ISI
C. albicans dapat tumbuh pada suhu 37oC dalam kondisi aerob atau anaerob.
Pada kondisi anaerob, C. albicans mempunyai waktu generasi yang lebih panjang
yaitu 248 menit dibandingkan dengan kondisi pertumbuhan aerob yang hanya 98
menit. Walaupun C. albicans tumbuh baik pada media padat tetapi kecepatan
pertumbuhan lebih tinggi pada media cair dengan digoyang pada suhu 37oC.
Pertumbuhan juga lebih cepat pada kondisi asam dibandingkan dengan pH normal
atau alkali (Biswas dan Chaffin, 2005). pH optimal C. albicans yang sekitar pH 5
sangat dekat dengan pH pada vakuola endosom yang memungkinkan C. albicans
dapat bertahan bahkan berkembang menjadi hifa (Jong et al., 2001).
Pada media Sabaroud dextrose agar atau glucose-yeast extract- peptone water
C.albicans berbentuk bulat atau oval yang biasa disebut dengan bentuk khamir dengan
ukuran (3,5-6) x (6-10) m. Koloni berwarna krem, agak mengkilat dan halus. Pada
media cornmeal agar dapat membentuk clamydospora dan lebih mudah dibedakan
melalui bentuk pseudomycelium (bentuk filamen). Pada pseudomycelium terdapat
kumpulan blastospora yang bisa terdapat pada bagian terminal atau intercalary
(Lodder, 1970 dalam Kusumaningtyas, 2005).
Kemampuan C. albicans untuk tumbuh baik pada suhu 37oC memungkinkannya
untuk tumbuh pada sel hewan dan manusia. Sedangkan bentuknya yang dapat
berubah, bentuk khamir dan filamen, sangat berperan dalam proses infeksi ke tubuh
inang (Kusumaningtyas, 2005).
C. Pencegahan
Untuk mencegah adanya pertumbuhan Candida Albicans di dalam rongga mulut
usaha yang dilakukan adalah dengan pengembalian keseimbangan lingkungan rongga
mulut. Hal yang paling penting adalah menjaga kesehatan tubuh kita agar sistem
pertahanan tubuh agar tetap terjaga dan tidak mudah terserang penyakit. Salah satunya
menghindari penggunaan antibiotik secara berlebihan dan jangka waktu yang lama.
Karena dengan penggunaan antibiotik tersebut tanpa disadari akan memicu
keberadaan Candida Albicans. Antibiotika adalah segolongan senyawa, baik alami
maupun sintetik, yang mempunyai efek menekan atau menghentikan suatu proses
biokimia di dalam organisme, khususnya dalam proses infeksi oleh bakteri.
Penggunaan antibiotik dan kortikosteroid akan menghambat pertumbuhan bakteri
komensal sehingga mengakibatkan pertumbuhan Candida lebih banyak dan
menurunkan daya tahan tubuh karena kortikosteroid mengakibatkan penekanan sel
mediated immune. Selain hal itu, kita juga melakukan pemeliharaan kebersihan mulut
dengan menggosok gigi. Dengan menggosok gigi, kebersihan gigi dan mulut pun akan
terjaga selain menghindari terbentuknya lubang-lubang gigi, penyakit gigi dan gusi
(Wijaya, 2009).
Sistem kekebalan tubuh yang sehat dapat menjaga supaya Candida tetap
seimbang. Bakteri yang biasa ada di tubuh juga dapat membantu mengendalikan
Candida. Beberapa antibiotik membunuh bakteri ini dan dapat menyebabkan
kandidiasis. Pada umumnya penyakit tersebut dapat ditanggulangi dengan
menggunakan obat anti jamur baik secara topikal maupun sistemik dengan
mempertimbangkan kondisi atau penyakit-penyakit yang menyertainya. (Boedihardjo,
1985 dalam Wijaya, 2009).
D. Pengobatan
Mengobati kandidiasis tidak dapat memberantas jamur itu. Pengobatan akan
mengendalikan jamur agar tidak berlebihan. Pengobatannya dapat berupa lokal atau
sistemik. Pengobatan lokal diberikan pada tempat infeksi. Pengobatan sistemik
mempengaruhi seluruh tubuh. Obat lokal menimbulkan lebih sedikit efek samping
dibanding pengobatan sistemik. Juga risiko Candida menjadi resistan terhadap obat
lebih rendah. Obat yang dipakai untuk memerangi kandida adalah obat antijamur.
Hampir semua namanya diakhiri dengan -azol antara lain (Simatupang, 2009):
a) Mikonazol 2% berupa krim atau bedak
b) Klotrimazol 1% berupa bedak, larutan dan krim.
c) Tiokonazol, bufonazol, isokonazol.
d) Siklopiroksolamin 1% larutan, krim.
e) Antimikotik lain yang berspektrum luas.
Yang termasuk dalam pengobatan lokal seperti olesan; supositoria yang dipakai
untuk mengobati vaginitis; cairan; dan lozenge yang dilarutkan dalam mulut. Namun
pengobatan lokal dapat menyebabkan rasa pedas atau gangguan setempat. Contohnya
pengobatan Candidiasis mulut adalah gentian violet - 1% untuk selaput lendir, 1-
2% untuk kulit dioleskan sehari dua kali selama 3 hari (Simatupang, 2009)
Pengobatan sistemik diperlukan jika pengobatan lokal tidak berhasil atau jika
infeksi menyebar pada tenggorokan (esofagitis) atau bagian tubuh yang lain. Beberapa
obat sistemik tersedia dalam bentuk pil. Efek samping yang paling umum adalah
mual, muntah dan sakit perut. Hal tersebut berpengaruh terhadap keberhasilan
pengobatan atau penyembuhan. Heksetidin adalah salah satu antiseptik yang dipakai
sebagai obat kumur dengan konsentrasi sebesar 0,1%. Heksetidin adalah derivat
pirimidin yang bersifat antibakteri, antiprotozoa dan mempunyai efek terhadap jamur
Candida albicans. Cara kerja heksetidin untuk menghancurkan bakteri adalah dengan
mengganggu metabolisme bakteri, yaitu dengan mengambil vitamin B1 yang sangat
dibutuhkan untuk metabolisme bakteri tersebut (Wijaya, 2009).
Wijaya (2009) juga mengungkapkan beberapa terapi non-obat tampaknya
membantu adalah dengan terapi alam. Terapi tersebut belum diteliti dengan hati-hati
untuk membuktikan hasilnya. Namun beberapa terapi alam tampaknya memberi
manfaat untuk mengendalikan infeksi kandida, misalnya dengan cara:
a) Mengurangi penggunaan gula.
b) Minum teh Pau dArco. Ini dibuat dari kulit pohon Amerika Selatan.
c) Memakai bawang putih mentah atau suplemen bawang putih. Bawang putih
diketahui mempunyai efek anti jamur dan antibakteri. Namun bawang putih dapat
mengganggu obat protease inhibitor.
d) Kumur dengan minyak pohon teh (tea tree oil) dapat dilarutkan dengan air.
e) Memakai kapsul laktobasilus (asidofilus), atau makan yoghurt dengan bakteri ini.
Pastikan produk mengandung biakan yang hidup dan aktif. Mungkin ada manfaat
memakai ini setelah memakai antibiotik.
f) Memakai suplemen gamma-linoleic acid (GLA) dan biotin. Dua suplemen ini
tampaknya membantu memperlambatkan penyebaran kandida. GLA ditemukan
pada beberapa oli yang dipres dingin. Biotin adalah jenis vitamin B.
Daftar pustaka
Biswan SK and Chaffin WL. 2005. Anaerobic growth of C. albicans does not support biofilm
formation under similar conditions used for aerobic biofilm. Curr Microbiol
Greenberg, MS. 2003. Oral Medicine. 10th edition. BC Deckter inc. Hamilton.
Jones, T., Federspiel, N. A., Chibana, H., Dungan, J., Kalman, S., Magee, B. B., Newport, G.,
Thorstenson, Y. R., Agabian, N. & other authors (2004). The diploid genome sequence
of Candida albicans. Proc Natl Acad Sci USA 101, 73297334.
Jong AY, Stins MF, Huang SH, Chen SH and Kim KS. 2001. Transversal of Candida
albicans across human blood-brain barrier in-vitro. Infect Immun. 69(7): 4536-44.
Komariah dan Ridhawati Sjam. 2012. Kolonisasi Candida dalam Rongga Mulut. Majalah
Kedokteran FK UKI 2012 Vol XXVIII No.1
Kusumaningtyas, Eni. 2005. Mekanisme Infeksi Candida albicans pada Permukaan Sel.
Balai Penelitian Veteriner Bogor. Lokakarya Nasional Penyakit Zoonosis
Simatupang, Maria Magdalena. 2009. Candida albicans. Medan: USU Repository
Tjampakasari, CR. 2006. Karakteristik Candida albicans. Cermin Dunia Kedokteran 151: 33
Wijaya, Satriana Mustika. 2009. Candida Albicans suatu jenis jamur penyebab penyakit
Candidiasis pada Rongga Mulut. Makalah Ilmiah. Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Jember
Yunitasari, Rezki. 2013. Uji Daya Hambat Ekstrak Buah Kaktus Pir Berduri (Opuntia ficus
indica) terhadap Pertumbuhan Candida albicans secara in vitro. Skripsi. Fakultas
Kedokteran Gigi. Universitas Hasanuddin