PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Jamur merupakan salah satu penyebab infeksi pada penyakit terutama di
negara-negara tropis. Penyakit kulit akibat jamur merupakan penyakit kulit yang
sering muncul di tengah masyarakat Indonesia. Iklim tropis dengan kelembaban
udara yang tinggi di Indonesia sangat mendukung pertumbuhan jamur.
Banyaknya infeksi jamur juga didukung oleh masih banyaknya masyarakat
Indonesia yang berada di bawah garis kemiskinan sehingga masalah kebersihan
lingkungan, sanitasi dan pola hidup sehat kurang menjadi perhatian dalam
kehidupan seharihari masyarakat Indonesia (Hare, 1993).
Jamur yang dapat menyebabkan infeksi antara lain Candida albicans.
Candida albicans adalah suatu ragi lonjong, bertunas yang menghasilkan
pseudomiselium baik dalam biakan maupun dalam jaringan maupun eksudat.
Ragi ini adalah anggota flora normal selaput mukosa saluran pernafasan, saluran
pencernaan, dan genitalia wanita. Pada genitalis wanita Candida albicans
menyebabkan vulvovaginitis yang menyerupai sariawan tetapi menimbulkan
iritasi, gatal yang hebat, dan pengeluaran sekret. Hilangnya pH asam merupakan
predisposisi timbulnya vulvovaginitis kandida. Dalam keadaan normal pH yang
asam dipertahankan oleh bakteri vagina (Jawetz et al., 1986).
Histoplasma capsulatum adalah jamur dimorfik yang terdapat di alam dalam
bentuk miseliumnya (saprofit) dan pada jaringan manusia sebagai ragi.
Histoplasma capsulatum menyebabkan histoplasmosis, infeksi mikotik di paru
yang sering terjadi pada manusia dan hewan. Di alam, H. capsulatum tumbuh
sebagai kapang berhubungan dengan tanah dan habitat burung, diperkaya oleh
substrat alkali nitrogen pada kotoran hewan. H.capsulatum dan histoplasma dan
histoplasmosis, yang dimulai dengan inhalasi konidia, terjadi di seluruh dunia.
Namun insidennya sangat bervariasi dan kebanyakan kasus terjadi di Amerika
Serikat. H. capsulatum mendapatkan nama tersebut dari gambaran sel ragi pada
potongan histopatologik; namun, baik protozoa maupun saprofit tersebut tidak
mempunyai kapsul.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada pembuatan makalah ini yaitu sebagai berikut :
1. Apa definisi jamur candidiasis dengan jamur histoplasma ?
2. Bagaimana morfologi dari jamur candidiasis dan jamur histoplasma ?
3. Bagaimana cara infeksi jamur candidiasis dan jamur histoplasma?
4. Bagaimana cara mendiagnosa jamur candidiasis dan jamur histoplasma ?
C. Tujuan
Tujuan pada pembuatan makalah ini yaitu sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui definisi dari jamur candidiasis dan jamur histoplasma
2. Untuk mengetahui morfologi dari jamur candidiasis dan jamur histoplasma
3. Untuk mengetahui cara infeksi jamur candidiasis dan jamur histoplasma
4. Untuk mengetahui cara mendiagnosa jamur candidiasis dan jamur
histoplasma
D. Manfaat
Manfaat pada pembuatan makalah ini yaitu sebagai berikut :
1. Agar mahasiswa dapat mengetahui definisi dari jamur candidiasis dan jamur
histoplasma
2. Agar mahasiswa dapat mengetahui morfologi dari jamur candidiasis dan
jamur histoplasma
3. Agar mahasiswa dapat mengetahui cara infeksi jamur candidiasis dan jamur
histoplasma
4. Agar mahasiswa dapat mengetahui cara mendiagnosa jamur candidiasis dan
jamur histoplasma
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi jamur
Secara umum, jamur dapat didefinisikan sebagai organisme eukariotik yang
mempunyai inti dan organel. Jamur tersusun dari hifa yang merupakan
benangbenang sel tunggal panjang, sedangkan kumpulan hifa disebut dengan
miselium. Miselium merupakan massa benang yang cukup besar dibentuk dari
hifa yang saling membelit pada saat jamur tumbuh. Jamur mudah dikenal dengan
melihat warna miseliumnya (Volk and Wheeler, 1993).
Bagian penting tubuh jamur adalah suatu struktur berbentuk tabung
menyerupai seuntai benang panjang, ada yang tidak bersekat dan ada yang
bersekat. Hifa dapat tumbuh bercabang-cabang sehingga membentuk jaring-
jaring, bentuk ini dinamakan miselium. Pada satu koloni jamur ada hifa yang
menjalar dan ada hifa yang menegak. Biasanya hifa yang menegak ini
menghasilkan alat-alat pembiak yang disebut spora, sedangkan hifa yang menjalar
berfungsi untuk menyerap nutrien dari substrat dan menyangga alat-alat
reproduksi. Hifa yang menjalar disebut hifa vegetatif dan hifa yang tegak disebut
hifa fertil. Pertumbuhan hifa berlangsung terus-menerus di bagian apikal,
sehingga panjangnya tidak dapat ditentukan secara pasti. Diameter hifa umumnya
berkisar 3-30 µm. Jenis jamur yang berbeda memiliki diameter hifa yang berbeda
pula dan ukuran diameter itu dapat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan (Carlile
and Watkinson, 1994).
Hifa adalah benang halus yang merupakan bagian dari dinding tubuler yang
mengelilingi membran plasma dan sitoplasma. Jamur sederhana berupa sel
tunggal atau benang-banang hifa saja. Jamur tingkat tinggi terdiri dari anyaman
hifa yang disebut prosenkim atau pseudoparenkim. Prosenkim adalah jalinan hifa
yang kendor dan pseudoparenkim adalah anyaman hifa yang lebih padat dan
seragam. Sering terdapat anyaman hifa yang padat dan berguna untuk mengatasi
kondisi buruk yaitu rhizomorf atau sklerotium. Ada pula yang disebut stroma
yaitu jalinan hifa yang padat dan berfungsi sabagai bantalan tempat tumbuhnya
bermacam-macam bagian lainnya (Sasmitamihardja, 1990).
B. Candidiasis
Candida merupakan jamur yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh
dalam dua bentuk yang berbeda yaitu blastopore (blasroconidia) adalah bentuk
fenotip yang bertanggung jawab dalam tranmisi dan penyebaran, serta germinated
yeast. Oleh karena itu Candida disebut jamur dimorfik (Tortora, 2001). Perbedaan
ini tergantung pada faktor eksternal yang mempengaruhi selama proses
pertumbuhan berlangsung. Bentuk fenotip dapat menginvasi jaringan dan
menimbulkan simptomatik karena dapat menghasilkan mycelia (Wibowo, 2010).
Kandidiasis adalah infeksi jamur yang terjadi karena tidak terkontrolnya
pertumbuhan dari spesies Candida (akpan & morgan, 2002), yang dapat
menyebabkan sariawan (Vinces, 2004), lesi pada kulit (Bae et al, 2005),
vulvaginistis (Wilson, 2005), candiduria (Kobayashi et al, 2004), gastrointestinal
candidiasis yang menyebabkan gastriculcer (Brzozowski et al, 2005) atau bahkan
dapat menjadi komplikasi kanker (Dinubile et al, 2005).
Pada orang sehat hidup 30-60% Candida albicans yang hidup normal tanpa
adanya keluhan namun dapat menjadi patogen bila terdapat faktor resiko seperti
menurunnya imunitas, gangguan endokrin, terapi antibiotik jangka panjang,
perokok dan kemoterapi (Mauliani, 2005).
Jamur golongan Candida yang patogen dan merupakan penyebab kandidiasis
adalah Candida albicans. Penyakit kandidiasis banyak dihubungkan dengan
berbagai faktor, seperti keadaan kulit yang terus lembab, pemakaian obatobat
antibiotik, steroid dan sitostatika, perubahan fisiologis tubuh pada kehamilan,
penyakit-penyakit menahun dan kelemahan umum, gangguan endokrin, dan
obesitas serta keadaan malnutrisi (Harahap, 2000).
Infeksi terbanyak secara endogen, karena jemur telah ada di dalam tubuh
penderita, di dalam berbagi organ, terutama di dalam usus. Infeksi biasanya
terjadi bila ada faktor predisposisi. Oleh karena itu C. albicans pada hakikatnya
dimasukkan sebagian jamur oportinis (Suprihatin, 1982). Faktor-faktor
predisposisi utama infeksi C. albicans pada hakikatnya dapat dibagi menjadi dua
kelompok yaitu kelompok pertama menyuburkan pertumbuhan C. albicans seperti
diabetes mellitus dan kehamilan. Kelompok kedua yaitu memudahkan terjadinya
invasi jaringan atau penyakit yang melemahkan tubuh penderita, misalnya
penyakit menahun dan pemberian kortikosteroid (Suprihatin, 1982).
Menurut Frobisher, (1983) berikut ini klasifikasi Candida albicans yaitu :
Division : Thallophyta
Subdivisio : Fungi
Classis : Deuteromycetes
Ordo : Moniliases
Familia : Cryptococcaceae
Genus : Candida
Spesies : Candida albicans
C. Morfologi kandidiasis
Sel jamur Candida berbentuk bulat, lonjong atau bulat lonjong. Koloninya
pada medium padat sedikit timbul dari permukaan medium, dengan permukaan
halus, licin atau berlipat-lipat, berwarna putih kekuningan dan berbau ragi. Besar
koloni bergantung pada umur. Pada tepi koloni dapat dilihat hifa semu sebagai
benang-benang halus yang masuk ke dalam medium. Pada medium cair jamur
biasanya tumbuh pada dasar tabung (Suprihatin, 1982).
Bentuk blastospora dari candida yang tumbuh ke selaput mukosa atau lapisan
epitel kulit adalah gejala adanya infeksi, sebelum terbentuknya pseudohifa dan
filament. Penyebaran candida ke organ viseral mungkin terjadi secara merata
(Soedarmo et al., 2008). Candida dapat masuk ke banyak organ seperti selaput
otak melalui aliran darah, selain itu faktor imunitas yang menurun memicu
cepatnya pertumbuhan jamur tersebut seperti pada pasien dengan penderita
Kanker, AIDS, dan lain-lain (Jawetz et al., 1996).
D. Patogenitas candida
Sumber utama infeksi kandida adalah flora normal dalam tubuh pada pasien
itu sendiri yang menginfeksi secara oportunistik apabila terjadi gangguan sistem
imun inang yang menurun. Kandida dapat juga berasal dari luar tubuh secara
eksogen, contohnya pada bayi baru lahir mendapat infeksi kandida dari vagina
ibunya atau dari lingkungan rumah sakit. Manifestasi klinis kandidiasis
merupakan hasil interaksi antara kandida, mekanisme pertahanan inang dan faktor
pejamu baik endogen maupun eksogen (Hay,Asbee, 2010; Astari,Cholis, 2013).
Kandida adalah jamur dimorfik dimana virulensi jamur ini terjadi apabila ada
perubahan dari sel ragi menjadi pseudohifa dan hifa yang banyak ditemukan saat
stadium invasi pada sel-sel epitel. Virulensi C. albicans ditentukan oleh
kemampuan tumbuh pada suhu tertentu, kemampuan untuk mengadakan
perlengketan, kemampuan untuk tumbuh dalam bentuk filamen dan aktivitas
enzim yang dihasilkan. Faktor lain yang dilaporkan adalah tingkat keasaman pada
kulit. Dikatakan bahwa kondisi kulit yang tertutup akan meningkatkan pH
sehingga jamur kandida akan mudah tumbuh (Naglik, et al, 2003; Astari, Cholis,
2013).
Mekanisme patogenesis infeksi ini dimulai dengan perlengketan kandida pada
sel epitel akibat glikoprotein pada permukaan kandida dan sel epitel. Kemudian
kandida akan memproduksi enzim proteinase, hialuronidase, kondroitin sulfatase
dan fosfolipase. Fosfolipase berfungsi menghidrolisis fosfolipid membran sel
epitel 11 sedangkan protease dan enzim lain bersifat keratolik sehingga
memudahkan penetrasi kandida ke dalam epidermis (Naglik, et al, 2003; Laszlo,
2009).
Pada dinding sel kandida yang mengandung mannan (komponen protein)
berfungsi untuk mengaktivasi komplemen dan merangsang pembentukan
antibodi. Kompleks antigen-antibodi di permukaan sel kandida akan melindungi
kandida dari imunitas inang (Jabra, et al, 2004)
E. Manifestasi klinis
Manifestasi kandidiasis dapat berupa akut, subakut maupun kronis.
Kandidiasis kutan akut bisa tampak seperti intertrigo berupa eritema yang berat,
edema, eksudat kental, dan pustul satelit di area lipatan kulit. Infeksi di daerah
lain bisa lebih kronis, seperti di area interdigiti pada kaki yang tampak lapisan
stratum korneum yang tebal (Kundu, Garg, 2012).
Manifestasi infeksi jamur yang ditimbulkan oleh kandida atau kandidiasis
memiliki variasi yang luas mulai dari yang bersifat superfisial menyerang kulit,
kuku dan mukosa sampai pada infeksi sistemik. Secara umum, klasifikasi
kandidiasis terdiri dari kandidiasis kutan, onikomikosis kandida, kandidiasis
mukokutan dan kandidiasis sistemik (Ramali, 2013)
1. Kandidiasis Mukokutan
Manifestasi klinis kandidiasis mukokutan dapat berupa kandidiasis oral,
kandidiasis vulvovagina, balanitis kandida dan kandidiasis mukokutaneus
kronis (KMK). Kandidiasis oral memiliki beberapa bentuk klinis yaitu
kandidiasis pseudomembran akut, kandidiasis atrofi akut, kandidiasis atrofi
kronis, kandidiasis hiperplastik kronis dan kheilosis kandida (Naglik, et al,
2003; Jabra, et al, 2004).
Kandidiasis mukokutaneus kronik terdiri atas beberapa sindrom klinis
yaitu infeksi kandida superfisial yang kronis, resisten terhadap pengobatan
pada kulit, kuku, dan membran mukosa, dan tidak memiliki kecenderungan
untuk terjadinya 20 kandidiasis diseminata viseral. Infeksi ini sering dikaitkan
dengan endokrinopati termasuk hipoparatiroidisme, hipoadrenalisme dan
hipotiroidisme, serta kondisi yang berhubungan dengan kelainan tertentu pada
imunitas yang dimediasi oleh sel, seperti combined immune deficiency
syndrome, DiGeorge syndrome atau pasien dengan gangguan fungsi sel T
yang berat seperti acquired immunodeficiency syndrome (AIDS). Infeksi
kandida menimbulkan manifestasi klinis berupa kandidiasis pseudomembran
akut, kandidiais popok, angular cheilitis, fisura bibir, kerusakan kuku,
vulvovaginitis dan keterlibatan kulit lainnya. Erupsi kulit dapat timbul berupa
eritema dengan tepi serpiginosa atau area deskuamasi kecoklatan dengan
dasar eritema (Kundu, Garg, 2012).
2. Kandidiasis Kutan
Manifestasi klinis kandidiasis kutan terdiri dari kandidiasis intertriginosa,
kandidiasis kutis kongenital, kandidiasis generalisata, paronikia,
onikomikosis, miliaria kandida dan kandidiasis folikular. Kandidiasis
intertriginosa mengenai daerah lipatan seperti aksila, lipat gluteal,
genitokrural, interdigital, retroaurikuler dan perianal. Pada pasien dengan
obesitas dapat mengenai inframama, umbilikus, lipatan kulit perut dan leher.
Penyakit ini merupakan jenis kandidiasis terbanyak pada dewasa, namun
dapat pula terjadi pada bayi dan anak-anak. Keluhan terutama berupa gatal
hebat disertai rasa panas terbakar yang biasanya bersifat intensif (Kundu,
Garg, 2012; Hay, Ashbee, 2010). Lesi awalnya kecil kemudian meluas,
berbatas tegas, berupa vesikel atau pustul superfisial berdinding tipis
berukuran 2-4 mm, makula eritema dan sering juga disertai erosi dan
maserasi. Pada bagian tepi kadang-kadang tampak papul dan 21 skuama
kolaret. Lesi satelit berupa vesikel atau pustul juga terdapat di sekelilingnya
(Ramali, 2013)
Jika mengenai sela-sela jari kaki dan tangan akan ditandai oleh maserasi
dengan lapisan tanduk tebal berwarna putih, yang merupakan gambaran yang
menonjol. Pada kasus yang mengenai tangan, beberapa abnormalitas, meliputi
jari tangan yang lebar dan gemuk, juga merupakan predisposisi infeksi. Pada
sindrom khusus ini, sering dikenal sebagai erosio-interdigitalis blastomycetica
atau kandidiasis interdigitalis, dalam keadaan ini kandida dan bakteri gram
negatif seringkali bersifat ko-patogen (Hay, Ashbee, 2010).
3. Kandidiasis oportunistik
Infeksi oportunistik merupakan penyakit yang jarang terjadi pada orang
sehat, tetapi menyebabkan infeksi pada individu yang sistem imunnya
terganggu, termasuk infeksi HIV. Organisme-organisme penyakit ini sering
hadir dalam tubuh, tetapi umumnya dikendalikan oleh sistem kekebalan tubuh
yang sehat. Ketika seseorang terinfeksi HIV/AIDS berkembang infeksi
oportunistik. Umumnya bagian intra oral yang paling banyak dialami
penderita AIDS yakni infeksi jamur Candida
4. Kandidiasis Sistemik
Kandidiasis sistemik merupakan infeksi kandida yang menyebar secara
hematogen mengenai berbagai organ dalam seperti jantung, otak, saluran
cerna, saluran pernafasan dan organ lainnya. Infeksi ini dapat menyebabkan
pasien jatuh ke keadaan sepsis hingga akhirnya dapat meninggal. Beberapa
faktor risiko untuk terjadi kandidiasis sistemik diantaranya yaitu pembedahan,
luka bakar, perawatan jangka panjang pada unit rawat intensif serta riwayat
pemberian antibiotik spektrum luas dan obat imunosupresif sebelumnya.
Selain itu, peningkatan terapi dan teknik kedokteran seperti obat kemoterapi,
transplantasi organ, hemodialisis, nutrisi parenteral dan penggunaan kateter
vena sentral juga berkontribusi dalam meningkatkan kolonisasi dan invasi
kandida ke pembuluh darah (Faergemann, Larko, 2000).
F. Diagnosis Candidiasis
Diagnosis kandidiasis ditentukan berdasarkan gejala klinis yang menyebar
dan tidak mudah dibedakan dari infectious agent yang telah ada. Diagnosis
laboratorium dapat dilakukan melalui pemeriksaan spesimen mikroskopis, biakan,
dan serologi. Tujuan pemeriksaan laboratorium adalah untuk menemukan C.
albicans di dalam bahan klinis baik dengan pemeriksaan langsung maupun
dengan biakan. Bahan pemeriksaan bergantung pada kelainan yang terjadi, dapat
berupa kerokan kulit atau kuku, dahak atau sputum, sekret bronkus, urin, tinja,
usap mulut, telinga, vagina, darah, atau jaringan. Cara mendapatkan bahan klinis
harus diusahakan dengan cara steril dan ditempatkan dalam wadah steril, untuk
mencegah kontaminasi jamur dari udara. (Babic M, Hukic M, 2010)
1. Pemeriksaan kultur
Media kultur yang dipakai untuk biakan C. albicans adalah Sabouraud
dextrose agar/SDA dengan atau tanpa antibiotik, ditemukan oleh Raymond
Sabouraud (1864-1938) seorang ahli dermatologi berkebangsaan Perancis.
Pemeriksaan kultur dilakukan dengan mengambil sampel cairan atau kerokan
sampel pada tempat infeksi, kemudian diperiksa secara berturutan
menggunakan Sabouraud’s dextrose broth kemudian Sabouraud’s dextrose
agar plate. Pemeriksaan kultur darah sangat berguna untuk endokarditis
kandidiasis dan sepsis. Kultur sering tidak memberikan hasil yang positif pada
bentuk penyakit diseminata lainnya. (D Greenwood, 2007)
Sabouraud’s dextrose broth/SDB berguna untuk membedakan C. albicans
dengan spesies jamur lain seperti Cryptococcus, Hasenula, Malaesezzia.
Pemeriksaan ini juga berguna mendeteksi jamur kontaminan untuk produk
farmasi. Pembuatan SDB dapat ditempat dalam tabung atau plate dan
diinkubasi pada suhu 37oC selama 24-48 jam, setelah 3 hari tampak koloni C.
albicans sebesar kepala jarum pentul, 1-2 hari kemudian koloni dapat dilihat
dengan jelas. Koloni C. albicans berwarna putih kekuningan, menimbul di
atas permukaan media, mempunyai permukaan yang pada permulaan halus
dan licin dan dapat agak keriput dengan bau ragi yang khas. Pertumbuhan
pada SDB baru dapat dilihat setelah 4-6 minggu, sebelum dilaporkan sebagai
hasil negatif. Jamur dimurnikan dengan mengambil koloni yang terpisah,
kemudian ditanam seujung jarum biakan pada media yang baru untuk
selanjutnya dilakukan identifikasi jamur. Pertumbuhan C. albicans dan jamur
lain/C. dublinensis pada SDB. (E Yunihastuti, dkk 2005)
Gambar 2. Pertumbuhan C. albicans pada SDA berbentuk
krim berwarna putih, licin disertai bau yang khas
2. Pewarnaan gram
Pemeriksaan langsung dengan pewarnaan Gram sedikit membutuhkan
waktu dibandingkan pemeriksaan dengan KOH. Pemeriksaan ini dapat
melihat jamur C. albicans berdasarkan morfologinya, tetapi tidak dapat
mengidentifikasi spesiesnya. Pemulasan dengan pewarnaan Gram dapat
disimpan untuk penilaian ulangan. (PS Bhavan, dkk 2010)
Pewarnaan Gram memperlihatkan gambaran seperti sekumpulan jamur
dalam bentuk blastospora, hifa atau pseudohyfae, atau campuran keduanya.
Sel jaringan seperti epitel, leukosit, eritrosit, dan mikroba lain seperti bakteri
atau parasit juga dapat terlihat dalam sediaan. Jamur muncul dalam bentukan
budding yeast cells dan pseudomycelium juga terlihat pada sebagian besar
sediaan (PS Bhavan, dkk 2010)
3. Pemeriksaan serologi dan biologi molekuler
Pemeriksaan serologi terhadap Candida albicans dapat menggunakan
metode imunofluoresen/fluorecent antibody test yang sudah banyak tersedia
dalam bentuk rapid test. Hasil pemeriksaan harus sejalan dengan keadaan
klinis penderita, ini disebabkan karena tingginya kolonisasi. Pemeriksaan
Candida albicans dengan metode serologis sangat berguna untuk kandidiasis
sistemik. (Suprihatin SD, 1982)
Pemeriksaan biologi molekuler untuk C.albicans dilakukan dengan
polymerase chain reaction/PCR, restriction fragment length
polymorphism/RFLP, peptide nucleic acid fluorescence in situ
hybridization/PNA FISH dan sodium dodecyl sulphate-poly acrylamide gel
electrophoresis/SDSPAGE. Pemeriksaan biologi molekuler untuk Candida
albians sangat berguna karena dapat memberikan hasil yang lebih cepat dari
pada pemeriksaan dengan biakan. (Iwen PC, 2007)
Pemeriksaan dengan PCR untuk identifikasi spesies kandida, hasilnya
cukup cepat akan tetapi kurang sensitif dibandingkan dengan biakan pada
media. Sekarang ini belum berhasil dibuat oligonukleotida primer yang
spesifik untuk Candida albicans. Amplifikasi dengan PCR dan analisis
restriksi enzim dengan RFLP sudah dapat dipakai untuk mengetahui genotipe
dari Candida albicans. Pembacaan hasil dari kedua pemeriksaan tersebut
dilakukan dengan menggunakan sinar UV illumination dan gel image dengan
alat khusus, dan terbaca sebagai bentuk pita (band) (Beeson L, dkk.,2010)
Pemeriksaan PNA FISH adalah hibridisasi asam nukleat untuk identifikasi
Candida albicans dan Candida glabrata, dengan sampel yang dipakai adalah
kultur darah. Pemeriksaan dapat dilakukan langsung dari hasil kultur yang
jamur positif, dapat juga dilakukan pada semua jenis sampel dari media kultur
darah. Pemeriksaan ini menggunakan label fluoresen untuk melapisi
ribosomal RNA/rRNA Candida albicans. Gambaran Candida albicans dari
mikroskop fluoresen (PNA FISH, 2010)
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Akpan, A dan Morgan, R. 2002. Oral Candidiasis. Postgrad Met J. 78:p455-459