responden 8 responden 1 responden 0 responden 0 responden

*soal terlampir

Dari tabel di atas menunjukan bahwa sebagian besar responden sudah


berperilaku baik dalam menjaga kadar gula darahnya, namun terlihat pada
pernyataan perilaku nomor 1 yaitu tentang keteraturan olahraga, masih ada
beberapa orang yang jarang bahkan tidak pernah melakukan olahraga secara teratur.

2.4 Hasil Intervensi


Intervensi yang dilakukan adalah launching POSBINDU di kelurahan
Cebongan dan kelurahan Ledok guna untuk mendeteksi faktor - faktor resiko dan
menanggulangi DM tipe II sejak dini di Masyarakat. Sebelumnya kader kader
Posbindu dilatih untuk melakukan pemeriksaan seperti pemeriksaan tekanan darah,
berat badan, tinggi badan, IMT, dan pemeriksaan kolesterol, asam urat serta gula
darah. Kader juga diajak untuk mengedukasi masyarakat tentang mengatur pola
makan dan beraktivitas guna mencegah penyakit degeneratif seperti DM tipe II.

58
BAB V
DISKUSI DAN PEMBAHASAN

Setelah dilakukan penelitian pada 25 penderita DM tipe II di Prolanis


Puskesmas Cebongan, kami melakukan analisis data dan didapatkan bahwa
pengetahuan, sikap dan perilaku koresponden mengenai pencegahan, pengendalian
dan pengobatan DM tipe II sebenarnya sudah baik. Akan tetapi jumlah penderita
masih cukup tinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa diperlukan pelaksanaan
Posbindu. Posbindu sendiri adalah salah satu program pemerintah dalam hal ini
Kementrian Kesehatan dalam mengendalikan penyakit tidak menular, salah satunya
DM tipe II.
Sebelum dilakukan pelaksanaan Posbindu, dilakukan pembinaan dan
pelatihan kepada kader kader posbindu dalam melakukan tugasnya. Selain
memberikan pelatihan mngenai pemeriksaan, kader juga dilatih untuk memberikan
edukasi mengenai makanan, aktivitas dan pola hidup yang benar untuk mencegah
dan mengendalikan penyakit tidak menular.
Launching posbindu dilakukan di kelurahan Cebongan dan Kelurahan
Ledok. Masyarakat sekitar sangat antusias dengan dilakukannya kegiatan posbindu
ini. Pelaksanaan pobindu untuk pertama kalinya, para kader masih didampingi oleh
pihak Puskesmas Cebongan dan dokter internship. Acara berlangsung dari jam
07.00 – 11.00.

Kelebihan dan kekurangan Mini Project


 Kelebihan
Pada mini project ini didapatkan data mengenai jumlah kasus DM
tipe II di Puskesmas Cebongan. Penelitian ini juga cukup menggambarkan
bagaiman tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku pasien dalam
mengendalikan DM tipe II. Hal ini juga mendorong dalam pelaksanaan
posbindu di wilayah kerja Puskesmas Cebongan

59
 Kekurangan dan Tantangan dalam Penelitia
Ada nya kesulitan dalam pengambilan data penelitian ini disebabkan
beberapa koresponden penelitian yang sudah lansia sehingga ada kesulitan
dalam membaca, menulis dan memahami pertanyaan dalam kuesioner.
Jumlah koresponden yang dirasa masih kurang, sehingga butuh penelitian
yang lebih lanjut dalam mengendalikan serta mengurangi jumlah penderita
DM tipe II di lingkungan kerja Puskesmas Cebongan

60
BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pengetahuan


penderita diabetes melitus tentang upaya menciptakan gula darah terkontrol baik.

6.2 Saran

 Perlu ditingkatkan sosialisasi tentang penyakit diabetes melitus dan


penyuluhan mengenai upaya mencapai gula darah terkontrol dan tindakan
apa saja yang harus dilakukan jika gula darah meningkat serta menjelaskan
pentingnya memeriksakan gula darah secara teratur ke pelayanan kesehatan
terdekat.
 Ditingkatkan kegiatan seperti posbindu atau pos lansia untuk menjaring
penderita diabetes melitus dan memberikan penyuluhan atau motivasi untuk
kontrol rutin gula darah ke puskesmas atau fasilitas kesehatan terdekat.

61
DAFTAR PUSTAKA

1. International Diabetes Federation (IDF). IDF Diabetes Atlas Sixth Edition,


International Diabetes Federation (IDF). 2013.
2. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia, Konsensus Pengendalian dan
Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia, PB. PERKENI. Jakarta.
2011.
3. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS). 2013.
4. Executive summary: Standards of medical care in diabetes--2013, Diabetes
Care. 2013, 36 Suppl 1, S4-10.
5. Notoatmodjo, S. 2007.Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka
Cipta
6. Budiharto. 2010. Pengantar Ilmu Perilaku Kesehatan dan Pendidikan
Kesehatan Gigi, Jakarta : ECG.
7. Bart, Smet, (1994). Psikologi Kesehatan. PT. Gramedia Widiasarana
Indonesia. Jakarta
8. American Diabetes Association, 2014. Dalam: Sudoyo,Aru W., et al., ed
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III, Edisi IV. Jakarta: Departemen
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1852 –
1856.
9. World Health Organization, 1980. Dalam: Sudoyo,Aru W., et al., ed Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III, Edisi IV. Jakarta: Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1852 – 1856.
10. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus tipe II di
Indonesia. PB. PERKENI. 2015
11. International Diabetes Federation (IDF). IDF Diabetes Atlas Sixth Edition,
International Diabetes Federation (IDF). 2013.
12. Soewondo, P. Current Practice in the Management of Type 2 Diabetes in
Indonesia: Results from the International Diabetes Management Practices
Study (IDMPS), J Indonesia Med Assoc. 2011, 61.

62
13. Widyahening, I. S.; van der Graaf, Y.; Soewondo, P.; Glasziou, P.; van der
Heijden, G. J. Awareness, agreement, adoption and adherence to type 2
diabetes mellitus guidelines: a survey of Indonesian primary care
physicians. See http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/24755412 for further
details.
14. Little, R. R.; Roberts, W. L. A Review of Variant Hemoglobins Interfering
with Hemoglobin A1c Measurement, Journal of Diabetes Scienece and
Technology. 2009, 3, 446-451.

63
64
LAMPIRAN

1. Kuesioner Penelitian

Identitas
1. Tanggal pengisian kuesioner :
2. Nama :
3. Umur :
4. Jenis Kelamin :
5. Pendidikan Terakhir :
6. Alamat :

Aspek Tingkat Pengetahuan


Isilah dengan tanda ( √ ) Pernyataan yang menurut bapak/ibu paling yakini benar
pada kuesioner

Keterangan
B : Benar
S : Salah

No. Pertanyaan B S
1 Penyakit Diabetes Mellitus adalah Penyakit kelebihan
kadar gula dalam darah.
2 Penyakit Diabetes Mellitus salah satunya disebabkan
oleh mengkonsumsi makanan yang mengandung asam.
3 Usia semakin bertambah atau semakin tua adalah faktor
yang menyebabkan Penyakit Diabetes Mellitus.
4 Penyakit Diabetes Mellitus salah satunya juga bisa
disebabkan karena kurang atau tidak adanya hormon
insulin.

65
5 Umur, keturunan dari keluarga, dan berat
badan/kegemukan merupakan faktor–faktor penyebab
timbulnya penyakit Diabetes Mellitus.
6 Salah satu gejala penyakit Diabetes Mellitus adalah
sering buang air kecil.
7 Penglihatan kabur, mulut kering, dan berat badan
menurun merupakan gejala-gejala penyakit Diabetes
Mellitus.
8 Kerusakan organ ginjal dan Infeksi pada kaki hingga
membusuk (luka tidak cepat sembuh) merupakan akibat
penyakit Diabetes Mellitus.
9 Merokok dan alkohol merupakan hal – hal yang harus
dihindari oleh penderita Diabetes Mellitus.
10 Direbus, dibakar, dan dikukus merupakan cara
memasakak makanan yang dapat lebih menyebabkan
penyakitDiabetes Melitus .

Aspek Pernyataan Sikap


Isilah dengan tanda ( √ ) Pernyataan yang menurut bapak/ibu paling yakini benar
pada kuesioner

Keterangan
SS : Sangat Setuju
S : Setuju
TS : Tidak Setuju

66
No. Pertanyaan SS S TS

1. Saya tidak merasa khawatir untuk mengkonsumsi


makanan yang manis setiap hari
2. Saya harus berolahraga secara teratur, minimal 30
menit tiga kali dalam seminggu
3. Saya akan menjaga pola makan sehat dan seimbang
dengan makan makanan rendah gula dan tinggi serat
4. Saya akan melakukan pemeriksakan gula darah secara
rutin (1 bulan sekali)
5. Menurut saya penyuluhan tentang penyakit Diabetes
Melitus tidak diperlukan
6. Saya harus menjaga berat badan saya agar tetap ideal

7. Saya tidak suka mengkonsumsi makanan berserat


seperti buah dan sayuran dari pada berbagai jenis
makanan siap saji
8. Saya lebih suka makan di rumah menggunakan nasi
lauk pauk dan sayuran yang dimasak sendiri
dibandingkan makan di tempat makan cepat saji
9. Saya tidak menyukai aktivitas fisik rutin seperti
berkebun atau membersihkan pekarangan rumah
10 Saya harus mengurangi makanan dan minuman yang
manis

Aspek Tindakan Perilaku


Isilah dengan tanda ( √ ) Pernyataan yang menurut bapak/ibu paling yakini benar
pada kuesioner
Keterangan
SS : Sangat Sering
S : Sering

67
K : Kadang-kadang
J : Jarang
TP: Tidak Pernah

NO Pernyataan SS S K J TP

Saya berolahraga secara teratur seperti


1
bersepeda, jogging, badminton atau lainnya.
Saya sering mencari
informasi tentang penyakit
2 Diabetes Mellitus agar lebih mengetahui
gejala, penyebab, akibat, dan cara
pencegahan penyakit Diabetes Mellitus
Saya periksa kadar gula darah saya secara
3
teratur.
Saya selalu minum obat DM secara teratur jika
4 gula darah saya tinggi.

Saya lebih memilih mengkonsumsi makanan


5 berserat seperti buah dan sayuran daripada
makanan cepat saji
Saya melakukan aktivitas fisik sehari-hari
6 seperti membersihkan pekarangan rumah dan
berkebun
Saya mengkonsumsi kopi atau teh terutama
7
pada saat bekerja.
Saya mengganti cara memasak yang digoreng
8 menjadi cara memasak makanan dikukus atau
direbus
Saya mengkonsumsi makanan dan minuman
9
yang manis.

68
Setelah makan saya lebih memilih minum air
10
putih daripada minuman lain

2. Dokumentasi

Gambar 1 : Pengambilan data kuesioner

69
Gambar 2. Pengambilan Data Kuesioner

Gambar 3 : Pengisian data kuesioner oleh koresponden

70
Gambar 4 : Pelatihan Kader Posbindu

Gambar 5 : Pelatihan Kader Posbindu

71
Gambar 6. Pelatihan Kader Posbindu

Gambar 7. Buku Petunjuk Penggunaan Alat Alat Kesehatan

72
Gambar 8. Pelaksanaan Posbindu

73

Anda mungkin juga menyukai