Anda di halaman 1dari 34

BLASTOMIKOSIS AMERIKA UTARA DAN

AMERIKA SELATAN

Dosen :
H. YUNAN JIWINTARUM,S.Si.,M.Kes.

Disusun Oleh :
1. M. FARDIAZ NUR IVANSYAH
2. MAILIN RAHAYU
3. MELLY ROSYIANA ZAEN
4. MOH. ZITALLAL HAERU

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia


Politeknik Kesehatan Mataram
Jurusan Analis Kesehatan
2019/2020

i
Kata Pengantar

Pertama-tama kami mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan

yang Maha Esa yang telah memberkati kami sehingga karya tulis ini dapat

diselesaikan. Kami juga ingin mengucapkan terima kasih bagi seluruh

pihak yang telah membantu kami dalam pembuatan makalah ini. Kami

mengakui bahwa kami adalah manusia yang mempunyai keterbatasan

dalam berbagai hal. Oleh karena itu tidak ada hal yang dapat diselesaikan

dengan sangat sempurna. Begitu pula dengan makalah ini yang telah

kami selesaikan. Tidak semua hal dapat kami deskripsikan dengan

sempurna dalam makalah ini. Kami melakukannya semaksimal mungkin

dengan kemampuan yang kami miliki. Maka dari itu, kami bersedia

menerima kritik dan saran dari pembaca yang budiman. Kami akan

menerima semua kritik dan saran tersebut sebagai batu loncatan yang

dapat memperbaiki makalah kami di masa datang.

Dengan menyelesaikan makalah ini kami mengharapkan banyak

manfaat yang dapat dipetik dan diambil dari makalah ini. Semoga dengan

adanya makalah ini dapat menambah wawasan pembaca tentang

Blastomycosis amerika utara dan selatan.

Mataram, 26 September 2019

Penulis

ii
Daftar isi

Kata Pengantar ........................................................................................... i

BAB I.......................................................................................................... 1

Pendahuluan .............................................................................................. 1

A. Latar belakang ................................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ........................................................................... 4

C. Tujuan ........................................................................................... 4

BAB II ......................................................................................................... 6

Pembahasan .............................................................................................. 6

Blastomikosis Amerika Utara .............................................................. 6

TAKSONOMI ...................................................................................... 6

EPIDEMIOLOGI .................................................................................. 7

MORFOLOGI DAN IDENTIFIKASI ..................................................... 9

SIMTOMA ......................................................................................... 11

PENULARAN .................................................................................... 13

DIAGNOSIS ...................................................................................... 13

PENGOBATAN ................................................................................. 16

Paracoccidioides Brasiliensis ........................................................... 18

Taksonomi ....................................................................................... 18

Morfologi .......................................................................................... 20

iii
Patogenesis ..................................................................................... 21

Gejala................................................................................................ 24

Diagnosis ......................................................................................... 24

Pengobatan ...................................................................................... 27

BAB III ...................................................................................................... 28

Penutup ................................................................................................... 28

A. Kesimpulan ............................................................................... 28

B. Saran .......................................................................................... 28

Daftar Pustaka ......................................................................................... 30

iv
BAB I

Pendahuluan

A. Latar belakang

Penyakit infeksi masih tetap merupakan problem utama kesehatan

di Indonesia. Penyakit infeksi jamur paru atau yang disebut dengan

mikosis paru selama ini masih merupakan penyakit yang relatif jarang

dibicarakan. Akan tetapi akhir-akhir ini perhatian terhadap penyakit ini

semakin meningkat dan kejadian infeksi jamur paru semakin sering

dilaporkan. Hal ini mungkin akibat dari , meningkatnya kesadaran dan

usaha penemuan infeksi jamur dengan berbagai cara menggunakan

teknik yang tepat, bertambahnya kecepatan tumbuh jamur sebagai akibat

cara pengobatan modern, terutama penggunaan antibiotik, berspektrum

luas, atau kombinasi dari berbagai antibiotik, penggunaan kortikosteroid

dan obat imunosuppressif lainnya serta penggunaan sitostatika,

terdapatnya faktor predisposisi yaitu penyakit kronik yang berat termasuk

penyakit kegananasan, dengan meningkatnya umur harapan hidup akan

meningkatkan insiden penyakit jamur paru, mobilitas dari manusia tinggi

sehingga kemungkinan memasuki daerah endemis fungi patogen semakin

tinggi. (Jamur et al., 2004)

1
2

Blastomikosis adalah penyakit jamur yang relatif jarang terjadi

tetapi berpotensi mematikan dengan fokus endemik di pusat Kanada

termasuk Ontario. Pertama digambarkan sebagai infeksi kulit oleh Gilchris


3

1 di Baltimore pada tahun 1894, blastomikosis adalah penyakit

granulomatosa kronis yang disebabkan oleh jamur dimorfik termal

Blastomyces dermatitidis yang endemik ke Kanada tengah dan Amerika

Serikat. B. dermatitidis menyebabkan penyakit pada manusia dan hewan,

paling sering gigi taring. Tidak seperti banyak infeksi jamur, B. dermatitidis

merupakan patogen utama yang dapat menyebabkan penyakit pada

orang dengan sistem kekebalan yang utuh. Presentasi klinis adalah

variabel dan dapat meniru yang dari penyakit lain. Presentasi yang paling

umum adalah infeksi paru. infeksi akut mungkin menyerupai pneumonia

bakteri sedangkan keterlibatan kronis muncul mirip dengan kanker paru-

paru atau TBC. situs luar paru dari infeksi termasuk kulit, tulang, dan

sistem saraf pusat (SSP). situs yang jarang dari infeksi termasuk sistem

genitourinari, hati dan ginjal. Sementara digambarkan sebagai salah satu

mikosis endemik yang paling penting di Amerika Utara. (Morris, Sc, &

Claire, 2014)

Blastomikosis America Utara disebabkan Blastomyces

dermatitides, sedangkan Blastomikosis Amerika Selatan oleh

Paracoccidioides brasiliensis. Gejala klinis pada keduanya tidak khas, bisa

dijumpai gejala batuk-batuk kronis namun pada Blastomikosis Amerika

Utara selalu juga dijumpai gejala mirip pneumoni sub akut dengan

demam-demam yang tak seberapa tinggi, sesak dan batuk-batuk dengan

sputum yang purulen dan kadang kadang bercampur darah. Gejala nyeri
4

dada dan pleuritis dengan efusi bisa terjadi pada perkembangan

selanjutnya dari penyakit ini. (Jamur et al., 2004)

B. Rumusan Masalah

1. Penyebab penyakit blastomikosis amerika utara dan amerika

selatan.

2. Bagaimanakah cara diagnosis penyakit blastomikosis

amerika utara dan amerika selatan.

3. Bagaimana cara mengobati penyakit blastomikosis amerika

utara dan amerika selatan.

C. Tujuan

Agar dapat mengetahui tentang penyakit blastomikosis amerika

utara dan amerika selatan.


5

BAB II
BAB II

Pembahasan

BLASTOMIKOSIS AMERIKA UTARA

TAKSONOMI
Kingdom : Fungi

Phylum : Ascomycota

Class : Euascomycetes

Ordo : Onygenales

Family : Onygenaceae

Genus : Blastomyces

Species : Blastomyces dermatitidis


EPIDEMIOLOGI

Blastomikosis adalah infeksi jamur yang disebabkan oleh

Blastomyces spp. McCullough et al. (2000) mengatakan bahwa

blastomikosis telah dilaporkan terjadi di seluruh dunia. Agen tersebut

tergolong jamur dimorfik, yakni bisa bentuk kapang dan khamir (Gionfriddo

2000). Penyakit ini dapat menyerang berbagai jenis hewan dan manusia.

Infeksi penyakit ini pada daerah endemik hampir 10 kali lebih sering terjadi

pada anjing daripada manusia (Hermann et al. 2011). Meskipun paling

umum terjadi pada anjing, telah dilaporkan kasus terjadi pada kucing

(Lloret at al. 2013) dan kuda (Cafarchia et al. 2013). Infeksi dapat tejadi di

alam bebas maupun pada hewan peliharaan dalam ruangan (Bromel dan

Sykes 2005). Saat ini, blastomikosis telah menyebar ke seluruh dunia dan

telah dilaporkan pada beberapa negara di Asia, Eropa, Afrika, dan

Amerika.

Dalam kondisi alami, Blastomyces tumbuh dalam bentuk miselia

saprofit yang menghasilkan spora infektif secara seksual. Infeksi

Blastomyces spp. disebabkan oleh spora atau fragmen miselium yang


terdapat di udara dan terhirup masuk ke dalam paru-paru (Songer dan

Post 2005). Ketika konidia sampai ke dalam alveoli, konidia tersebut

difagosit oleh makrofag paru lalu diangkut ke interstitium paru. Pada suhu

tubuh, organisme ini berubah menjadi bentuk khamir dan bereplikasi

secara aseksual (Legandre 2006; Werner dan Norton 2011). Agen

tersebut mungkin tetap terlokalisir di paru-paru atau dapat menyebar

secara hematogen atau limfatik ke sistem tubuh lainnya (Werner dan

Norton 2011). Blastomyces spp. sering ditemukan pada organ paru-paru,

kulit, sistem saraf, saluran urogenital, dan tulang (Bradsher 1997;

Kauffman 2006; Songer dan Post 2005).

Blastomyces spp. dapat menyebar ke seluruh organ tubuh

terutama pada paru-paru, mata dan kulit (Rudmann et al. 1992). Lesi pada

mata yang paling umum adalah uveitis, ablasi retina, panophthalmitis, dan

glaukoma. Infeksi dapat ditularkan dari hewan ke manusia sehingga

dianggap menular atau zoonosis (Gilor et al. 2006). Kasus penyebaran

Blastomyces tidak harus melalui inhalasi. Pernah dilaporkan Blastomyces

dapat menginfeksi manusia melalui gigitan anjing yang sudah terinfeksi

parah (Gnan et al. 1983). Blastomyces ditularkan melalui ekskreta hewan

terinfeksi terutama feses (Songer dan Post 2005). (JUMARI & FAKULTAS,

2017)

Dermatitidis jarang bisa di isolasi sebagai natural habitat, tetapi telah

dilaporkan keberhasilan isolasi yang berhubungan dengan kayu yang

membusuk dan berang-berang yang mengandung banyak bahan organik.


Fungi ini banyak terdapat di tanah yang kaya dengan material organik

seperti kotoran hewan, rotting wood, plant fragment, insect remain, dan

debu. Tetapi dimungkinkan juga jamur ini terdapat di tanah lembab yang

kurang terkena cahaya matahari, mengandung sampah organik dan pH

kurang dari 6.0.

Penyakit ini disebut sebagai blastomikosis Amerika Utara karena ia

merupakan endemis dan kebanyakan kasus terjadi di AS dan Kanada.

Walaupun prevalensi yang tinggi di Amerika Utura, blastomikosis pernah

tercatat di Afrika, Amerika Selatan, dan Asia.Ia merupakan endemis pada

manusia dan anjing di AS bagian timur.

MORFOLOGI DAN IDENTIFIKASI


Blastomyces dermatitidisdikatakan bersifat dimorfik karena fungi ini

memiliki dua bentuk yaitu bentuk hifa dan ragi yang berkembang pada

kondisi pertumbuhan yang berbeda dalam artian pada temperatur yang

berbeda yakni pada suhu 250C dan 370C.

1. Pada suhu 250C → mold phase/ mycelialform/ bentuk hifa.

Ketika ditanam pada agar Sabaraud terbentuk koloni putih atau

kecokelatan dengan hifa bercabang yang menghasilkan konidia

bulat, ovoid atau pilliform (berdiameter 3-5 µm) pada konidia

lateral/ ujung yang langsing. Chlamydospora yang lebih

besar(7-18 µm) bisa juga dihasilkan. Membutuhkan 2-3 minggu

untuk ditumbuhkan pada suhu 250C atau pada suhu kamar.


2. Pada suhu 370C →yeast form/ bentuk ragi Dalam jaringan atau

biakan pada suhu 370C, Blastomyces dermatitidis tumbuh

sebagai ragi bulat, multinuklear berdinding tebal(8-15 µm) yang

biasanya menghasilkan tunas tunggal. Tunas dan sel yeast

induk menempel pada suatu dasar yang luas, dan tunas ini bisa

membesar hingga berukuran sama dengan sel yeast induk

sebelum mereka terlepas. Sel yeast ibu dengan anak yang

masih melekat disebut blasoconidia.Koloni berkerut seperti lilin

dan lembut.Membutuhkan 7-10 hariuntuk tumbuh menjadi

bentuk ragi.
SIMTOMA
Gejala penyakit ini dimulai dengan timbulnya demam yang cukup

tinggi bahkan hingga menggigil dan terdapat pula keringat yang cukup

banyak. Bisa juga di sertai batuk berdahak yang cukup parah ( tetapi

masih dalam kondisi wajar ) maupun kering, nyeri dada dan kesulitan

bernafas atau pernapasan terganggu.

kulit dimulai dengan benjolan kecil (papula) dan bisa juga benjolan

tersebut berisi nanah (papulopustula), dan penyakit ini akan menyebar ke

seluruh tubuh melalui pembuluh darah. Kemudian akan timbul kutil yang

dikelilingi abses atau penimbunan nanah. Apabila terjadi pada tulang

maka akan timbul pembengkakan disertai nyeri pada tulang tersebut.Dan

pada laki-laki biasanya terjadi pembengkakan epididimis disertai nyeri

atau prostatitis.

Gejala yang terjadi di antaranya adalah:

 Batuk, yang mungkin menghasilkan lendir kecoklatan atau

berdarah
 Tubuh bagian atas nyeri

 Panas dingin

 Demam

 Berkeringat

 Kelelahan

 Masalah pernapasan

 Dasar ketidaknyamanan

 Dijelaskan pengurangan berat badan

 Kekakuan dan nyeri sendi

 Otot kekakuan dan ketidaknyamanan

 Tulang lesi (luka)

 Lesi kulit, yang dimulai sebagai kecil, benjolan mengangkat atau

lecet yang kemudian tumbuh menjadi bisul dengan permukaan

berkerak

Penyakit ini dimulai dengan timbulnya demam, menggigil dan

berkeringat banyak. Kemudian bisa disertai batuk berdahak maupun

kering, nyeri dada dan kesulitan bernafas.Meskipun infeksi paru yang

terjadi pada penyakit ini biasanya memburuk secara perlahan, tapi

kadang-kadang akan membaik tanpa pengobatan. Penyakit ini juga bisa

menimbulkan gejala yang terlihat dikarenakan infeksi kulit, infeksi itu dapat

dimulai dengan benjolan kecil (papula) dan mungkin saja berisi nanah

(papulopustula), yang segera menghilang dan menyebar secara perlahan.

Kemudian akan timbul kutil yang dikelilingi abses (penimbunan nanah)


yang tidak terasa nyeri. Pada tulang bisa timbul pembengkakan disertai

nyeri. Pada laki-laki terjadi pembengkakan epididimis disertai nyeri atau

prostatitis.

PENULARAN
Penularan terjadi secara inhalasi dengan reservoir kemungkinan

adalah tanah.

1. Masa inkubasi antara 2-4 minggu dengan gejala klinis berupa

batuk, demam,dahak berdarah.

2. Pada kasus kronis dapat menimbulkan rasa nyeri di dada dan jika

tidak diobati dapat menyebar ke kulit dengan manifestasi berupa

ulserasi, papula/nodula subkutan. Bila menyerang tulang akan

terasa nyeri dan terjadi osteomyelitis. Bila menyerang traktus

genitoutinaria dapat menimbulkan dysuria, pyuria, hematuria.

DIAGNOSIS
1. Bahan klinis:

Kerokan kulit, sputum dan bilas bronkus, cairan

serebrospinal,cairan pleura, dan darah, sumsum tulang, urin dan

biopsi jaringan dari berbagai organ dalam.

2. Mikroskopik langsung:

a. Kerokan kulit harus diperiksa menggunakanKOH 10% dan tinta

Parker atau calcofluor white mounts;

b. Eksudat dancairan tubuh harus disentrifugasi dan sedimennya

diperiksa denganmenggunakan KOH 10% dan tinta Parker atau

calcofluor white mounts,


c. Potongan jaringan harus diwarnai dengan PAS digest, Grocott’s

methenaminesilver (GMS) atau pewarnaan Gram.Histopatologi

sangat berguna dan merupakan satu dari cara yang paling

penting untuk memperingatkan laboratorium bahwa mereka

mungkin menangani sesuatu yang berpotensi sebagai

patogen. Potongan jaringan menunjukkan sel seperti ragi yang

besar, dasarnya besar, kuncupunipolar, berdiameter 8-15

mikrometer. Perhatikan: potongan jaringan perlu diwarnai

dengan cara Grocott’s methenamine silver untuk dapat melihat

sel seperti ragi dengan jelas, yang seringkali sulit dilihat pada

sediaan H&E.

Interpretasi:
Peraturannya adalah, pemeriksaan mikroskopik langsung yang

positif yang menunjukkan karakteristik sel seperti ragi dari sediaan

apapun harus dipandangsebagai sesuatu yang signifikan.

3. Kultur:

Spesimen klinis harus diinokulasi ke dalam media isolasi

primer seperti agar dextrose Sabouraud dan agar infusi jantung

otak ditambah dengandarah kambing 5%.

Interpretasi:

Kultur positif dari spesimen-spesimen diatas harus dikatakan

signifikan.

PERINGATAN:

Kultur Blastomyces dermatitidis merupakan biohazard bagi petugas

laboratorium dan harus ditangani dengan sangat hati-hati pada

kabine penanganan patogen yang tepat.

4. Serologi: Tes serologi memiliki nilai yang terbatas dalam diagnosis

Blastomikosis.

5. Identifikasi: Pada morfologi mikroskopik yang lalu, konversi dari

bentuk jamur ke bentuk ragi, dan patogenitas binatang telah

digunakan semuanya;meskipun demikian tes eksoantigen

sekarang merupakan metode pilihan untuk mengidentifikasi

Blastomyces dermatitidis
PENGOBATAN
Amphotericin B [0.5 mg/kg per hari selama 10 minggu] tetap

merupakan obat pilihan bagi pasien dengan infeksi akut yang mengancam

jiwa dan mereka dengan meningitis.Pasien dengan kavitas paru dan lesi

di tempat selain paru dan kulit membutuhkanterapi yang lebih lama.

Itraconazole oral [200 mg/hari untuk paling sedikit selama 3 bulan] adalah

obat pilihan bagi pasien dengan bentuk blastomikosis yang

indolen;meskipun demikian jika pasien lambat memberikan respon, dosis

harus ditingkatkanmenjadi 200 mg dua kali sehari. Pasien dengan infeksi

serius yang memberikanrespon terhadap terapi awal dengan

amphotericin, dapat diubah ke itraconazolesampai akhir dari terapi

mereka.Ketokonazole oral dapat digunakan, tetapi agak kurang dapat

ditoleransi.Flukonazole tampaknya kurang efektif dibandingkan

denganitraconazole atau ketoconazole.


Paracoccidioides
Brasiliensis
PARACOCCIDIOIDES BRASILIENSIS

Blastomikosis America Utara disebabkan Blastomyces

dermatitides, sedangkan Blastomikosis Amerika Selatan oleh

Paracoccidioides brasiliensis. Gejala klinis pada keduanya tidak khas, bisa

dijumpai gejala batuk-batuk kronis namun pada Blastomikosis Amerika

Utara selalu juga dijumpai gejala mirip pneumoni sub akut dengan

demam-demam yang tak seberapa tinggi, sesak dan batuk-batuk dengan

sputum yang purulen dan kadang kadang bercampur darah. Gejala nyeri

dada dan pleuritis dengan efusi bisa terjadi pada perkembangan

selanjutnya dari penyakit ini. (Jamur et al., 2004)

TAKSONOMI
Kingdom : Fungi

Filum : Ascomycota

Subfilum : Ascomycotina

Kelas : Eurotiomycetes
Ordo : Onygenales

Famili : Ajellomycetaceae

Genus : Paracoccidioides

Species : Paracoccidioides brasiliensis

Ini adalah penyakit granulomatosa kronis dari membran mukosa,

kulit, dan sistem paru. Penyakit ini terjadi dari pertengahan Mexico

(Amerika Utara) ke Amerika Tengah dan Selatan. Kebanyakan kasus

dilaporkan dari Brazil. Lingkungan ekologi dari organisme kemungkinan

adalah tanah. Tiga gejala khas yang terlihat di Amerika Latin adalah lesi

paru, mulut tanpa gigi (gambar 25 dan 26), limfadenopati leher. Sebelum

dikenalnya penyakit ini, pasien di Amerika Latin dengan

paracoccidioidomycosis sering di kirim ke sanatorium TB, sebagaimana

pasien dengan histoplasmosis di Amerika Serikat. Organisme menginvasi

membran mukosa mulut menyebabkan gigi menjadi copot. Plak putih

ditemukan di mukosa bukal, dan hal ini bersama dengan tiga gejala yang

khas sekarang digunakan secara klinis untuk membedakannya dengan

TB. Penyakit ini mempunyai masa laten yang panjang. 10-20 tahun dapat

berlalu antara infeksi dan manifestasi dari infeksi pada daerah yang non-

endemis di dunia. Biasanya, sebuah kasus paracoccidioidomikosis yang

ditemukan di Amerika Serikat terjadi pada seseorang yang bekerja di

Amerika Selatan pada suatu jangka waktu tertentu dan kemudian mereka

kembali ke Amerika Serikat bertahun-tahun kemudian, mengidap penyakit


ini. Pasien tidak menyadari pentingnya riwayat penyakit ini. Hampir semua

diagnosis penyakit jamur bergantung pada pertanyaan yang hati-hati dan

investigasi riwayat penyakit. Bahan klinis yang harus dikirim ke

laboratorium untuk pemeriksaan adalah sputum, bahan material, pus, dan

krusta dari lesi. Pemeriksaan sputum atau krusta dari satu lesi dengan

KOH mengungkapkan sebuah yeast karena ia adalah jamur dimorfik.

Berbeda dengan yeast yang lain, khususnya Blastomyces,

Paracoccidioides memiliki kuncup multipel, dinding sel tipis, dan sebuah

dasar yang sempit. Pada suhu 25C, koloninya padat, miselium putih

(gambar 27), tidak renggang dan seperti katun mirip dengan yang lain.

Pada agar Sabouraud (gambar 28) membutuhkan waktu 2-3 minggu untuk

tumbuh. Bila dikultur pada suhu 37oC, ia tumbuh lambat dengan warna

putih, koloni tebal. Secara mikroskopis, yeast ini tampak sebagaimana

dideskripsikan diatas ukurannya bervariasi antara 5-15 mikron.

MORFOLOGI
Merupakan jamur dimorfik bebas. Memiliki ukuran 5-40 µm. Dalam

biakan agar Sabouraud pada suhu kamar, jamur ini membentuk koloni

filamen. Bila dibiakkan pada suhu 37 oC jamur membentuk koloni ragi

dengan sel ragi berdinding tebal dan bertunas banyak.

Memiliki dua fase yaitu :

- Pada fase myselium didapatkan hypae bersepta (berbentuk tabung

yang memiliki sekat) mempunyai chlamydoconidia terminal dan

intercalary dan juga mempunyai mikroconidia.


- Pada fase yeast, tampak multiple budding sel yang mempunyai

bentukan khas seperti kemudi kapal (ship’s wheel)

PATOGENESIS
Paracoccidioides brasiliensis menyebabkan suatu penyakit yang

disebut dengan paracoccidioidomycosis. Paracoccidioidomycosis adalah

suatu penyakit kronis yang granulomatus dan progresif. Penyakit ini

biasanya menyerang paru-paru, mukosa mulut dan hidung. Manusia dapat

terinfeksi melalui inhalasi spora jamur. Lesi primer terjadi di paru, biasanya

progresif. Dari menyebar secara perlahan-lahan ke kelenjar limfa,

kelenjar adrenal, dan organ retikuloendotelial.


EPIDEMIOLOGI

Epidemiologi dari Paracoccidioidomycosis belum dapat ditentukan

jelas jelas namun sebagian besar terjadi di Amerika Selatan, terutama

brazil, venezuela, dan kolombia. Penyakit ini kebanyakan menyerang

pasien berumur 30-60 tahun, dan lebih dari 90% adalah pria.

Aspergillus, yang proses morphogenetic adalah subjek penelitian

yang intens [ 1 . 2 ]. spesies jamur lain di antara kelompok ini patogen

adalah Paracoccidioides brasiliensis, jamur dimorfik, agen penyebab

paracoccidioidomycosis (PCM), salah satu mikosis sistemik yang paling

sering mempengaruhi penduduk pedesaan Amerika Latin, satu-satunya

wilayah geografis di mana PCM ditemukan [ 3 - 5 ]. transisi dimorfik

adalah tergantung pada temperatur, yeastlike (Y) bentuk yang diamati

pada 37 C dan miselium (M) satu di 23 C [ 3 ]. Seperti perubahan

lingkungan tiba-tiba pada saat infeksi menyiratkan kemampuan untuk

cepat menyesuaikan diri untuk bertahan hidup dan menyerang tuan

rumah. Sebagai fitur tertentu dari proses morphogenetic di jamur, (a) itu

adalah reversibel, (b) itu bukan komponen penting dari siklus hidup jamur
melainkan adaptasi oportunistik dengan kondisi lingkungan dan (c)

konversi ke bentuk yang berbeda ( sering, fase Y) merupakan syarat

untuk infeksi progresif [ 6 ]. Proses tersebut terkait dengan induksi produk

gen yang spesifik, melalui jalur biokimia yang memodulasi sintesis

senyawa yang berbeda, yang pada gilirannya, mempengaruhi bentuk final

sel. Paracoccidioides brasiliensis dan dinding selnya Dinding sel jamur,

matriks ekstraselular yang mengandung kompleks polisakarida-protein,

adalah struktur everchanging yang komposisi dan struktur organisasi

diatur selama siklus sel dan dalam menanggapi perubahan kondisi

lingkungan dan stres [ 7 . 8 ]. kitin dan b- 1,3-glucan merupakan

komponen struktural utama dari dinding sel jamur [ 9 ]. polisakarida ini

menentang tekanan turgor positif dalam sel dan akhirnya menentukan

morfologi [ 7 . 10 ]. Kurangnya kitin dan b- 1,3glucan pada mamalia dan

fakta bahwa mereka sangat penting untuk jamur, membuat target

potensial sintesis mereka untuk pengembangan obat antijamur [ 11 . 12 ].

Mekanisme biokimia dan molekuler mengendalikan proses dimorfik di P.

brasiliensis telah menjadi subjek panjang-fitur penelitian. Perubahan Y

dan M struktur dinding dilaporkan, pada awal 1969 [ 13 . 14 ], Sedangkan

usulan Sebuah- 1,3-glukan baik sebagai penentu dimorfik dan faktor

virulensi [ 15 ] Adalah pertama kali dilaporkan pada jamur ini. polisakarida

netral ini hadir dalam dinding sel patogen P. brasiliensis fase Y, namun

menghilang ketika perubahan jamur untuk fase M-nya, harus benar-benar

diganti dengan b- 1,3-glucan di kedua [ 14 ]. Kitin adalah polisakarida


ketiga sesuai P. Brasiliensis dinding sel baik di M dan fase Y [untuk

review, lihat 6 ]. Sementara b- 1,3-glukan dan kitin yang berulang

polisakarida dinding sel di Kerajaan Fungi (Bocca et al., 2013)

GEJALA

 Lesi pada mulut, hidung, hati, limfa, adrenal, atau kulit.

 Batuk

 Sulit bernapas

 Nyeri pada dada

 Emfisema

DIAGNOSIS
Standar emas untuk diagnosis adalah identifikasi jamur dengan

mikroskop langsung sebagai sel terisolasi, histopatologi sebagai

proliferatif dan / atau reaksi eksudatif dengan granuloma yang

mengandung intra atau ekstra-seluler Paracoccidioides ssp, dan

pengujian serologis.
tes imunologi Immunodiffusion (Ouchterlony) dan kontra

immunoelectrophoresis berguna untuk mendeteksi anti Paracoccidioides

antibodi untuk diagnosis ketika lesi tidak mudah diakses dan untuk kontrol

terapi. Reaksi silang terutama dengan mikosis sistemik lainnya, seperti

histoplasmosis, aspergillosis, kriptokokosis dan kandidiasis. immunoassay

enzim mempekerjakan PbAgs nonpurified sangat sensitif tetapi kurang

spesifik, dan penggunaan gp43 sebagai hasil antigen dalam sensitivitas

dan spesifisitas yang tinggi dengan ELISA.

Studi mengevaluasi polimorfisme gp43 mengungkapkan tingkat

tinggi asam amino substitusi residu antara P. brasiliensis dan P. lutzii [

30]. Selain itu, gp43 gen di bawah seleksi positif dalam Paracoccidioides

populasi, yang meningkatkan keragaman genetik dalam spesies, sehingga

meningkatkan risiko hasil serologi negatif palsu [ 72].

Kekhususan dan kedekatan antara antibodi dari pasien yang

terinfeksi oleh P. lutzii dan exoantigens dan / atau ekstrak sel dari P.

brasiliensis rendah dan tes serologi menunjukkan hasil negatif palsu.

Penggunaan exoantigens diproduksi oleh strain referensi B339

menunjukkan rendahnya tingkat positif di negara Rondonia Brazil

(prevalensi P. lutzii) di mana hanya 7% (pada tahun 2007) dan 1,8%

(tahun 2008) dari pasien PCM positif [Durlacher R, Lima S, tidak

diterbitkan Data]. Apalagi bila tes serologi dilakukan dengan exoantigens

diekstrak dari isolat 510-B ( P.Lut zii mengisolasi) positif itu 92,3 dan

41,3% untuk Mato Grosso-dan São Paulo pasien, masing-masing.


Sebaliknya, ketika exoantigens B339 yang digunakan dalam uji serologis,

yang pengakuan positif 26,2 dan 100% dari sera pasien dari Mato Grosso-

dan São Paulo, masing-masing, yang menunjukkan batas-batas geografis

dalam penggunaan exoantigen standar. Imunoblot digunakan sebagai uji

konfirmasi dan menunjukkan lebih sensitivitas dan spesifisitas dari tes

serologi. Namun, biaya membatasi penggunaannya sebagai diagnostik

uji.(Bocca et al., 2013)

Bahan untuk pemeriksaan adalah dahak, nanah, dan biopsi

jaringan. Pada sediaan langsung dengan larutan KOH 10%, jamur tampak

sebagai sel ragi yang bertunas banyak. Pada sediaan histopatologik jamur

tampak sebagai sel ragi bertunas banyak disarang radang atau asbes.

Biakan dalam medium agar Sabouraud pada suhu kamar membentuk

koloni filamen dengan mitokondria, pada suhu 37 oC membentuk koloni

ragi yang bertunas banyak. Pemeriksaan serologi berguna untuk

mengarahkan diagnosis dan megikuti perjalanan penyakit.


PENGOBATAN
Itraconazol merupakan obat yang paling efektif terhadap

paracoccidioidomycosis, tetapi Ketoconazol dan Trimetroprim-

sulfamethoxazol juga dapat menyembuhkan. Penyakit yang lebih akut

dapat diobati dengan Amphotericin B.

BAB III
BAB III

Penutup

A. Kesimpulan

Blastomikosis adalah infeksi jamur yang disebabkan oleh

Blastomyces spp. Blastomikosis telah dilaporkan terjadi di seluruh dunia.

Agen tersebut tergolong jamur dimorfik, yakni bisa bentuk kapang dan

khamir. Penyakit ini dapat menyerang berbagai jenis hewan dan manusia.

Blastomikosis America Utara disebabkan Blastomyces

dermatitides, sedangkan Blastomikosis Amerika Selatan oleh

Paracoccidioides brasiliensis. Gejala klinis pada keduanya tidak khas, bisa

dijumpai gejala batuk-batuk kronis namun pada Blastomikosis Amerika

Utara selalu juga dijumpai gejala mirip pneumoni sub akut dengan

demam-demam yang tak seberapa tinggi, sesak dan batuk-batuk dengan

sputum yang purulen dan kadang kadang bercampur darah. Gejala nyeri

dada dan pleuritis dengan efusi bisa terjadi pada perkembangan

selanjutnya dari penyakit ini.

B. Saran

Semoga dengan adanya makalah ini baik penyusun maupun pembaca

dapat memahami tentang jamur blastomikosis amerika utara dan amerika

selatan yaitu jamur yang dapat menyerang berbagai jenis hewan dan

manusia. Sehingga dapat di lakukan pencegahan terhadap berbagai


sumber penularan yang meyebabkan infeksi jamur yang disebabkan oleh

Blastomyces spp.
Daftar Pustaka

 Bocca, A. L., Amaral, A. C., Teixeira, M. M., Sato, P. K., Shikanai-

yasuda, M. A., Sueli, M., & Felipe, S. (2013).

Paracoccidioidomycosis: eco-epidemiologi, taksonomi dan masalah

klinis dan terapi. 8, 1177–1191.

 Jamur, P., Bronkus, B., Penderita, P., Tuberkulosa, B., Sukamto,

P., Ilmu, B., … Penyakit, P. (2004). Digitized by USU digital library

1. 1–31.

 JUMARI, & FAKULTAS. (2017). KAJIAN HISTOPATOLOGI

BLASTOMIKOSIS SUBKUTAN PADA SEEKOR KUCING

PERSIANo Title.

 Morris, S. K., Sc, B. H., & Claire, K. (2014). Penyakit menular

blastomikosis.

 https://www.academia.edu/9358901/Blastomycosis Diakses pada

hari sabtu, 06 Oktober 2019 pada pukul 15.30 Wita

 https://id.scribd.com/doc/47507896/JAMUR-DIMORFIK Diakses

pada hari sabtu, 06 Oktober 2019 pada pukul 15.30 Wita

 https://dokumen.tips/documents/paracoccidioides-brasiliensis.html

Diakses pada hari sabtu, 06 Oktober 2019 pada pukul 15.30 Wita

Anda mungkin juga menyukai