Oleh :
Eka Putri Cahyati, S.Ked
001 084 0166
Pembimbing :
Dr. Chairil, Sp.KK
NIP:
PENDAHULUAN
1.1 DEFINISI
Morbus hansen adalah penyakit infeksi yang kronik yang disebabkan oleh
Mycobacterium leprae yang ditemukan oleh G.A. Hansen. Bersifat intraselular obligat.
Kuman Mycrobacterium Leprae yang berbentuk hasil dengan ukuran 3-8 µm x 0,5 µm,
bersifat tahan asam dan alkohol serta gram positif. Sampai saat ini belum ditemukan
medium artifisial untuk pembiakan kuman Mycobacterium leprae. Saraf perifer sebagai
afinitas pertama, diikuti kulit dan mukosa traktus respiratorius bagian atas, kemudian
dapat ke organ lain kecuali susunan saraf pusat.
1.2 SINONIM
Kusta, Lepra
1.3 EPIDEMIOLOGI
Cara penularan belum diketahui secara pasti. Diduga melalui kontak langsung
antar kulit yang lama dan erat, juga dapat melalui inhalasi, sebab Mycobacterium Leprae
masih dapat hidup beberapa hari dalam droplet. Masa tunas sangat bervariasi, antara 40
hari sampai 40 tahun. umumnya beberapa tahun, rata-rata 3 sampai 5 tahun.
Kusta bukan penyakit keturunan. Kuman dapat ditemukan di kulit, folikel rambut,
kelenjar keringat, dan air susu ibu, jarang didapat dalam urin. Sputum banyak
mengandung Mycobacterium Leprae yang berasal dari traktus respiratorius atas.
Kusta terdapat hampir diseluruh dunia terutama Asia, Afrika, Amerika Latin
daerah tropis dan subtropis, dapat menyerang semua umur, namun jarang pada anak umur
kurang dari satu tahun. Frekuensi tertinggi terdapat pada kelompok umur 25 sampai 35
tahun. Kusta terutama terdapat pada masyarakat dengan sosial ekonomi rendah.
Pada tahun 1991 World Health Assembly membuat resolusi tentang eliminasi
kusta. Pada tahun 2000 prevalensi kusta ditargetkan turun menjadi 1 kasus per 10.000
penduduk. Di Indonesia dikenal dengan Eliminasi Kusta tahun 2000 (EKT 2000).
Spektrum penyakit menurut Ridley dan Jopling terdiri atas berbagai tipe atau
bentuk, yaitu:
1. TT : Tuberkuloid polar, bentuk yang stabil
2. Ti : Tuberkuloid indefinite
3. BT : Borderline Tuberkuloid
4. BB : Mid Borderline
5. Li : Lepromatosa indefinite
6. LL : Lepromatosa polar, bentuk yang stabil
1.6 KOMPLIKASI
Gejala-gejala kerusakan saraf :
1. Nervus ulnaris
a. Anestesia pada ujung jari anterior kelingking dan jari manis
b. Clawing kelingking dan jari manis
c. Atrofi hipotenar dan otot interoseus serta kedua otot lumbrikalis medial
2. Nervus medianus
a. Anestesia pada ujung jari bagian anterior ibu jari, telunjuk, dan jari tengah
b. Tidak mampu aduksi ibu jari
c. Clawing ibu jari, telunjuk, dan jari tengah
d. Ibu jari kontraktur
e. Atrofi otot tenar dan kedua otot lumbrikalis lateral
3. Nervus radialis
a. Anestesia dorsum manus, serta ujung proksimal jari telunjuk
b. Tangan gantung (wrist drop)
c. Tak mampu ekstensi jari-jari atau pergelangan
4. Nervus poplitea lateralis
a. Anestesia tungkai bawah, bagian lateral dan dorsum pedis
b. Kaki gantung (foot drop)
c. Kelemahan otot peroneus
5. Nervus tibialis posterior
a. Anestesia telapak tangan
b. Claw toes
c. Paralisis otot intrinsik kaki dan kolaps arkus pedis
6. Nervus fasialis
a. Cabang temporal dan zigomatik menyebabkan lagoftalmus
b. Cabang bukal, mandibular dan servikal menyebabkan kehilangan ekspresi wajah
dan kegagalan mengatupkan bibir.
7. Nervus trigeminus
Kusta histoid
Kusta histoid merupakan variasi lesi pada tipe lepromatosa berbentuk nodus yang
berbatas tegas, dapat juga berbentuk plak. Bakterioskopik positif tinggi. Umumnya
timbul sebagai kasus relaps sensitif atau relaps resisten.
Sediaan mukosa hidung diperoleh dengan cara nose blows, terbaik dilakukan pagi
hari yang ditampung pada sehelai plastik. Perhatikan sifat duh tubuh, apakah cair, serosa,
bening, mukoid, mukopurulen, purulen, ada darah atau tidak. Sediaan dapat dibuat
langsung atau plastik tersebut dilipat dan kirim ke laboratorium.
Indeks bakteri dengan nilai dari 0 sampai 6+ menurut Ridley. 0 bila tidak ada BTA dalam
100 lapang pandang.
1+ bila 1-10 BTA dalam 100 LP
2+ bila 1-10 BTA dalam 10 LP
3+ bila 1-10 BTA rata-rata dalam 1 LP
4+ bila 11-100 BTA rata-rata dalam 1 LP
5+ bila 101-1000 BTA rata-rata dalam 1 LP
6+ bila > 1000 BTA rata-rata dalam 1 LP
Kegunaan pemeriksaan ini ialah dapat membantu diagnosis kusta yang meragukan,
karena tanda klinis dan bakteriologik tidak jelas. disamping itu dapat membantu
menentukan kusta subklinis, karena tidak didapati lesi kulit, misalnya pada narakontak
serumah. Macam-macam pemeriksaan serologik kusta ialah:
a. Uji MLPA (Mycobacterium Leprae Particle Aglutination)
b. Uji ELISA (Enzyme Linked Immunosorbent Assay)
c. ML dipstick test (Mycobacterium leprae dipstick)
d. ML flow test (Mycobacterium leprae flow test)
REAKSI KUSTA
Reaksi kusta adalah interupsi dengan episode akut pada perjalanan penyakit yang
sebenarnya sangat kronik. Adapun patofisiologi belum jelas betul, terminologi dan
klasifikasi masih bermacam-macam. Mengenai patofisiologinya belum jelas tersebut akan
dijelaskan secara imunologik. Reaksi imun dapat menguntungkan tetapi dapat pula
merugikan yang disebut reaksi imun patologik dan reaksi kusta ini tergolong didalamnya.
Dalam klasifikasi yang bermacam-macam itu, yang tampaknya paling banyak adalah
Eritema Nodusum Leprosum (ENL) dan Reaksi reversal atau reaksi upgrading.
Eritema Nodusum Leprosum terutama pada tipe lepromatosa polar dan dapat pula
pada borderline tuberculoid, berarti makin tinggi tingkat multibasilarnya makin besar
kemungkinan timbul eritema nodusum leprosum. Secara imunopatologis, eritema
nodusum leprosum (ENL) termasuk respon imun humoral, berupa fenomena kompleks
imun reaksi antara antigen Mycobacterium leprae + antibodi (IgM, IgG) + komplemen
kompleks imun.
Tampak dengan terbentuknya kompleks imun ini, maka eritema nodusum leprosum
termasuk di dalam golongan penyakit kompleks imun, oleh karena salah satu protein
Mycobacterium leprae bersifat antigenik, maka antibodi dapat terbentuk. Ternyata bahwa
kadar imunoglobulin penderita kusta lepromatosa lebih tinggi daripada tipe tuberkuloid.
Hal ini dapat terjadi karena pada pengobatan, banyak kuman kusta yang mati dan hancur,
berarti banyak antigen yang dilepaskan dan bereaksi dengan antibodi, serta mengaktifkan
Eka Putri Cahyati | Morbus Hansen Reaksi ENL 8
sistem komplemen. Kompleks imun tersebut terus beredar dalam sirkulasi darah yang
akhirnya dapat melibatkan berbagai organ.
Pada kulit akan timbul gejala klinis yang berupa nodus eritema, dan nyeri dengan
tempat predileksi di lengan dan tungkai. Bila mengenai organ lain dapat menimbulkan
gejala seperti iridosiklitis, neuritis akut, limfadenitis, artritis, orkitis, dan nefritis akut
dengan adanya proteinuria. Eritema nodusum leprosum dapat disertai gejala konstitusi
dari ringan sampai berat yang dapat diterangkan secara imunologik.
Pada eritema nodusum leprosum tidak terjadi perubahan tipe. Lain halnya dengan
reaksi reversal yang hanya dapat terjadi pada tipe borderline (Li, BL, BB, BT, Ti),
sehingga dapat disebut reaksi borderline.yang memegang peranan utama dalam hal ini
adalah sistem imunitas selular, yaitu terjadi peningkatan mendadak sistem imunitas
selular. Meskipun faktor pencetusnya belum diketahui dengan pasti, diperkirakan ada
hubungannya dengan reaksi hipersensitivitas tipe lambat. Reaksi peradangan terjadi pada
tempat kuman Mycobacterium leprae berada, yaitu pada saraf dan kulit, umumnya terjadi
pada pengobatan 6 bulan pertama. Neuritis akut dapat menyebabkan kerusakan saraf
secara mendadak, oleh karena itu memerlukan pengobatan segera yang memadai. Bahwa
yang menentukan tipe penyakit adalah sistem imunitas selular. Tipe kusta yang termasuk
borderline ini dapat bergerak bebas ke arah TT dan LL dengan mengikuti naik turunnya
sistem imunitas selular, hanya bedanya dengan cara mendadak dan cepat.
Gejala klinis reaksi reversal ialah umumnya sebagian atau seluruh lesi yang telah
ada bertambah aktif dan timbul lesi baru dalam waktu yang relatif singkat, artinya lesi
hipopigmentasi menjadi eritema, lesi eritema menjadi makkin eritematosa, lesi makula
menjadi infiltrat, lesi infiltrat makin infiltrat dan lesi lama menjadi bertambah luas.
Eritema nodusum leprosum dengan lesi eritema nodusum sedangkan reversal tanpa
nodular, sedangkan reaksi reversal tanpa nodus, sedangkan reaksi reversal adalah reaksi
non-noduar. Hal ini membantu menegakkan diagnosis reaksi atas dasar lesi, ada atau
tidak adanya nodus. Kalau ada berarti reaksi nodular atau eritema nodusum leprosum,
jika tidak ada berarti reaksi non-nodular atau reaksi reversal atau reaksi borderline.
1.9 PENGOBATAN
Obat kusta yang paling banyak dipakai saat ini adalah :
1. Diaminodifenil sulfon (DDS)
2. Klofazimin
3. Rifampisin
Untuk mencegah kemungkinan resistensi obat, maka pengobatan kusta dengan cara
multidrugs treatment (MDT). MDT menurut WHO :
a. Kusta MB : Rifampisin, DDS dan klofazimin
b. Kusta PB : Rifampisin, DDS.
1.10PENCEGAHAN
Penderita kusta yang terlambat didiagnosis dan tidak mendapat MDT mempunyai
risiko tinggi untuk terjadinya kerusakan saraf. Cara terbaik untuk melakukan pencegahan
cacat atau prevention of disabilities (POD) adalah dengan melaksanakan diagnosis dini
kusta, pemberian pengobatan MDT yang cepat dan tepat. Selanjutnya dengan mengenali
gejala dan tanda reaksi kusta yang disertai gangguan saraf serta memulai pengobatan
dengan kortikosteroid sesegera mungkin. Bila terdapat gangguan sensibilitas, penderita
diberi petunjuk sederhana misalnya memakai sepatu untuk melindungi kaki yang telah
terkena, memakai kacamata untuk melindungi matanya. Selain itu diajarkan pula cara
perawatan kulit sehari-hari. Hal ini dimulai dengan memeriksa ada tidaknya memar, luka,
atau ulkus. Setelah itu tangan dan kaki direndam, disikat, dan diminyaki agar tidak kering
dan pecah.
1.11PROGNOSIS
Untuk vitam umumnya bonam, namun dubia ad malam pada fungsi ekstremitas.
LAPORAN KASUS
2.1 IDENTITAS
Nama : Ny. HR
Tempat & tanggal lahir : 2 Juni 1988
Umur : 27 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Pasir II
Agama : Kristen Protestan
Status : Sudah menikah
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Tanggal Pemeriksaan : 3 Februari 2017
No. RM : 18 22 25
2.2 ANAMNESIS
a. Keluhan Utama:
Pasien datang ke poli Kulit dan Kelamin RSUD Dok 2 Jayapura dengan keluhan
benjolan-benjolan di tangan, bahu, kaki dan bokong. Pasien mengeluhkan bahwa
benjolan di bokong pecah dan mengeluarkan cairan.
b. Riwayat penyakit sekarang
Pasien mengeluhkan bahwa benjolan tersebut mucul kembali setelah minum obat
program kusta selama 4 bulan. Kemudian muncul benjolan-benjolan dibagin tangan
dan lutut. Pasien juga sering merasa demam, keringat dingin, pusing, menggigil dan
keram-keram pada seluruh tubuh.
c. Riwayat penyakit dahulu
Pasien didiagnosa mempunyai riwayat penyakit morbus hansen reaksi eritematosa
nodusum leprosum dan anemia.
d. Riwayat penyakit keluarga
Pasien menyanggah di dalam keluarga pasien, tidak ada yang menderita penyakit yang
sama.
e. Riwayat alergi
Pasien tidak memiliki riwayat alergi makanan, maupun obat-obatan.
a. Status generalisata
Kesadaran umum : Tampak baik
Kesadaran : Compos mentis
Tanda vital :
o Tekanan darah : 110/70 mmHg
o Denyut Nadi : 155 x/menit
o Suhu : 39,8 0 C
o RR : 60 x/menit
o Sp02 : 86 %
Kepala
o Mata : Conjungtiva Anemis (+/+) sklera ikterik (-/-)
o Hidung : Deformitas (-), Sekret (-/-)
o Telinga : deformitas (-)
o Mulut : Oral Candidiasis (-) ; Caries dentis (-)
Leher : Pembesaran KGB (-/-)
Thorax
o Paru
Inspeksi : simetris, ikut gerak napas
Palpasi : nyeri tekan (-)
Perkusi : sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : suara napas bronkovesikuler (+), Rhonki (-/-); Wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : Ictus Cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus Cordis tidak teraba
Perkusi : sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : suara