Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penyakit infeksi masih menempati urutan teratas penyebab kesakitan dan kematian di negara
berkembang, termasuk Indonesia. Bagi penderita, selain menyebabkan penderitaan fisik, infeksi juga
menyebabkan penurunan kinerja dan produktifitas, yang pada gilirannya akan mengakibatkan kerugian
materiil yang berlipat-lipat. Bagi Negara, tingginya kejadian infeksi di masyarakat akan menyebabkan
penurunan produktifitas nasional secara umum, sedangkan dilain pihak menyebabkan peningkatan
pengeluaran yang berhubungan dengan upaya pengobatannya.(3)

Mikrobiologi Kedokteran sangat berperan dalam penanganan penyakit infeksi terutama untuk
mengetahui penyebab infeksinya sehingga mudah diketahui berbagai cara
 penanggulangannya baik yang terjadi di komunitas maupun di rumah sakit. Mikrobiologi kedokteran
dalam pelayanan medis di klinik, selanjutnya disebut Mikrobiologi Klinik,

 berperan pada pada semua tahap proses medis, mulai tahap pengkajian, tahap analisis dan

 penegakan diagnosis klinik, penyusunan rancangan intervensi medis, implementasi rancangan intervensi
medis, sampai dengan tahap evaluasi, dan penetapan tindak lanjut.  (3)

Mikrobiologi Klinik merupakan salah satu cabang ilmu kedokteran yang berfungsi menjembatani
laboratory science, khususnya mikrobiologi medik, dengan clinical sciences, khususnya yang berkaitan
dengan manajemen infeksi. Pada pelayanan/asuhan medis dalam menghadapi masalah medis yang
berhubungan dengan infeksi, diagnosis rasional dan bijak apabila analisis data dan informasi hasil
pengkajian menggunakan landasan teori dan konsep mikrobiologi kedokteran, terutama kepentingannya
dalam merancang alternatif tindakan dan terapi antibiotik pilihan (educated-guess).  (3)

Dengan bertambah jelasnya bidang garapan mikrobiologi klinik dalam menghadapi masalah
medis, maka bertambah jelas pula macam dan lingkup perannya dalam mengidentifikasi dan
menyelesaikan masalah medis yang berhubungan dengan penyakit infeksi, baik pengetahuan ilmiah
maupun cara-cara pemeriksaan bakteriologi, virologi, mikologi, dan serologi/imunologi, yang sangat
berperan dalam proses medis dan
 pengambilan keputusan medis. (3)
Resistensi bakteri terhadap antimikroba (disingkat : resistensi antimikroba) telah menjadi masalah
kesehatan yang mendunia, karena menyulitkan terapi penderita dengan antibiotik pada penyakit infeksi
sebagai dampak yang merugikan karena dapat menurunkan mutu pelayanan kesehatan.  (3)

Data pola keseluruhan penggunaan antibiotik di dalam rumah sakit telah terlihat dalam
kepustakaan selama lebih dari satu dekade. Umumnya data tersebut menunjukkan
 bahwa seperempat sampai sepertiga populasi yang dirawat di rumah sakit telah menerima antibiotik
sistemik. Penelitian lain di tujuh rumah sakit umum yang tersebar di Amerika Serikat menunjukkan bahwa
30 % penderita menerima satu atau lebih antibiotik sistemik, tetapi hanya 38 % dari penderita yang
menerima obat tersebut benar-benar mengalami infeksi. (3)

Berdasarkan penelitian Djoko Widodo di RSCM Jakarta dinyatakan bahwa 52 % dari seluruh
terapi antimikroba dipertimbangkan tidak sesuai. Berdasarkan pada penggunaanya
 pada pelayanan diketahui bahwa 42 % dari seluruh pelayanan medik tidak sesuai sedangkan dibagian
bedah mencapai 62 % dari seluruh terapi antibiotik. (3)

Penggunaan yang cukup banyak obat-obat antibakteri tertentu di rumah sakit, apakah

 pemberiannya untuk indikasi yang tepat atau tidak, mempunyai efek yang besar terhadap inang yang
menerima obat-obat tersebut dan bakteri yang terpapar oleh obat tersebut. (3)

1.2. Rumusan Masalah

1. Pemeriksaan Mikrobiologi langsung

2. Kultur Mikrobiologi.

3. Uji Kepekaan Antibiotik

4. Macam-macam bahan pemeriksaan Mikrobiologi

5. Pemeriksaan Mikrobiologi Urine

1.3. Tujuan

Membantu menegakkan diagnosis dengan mencari Mikroorganisme penyebab penyakit infeksi.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Mikrobiologi

Mikrobiologi adalah suatu ilmu yang mempelajari makhluk hidup yang sangat kecil (diamater
kurang dari 0,1 mm) yang tak dapat dilihat dengan mata biasa tanpa bantuan suatu
 peralatan khusus. Mikrobiologi meliputi berbagai disiplin ilmu seperti bakteriologi, imunologi, virologi,
mikologi dan parasitologi. Ilmu-ilmu ini telah berkembang dengan
 pesatnya dari tahun ke tahun, sehingga merupakan disiplin-disiplin yang terpisah dan berdiri sendiri-
sendiri.(1)

Dalam mikrobiologi kedokteran, dipelajari mikroorganisme yang ada kaitannya dengan penyakit
(infeksi); dan dicari jalan bagaimana cara pencegahan, penanggulangan serta
 pemberantasannya. Ilmu ini terus berkembang tanpa hentinya karena mikroorganisme sebagai makhluk
hidup mampu menyesuaikan diri terhadap lingkungannya yang baru, sehingga hal ini akan tetap
merupakan tantangan bagi ilmu kedokteran.(1)

Pemeriksaan mikrobiologik merupakan sarana diagnostik yang penting. Hal tersebut tercapai bila
cara memilih, mengambil, menyimpan, dan mengirim bahan pemeriksaan benar, agar tidak terjadi
kesalahan dalam mengelola bahan pemeriksaan tersebut. Apabila salah satu tatacara tidak memenuhi
syarat, maka hasil pemeriksaan yang diperoleh tidak akan sesuai dengan keadaan klinis maupun rencana
pengelolaan pengobatan. Salah satu cara agar
 pemeriksaan mikrobiologik dapat diandalkan yaitu dengan memantapkan mutu dalaman (internal) maupun
luaran (external), terutama untuk laboratorium sebaiknya dilakukan cara dalaman, agar mempunyai nilai
kepercayaan.(2)
2.2. Pemeriksaan Mikrobiologi 2.2.1

Pemeriksaan Langsung

Pemeriksaan Mikroskopik langsung digunakan untuk mengamati pergerakan, dan

 pembelahan secara biner, mengamati bentuk dan ukuran sel yang alami, yang pada saat mengalami fixasi
panas serta selama proses pewarnaan mengakibatkan beberapa perubahan. Cara yang paling baik adalah
dengan membuat sediaan tetesan gantung.(4)

Teknik pewarnaan dikelompokkan menjadi beberapa tipe, berdasarkan respon sel

 bakteri terhadap zat pewarna dan sistem pewarnaan yang digunakan.(4)

a). Untuk pemisahan kelompok bakteri digunakan pewarnaan Gram, dan pewarnaan acid fast /tahan
asam untuk Mycobacterium..

 b). Untuk melihat struktur digunakan pewarnaan flagel, pewarnaan kapsul, pewarnaan spora, dan
pewarnaan nukleus.
Pewarnaan Neisser atau Albert digunakan untuk melihat granula metakromatik (volutin bodies) pada
Corynebacterium diphtheriae. Untuk semua prosedur pewarnaan mikrobiologis dibutuhkan pembuatan
apusan lebih dahulu sebelum melaksanakan beberapa teknik pewarnaan yang spesifik. Caranya tidak sulit
tetapi membutuhkan kehati-hatian dalam
 pembuatannya. (4)

Tahap-tahap yang harus dilakukan secara hati-hati, adalah sebagai berikut :

1) Menyiapkan kaca objek: menghapus lemak atau minyak untuk membersihkan kaca dengan
menggunakan air hangat atau serbuk penggosok, selanjutnya dengan suatu campuran air dan alkohol
(alkohol 95%), kemudian kaca dikeringkan dan disimpan di atas lap laboratorium sampai siap untuk
digunakan.

2) Pembuatan apusan: menghindari apusan yang tebal dan rapat adalah penting secara mutlak. Suatu
apusan yang baik merupakan selapis tipis. Apusan dapat dibuat dari kultur kaldu atau medium kultur padat
dengan berbagai cara:

3) Dari kultur kaldu, pengambilan satu atau dua loop kultur sel dapat langsung dipindahkan ke kaca objek
dengan loop inokulasi steril dan sebarkan secara merata kira-kira sebesar uang logam.

4) Dari medium padat: mikroorganisme yang diambil dari medium padat menghasilkan

 pertumbuhan yang tebal dan rapat, tidak dapat langsung dipindahkan ke atas kaca objek. Pemindahan sel
dari kultur dilakukan dengan menggunakan jarum inokulasi steril.

Hanya ujung jarum yang menyentuh kultur, untuk mencegah pemindahan sel terlalu

 banyak. Pengenceran dilakukan dengan memutar ujung jarum di atas tetesan air, sampai kelihatan
semitransparan. Sebelum proses selanjutnya , apusan dibiarkan kering. Jangan ditiup, biarkan kering di
udara.(4)

Fiksasi panas: tanpa difiksasi, apusan bakteri akan tercuci selama memasuki prosedur

 pewarnaan. Fiksasi panas dibutuhkan selama protein bakteri mengalami koagulasi dan melekat di atas
permukaan kaca objek. Fiksasi panas dilakukan dengan melalukan secara cepat apusan kering, sebanyak
dua atau tiga kali di atas lidah api bunsen.(4)
2.2.2 Kultur Media

1. Penyiapan biakan murni

Mula-mula yang disiapkan adalah cawan petri yang mengandung media padat (agar) atau
setengah padat, berupa makanan. Jika spesimen mengandung berupa air ludah tersebut disebarkan
diatas medium tersebut. Selanjutnya mikroorganisme akan tumbuh dan berkembang biak dan
akan kelihatan membentuk bercak-bercak atau koloni, yang akan terlihat dengan mata telanjang.
Selanjutnya koloni tersebut dapat dimurnikan lagi apabila belum murni dengan cara
mengambilnya dan memindahkannya pada cawan petri yang lain yang mengandung medium yang
diinokulasikan.

2. Tekhnik biakan murni

Untuk memperoleh mikroorganisme sebagai sumber biakan murni, ada dua cara yang sering
digunakan yaitu metode gores atau streak-plate method dan metode tuang atau
 pour plate method. Cawan petri yang mengandung medium yang dipadatkan dengan

 penambahan agar. Campuran antara zat makanan atau nutritif tersebut disebut medium.

a. Metode goresan atau streak-plate method.

Disiapkan medium agar steril, selanjutnya didinginkan sampai suhu 45oC kemudian dituang ke
cawan petri steril kurang lkebih 15-20 ml dan dibiarkan sampai memadat. Setelah memadat
digoreskan biakan bakteri dengan menggunakan oce atau sangkelit steril pada permukaan
medium agar. Cara penggoresan ada beberapa cara yang
 berbeda yang kesemuanya ditujukan untuk memperoleh pertumbuhan mikroorganisme yang
terpisah-pisah diatas medium biakan.
 b. Metode tuang atau pour plate method

Cara ini adalah menginokulasi mikroorganisme uji yang melakukan pengenceran sesuai dengan
derajat kontaminasi bahan tabung uji yang mengandung nutrien agar cair dengan suhu 15oC.
selanjutnya diisikan kedalam cawan  –  cawan petri steril dan dihomogenkan dan dibiarkan sampai
memadat. Secara alternative biakan mikroorganisme dibuat pengenceran dari setiap hasil
pengenceran dipipet sebanyak 1
ml kedalam cawan petri steril selanjutnya ditambahkan atau dituangi medium yang sesuai yang
sementara cair pada suhu 45oC. Kemudian dihomogenkan dan dibiarkan memadat. Selanjutnya
diinkubasikan pada suhu dan waktu tertentu. (5)

2.2.3. Uji Kepekaan Antibiotik

Menurut Waluyo (2008), pemeriksaan kepekaan kuman terhadap antibiotika dilakukan dengan :

1. Cara Cakram (Disc Method),

Menggunakan cakram kertas saring yang mengandung antibiotika/bahan kimia lain dengan kadar
tertentu yang diletakkan di atas lempeng agar yang ditanami kuman yang akan diperiksa,
kemudian di inkubasi. Apabila tampak adanya zona hambatan
 pertumbuhan kuman di sekeliling cakram antibiotik, maka kuman yang diperiksa sensitif terhadap
antibiotik tersebut. Cara ini disebut juga cara difusi agar, yang lazim dilakukan adalah cara Kirby-
Bauer.
2. Cara Tabung (Tube Dilution Method),

Membuat penipisan antibiotik pada sederetan tabung reaksi yang berisi perbenihan cair. Ke dalam
tabung-tabung tersebut dimasukkan kuman yang akan diperiksa dengan jumlah tertentu dan
kemudian dieram. Dengan cara ini akan diketahui konsentrasi terendah antibiotik yang
menghambat pertumbuhan kuman yang disebut Konsentrasi Hambat Minimal (KHM)
atau Minimal Inhibitory Concentration (MIC).(6)
BAB III

PEMBAHASAN

3.1. Bahan Pemeriksaan

1. Air seni /Urine

Pada dasarnya urine manusia yang sehat tidak mengandung kuman, namun dalam
keadaan abnormal atau akibat terjadinya infeksi dapat ditemukan berbagai macam jasad renik.
Untuk pemeriksaan mikrobiologi diperlukan minimal 10 ml urine yang didapat dengan
cara aseptic dengan wadah steril. Pengambilan specimen urine pada
 pemeriksaan mikrobiologi dilakukan dengan cara Supra Pubic Fungsi, Midstream dan Cateter.
Pemeriksaan mikrobiologis dan Cultur / biakan urine menggunakan sedimen urine.

2. Darah

Pemeriksaan mikrobiologi darah untuk mengetahui septisemia/ bacterimia/


Parasitemia/Viremia. Pemeriksaan parasitologi pada pemeriksaan mikroskopis Plasmodium
malaria dan Mikrofilaria yaitu cacing darah penyebab penyakit kaki gajah atau elephantiasis .
Pada pemeriksaan kaki gajah pengambilan sampel darah dilakukan pada ujung jari waktu malam
hari hingga subuh.
Sebagian besar diagnose penyakit menular menggunakan bahan darah (serum) untuk
pemeriksaan Immunologi atau serologi dimana diidentifikasi anti gen atau anti body yang spesifik
terhadap mikrobnya.

Pemeriksaan bakteri misalnya Gaal Cultur/Widal, ASTO, TPHA, dll. Oleh

 parasit misalnya pemeriksaan Toksoplasma, Malaria,Filaria dll. Oleh virus misalnya DBD,
Campak, Chikungunya, hepatitis, rubella, HIV dll.

3. Feses

Untuk memastikan adanya pencemaran atas suatu kejadian luar biasa misalnya kasus
diare, muntah berak yang disebabkan antara lain oleh bakteri Coli, Cholera serta
 bakteri pathogen lain misalnya Salmonella dan Shigella. Kuman kuman patologis

 pada tinja ini mudah mati pada suhu kamar sehingga untuk dapat diidentifikasi dilaboratorium
harus dimasukkan pada media transport bakteri ( Amies, Stuart, Carry dan Blair, dll) dan bila tidak
memungkinkan mendapatkan tinja dapat dilakukan dengan rectal / anal swab.
Pemeriksaan parasitologi pada kecacingan dengan menemukan cacing atau telur cacing
pada tinja, menemukan amoeba atau protozoa lain penyebab dysentri.
 pada tersangka Polio atau AFP ( Acut Flacid Paralisis) dimana terjadi kelumpuhan yang
mendadak pada anak dilakukan juga pengambilan specimen Tinja untuk mengidentifikasi /isolasi
virus penyebabnya.

4. Dahak

Pemeriksaan sputum sebagian besar dilakukan untuk diagnose infeksi TBC yang
disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculose, cara pengambilan specimen sebanyak 3
kali atau sewaktu, Pagi, Sewaktu (SPS). Pemeriksaan sputum dilakukan juga untuk diagnose
kuman lain penyebab ISPA misalnya kuman Klebsiella , Pneumonia dan lain-lain.

5. Kerokan kuku, kulit, potongan rambut

Bahan pemeriksaan ini diambil untuk pemeriksaan parasitologi jamur superfacialis


(permukaan)
6. Cairan pleural

Cairan yang berasal dari rongga paru-paru diambil untuk pemeriksaan terhadap bakteri
maupun parasit jamur penyebab infeksi .

7. Cairan cerebrospinal

Cairan yang diambil pada tulang belakang dengan lumbal fungsi untuk mengetahui
adanya infeksi bakteri /Parasit /virus pada selaput otak misalnya pada kasus meningitis

8. Pus/nanah

Pengambilan Nanah dapat dilakukan dengan apusan maupun aspirasi untuk mengetahui
kuman penyebab infeksi maupun resistensi obat
9. Usapan/swab

Pada pengambilan swab diperlukan lidi kapas atau Dacron plastic steril dan kadang
digunakan juga media cultur. Usap Mata/ Conjungtiva swab dilakukan pada infeksi bakteri pada
mata atau conjungtivitis misalnya pada kasus Blenorrhoe pada neonatus.
Usap Vaginal swab / uretra swab dilakukan untuk pemeriksaan bakteriologi,

 parasitologi maupun virologi pada infeksi uretra atau vagina posterior dan anterior
Usap Dubur /Rectal swab/anal swab dilakukan bila tidak memungkinkan mendapatkan
tinja, pada kasus infeksi cacing Kremi yang disebabkan oxyuris vermicularis pengambilan
specimen perianal (sekitar dubur) dengan menggunakan selotape dilakukan pada malam hari.
Usap tenggorok /Oropharing dan Usap Hidung/ nasopharing swab, Usap tenggorok
dilakukan pada kasus infeksi bakteri Corynebacterium diptheriae, virus Flu burung, maupun
campak

10. Reitz/serum

Disebut juga bubur jaringan ,diambil dengan melakukan sayatan dengan scalpel pada
permukaan kulit dan mengambil cairannya yang diduga terinfeksi Mycobacterium leprae
penyebab penyakit lepra atau kusta.(9)

3.2. Pengambilan Sampel Urin

Pengambilan sampel dilakukan secara aseptis dengan cara mengambil urin pancar tengah
(midstream) pada pasien infeksi saluran kemih. Pancaran urin dapat dibagi menjadi 3
 bagian, yaitu: 1/3 bagian adalah urin yang pertama keluar, merupakan pendorong atau

 pembersih kuman yang ada di uretra, bagian ini tidak diambil, 1/3 bagian berikutnya ditampung dalam
kontainer steril, dan 1/3 bagian adalah urin akhir  –  dibuang.

3.3. Transportasi Sampel Urin

Pada proses transportasi semua spesimen urin dimasukkan lemari pendingin segera atau langsung
diperiksa dalam waktu tidak melebihi 2 jam. Jika urin harus ditranspor untuk jarak jauh urin dipak
dalam es kering atau dipreservasi dengan cara: penambahan 0,5 gram boric acid pada kontainer steril
kemudian diisi dengan urin (kira –k  ira 28 ml, atau konsentrasi 1,8%). Penggunaan boric acid untuk
menghambat pertumbuhan bakteri tanpa menurunkan  jumlahnya dan bekerja sebagai buffer untuk
mencegah kerusakan leukosit.

3.4. Kultur / Media Transpor

Kawat ose dipijarkan di atas lampu bunsen tidak lupa melewatkan juga tangkainya di atas api,
didinginkan beberapa saat, kemudian dicelupkan ose pada urin penderita infeksi saluran kemih sampai
mengisi lingkaran ose kemudian digoreskan urin pada media tanam MacConkey dan agar darah yang telah
disediakan. Diberi nomor pada media tanam sesuai dengan nomor urut penderita. diinkubasi dalam suhu
37⁰ C selama 24 jam.
3.5. Pemeriksaan Mikroba

Identifikasi bakteri dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu:

1.  pemeriksaan makroskopis yang dapat diamati pada hasil kultur urin,

2.  pemeriksaan mikroskopis terdiri dari pengecatan gram,

3. uji biokimia.

Proses pengecatan gram dimulai dengan pembakaran obyek glass di atas lampu

 bunsen untuk menghilangkan lemak dan organisme-organisme yang mungkin terdapat pada obyek glass,
kemudian diteteskan satu tetes larutan formalin untuk mensterilkan obyek glass. Selanjutnya, dipijarkan
seluruh panjang kawat ose di atas lampu bunsen tidak lupa melewatkan juga tangkainya di atas api lalu
dianginkan beberapa saat. Diambil satu atau dua koloni bakteri pada media tanam dengan menggunakan
ose, diletakkan pada obyek glass lalu diratakan dan dibiarkan kering dan diletakkan di atas lampu Bunsen.

Pada sediaan yang telah tersedia, dituang cat gram A dibiarkan 1 menit, kemudian, zat warna
dibuang dan segera diberi cat gram B (tanpa dicuci terlebih dahulu), dibiarkan 1 menit kemudian dibuang
dan sediaan dicuci dengan cat gram C sampai tidak ada lagi zat warna yang terlarut. Sediaan dicuci air
bersih dan ditetesi cat gram D dan dibiarkan 1 menit lalu dicuci dengan air kran sampai bersih dan
dikeringkan, kemudian dilihat di bawah mikroskop cahaya dengan perbesaran 1000 kali yang terlebih
dahulu ditetesi minyak imersi.

Uji biokimia untuk bakteri gram positif dan negatif. Pada bakteri gram positif menggunakan uji
katalase dan uji koagulase dan pada bakteri gram negatif menggunakan uji deret biokimia. Uji katalase
dimulai dengan mengambil beberapa koloni pada media agar darah menggunakan ose bulat dan diletakkan
pada obyek glass, kemudian ditambahkan 1 tetes reagen H₂O₃  3% lalu diamati dalam waktu kurang dari
30 detik. Uji katalase positif ditandai dengan pembentukan gelembung udara (O2).

Uji koagulase dimulai dengan mengambil beberapa koloni pada media agar darah dengan
menggunakan ose bulat, dibuat emulsi pada obyek glass sehingga menyerupai suspense susu, kemudian
ditambahkan satu mata sengkelit plasma kelinci dan dicampur dengan baik. Tes koagulase positif apabila
terjadi aglutinasi.
Uji deret biokimia dilakukan pada media Klieger Iron Agar (KIA), Semi Solid Sucrose (SSS),
Luminescence Immuno Assay (LIA) dan Motilitas Indole Ornithine (MIO). Pertama dipanaskan ose di
atas lampu bunsen kemudian dibiarkan dingin, kemudian diambil 1-2 koloni dari media tanam lalu
digoreskan pada 4 media uji deret biokimia. diinkubasi media 24 jam pada suhu 37⁰ C. Identifikasi
dilakukan dengan mengamati reaksi biokimia dan motilitas.

3.6. Uji Kepekaan Antibiotik

Uji kepekaan kuman dilakukan dengan metode difusi disk/cakram dengan cara Kirby Bauer,
pemeriksaan dimulai dengan mengambil beberapa koloni kuman dari pertumbuhan 24
 jam pada agar dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan NaCl hingga kekeruhan tertentu
sesuai dengan standar konsentrasi kuman Mac Farlan >108. Setelah itu kapas lidi steril dicelupkan ke
dalam suspensi kuman lalu ditekan-tekan pada dinding tabung hingga kapasnya tidak terlalu basah,
kemudian dioleskan pada permukaan media agar hingga rata, kemudian diletakkan disk/cakram yang
mengandung antibiotika di atasnya dan diinkubasi pada 37⁰ C selama 19-24 jam

3.7. Hasil dan Terapi Antibiotik.

Pembacaan hasil diukur dengan penggaris millimeter, diukur lebar diameter zone hambatan pada
cakram/disk dan diinterpretasikan hasilnya (sensitif, resisten, atau intermediet).

Persentase jenis bakteri pada pasien infeksi saluran kemih ditemukan 25 bakteri yang didapatkan :

1. Escherichia coli sebanyak 18 bakteri (72%),

2. Salmonella parathypi sebanyak 1 bakteri (4%),

3. Enterobacter aerogenes sebanyak 1 bakteri (4%),

4. Staphylococcus aureus sebanyak 2 bakteri (8%),

5. Streptococcus sp sebanyak 3 bakteri (12%).


Hasil tersebut menunjukkan bahwa bakteri Escherichia coli merupakan bakteri yang banyak ditemukan
pada pasien infeksi saluran kemih. Hasil uji sensitivitas terhadap antibiotik didapatkan :

1. Bakteri gram negatif Escherichia coli sensitif terhadap antibiotik meropenem (88,89%), tetapi
resisten terhadap antibiotik lainnya yaiitu: ciprofloxacin (55,56%), gentamicin (66,67%%),
trimetophrim-sulfomethoxazole (77,78%%), amoxicillin (83,33%%) dan cefixime (88,89%).
2. Bakteri Salmonella parathypi didapatkan sensitif terhadap antibiotik meropenem (100%), tetapi
bakteri tersebut resisten terhadap antibiotik lainnya yaitu amoxicillin (100%), cefixime (100%),
ciprofloxacin (100%), gentamicin (100%) dan trimetophrim-sulfomethoxazole (100%).
3. Bakteri gram negatif Enterobacter aerogenes didapatkan sensitif terhadap antibiotik meropenem
(100%), tetapi bakteri tersebut resisten terhadap antibiotik lainnya yaitu amoxicillin (100%),
cefixime (100%), ciprofloxacin (100%), gentamicin (100%) dan trimetophrim-sulfomethoxazole
(100%).
4. Bakteri gram positif staphylococcus aureus sensitif terhadap antibiotik meropenem (100%),
ciprofloxacin (100%), trimetophrim-sulfomethoxazole (100%), gentamicin (100%) disusul
amoxicillin (50%), tetapi bakteri tersebut resisten terhadap antibiotik cefixime (100%).
5. Bakteri gram positif Streptococcus sp didapatkan sensitif terhadap antibiotik meropenem (66,67%)
dan gentamicin (66,67%), tetapi resisten antibiotik lainnya yaitu amoxicillin (66,67%), cefixime
(66,67%), ciprofloxacin (67%) dan trimetophrim-sulfomethoxazole (66,67%).

Antibiotik tidak selamanya selalu efektif membunuh bakteri atau menghambat

 pertumbuhannya. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh berbagai faktor,salah satunya adalah terjadinya
resistensi bakteri terhadap antibiotik tertentu. Resistensi kuman adalah suatu sifat tidak terganggunya
kehidupan sel bakteri oleh antibiotik.
BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

1. Volk,W.A & Wheeler.M.F.1993.Mikrobiologi dasar jilid I edisi 5.Erlangga, Jakarta.


2. Jurnal Pengendalian Mutu Bidang Mikrobiologi Klinik, Prihatini, Unair.
3. Peran Mikrobiologi klinik pada penanganan penyakit infeksi, Hendro
Wahjono,Semarang.
4. Pelczar, M.J dan Chan, E.C.S. 1988. Dasar-dasar Mikrobiologi. UI Press. Jakarta.
5. Dwidjoseputro, D. 1990. Dasar-Dasar Mikrobiologi Cetakan ke-7.  Percetakan
Imagraph. Jakarta.
6. Waluyo L. 2008. Teknik dan Metode Dasar dalam Mikrobiologi. Universitas
Muhammadiyah Malang Press. Malang
7. Paramita, L. Pola kepekaan bakteri penyebab infeksi saluran kemih terhadap beberapa antibiotika
di laboratorium mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Karya Tulis Ilmiah.
Yogyakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. 2006.
8. Helmansyah, R. Pola Kepekaan Bakteri Isolat Urin Di RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta
Tahun 2003-2006. Karya Tulis Ilmiah. Yogyakarta: Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah. 2006.
9. Jawetz, M & Adelberg. Mikrobiologi Kedokteran edisi 23 alih bahasa hartanto, huriawati,
dkk. Jakarta: Penerbit buku kedokteran ECG. 2004.
10. Katzung, G.B. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi IV. Jakarta: EGC. 1995.

Anda mungkin juga menyukai