Anda di halaman 1dari 4

Mikosis Subkutan

Mikosis subkutan merupakan infeksi mikosis yang dapat masuk ke dalam tubuh
sebagai akibat luka pada kulit. Fungi memasuki kulit atau jaringan subkutan melalui
inokulasi traumatik oleh bahan yang terkontaminasi. Fungi yang terlibat dalam mikosis
subkutan adalah penghuni tanah yang biasa. Karena menimbulkan infeksi yang dilokalisasi
maka infeksi ini berkembang lambat sehingga dianggap organisme dengan virulensi rendah.
Fungi yang menginfeksi daerah subkutan antara lain:

Sporotbrix schenckii
Sporotbrix schenckii merupakan fungi yang terdapat dalam tumbuhan, tanah, kayu,
lumut, dan tanaman holtikultura lainnya. Pada suhu yang sama dengan lingkungannya fungi
tumbuh sebagai kapang kemudian menghasilkan konidia dan hifa bercabang yang bersepta.
Pada suhu 35-37oC fungi ini tumbuh sebagai ragi tunas yang kecil. Fungi masuk ke dalam
kulit melalui trauma, kemudian S. Schenckii menyebabkan sporotrikosis, yaitu suatu infeksi
granulomatosa kronik. Secara khas, episode awal diikuti oleh penyebaran sekunder yang
mengenai aliran limfatik dan kelenjar getah.
Morfologi dan Identifikasi
S. Schenckii tumbuh baik pada medium agar rutin dan pada suhu ruangan koloni muda
berwarna kehitaman dan berkilap kemudian berkerut serta melengkung seiring bertambahnya
usia. Organisme menghasilkan hifa bersepta yang bercabang, konidia kecil yang khas, agak
berkelompok di ujung konidiofora yang lonjong. S. Schenckii bersifat dimorfik secara ermal
pada suhu 350C. Bila kaya akan medium kandungannya, fungi berubah menjadi sel ragi tunas yang
memperbanyak diri dengan bentuk yang bervariasi tetapi sering fusiformis.

Gambar S. Schenckii pada biakan 37oC dan pembentukan konidia pada biakan 30oC

Patogenesis dan Temuan Klinik


Konidia atau fragmen hifa S. Schenckii masuk ke dalam kulit melalui trauma. Trauma
biasanya berhubungan dengan aktivitas di luar ruangan dan bercocok tanam. Lesi awal
terletak di ekstremitas tetapi dapat ditemukan di tempat lain (anak sering menglami lesi di
wajah). Kebanyakan kasus merupakan limfokutaneus, yaitu lesi awal timbul sebagai nodul
granulomatosa yang dapat berkembang membentuk suatu lesi ulseratif atau nekotik.
Kemudian limfatik di daerah ini membentuk bintik-bintik dan luka sepanjang saluran limfa
dan luka ini bertahan selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun. Aliran limfatik juga
menebal dan terbentuk seperti tali.
Sporotrikosis terfiksasi merupakan nodul non-limfangitik tunggal yang terbatas dan
kurang progressif. Biasanya terdapat penyakit sistemikringan yang disebabkan lesi tefiksasi ,
tetapi dapat terjadi penyebaran pada pasien yang lemah.
Pengobatan
Pada beberapa kasus, infeksi dapat sembuh dengan sendirinya. Pemberian oral larutan
jenuh kalium iodida dalam susu sangat efektif. Terdapat beberapa pengobatan pilihan antara
lain Itrakonazol oral atau azol lainnya dan untuk penyakit sistemik diberikan amfoterisin B.
Epidemiologi dan Pengendalian
S. Schenckii sangat erat hubungannya dengan tanaman. Kebanyakan kasus terjadi
pada pria baik karena pajanan yang lebih besar atau perbedaan kerentanan yang terkait
kromosom-X. Insiden lebih tinggi pada pekerja pertanian dan sporotrikosis dianggap sebagai
risiko pekerjaan untuk penjaga hutan, ahli holtikultura, dan pekerjaan di bidang yang sama.
Pencegahannya berupa tindakan meminimalkan inokulasi yang tidak disengaja dan
penggunaan fungisida, apabila tepat menangani kayu. Hewan juga rentan terhadap
sporotrikosis.

Mikosis Superfisial
Pityriasis Versicolor
Pityriasis versicolor merupakan infeksi superfisial ringan kronum pada stratum
korneum yang disebabkan oleh Malassezia globosa, M. Restricta, dan anggota kelompok lain
M. furfur lainnya. Invasi pada kulit berkeratin dan respons penjamu bersifat minimal. Lesi
bersifat kronik dan muncul dalam bercak makula di atas kulit yang mengalami perubahan

warna yang dapat membesar dan menyatu, tetapi iritasi bersifat minimal. Tentu saja gangguan
ini sebagaian besar merupakan masalah kosmetik. Spesies malassezia merupakan bagian dari
flora mikroba dan dapat diisolasi dari kulit dan kulit kepala yang normal. Spesies tersebut
dihubungkan dengan penyebab atau kontributor terjadinya dermatitis seboroik atau ketombe.
Hipotesis tersebut ditunjang dengan observasi yang menunjukkan bahwa kasus mereda
dengan pengobatan ketokonazol.

Tinea Nigra
Merupakan infeksi asomtomatik dan kronik superfisial pada stratum korneum yang
disebabkan oleh fungi dematiaseosa Hortaea (Exophiala) werneckii. Keadaan tersebut sering
terjadi di daerah pantai yang hangat dan pada wanita muda. Lesi tampak sebagai perubahan
warna gelap (coklat sampai hitam), sering kali di telapak tangan. Tinea nigra akan merespons
terhadap pengbatan dengan larutan keratolitik, asam salisilat, atau obat-obatan anti fungi azol.

Piedra
Piedra hitam merupakan infeksi nodular pada batang rambut yang disebabkan oleh
Piedraia hortai. Untuk piedra putih disebabkan oleh infeksi spesies trichosporon, tampak
nodul lebih besar, lebih lunak, dan berwarna kekuningan pada rambut. Pengobatan untuk
kedua tipe ini terdiri dari pencabutan rambut dan pemakaian agen antifungi topikal.

Mikosis Kutaneus
Terutama disebabkan oleh fungi yang hanya menginfeksi jaringan superfisial
berkeratin. Contohnya pada kulit, rambut, dan kuku. Penyebab terpenting pada mikosis
kutaneus adalah dermatofita, yaitu suatu kelompok terdiri dari sekitar 40 fungi serumpun
yang memiliki tiga genus: Microsporum, Trichophyton, dan Epidermophyton. Dermatofitosis
adalah salah satu infeksi yang paling sering terjadi. Infeksi dermatofita (kurap) telah dikenal
karena terletak superfisial. Di kulit, infeksi ini dapat terdiagnosis dengan adanya hialin, septa,
hifa bercabang atau rantai artrokonidia.
Dermatofita digolongkan sebagai geofili, zoofili, atau antropofili yang bergantung
pada habitat lazimnya, yaitutanah, hewan, atau manusia. Umumnya, suatu spesies yang
berkembang keluar dari lingkungannya dalam tanah ke pejamu hewan tertentu atau manusia,
spesies tersebut kehilangan kemampuan untuk menghasilkan konidia aseksual dan

bereproduksi secara seksual. Spesies geofili yang paling sering menyebabkan infeksi pada
manusia adalah Microsporum gypseum.
Morfologi dan Identifikasi
Identifikasi dermatofita berdasarkan gambaran koloni dan morfologi mikroskopik
setelah pertumbuhan selama 2 minggu pada suhu 25 0C pada agar dekstrosa Sabouraud.
Microsporum sp cenderung menghasilkan makrokonidia multiseluler yang khas dengan
dinding bergerigi.
Selain morfologi makroskopik dan mikroskopik, beberapa uji nutrisional atau uji lain,
seperti pertumbuhan pada suhu 37 0C atau uji perforasi rambut in vitro bermanfaat dalam
membedakan spesies tertentu.
Temuan Klinis
Bentuk klinis tergantung pada lokasi terinfeksi. Satu spesies mampu menyebabkan
lebih dari satu jenis infeksi klinis. Agen yang paling sering menyebabkan bentuk klinis
tertentu antara lain:

Tinea korporis (kurap) dengan lokasi lesi pada kulit halus, tidak berambut dengan
gambaran klinis bercak sirkuler dengan tepi vesikular yang merah meninggi. Fungi

penyebabnya: T. rubrum, E floccosom


Tinea pedis (atheletes foot) lokasi lesi berada pada ruang antar jari kaki pada orang
yang memakai sepatu. Gambaran klinis untuk akut: gatal, vesikular merah. Sedangkan
bila kronik: bersisik, kulit pecah-pecah, dan gatal. Fungi penyebabnya: T rubrum, T

mentagrophytes
Tinea barbae dengan lokasi di rambut janggut. Gambaran klinis lesi eritema dan
edema. Fungi penyebabnya T mentagrophytes.

Pengobatan
Pengobatan terdiri dari pengangkatan semua struktur epitel yang terinfeksidan mati
serta penggunaan antibiotik atau zat kimia antifungi secara topikal.

Anda mungkin juga menyukai