Anda di halaman 1dari 38

TUGAS MIKOLOGI

KLASIFIKASI JAMUR SISTEMIK


Dosen Pengampu :

Dr. Endah.S,M.Biomed

Disusun Oleh :

Tingkat 3 Reguler 1

Kelompok 2 : Kiki Adelia Damayanti

Mega Purnama Sari

Sarah Syafira

Yessyta Anggraini Damayanti

POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNGKARANG

PRODI D.III ANALIS KESEHATAN

TAHUN AJARAN 2018/2019

1
Kata pengantar

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, penulis
panjatkan puji dan syukur atas kehadiran-nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat
pada waktunya. Tidak lupa juga mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan pembuatan
makalah ini.

Harapan penulis semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
pembaca, untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambahkan isi makalah
agar lebih baik lagi, oleh karna itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Bandar Lampung, 27 November 2018

Penulis

2
Daftar Isi

Kata Pengantar.........................................................................................................................1

Daftar Isi..................................................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................................3

1.1 Latar Belakang.............................................................................................................3

1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................3

1.3 Tujuan..........................................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................................4
1. Candida Albicans……………………………………………………………………………..4
2. Aspergillus flavus……………………………………………………………………………..6
3. Coccidioides immitis…………………………………………………………….………….10
4. Histoplasma capsulatum……………………………………………………..…………….15
5. Cryptococcus neoformans …………………………………………………….…………..19
6. Blastomyces dermatitidis…………………………………………………………………..24
7. Paracoccidioides brasiliensis……………………………………………………..………28
8. Spesises Mucorales………………………………………………………………………….30

BAB III PENUTUP...............................................................................................................35

3.1 Kesimpulan.................................................................................................................35

Daftar Pustaka.......................................................................................................................36

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Jamur merupakan organisme uniseluler maupun multiseluler (umumnya berbentuk
benang disebut hifa, hifa bercabang-cabang membentuk bangunan seperti anyaman disebut
miselium, dinding sel mengandung kitin, eukariotik, tidak berklorofil. Jamur hidup secara
heterotrof dengan jalan saprofit (menguraikan sampah organik), parasit (merugikan
organisme lain), dan simbiosis. Berdasarkan kingdongnya, fungi (jamur) dibedakan menjadi
lima divisi yaitu, Zigomycotina (kelas Zygomycetes), Ascomycotina, Basidiomycotina, dan
Deuteromycotina. Sedangkan Obat antijamur adalah senyawa yang digunakan untuk
pengobatan penyakit yang disebabkan oleh jamur (Anonim, 2007).
Penyakit yang disebabkan oleh jamur biasanya akan tumbuh pada daerah-daerah
lembab pada bagian tubuh kita, diantaranya seperti pada bagian ketiak, lipatan daun telinga,
jari tangan dan kaki dan juga bagian lainnya. Penyakit kulit karena jamur bisa menular
karena kontak kulit secara langsung dengan penderitanya.Gejala dari penyakit ini adalah
warna kulit yang kemerahan, bersisik dan adanya penebalan kulit. Dan yang jelas akan
disertai dengan rasa gatal pada kulit yang sudah terifeksi jamur tersebut.
Infeksi karena jamur disebut mikosis, umumnya bersifat kronis.Mikosis ringan
menyerang permukaan kulit (mikosis kutan), tetapi dapat juga menembud kulit sehingga
menimbulkan mikosis subkutan. Secara klinik, infeksi jamur dapat digolongkan menurut
lokasi infeksinya, yaitu:
1. Mikosis sistemik.
2. Dermatofit.
3. Mikosis mukokutan (Munaf, 2004).

B. Rumusan Masalah    
1. Apa sajakah klasifikasi jamur sistemik?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui klasifikasi jamur sistemik
4
BAB II

PEMBAHASAN

Dari segi terapeutik infeksi jamur pada manusia dapat dibedakan atas infeksi
sistematik,dermatofit dan mukokutan.infeksi sistematik dapat lagi dibagi atas:
1. infeksi internal
Seperti aspergilosis, blastomikosis, koksidiodomikosis, kriptokokosis,
histoplasmosis, mukromikosis, parakoksidiodomikosis, dan kandidiasis
2. infeksi subkutan
Misalnya Kromomikosis, misetoma dan sporotrikosis. infeksi dermatofit disebabkan
oleh trichophyton, Epidermophyton dan mikrosporum yag menyerang kulit, rambut dan
kuku.infeksi mukokutan disebabkan oleh kandida menyerang mukosa dan daerah lipatan
kulit yang lembab.kandidiasis mukokutan dalam keadaan kronis umumnya mengenai
mukosa kulit dan kuku.
Dasar farmokologis dari pengobatan infeksi jamur belum sepenuhnya
dimengerti.secara umum infeksi jamur dibedakan atas infeksi jamur sistematik dan infeksi
jamur topikal(deramotif dan mukokutan).dalam pengobatan beberapa anti
jamur(inidazol,triazol,dan antibiotik polien)dapat digunakan untuk kedua infeksi
tersebut.ada infeksi jamur topikal yang dapat diobati secara sistematik ataupun topikal

KLASIFIKASI JAMUR SISTEMIK

1. Candida Albicans
A. Klasifikasi ilmiah
Kerajaan          : Fungi
Filum               : Ascomycota
Kelas               : Saccharomycetes
Ordo                : Saccharomycetales
Famili              : Saccharomycetaceae
Genus              : Candida

5
Spesies            : C. albicans

B. Ciri Morfologi 

Candida adalah fungi dimorfik yaitu dapat ditemui dalam dua bentuk yang berbeda.
Memiliki spora yang relatif besar, bulat dan kenyal. Reproduksi secara aseksual dengan
membentuk tunas. Membentuk untaian seperti buah anggur. Kemudian menyebar
membentuk seperti ranting (Biamonte, 1997) mempunyai askospora dan dapat membentuk
pseudohifa dan hifa sejati (Madigan et al, 1997).

C. Patogenitas

Candida Albicans ini adalah golongan dari jamur dimorfik yang dapat tumbuh sebagai Sel
tunas yang kemudian akan memanjang dan berubah menjadi hifa semu. Hifa semu ini terdiri
dari banyak blastospora yang memiliki bentuk bulat atau lonjong.

D. Daur Hidup Candida Albicans


Candida albicans dapat ditemukan di mana-mana sebagai mikroorganisme yang menetap di
dalam saluran yang berhubungan dengan lingkungan luar manusia (rektum, rongga
mulut dan vagina).

E. Epidemiologi Candida Albicans
Candida albicans dapat ditemukan di mana-mana sebagai mikroorganisme yang menetap di
dalam saluran yang berhubungan dengan lingkungan luar manusia (rektum, rongga

6
mulut dan vagina). Prevalensi infeksi Candida albicans pada manusia dihubungkan dengan
kekebalan tubuh yang menurun, sehingga invasi dapat terjadi. Meningkatnya prevalensi
infeksi Candida albicans dihubungkan dengan kelompok penderita dengan gangguan sistem
imunitas seperti pada penderita AIDS, penderita yang menjalani transplantasi organ dan
kemoterapi antimaligna.
Selain itu makin meningkatnya tindakan invasif, seperti penggunaan kateter
dan jarum infus sering dihubungkan dengan terjadinya invasi Candida albicans ke dalam
jaringan. Edward (1990) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa dari 344.610 kasus
infeksi nosokomial yang ditemukan, 27.200 kasus (7,9 %) disebabkan oleh jamur dan
21.488 kasus (79%) disebabkan oleh spesies Candida. Peneliti lain (Odds dkk. 1990)
mengemukakan bahwa dari 6.545 penderita AIDS, sekitar 44,8 % nya adalah penderita
kandidosis.

F. Hospes Candida Albicans
Orang yang terkena candida albicans biasanya dinamakan penyakit Candidiasis
dan vulvovaginitis.

2. Aspergillus flavus
A. Klasifikasi Ilmiah
Kingdom         : Fungi
Phylum            : Ascomycota
Subphylum      : Pezizomycotina
Classis             : Eurotiomycetes
Sub classis       : Eurotiomycetidae
Ordo                : Eurotiales
Familia            : Trichocomaceae
Genus              : Aspergillus
Spesies            : Aspergillus flavus

7
Aspergillus flavus cenderung lebih mematikan dan tahan terhadap antifungi
dibandingkan hampir semua spesies Aspergillus  yang lainya. Selain itu, kapang tersebut
juga mengkontaminasi berbagai produk pertanian.

B. Morfologi Aspergillus flavus

Dalam media Czapek dox agar, koloni berbentuk granular, datar, awalnya berwarna
kuning tapi dengan cepat menjadi hijau gelap kekuningan seiring usia. Kepala konidiofor
tipe radial, berdiameter hampir 300 – 400 μm. Konidiofor panjang dan kasar, semakin dekat
dengan vesikel akan semakin kasar. Konidia berbentuk bulat atau lonjong (berdiameter 3 –
6 μm), hijau pucat dan terlihat berbentuk echinulate. Beberapa strain memproduksi
sclerotia.

C. Patogenitas Aspergillus flavus
1) Aflatoxicosis
Keracunan akibat aflatoksin yang tertelan mengakibatkan kerusakan hati secara langsung
yang diikuti kematian
2) Aspergillosis
Ada 2 jenis aspergillosis. Salah satunya allergic bronchopulmonary aspergillosis (ABPA),
kondisi di mana jamur menyebabkan gejala alergi pada sistem pernapasan tapi tidak
menginvasi dan menghancurkan jaringan. Jenis aspergillosis yang lain adalah aspergillosis

8
invasif, penyakit yang mempengaruhi sistem kekebalan tubuh manusia. Pada kondisi ini
jamur menginvasi ke seluruh tubuh dan merusak jaringan tubuh.
3) Aspergilloma
Ini adalah gangguan paru-paru yang paling umum disebabkan oleh A.flavus. Aspergilloma
merupakan bola jamur yang berisi mycelia dari A.flavus, yang menyebabkan infeksi sel,
fibrin, otot dan jaringan, biasanya menyebabkan lubang pada paru-paru.

D. Siklus hidup
1) Mycelium dan Sclerotia
Mycelium jamur merupakan struktur yang cukup dominan ditemukan dalam tanah. Sclerotia
juga bisa terbentuk yang membuatnya bisa bertahan hidup cukup lama dalam tanah
2) Konidiofor
Sementara A. flavus masih muda dan bertumbuh, mycelium membentuk banyak konidofor.
Konidiofor tumbuh secara tunggal dari badan hifa
3) Konidia
Konidiofor yang matang akan membentuk konidia pada ujungnya. Konidia berbentuk bulat
dan unisel dengan dinding yang kasar. Konidia bisa tumbuh, menyebar di udara, menempel
pada tubuh serangga, pada tanaman, pada hasil panen.
4) Mycelia saprofit
A. flavus biasanya tumbuh dan hidup sebagai saprofit di dalam tanah. Pertumbuhannya
sangat didukung dengan adanya sisa – sisa tanaman dan hewan dalam jumlah besar.
Kapang ini sering digolongkan dalam Ascomycetes karena membentuk spora
seksual yaitu askospora, dan diberi nama Eurotium untuk tahap seksualnya.
Ciri-ciri spesifik Aspergillus adalah sebagai berikut :
a) Hifa septat dan miselium bercabang, biasanya tidak berwarna, yang terdapat di
bawah permukaan merupakan hifa vegetatif, sedangkan yang muncul di atas
permukaan umumnya merupakan hifa fertil.
b) Koloni kompak.
c) Konidiofora septat atau nonseptat, muncul dari “foot cell” (yaitu sel miselium yang
membengkak dan berdinding tebal).

9
d) Konidiofora membengkak menjadi vesikel pada ujungnya, membawa sterigmata
dimana tumbuh konidia.
e) Sterigmata atau fialida biasanya sederhana, berwarna, atau tidak berwarna.
f) Konidia membentuk rantai yang berwarna hijau, cokelat, atau hitam.
g) Beberapa spesies tumbuh baik pada suhu 37 oC.

E. Epidemiologi
Aspergillosis sangat jarang. Karena aspergillosis bukanlah infeksi dilaporkan, kejadian tepat
sulit untuk menentukan, namun data berbasis populasi dari San Francisco menunjukkan
tingkat 1 sampai 2 kasus per 100.000 orang per tahun. Kasus pertama ABPA didiagnosis di
Inggris pada tahun 1952 dan kasus pertama di Amerika Serikat ditemukan pada tahun 1968.
Di Medan (Indonesia) kasus tersangka ABPA pernah pula dilaporkan pada tahun 1987.

Aspergillosis dapat mengenai semua ras dan ke dua jenis kelamin dengan perbandingan
yang sama dan dapat mengenai semua jenis usia.

Insiden invasif aspergillosis pada pasien immunokompromais yang beresiko tinggi yaitu:

1. Pasien neutropenia (disebabkan hematologic malignancy ataupun mendapat


kemoterapi) :7%
2. Pasien leukemia akut :5% - 20%
3. Penerima transplantasi sumsum tulang belakang: 10% - 20%
4. Penerima transplantasi organ (ginjal, hati, jantung) : 5% - 15%
5. Pasien AIDS : 1% - 9%

Dari laporan diketahui bahwa lingkungan rumah sakit sering terkontaminasi dengan
spora Aspergillus, kontaminasi ini dapat dijumpai pada:

1. Kontruksi rumah sakit, dimana dijumpai peningkatan jumlah spora aspergillus pada


sistem ventilasi.
2. Daerah sekitar kateter intravena (menjadi jalan masuknya Aspergillus).
3. Penggunaan plester.
4. Penggunaan amboard.
10
5. Penutupan kulit secara oklusif.

3. Coccidioides immitis

A. Klasifikasi Taksonomi
Kingdom         : Fungi
Filum               : Ascomycota
Kelas               : Euascomycetes
Ordo                : Onygenales
Family             : Onygenaceae
Genus              : Coccidioides

B. Definisi
Coccidioides Immitis adalah suatu jamur tanah yang menyebabkan koksidioidomikosis
(Demam San Joaquin, Demam Lembah). Demam Lembah, disebut demikian karena infeksi
ini berasal dari koksidioidomikosis yang sifatnya endemic pada beberapa daerah kering di
Barat daya Amerika Serikat dan Amerika Latin. Koksidioidomikosis biasanya menyerang
paru-paru. Tetapi infeksi ini biasanya sembuh sendiri, penyebaran jarang terjadi, tetapi
sifatnya mematikan.

C. Morfologi

11
C. immitis adalah jamur dimorfik. Di tanah dan dalam biakkan suhu kamar C.immitis
membentuk koloni filamen. Hifa jamur ini membentuk artrospora dan mengalami
fragmentasi. Artrospora ini ringan dan mudah terbawa oleh angin dan terhirup ke dalam
paru. Pada suhu 37 C, C. immitis membentuk koloni yang terdiri dari sferul yang berisi
endospora.

D. Siklus Hidup 

12
Daerah endemic C. immitis adalah daerah – daerah kering. Jamur ini ditemukan dalam
tanah dan jaringan binatang pengerat. Di dalam tanah, terjadi pembentukan artrospora dan
berkecambah. Sedangkan di dalam jaringan binatang pengerat, terjadi pembentukan sferul
dengan endospora. Tetapi saat dilakukan penelitian, binatang pengerat yang terinfeksi jamur
ini tidak menambah penyebarannya dengan menularkannya pada manusia. Jadi peluang
terbesar terhadap infeksi C.immitis ini adalah lewat tanah. Miselium dari jamur ini ada di
tanah. Miselium itu mengandung hifa yang merupakan alat perkembangbiakan vegetative
jamur. Hifanya berupa Hifa “aerial”. Hifa ini memiliki banyak inti sel dengan jalur – jalur
sitoplasma berjalan melalui septum spora diantara sel – sel. Hifa ini secara bergantian
membentuk artospora dan sel – sel kosong.
Artrospora ini sifatnya ringan, mengapung di udara , dan sangat mudah
menimbulkan infeksi. Jika Artrospora ini terhirup oleh manusia, spora – spora yang menular
ini berkembang menjadi sferul jaringan. Sferul ini bentuknya bulat seperti bola yang garis
tengahnya 15 – 60 µm dengan dinding yang tebal dan berbias ganda. Endospora nantinya
akan terbentuk dalam sferul tersebut dan mengisinya. Waktu dindingnya pecah, endospora
dikeluarkan ke dalam jaringan sekitarnya (dalam tubuh manusia), dimana endospora
membesar membentuk sferul yang baru. Di dalam tubuh manusia terdapat bentuk bulatan –

13
bulatan kecil tempat tumbuhnya endospora. Endospora dilepaskan saat sudah masak, lalu
membengkak dan menjadi bulatan-bulatan baru. 

E. Patogenesis dan Gambaran Klinik


Infeksi dari jamur ini didapat melalui inhalasi artrospora yang terdapat di udara. Infeksi
pernafasan yang nantinya timbul dapat bersifat asimptomatis dan mungkin hanya terbukti
dengan pembentukan antibody presipitasi dan tes kulit positif dalam 2-3 minggu.
Disamping itu penyakit yang menyerupai influenza, yang disertai demam, lesu, batuk, dan
rasa sakit di seluruh tubuh juga dapat terjadi. Kurang dari 1% orang yang terinfeksi C.
immitis, penyakitnya berkembang menjadi bentuk yang menyebar dan sangat fatal. Hal ini
dapat sangat menyolok terlihat pada wanita yang sedang hamil. Ini disebabkan karena kadar
estradiol dan progesterone yang meningkat pada wanita hamil dapat menambah
pertumbuhan C. immitis.
Sebagian  besar orang dapat dianggap kebal terhadap reinfeksi, setelah tes – tes kulitnya
menjadi positif. Akan tetapi, bila individu seperti ini kekebalannya ditekan dengan obat atau
penyakit, penyebarannya dapat terjadi beberapa tahun setelah infeksi primernya.
Koksidioidomikosis yang menyebar dapat disamakan juga dengan tuberkolosis, dengan lesi
pada banyak organ tubuh, tulang dan susunan saraf pusat. Gejala yang ditimbulkan
koksidioidomikosis antara lain:
1. Koksidioidomikosis primer akut

Koksidioidomikosis primer akut merupakan infeksi paru-paru yang ringan, yang biasanya
tanpa gejala. Kalaupun ada baru timbul 1 – 3 minggu setelah terinfeksi. Gejala-gejalanya
antara lain batuk berdahak, yang mungkin bisa sampai batuk darah, nyeri dada, demam dan
menggigil. Kompleks dari gejala – gejala ini dinamakan “Valley fever” atau “Desert
rheumatism”, rematik padang pasir, yaitu adanya konjungtivitis (peradangan pada selaput
mata) dan arthritis (peradangan sendi) disertai eritema nodosum (peradangan kulit).

2. Koksidioidomikosis Progresif

14
Pada koksidioidomikosis ini sifat dari infeksinya adalah menyebar dan berakibat fatal. 
Bentuk ini biasanya merupakan pertanda bahwa seseorang yang telah terinfeksi telah
mengalami gangguan system kekebalan. Gejala – gejalanya biasanya berupa demam ringan,
nafsu makan hilang, berat badan turun, dan badan terasa lemah. Pada kasus ini, infeksi juga
menyebar ke tulang, sendi, hati, limpa, ginjal dan otak.

F. Diagnosis
Diagnosis koksidioidomikosis didasarkan atas:
1. Pemeriksaan langsung : kerokan kelainan kulit, dahak atau bilasan bronkus.
Pewarnaan khusus oleh jamur pada jaringan (terlihat bulatan – bulatan kecil berisi
endospora: tidak terlihat sel – sel ragi bertunas)
2. Biakan dari dahak, bilasan bronkus, biopsy atau kerokan kulit (bahan-bahan ini
sangat menular)
3. Serologi diagnostic yaitu:
 Tes presipitin tabung untuk mengukur titer IgM
 Reaksi peningkatan komplemen untuk mengukur titer IgG
 Aglutinasi lateks dan uji imunodifusi sebagai alat penyaring pada daerah
endemic ternyata dapat mendeteksi 93% kasus
 Tes kulit pada stadium awal infeksi

G. Pencegahan
Infeksi ini dapat dicegah dengan mengurangi debu, mengaspal jalan – jalan dan lapangan
terbang dimana banyak debu – debu berterbangan , menanam pepohonan, dan menggunakan
semprotan minyak.

H. Pengobatan
Pada koksidioidomikosis disseminate, Amfoterisin B diberikan secara intravena (0,4 –
0,8 mg/kg/hari). Amfoterisin B (AMB) merupakan suatu anti jamur polien yang diberikan
secara intravena dan meskipun dapat menyebabkan nefrotoksin, tetapi merupakan obat

15
pilihan pada infeksi jamur yang gawat. Pemberian Amfoterisin B(AMB) secara terus
menerus selama beberapa bulan dapat menimbulkan remisi. Mikonazol dan ketokonazol
sistemik juga cukup efektif dalam pengobatan koksidioidomikosis paru – paru menahun
tetapi efeknya sangat terbatas pada penyakit yang menyebar. Ketokonazol adalah obat
imidazol per os yang berguna untuk infeksi jamur sistemik yang tidak gawat. Sedangkan
Mikonazol adalah obat imidazol lain yang perlu diberikan secara intravena dan lebih toksis
daripada ketokonazol. Pada keadaan yang disertai kelainan meningeal, dosis ketonazol
800mg/hari diberikan melalui mulut dengan pemberian secara intravena ketokonazol telah
memberikan efek yang memuaskan. Pada meningitis oleh koksidioides, amfoterisin B juga
diberikan intratekal, tetapi hasilnya dalam jangka panjang seringkali kurang memuaskan.

4. Histoplasma capsulatum
A. TAKSONOMI JAMUR

Taksonomi jamur Histoplasma capsulatum adalah sebagai berikut :

Kingdom  : Fungi
Phylum : Ascomycota
Subphylum       : Ascomycotina
Class                 : Ascomycetes
Order                : Onygenales
Family               : Onygenaceae
Genus                : Ajellomyces (Histoplasma)
Species              : Histoplasma capsulatum

B. MORFOLOGI DAN IDENTIFIKASI


1. Ciri dan Morfologi Jamur Histoplasma capsulatum

16
Jamur Histoplasma capsulatum merupakan jamur yang bersifat dimorfik bergantung
suhu. Pada suhu 35 – 37oC jamur ini membentuk koloni ragi sedangkan pada suhu lebih
rendah/suhu kamar (25 – 30oC) membentuk koloni filamen (kapang) berwarna coklat tetapi
gambarannya bervariasi. Banyak isolat tumbuh lambat dan spesimen memerlukan inkubasi
selama 4 - 12 minggu sebelum terbentuk koloni.   Hialin hifa berseptat menghasilkan
mikrokonidia (2 – 5 µm) dan makrokonidia berdinding tebal berbentuk sferis yang besar
dengan penonjolan materi dinding sel pada daerah perifer (8 – 16 µm).
Dalam jaringan atau in vitro pada medium kaya pada suhu 37 oC, hifa dan konidia
berubah menjadi sel ragi kecil, oval (2 x 4 µm). Dalam jaringan, merupakan parasit
intraseluler fakultatif. Di laboratorium, dengan strain perkawinan yang tepat, siklus seksual
dapat diperlihatkan, menghasilkan Ajellomyces capsulatus, suatu telomorf yang
menghasilkan askospora.
2. Siklus Hidup

Fungi ini termasuk fungi dimorfik. Fungi dimorfik adalah fungi yang dapat memiliki
dua bentuk, yaitu kapang dan yeast. Fungi ini termasuk kedalam Ascomycota parasit yang
17
dapat menghasilkan spora askus (spora hasil reproduksi seksual). Jamur ini berkembang
biak secara seksual dengan hifa yang bercabang-cabang ada yang berkembang menjadi
askogonium (alat reproduksi betina) dan anteridium (alat reproduksi jantan), dari
askegonium akan tumbuh saluran untuk menghubungkan keduanya yang disebut saluran
trikogin. Dari saluran inilah inti sel dari anteridium berpindah ke askogonium dan
berpasangan. Kemudian masuk ke askogonium dan membelah secara mitosis sambil terus
tumbuh cabang yang dibungkus oleh miselium dimana terdapat 2 inti pada ujung-ujung
hifa. Dua inti itu akan membelah secara meiosis membentuk 8 spora dan disebut spora
askus yang akan menyebar, jika jatuh di tempat yang sesuai maka akan tumbuh menjadi
benang hifa yang baru, demikian seterusnya
Histoplasmosis adalah infeksi oportunistik (IO) yang umum pada orang HIV-positif.
Infeksi ini disebabkan oleh jamur Histoplasma capsulatum. Jamur ini berkembang dalam
tanah yang tercemar dengan kotoran burung, kelelawar dan unggas, sehingga ditemukan
dalam di kandang burung/unggas dan gua. Infeksi menyebar melalui spora (debu kering)
jamur yang dihirup saat napas, dan tidak dapat menular dari orang yang terinfeksi. Jamur ini
dapat tumbuh dalam aliran darah orang dengan sistem kekebalan tubuh yang rusak,
biasanya dengan jumlah CD4 di bawah 150. Setelah berkembang, infeksi dapat menyebar
pada paru, kulit, dan kadang kala pada bagian tubuh yang lain. Histoplasmosis adalah
penyakit yang didefinisi AIDS

C. EPIDEMIOLOGI

Histoplasmosis capsulatum tumbuh di tanah yang kaya dengan nitrat seperti tanah
daerah-daerah yang sangat terkontaminasi dengan tetesan-tetesan burung atau kayu yang
lapuk. Spora jamur sering dibawa sayap burung. Wabah histoplasmosis setempat telah
dilaporkan setelah aerosolisasi mikrokonidia dengan pembangunan pada daerah yang
sebelumnya ditempati oleh tempat burung starlling atau kandang ayam atau oleh potongan-
potongan kayu lapuk. Tidak seperti burung, kelelawar secara aktif terinfeksi dengan
histoplasma. Wabah histoplasmosis setempat juga telah dilaporkan setelah pemajanan yang
kuat pada kelelawar di gua-gua dan sepanjang jembatan yang sering didatangi oleh
kelelawar. Insiden histoplasmosis paling tinggi di Amerika Serikat, yang merupakan daerah
18
endemik meliputi negara bagian tengah dan timur dan terutama lembah sungai Ohio dan
sebagian lembah sungai Mississipi. Sejumlah wabah histoplasmosis akut disebabkan oleh
pajanan banyak orang dengan inokulum konidia yang besar. Keadaan tersebut dapat terjadi
bila habitat alami H. capsulatum terganggu, yaitu tanah yang bercampur dengan kotoran
burung (missal, tempat  ertengger burung jalak, kandang ayam( atau kotoran kelelawar
(goa). Burung tidak terinfeksi, tetapi kotorannya memberikan kondisi biakan yang baik bagi
pertumbuhan fungi. Konidia juga menyebar melalui angin dan debu. Wabah urban
histoplasmosis terbesar terjadi di Indianapolis. Pada beberapa daerah yang sangat endemic,
80 – 90% penduduk mempunyai hasil uji kulit yang positif pada awal masa dewasa. Banyak
penduduk akan mengalami kalsifikasi miliar di paru. Histoplasmosis tidak menular dari
orang ke orang. Penyemprotan formaldehid pada tanah yang terinfeksi dapat membasmi H.
capsulatum.

Di Afrika, selain patogen yang lazim, terdapat varian yang stabil, H. capsulatum var
duboisii, yang menyebabkan bagian paru yang terkena lebih sedikit da lebih banyak lesi
pada kulit dan tulang dengan sel raksasa dalam jumlah besar yang mengandung ragi,
berbentuk lebih besar dan lebih sferis.

D. PATOGENESIS DAN PATOLOGI


Inhalasi mikokonidia merupakan stadium awal infeksi manusia. Konidia mencapai
alveoli, bertunas, dan berproliferasi sebagai ragi. Infeksi awal adalah bronkopneumonia.
Ketika lesi paru awal bertambah usianya, terbentuk sel raksasa disertai dengan
pembentukan granuloma dan nekrosis sentral. Pada saat pertumbuhan spora, sel ragi masuk
ke dalam system retikuloendotelial melalui system limfatik paru dan limfatik hilus.
Penyebaran dengan keterlibatan limfa khas menyertai infeksi paru primer. Pada hospes
normal, respons imun timbul pada sekitar 2 minggu. Lesi paru awal sembuh dalam 2 sampai
4 bulan tetapi dapat mengalami kalsifikasi buckshot yang melibatkan paru dan limpa. Tidak
seperti tuberkolosis, reinfeksi dengan H.capsulatum terjadi dan dapat menimbulkan respons
hospes yang berlebihan pada beberapa kasus.

E. PENCEGAHAN

19
Sulit untuk mencegah pajanan terhadap jamur yang menyebabkan histoplasmosis, terutama
di daerah di mana penyakit tersebar luas. Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk
menghindari terjadinya Histoplasmosis antara lain :
1. Hindari tempat yang berkembangnya jamur, terutama daerah yang dipenuhi dari
ekskresi burung dan kelelawar.
2. Mengeluarkan atau membersihkan koloni kelelawar atau kandang burung dari
gedung ataupun perumahan.
3. Melakukan desinfeksi pada daerah yang mengalami kontaminasi.
4. Meminimalisir terbangnya debu yang kemungkinan terkontaminasi dengan spora
jamur dengan cara menyemprotkan dengan air daerah yang berpotensi sebagai
sumber penularan penyakit, seperti kandang ayam sebelum dibersihkan dilakukan
penyemprotan dengan air untuk menghindari terbangnya debu yang mengandung
spora jamur.
5. Saat bekerja di tempat yang beresiko sebagai tempat penyebaran penyakit, pekrja
hendaknya menggunakan pakaian khusus dan menggunakan masker wajah yang
berfungsi untuk menyaring debu yang masuk saat bernafas, sebaiknya gunakan
masker dengan diameter kurang lebih 1 milimicron.

5. Cryptococcus neoformans 
A. Klasifikasi
Kerajaan          : Fungi
Filum               : Basidiomycota
Kelas                : Tremellomycetes
Ordo                : Tremellales
Famili              : Tremellaceae
Genus              : Cryptococcus
Spesies            : Cryptococcus neoformans

B. Epidiemology

20
Cryptococcus neoformans didistribusikan di seluruh dunia. Sebagian besar kasus
melibatkan kriptokokosis serotipe A dan D. serotipe B dan C dibatasi ke daerah-daerah
tropis dan subtropis dan terisolasi dari spesies tertentu pohon kayu putih dan udara di bawah
mereka.Cryptococcus neoformans var neoformans, yang pulih dari kotoran burung merpati
usia, sarang burung, dan guano, adalah selalu serotipe A atau D. Meskipun serotipe A dan D
yang ada dalam konsentrasi tinggi dalam tinja merpati, jamur tidak menginfeksi unggas.
Dalam lembab atau kotoran burung dara kering, neoformans C dapat bertahan hidup selama
2 tahun atau lebih. Dalam lingkungan saprobik, C neoformans tumbuh unencapsulated,
namun, strain unencapsulated virulensi kembali mereka setelah diperoleh kembali kapsul
polisakarida mereka. Cryptococcusneoformans var gattii biasanya menyebabkan penyakit
pada pasien dengan imunitas diperantarai sel utuh.

Kriptokokosis alami terjadi pada hewan dan manusia, tetapi tidak penularan hewan
ke manusia atau penularan dari orang ke orang melalui rute paru belum didokumentasikan.
Transmisi melalui transplantasi organ telah dilaporkan ketika organ donor yang terinfeksi
digunakan. C neoformans var neoformans menyebabkan sebagian besar infeksi kriptokokus
pada host imunosupresi, termasuk pasien dengan AIDS, sedangkan C neoformans var gattii
penyebab 70-80% infeksi kriptokokus diantara host imunokompeten. 
Meskipun C neoformans var neoformans ditemukan di seluruh dunia, C neoformans var
gattii biasanya diidentifikasi di daerah subtropis seperti Australia, Amerika Selatan, Asia
Tenggara, dan Tengah dan sub-Sahara Afrika. Di Amerika Serikat, C neoformans var gattii
ditemukan di Southern California.

Seperti disebutkan di atas, Cryptococcus neoformans var gattii dapat ditemukan


dalam hubungan dengan pohon-pohon yang berbeda, seperti pohon-pohon karet sungai
merah (E camaldulensis) dan pohon hutan karet merah (E tereticornis). Infeksi diperoleh
dengan menghirup udara ditanggung propagul yang menginfeksi paru-paru dan mungkin
memperluas melalui fungemia untuk melibatkan SSP.
21
Pada tahun 1999, Cryptococcus neoformans var gattii muncul di Pulau Vancouver,
British Columbia, Kanada. Infeksi telah dilaporkan antara penduduk dan pengunjung ke
pulau, serta antara hewan peliharaan dan liar. Penyakit telah paling sering diidentifikasi
pada kucing, anjing dan musang. mamalia laut juga telah diidentifikasi untuk membawa
infeksi. Vektor dapat membubarkan spora dari daerah endemik ke daerah yang sebelumnya
tidak terpengaruh. Ini mungkin telah menjadi rute penyebaran dalam kasus Pulau
Vancouver. Sejak tahun 2003, penyakit kriptokokus telah menjadi infeksi di tingkat
propinsi dilaporkan di British Columbia. Isolat telah diidentifikasi di cemara Douglas
pesisir dan zona hemlock pesisir barat biogeoclimatic.

Kejadian infeksi yang berhubungan dengan usia, ras, atau pekerjaan tidak secara
signifikan berbeda. orang Sehat dengan riwayat kontak dengan merpati atau kotoran burung
dan pekerja laboratorium terpapar ke aerosol organisme memiliki tingkat yang lebih tinggi
reaksi kulit positif tertunda untuk antigen kriptokokus atau cryptococci. Kadang-kadang,
laboratorium kecelakaan mengakibatkan transmisi neoformans C, tetapi penyakit paru dan
disebarluaskan jarang dalam pengaturan ini. Terkadang inokulasi kulit dengan neoformans
C menyebabkan penyakit kulit yang terlokalisasi.

D. Penyebab

Spora dari jamur yang menyebabkan kriptokokus dihasilkan di permukaan tanah


(soil) dan terbawa dan tersebar kemana-mana oleh angin, lalu terhirup manusia dan
menimbulkan infeksi.Cryptococcus neoformans suka hidup di lingkungan yang tercemar
kotoran burung atau kelelawar. Kriptokokosis atau penyakit yang disebut infeksi jamur
Cryptococcus neoformans terjadi bila seseorang termakan buah-buahan atau terminum susu
yang telah tercemari atau terkontaminasi dengan kotoran burung yang mengandung jamur
tersebut. Mastitis pada lembu bisa pula akibat infeksi jamur Cryptococcus neoformans

22
sehingga terminum susu lembu yang mengidap mastitis bisa pula mengundang infeksi
jamur tersebut.

E. Gejala Klinis

Gejala klinis pada kucing berupa infeksi pada rongga hidung,


bersin, mucopurulent, serous (bunyi sengau), hemorrhagi, edema subcutan, juga luka pada
kulit yang berupa papula atau bongkol-bongkol kecil. Luka yang lebih besar cenderung
menjadi bisul yang berupa serous eksudat pada permukaan kulit. Infeksi ini juga dikaitkan
dengan penyakit saraf karena berhubungan dengan perubahan CNS, bahkan bisa
mengakibatkan kebutaan. Berbeda dengan kucing, pada anjing tampak gejala klinis yang
berkaitan dengan kerusakan CNS dan kebutaan. Gejala klinis lain adalah
meningoencephalitis, radang urat saraf yang berhubungan dengan mata, dan granulomatous
chorioretinitis. Kadang juga ditemukan luka di dalam rongga hidung. Sekitar 50% anjing
ditemukan infeksi pada paru-paru, ginjal, kelenjar getah bening, limpa, hati, gondok,
pankreas, tulang, otot, myocardium, glandula prostata, klep hati/jantung, dan amandel.

Luka yang ditimbulkan berupa massa seperti agar-agar, mengandung banyak


mikroorganisme yang menyebabkan radang di fase granuloma. Luka pada umumnya terdiri
atas kumpulan organisme tanpa capsula di dalam suatu jaringan. Terlihat berupa
macrophages dan sel raksasa dengan beberapa sel plasma dan lymphocytes. Epithelioid
sel raksasa dan area necrosis lebih jarang ditemukan dibandingkan dengan infeksi sistemik
mycosis yang lain

F. Morfologi

23
Cryptococcus neoformans di dalam jaringan atau cairan spinal berbentuk bulat atau
lonjong dengan diameter 4-12μm, sering bertunas, dan dikelilingi oleh simpai yang tebal.
Pada agar Sabouraud dengan suhu kamar koloni yang terbentuk berwarna
kecoklatan,mengkilat, dan mukoid. Biakan tidak meragi karbohidrat tapi mengasimilasi
glukosa, maltosa, sukrosa, dan galaktosa (tetapi laktosa tidak). Urea dihidrolisis. Berbeda
dari kriptokokus non patogen C. neoformans tumbuh baik pada suhu 370C pada sebagian
besar pembenihan laboratorium yang tersedia, asalkan tidak mengandung siklo heksamida.
Pencampuran serotip A da D atau B dan C menyebabkan timbulnya misellium dan
basidiospora Filobasidiellaneoformans var neoformans atau Filobasidiellaneoformans var g
artii.
Semua spesies Cryptococcus merupakan jamur non-fermentasi aerob. Pembagian
spesies berdasarkan dari asimilasi berbagai macam karbohidrat dan KNO3.
Cryptococcus neoformans merupakan jenis Cryptococcus yang paling terkenal diantara
jenis kriptokokus yang lain (sifat yang patogen).

G. Siklus Hidup

24
Jika Cryptococcus neoformans dilihat dibawah mikroskop akan terlihat ragi yang berbentuk
oval atau bulat, bagian tersebut sering dihubungkan sebagai basidiomycete-nya ragi.
Beberapa memiliki goresan pada permukaannya ketika pucuk sel muda betina sedang
melakukan reproduksi. Basidiomycete fungi pada bagian ini dapat memproduksi spora, hal
tersebut terjadi pada bagian khusus jamur yang disebut basidium. Produksi spora ini sebagai
hasil dari reproduksi seksual dari C. Neoformans. Reproduksi sel C. Neoformans dimulai
ketika dua sel masing masing membawa satu komplemen informasi genetic (sering disebut
haploid), kedua sel saling bertemu dan terjadi penggabungan. Potensi untuk bergabung
berdasarkan keteraturan bagian dari masing-masing tipe yang membawa dua materi genetic
“a” dan “α”. Siklus reproduksi seksual dan juga penggabungan sel melibatkan pembagian
seperti dalam mitosis sel dimana terjadi produksi benang yang disebut hifa. Dan pada
akhirnya hifa yang memiliki struktur unik, dan basidium telah terbentuk. Basidium yang
menopang spora (terkadang disebut basidiospora) pada akhirnya akan terbentuk. Untuk itu
dibutuhkan dua haploid didalam basidium harus bergabung, peristiwa ini sering disebut
karyogami, yaitu pembentukan satu diploid nucleus. Pembelahan meiosis dan mitosis akan
berjalan unuk membentuk spora. Spora marupakan haploid yang digunakan dalam
pembentukan sel C. neoformans sehingga reproduksi terus berlanjut.

6. Blastomyces dermatitidis
A. KLASIFIKASI
Kingdom : Fungi
25
Phylum : Ascomycota
Class : Euascomycetes
Ordo : Onygenales
Family : Onygenaceae
Genus : Blastomyces
Species : Blastomyces dermatitidis

B. Morfologi
Blastomyces dermatitidis dikatakan bersifat dimorfik karena fungi ini memiliki dua
bentuk yaitu bentuk hifa dan ragi yang berkembang pada kondisi pertumbuhan yang
○ ○
berbeda dalam artian pada temperatur yang berbeda yakni pada suhu 25 C dan 37 C.


1. Pada suhu 25 C → mold phase/mycelial form/bentuk hifa
Ketika ditanam pada agar Sabaraud
terbentuk koloni putih atau kecokelatan dengan
hifa bercabang yang menghasilkan konidia bulat,
ovoid atau pilliform (berdiameter 3-5 µm) pada
konidia lateral/ ujung yang langsing.
Chlamydospora yang lebih besar(7-18 µm)bisa
juga dihasilkan. Membutuhkan 2-3 minggu untuk

ditumbuhkan pada suhu 25 C atau pada suhu
kamar.


. Pada suhu 37 C → yeast form/ bentuk ragi

Dalam jaringan atau biakan pada suhu



37 C, Blastomyces dermatitidis tumbuh
sebagai ragi bulat, multinuklear berdinding
tebal(8-15 µm) yang biasanya menghasilkan
tunas tunggal. Tunas dan sel yeast induk
menempel pada suatu dasar yang luas, dan
tunas ini bisa membesar hingga berukuran
sama dengan sel yeast induk sebelum mereka
terlepas. Sel yeast ibu dengan anak
yang masih melekat disebut blasoconidia.
Koloni berkerut seperti lilin dan lembut.
Membutuhkan 7-10 hari untuk tumbuh

26
menjadi bentuk ragi.

Fase seksual dari Blastomyces dermatitidis dikenal dengan nama TELEOMORPH sehingga
fungi disebut juga Ajellomyces dermatitidis, yang menghasilakn gymnothecium.
Gymnothecium adalah sejenis cleistothecium (closed ascocarp) yang juga dijumpai pada
Aspergillus. Walaupun gymnothecium adalah tipe dari closed ascocarp tapi penutup luarnya
mudah lepas sehingga askospora dapat jatuh tanpa penutupnya di degradasi oleh mikroba

C. PATHOGENICITY

Penyakit yang disebabkan oleh fungi ini disebut Blastomikosis. Infeksi


primer yang mungkin menjadi subclinical terjadi di paru-paru yang mana
konidia fungi masuk melalui sistem pernapasan. Perubahan bentuk dari mold form
menjadi yeast form terjadi setelahberada di jalur pernapasan.

Blastomikosis banyak
menginfeksi lelaki berumur 30-
50 thn dan menyerang tidak
berdasarkan sex, umur, rasa atau
pekerjaan. Penyakit tidak umum pada
anak-anak tetapi sekarang ditemukan
meningkat pada immunocompromised
hosts, khususnya pada pasien
AIDS.
Pada immunocompromised
hosts ada resisten alami terhadap
infeksi fungi ini karena makrofage
alveolar menghambat transformasi
27
konidia menjadi yeast. Hal ini
didukung oleh penelitian penyakit
blastomikosis dimana infeksi
asimptomatik terjadi sekitar 50%.

Blastomikosis paru-paru dimulai dengan timbulnya demam, menggigil dan


berkeringat banyak. Kemudian bias disertai batuk berdahak maupun kering, nyeri dada
dan kesulitan bernafas.
Ketika terjadi penyebarluasan, lesi kulit pada permukaan yang terbuka adalah yang
paling sering. Mereka lambat laun bias menjadi granuloma verrukosa berulkus dengan
tepi yang meluas dan dengan pusat jaringan parut. Kemudian akan timbul kutil yang
dikelilingi abses (penimbunan nanah) dan mempunyai ujung runcing yang basah. Pada
tulang bisa timbul pembengkakan disertai nyeri. Sedangkan pada laki-laki terjadi
pembengkakan epididimis disertai nyeri atau prostatitis.

D. Epidiomologi

Blastomikosis paru-paru dimulai dengan timbulnya demam, menggigil dan


berkeringat banyak. Kemudian bias disertai batuk berdahak maupun kering, nyeri dada
dan kesulitan bernafas.
Ketika terjadi penyebarluasan, lesi kulit pada permukaan yang terbuka adalah yang
paling sering. Mereka lambat laun bias menjadi granuloma verrukosa berulkus dengan
tepi yang meluas dan dengan pusat jaringan parut. Kemudian akan timbul kutil yang
dikelilingi abses (penimbunan nanah) dan mempunyai ujung runcing yang basah. Pada
tulang bisa timbul pembengkakan disertai nyeri. Sedangkan pada laki-laki terjadi
pembengkakan epididimis disertai nyeri atau prostatitis.

7. Paracoccidioides brasiliensis
Paracoccidioides brasiliensisadalah jamur dimorfik termal dari paracoccidioidomikosis
(blastomikosis Amerika Selatan), yang terbatas pada daerah endemis Amerika Tengah dan
Selatan.

28
A. Klasifikasi
Kingdom : Fungi
Filum : Ascomycota
Subfilum : Ascomycotina
Kelas : Eurotiomycetes
Ordo : Onygenales
Famili : Ajellomycetaceae
Genus : Paracoccidioides
Species : Paracoccidioides brasiliensis

B. Morfologi

Merupakan jamur dimorfik yang terdapat di alam bebas. Dalam biakan agar Sabouraud
pada suhu kamar, jamur ini membentuk koloni filamen. Bila dibiakkan pada suhu
37C jamur membentuk koloni ragi dengan sel ragi berdinding tebal dan bertunas
banyak.Memiliki dua fase yaitu :
 Pada fase myselium didapatkan hypae bersepta (berbentuk tabung yang
memiliki sekat) mempunyai chlamydoconidia terminal dan intercalary dan juga
mempunyai mikroconidia
 Pada fase yeast, tampak multiple budding sel yang mempunyai bentukan khas
seperti kemudi kapal (ship’s wheel)

C. Patologi dan gejala klinis

29
Manusia mendapat infeksi melalui inhalasi spora jamur. Lesi primer terjadi di paru,
biasanya progresif. Dari paru dapat menjalar ke organ tubuh lain seperti limpa, hati, saluran
cerna, otak dan tulang. Gejala berupa nyeri yang menyerang mukosa mulut dan
kakeksia karena penderita tidak dapat makan. Lesi di selaput lendir dapat menjalar ke
kulit. Kelainan pada sistem limfe terutama mengenai kelenjar limfe leher yang
membengkak dan nyeri, kemudian melunak menjadi asbes dan dapat pecahmembentuk
fistel. Kebanyakan pasien berumur 30-60 tahun, dan lebih dari 90% adalah pria.
Sedikit pasien (kurang dari 10%) berusia kurang dari 30 tahun, secara khas menderita suatu
infeksi progresif akut atau subakut dengan masa inkubasi yang lebih pendek.

D. Diagnosis
Bahan untuk pemeriksaan adalah dahak, nanah, dan biopsi jaringan. Pada sediaan
langsung dengan larutan KOH 10%, jamur tampak sebagai sel ragi yang bertunas
banyak. Pada sediaan histopatologik jamur tampak sebagai sel ragi bertunas banyak
disarang radang atau asbes. Dengan pulasan khusus GMS (Gomori Methanamine
Silver),
jamurnya tampak lebih jelas. Biakan dalam medium agar Sabouraud pada suhu kamar
membentuk koloni filamen dengan mitokondria, pada suhu 37C membentuk koloni
ragi yang bertunas banyak.
Pemeriksaan serologi berguna untuk mengarahkan diagnosis dan megikuti perjalanan
penyakit.

E. Penyembuhan
Itraconazol merupakan obat yang paling efektif terhadap paracoccidioidomikosis, tetapi
Ketoconazol dan Trimetroprim-sulfamethoxazol juga dapat menyembuhkan. Penyakit
yang lebih akut dapat diobati dengan Amphotericin B.

30
F. Epidemiologi
Paracoccidioidomikosis terutama terdapat di daerah hutan Amerika Latin,
khususnya diantara para petani. Manifestasi penyakit ini jauh lebih sering pada pria
daripaada wanita, tetapi infeksi dan reaksi tes kulit sebanding pada kedua jenis
kelamin. Karena Paracoccidioides brasiliensisjarang diisolasi dari alam, habitat aslinya
belum pernah ditentukan. Seperti halnya mikosis endemis lainnya,
Paracoccidioidomikosis tidak menular.

G. Siklus Hidup
Tidak ditemukan

8. Spesises Mucorales
A. Klasifikasi

Kingdom : Fungi

Divisio : Zygomycota

Class : Zygomycetes

Ordo  : Mucorales

Familia : Mucoraceae

Genus  : Rhizopus

Species  : Rhizopus sp.

31
B. Ciri morfologi dan struktur tubuh

• Terdiri dari benang-benang hifa yang bercabang dan berjalinan membentuk


miselium

• Hifa tak bersekat (bersifat senositik)

• Septa atau sekat antar hifa hanya ditemukan pada saat sel reproduksi terbentuk

• Dinding selnya tersusun dari kitin

• Rhizopus sp. mempunyai tiga tipe hifa,

o Stolon; hifa yang membentuk jaringan pada permukaan substrat (misalnya


roti)

o Rhizoid; hifa yang menembus subtrat dan berfungsi sebagai jangkar untuk
menyerap makanan.

o Sporangiopor; hifa yang tumbuh tegak pada permukaan substrat dan memiliki
sporangia globuler (berbentuk bulat) diujungnya

• Koloni berwarna putih berangsur-angsur menjadi abu-abu.

• Stolon halus atau sedikit kasar dan tidak berwarna hingga kuning kecoklatan.

• Sporangiofora tumbuh dari stolon dan mengarah ke udara, baik tunggal atau dalam
kelompok (hingga 5 sporangiofora).

32
• Rhizoid tumbuh berlawanan dan terletak pada posisi yang sama dengan
sporangiofora.

• Sporangia berwarna coklat gelap sampai hitam bila telah masak.

• Kolumela oval hingga bulat, dengan dinding halus atau sedikit kasar.

• Spora bulat, oval atau berbentuk elips atau silinder.

C. Bagian tubuhs

D. Habitat

Habitat Rhizopus sp. yaitu di tempat lembab, hidup sebagai saprofit pada organisme mati
misalnya pada bahan makanan seperti kedelai, roti, buah-buahan (anggur, stroberi dan
tomat)

E. Reproduksi

Jamur Rhizopus sp. melakukan reproduksi secara seksual dan aseksual.

• Reproduksi aseksualnya dengan fragmentasi miseliumnya atau dengan spora


aseksual.

33
• Reproduksi seksualnya dengan perkawinan atara hifa berbeda jenis, yaitu hifa (+)
dan hifa (-), menghasilkan zigospora. Zigospora merupakan spora seksual (spora
generatif), yaitu spora yang dihasilkan oleh reproduksi seksual.

F. Reproduksi aseksual dan seksual

Tahap proses reproduksi aseksual (spora vegetatif)

• Pada fase aseksual, sporangium bulat berwarna hitam berkembang pada ujung hifa
yang tegak.

• Di dalam masing-masing sporangium, ratusan spora haploid berkembang dan


tersebar melalui udara.

• Spora yang jatuh pada makanan yang lembab akan berkecambah, tumbuh menjadi
miselia baru. Jika kondisi lingkungan semakin memburuk, misalnya makanan sudah

34
habis dan terdapat kehadiran miselia dari tipe perjodohan yang berlawanan (dengan
nukleus yang secara genetik berbeda), spesies Rhizopus bereproduksi seksual.

Tahap proses reproduksi seksual (perkawinan antara dua hifa)

• Miselia dengan tipe perjodohan (mating tipe) yang berlawanan yaitu hifa (+) dan
hifa (-) berdekatan.

• Hifa (+) dan hifa (-) membentuk cabang hifa atau perluasan hifa yang disebut
gametangia. Kedua gametangia tersebut mengandung banyak inti haploid yang
dibatasi oleh suatu septum.

• Dinding kedua gametangia tersebut pecah dan terjadi penyatuan sitoplasma


(plasmogami). Inti haploid hifa (+) dan hifa (-) bergabung membentuk
zigosporangium (2n) yang dikariotik. Sel ini membentuk suatulapisan berdinding
kasar dan tebalyang dapat menahan kondisi kering dan lingkungan yang tidak
menguntungkan lainnya selama beberapa bulan.

• Ketika kondisi menjadi lebih baik kariogami terjadi, nukleus yang berpasangan
tersebut menyatu dan secara cepat diikuti dengan pembelahan meiosis.

• Zigospora ini kemudian mengakhiri dormansinya, bekecambah sebagai suatu


sporangium pendek yang menyebarkan spora haploid yang secara genetik beraneka
ragam.

• Spora tersebut berkecambah dan tumbuh menjadi miselia baru.

35
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Jamur merupakan salah satu mikroorganisme penyebab penyakit pada manusia.Jamur
tumbuh dimana saja dekat dengan kehidupan manusia, baik di udara, tanah, air, pakaian,
bahkan di tubuh manusia sendiri. Ada ribuan spesies yang berbeda dengan karakteristik
yang berbeda yang berada di kelas ini. Mereka terdiri dari dinding sel yang kaku dan juga
memiliki membran inti terikat. Dalam klasifikasi jamur sistemik,infeksi yang dapat
ditimbulkan adalah :

1. Infeksi internal
Seperti aspergilosis, blastomikosis, koksidiodomikosis, kriptokokosis,
histoplasmosis, mukromikosis, parakoksidiodomikosis, dan kandidiasis
2. Infeksi subkutan
Misalnya Kromomikosis, misetoma dan sporotrikosis. infeksi dermatofit disebabkan
oleh trichophyton, Epidermophyton dan mikrosporum yag menyerang kulit, rambut dan
kuku.infeksi mukokutan disebabkan oleh kandida menyerang mukosa dan daerah lipatan
kulit yang lembab.kandidiasis mukokutan dalam keadaan kronis umumnya mengenai
mukosa kulit dan kuku.

36
Daftar Pustaka

Cambell, Neil A. 2003. Biologi Jilid 2. Jakarta: Erlangga


Farmakologi dan terapi fk-ui edisi 5(cetak ulang 2009),jakarta,april,2007,hal 571-583.

Gunter, Robert. 2005. Rhizopus Soil Microbiology. http://soils1.cses.ut.edu/. diakses 13


Oktober 2010
https://mikrobia.files.wordpress.com/2008/05/monika-mayan078114102.pdf

https://studylibid.com/doc/123131/paracoccidioides-brasiliensis

Jawetz, E., 1996, Mikrobiologi Kedokteran, 83-86, Buku Kedokteran, Jakarta Murray, P.
R., 1999, Manual of Clinical Microbiology, 711-712, American Society, USA

Jawetz, Melnick, 1995, Mikrobiologi untuk Profesi Kesehatan, edisi 16, 608-
611, 624-626, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta

Jawetz, Melnick, 1996, Mikrobiologi Kedokteran, edisi 20, 608-611, 624-626, Penerbit
Buku Kedokteran EGC, Jakarta

John, W., 2005, Introduction of Cryptococcus , http://www.emedicine.com, diakses tanggal


10 April 2008

Nurhidayat, dkk. 2006. Mikrobiologi Industri. Yogyakarta: Andi


Margono, Prof.dr.Sri S., 1998, Parasitologi Kedokteran, Edisi ketiga, Balai penerbit FKUI,
Jakarta

37
38

Anda mungkin juga menyukai