Anda di halaman 1dari 11

A.

PENGERTIAN
Histoplasmosis adalah infeksi jamur intraselular dari sistem retikuloendotelial yang
disebabkan oleh menghirup konidia dari jamur Histoplasma capsulatum. Histoplasmosis
tersebar diseluruh dunia, meskipun demikian, the Mississippi-Ohio River Valey di Amerika
Serikat dikenal sebagai daerah endemis. Afrika, Australia dan sebagian dari Asia Timur,
khususnya India dan Malaysia juga daerah endemis. Isolasi dari lingkungan dari jamur telah
dilakukan dari tanah yang diperkaya dengan kotoran ayam, "starling" dan kelelawar. Telah
diketahui dua macam H. capsulatum, bergantung pada klinis dari penyakitnya: var.
capsulatum lazim pada histoplasmosis, dan var. duboisii adalah jenis Afrika. Dua jenis ini
identik dalam bentuk jamur saprofitnya tetapi berbeda dalam morfologi jaringan parasitiknya.
(Fajar, 2011)

(Yudi, 2008)
Jamur ini termasuk kedalam Ascomycota parasit yang dapat menghasilkan spora
askus (spora hasil reproduksi seksual). Jamur ini berkembang biak secara seksual dengan hifa
yang bercabang-cabang ada yang berkembang menjadi askogonium (alat reproduksi betina)
dan anteridium (alat reproduksi jantan), dari askegonium akan tumbuh saluran untuk
menghubungkan keduanya yang disebut saluran trikogin. Dari saluran inilah inti sel dari
anteridium berpindah ke askogonium dan berpasangan. Kemudian masuk ke askogonium dan
membelah secara mitosis sambil terus tumbuh cabang yang dibungkus oleh miselium dimana
terdapat 2 inti pada ujung-ujung hifa. Dua inti itu akan membelah secara meiosis membentuk

8 spora dan disebut spora askus yang akan menyebar, jika jatuh di tempat yang sesuai maka
akan tumbuh menjadi benang hifa yang baru, demikian seterusnya.(Spiritia, 2014)
Taxonomic classification
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Kingdom: Fungi
Phylum: Ascomycota
Subphylum: Ascomycotina
Class: Ascomycetes
Order: Onygenales
Family: Onygenaceae
Genus: Ajellomyces (Histoplasma)
Species : Histoplasma capsulatum (Mulyasari, 2012)

Jamur ini dapat tumbuh dalam aliran darah orang dengan sistem kekebalan tubuh yang
rusak, biasanya dengan jumlah CD4 di bawah 150, walau gejala ringan dapat timbul dengan
jumlah CD4 lebih tinggi. Setelah berkembang, infeksi dapat menyebar pada paru, kulit, dan
kadang kala pada bagian tubuh yang lain. Histoplasmosis adalah penyakit yang didefinisi
AIDS
Histoplasmosis juga dapat berpengaruh pada sumsum tulang, dengan akibat anemia,
leukopenia (kurang beberapa jenis darah putih) dan trombositopenia (kurang trombosit,
dengan akibat darah sulit beku). Kurang lebih separuh penderita mengalami masalah paru;
rontgen dada dapat menunjukkan tanda yang khas pada paru. Penyakit paru akibat
histoplasmosis serupa dengan TB dan dapat semakin berat selama bertahun-tahun. Histoplasmosis juga dapat berpengaruh pada susunan saraf pusat (SSP), dengan sampai 20%
pasien mengalami gejala kejiwaan. Untuk Odha dengan jumlah CD4 di atas 300, gejala
histoplasmosis umumnya dibatasi pada saluran napas, yaitu batuk, sesak napas dan demam.
(Spiritia, 2014)
B. GEJALA
Histoplasmosis bisa ditemukan dalam 3 (tiga) bentuk:
1. Histoplasmosis akut.

Pada bentuk yang akut, gejala biasanya timbul dalam waktu 3- 21 hari setelah
penderita menghisap spora jamur. Penderita akan merasakan sakit disertai demam dan
batuk. Gejala-gejala tersebut biasanya menghilang dalam waktu 2 minggu tanpa pengobatan
dan kadang bisa menetap sampai selama 6 minggu. Bentuk ini jarang bersifat fatal.
2. Histoplasmosis diseminata progresif.
Bentuk ini dalam keadaan normal tidak akan terjadi pada orang dewasa yang sehat.
Biasanya terjadi pada anak-anak dan penderita gangguan sistem kekebalan (misalnya
penderita AIDS). Gejala-gejalanya, sangat lambat ataupun sangat cepat, akan bertambah
buruk. Hati, limpa dan kelenjar getah bening membesar.Kadang infeksi ini menyebabkan
ulkus (luka terbuka) di mulut dan saluran pencernaan. Dalam beberapa kasus, kelenjar adrenal
mengalami gangguan sehingga timbul penyakit Addison. Tanpa pengobatan, bentuk ini 90%
berakibat fatal. Bahkan meskipun diobati, pada penderita AIDS bisa terjadi kematian.
3. Histoplasmosis kavitasi kronis.
Bentuk ini merupakan infeksi paru-paru yang timbul secara bertahap dalam waktu
beberapa minggu, menyebabkan batuk dan kesulitan bernafas.
Gejala-gejala lainnya adalah penurunan berat badan, malaise (merasa tidak enak badan) dan
demam ringan.
Kebanyakan penderita akan pulih tanpa pengobatan dalam waktu 2- 6 bulan. Tetapi gangguan
pernafasan bisa bertambah buruk dan beberapa penderita mengalami batuk darah yang kadangkadang jumlahnya banyak sekali. Kerusakan paru-paru atau masuknya bakteri ke paru-paru
pada akhirnya bisa menyebabkan kematian.(Yudi, 2008)

C. DIAGNOSIS LABORATORIUM

1. Bahan klinis : Kerokan kulit, bilasan sptum dan bronkus, cairan serebrospinal,
cairan pleura dan darah, sumsum tulang, urin dan biopsi jaringan dari berbagai
organ dalam.(Fajar, 2011)
2. Mikroskopis langsung :
a) Kerokan kulit harus diperiksa menggunakan KOH 10% dan tinta Parker
atau calcofluor white mounts,
b) Eksudat dan cairan tubuh harus disentrifugasi dan sedimennya diperiksa
dengan menggunakan KOH 10% dan tinta Parker atau calcofluor white
mounts,
c) Potongan jaringan harus diwarnai dengan PAS digest, Grocotts methamine
silver (GMS) atau pewarnaan Gram.(Fajar, 2011)
Histopatologi sangat berguna dan salah satu dari cara-cara penting untuk
mengingatkan laboratorium bahwa mereka berhadapan dengan patogen yang potensial.
Morfologi jaringan H. capsulatum var. capsulatum (kiri) menunjukkan berbagai dasar
sempit dan kecil dari sel yeast kuncup (1-5um diam) di dalam macrophages dan H.
capsulatum var. duboisii (kanan) menunjukkan ukuran sel yeast kuncup yang lebih besar (512 um in diam)
Interpretasi : Sebagai sebuah aturan, pemeriksaan mikroskop langsung yang positif
menunjukkan karakteristik cel seperti ragi dari spesimen apapun harus dinilai sebagai
signifikan
3. Kultur : Spesimen klinis harus diinokulasi ke dalam media isolasi primer, seperti
agar dextrose Sabouraud dan agar infusi Otak jantung ditambah dengan darah
domba 5%.(Fajar, 2011)
Interpretasi : Kultur positif dari spesimen diatas harus dikatakan sebagai signifikan.
Kultur

PERINGATAN : Kultur Histoplasma capsulatum merupakan ancaman biologis yang


berat bagi personil laboratorium dan harus ditangani dengan sangat hati-hati dalam sebuah
lemari penanganan patogen yang tepat.
4. Serologi : Imunodifusi dan/atau tes fiksasi komplemen untuk mendeteksi antibodi
telah terbukti berguna dalam diagnosis Histoplasmosis, terutama pada pasien yang
mengalami penekanan daya tahan tubuh. Meskipun demikian, deteksi antibodi pada
pasien yang mengalami penekanan daya tahan tubuh seringkali sulit, 20-50% pasien
yang diperiksa menunjukkan hasil negatif.(Fajar, 2011)
5. Identifikasi : Dua jenis Histoplasma capsulatum telah dikenal, bergantung pada klinis
dari penyakit : var. capsulatum merupakan histoplasmosis yang paling lazim, dan var.
duboisii adalah jenis Afrika. Histoplasma yang diisolasi mungkin juga menyerupai spesies
Sepedonium dan Chrysosporium. Biasanya, identifikasi positif membutuhkan konversi
bentuk jamur ke fase ragi dengan pertumbuhan pada 37C pada media yang diperkaya,
meskipun demikian identifikasi kultur dengan tes exoantigen sekarang merupakan metode
terpilih.(Fajar, 2011)
D. PENGOBATAN

Penderita infeksi akut histoplasmosis jarang memerlukan terapi obat. Infeksi


disseminate progresif sering memberikan respon yang baik terhadap pengobatan dengan
amfoterisin B intravena (melalui pembuluh darah) atau itrakonazol per-oral (melalui mulut).
Pada bentuk kavitasi kronik, itrakonazol maupun amfoterisin B bisa memusnahkan jamur,
walaupun kerusakan yang disebabkan infeksi ini menetap dibawah jaringan parut. Gangguan
pernafasan yang mirip dengan yang disebabkan oleh penyakit paru obstruktif biasanya
bersifat menetap. Oleh karena itu, pengobatan harus dilakukan secepat mungkin untuk
memperkecil kerusakan paru-paru. (Mulyasari, 2012)
E. PENCEGAHAN
Cara terbaik untuk mencegah histoplasmosis adalah dengan memakai terapi
antretroviral (ART). Itrakonazol atau flukonazol dapat dipakai untuk mencegah munculnya
infeksi jamur termasuk histoplasmosis, namun penggunaannya umumnya tidak diusulkan.
Profilaksis terhadap histoplasmosis dapat dipertimbangakan untuk Odha dengan jumlah CD4
di bawah 150 dengan pekerjaan berisiko tinggi (mis. pertanian, berkebun, buruh bangunan).
(Yudi, 2008)
F. KASUS
Seorang laki-laki umur 27 tahun, datang ke RSUP Sanglah dengan keluhan timbul
benjolan di daerah wajah serta pada kedua tangan dan kaki. Keluhan tersebut dirasakan sejak
3 bulan dan disertai rasa gatal dan nyeri bila ditekan. Awalnya benjolan muncul pada kedua
kaki, dua minggu kemudian menjalar pada badan, alat kelamin, kedua tangan, dan wajah.
Benjolan tersebut makin lama makin banyak dan bertambah besar. Awalnya benjolan tersebut
tidak terasa gatal, setelah bernanah baru timbul rasa gatal. Pasien juga mengeluh demam
hilang timbul, berat badan menurun, buang air besar kadang encer sejak 3 bulan. Pasien
belum menikah, pekerjaan PNS, dengan riwayat pernah berhubungan seksual dengan pekerja

seksual komersial tanpa menggunakan kondom dan riwayat pernah bepergian ke daerah Irian
Jaya.(Upadana, Suryawati, & Dkk, 2013)
Status dermatologi
Lokasi : Wajah, tangan kanan dan kiri, kaki kanan dan kiri dan genitalia.
Tampak nodul multipel, bentuk bulat sampai oval, ukuran bervariasi diameter 0,5 x
0,5 cm- 1 x 2 cm, beberapa tempat tampak papul multipel, bentuk bulat, ukuran bervariasi
dengan diameter antara 0,2-0,5 cm. Ulkus multipel, bentuk oval, ukuran 1 x 1 x 0,5 cm1 x 2
x 0,5 cm, tepi landai, dasar jaringan granulasi, tertutup oleh krusta tebal berwarna kecoklatan
(Gambar 1). Selanjutnya dilakukan pemeriksaan sitologi dari bahan kerokan dasar ulkus dan
dilakukan pewarnaan gimsa, hasilnya tampak mengandung banyak sebaran blastospora
(Gambar 2). Hasil pemeriksaan darah menunjukkan transaminase (SGOT : 33,8 U/L, SGPT :
39,0 U/L ), dan CD 4 : 4/ mm3( 410,00-1590,00), pewarnaan gram menunjukkan : leukosit :
banyak / lpb, Stafilokokus : (-), Streptokokus : (-), Kandida : (+) blastospora, Kokus gram
positif : (+). Hasil pemeriksaan USG abdomen, tidak tampak pembesaran hati dan lien. Hasil
pemeriksaan foto dada : jantung dan paru dalam batas normal, tidak ada proses spesifik.
(Upadana et al., 2013)

Gambar 1. Tampak papul dan nodul multipel, pada wajah (A) dan kaki (B) bentuk bulat
sampai oval, ukuran bervariasi diameter 0,5-1 cm. Tampak pula ulkus multipel, bentuk oval,

ukuran 1 x 1 x 0,51 x 2 x 0,5 cm, tepi landai, dasar jaringan granulasi, tertutup oleh krusta
tebal berwarna kecoklatan.

Gambar 2. Tampak sediaan mengandung blastospora dengan latar belakang eritrosit


padat (pembesaran lemah (A) dan pembesaran kuat (B).

Gambar 3. Tampak mikrooganisme berbentuk bulat oval, berdinding tebal sebagian tipis,
sitoplasma jernih terletak di dalam dan di luar sel histiosit (tanda panah) (A) pembesaran
sedang (B) pembesaran kuat.

Gambar 4. Hasil pemeriksaan histokimia dengan pewarnaan grocott methenamic silver


(gambar A) dan periodic acid schiff (gambar B). Tampak Histoplasma capsulatum bentuk
bulat oval berwarna basofilik (panah) (pembesaran sedang gambar A dan B)

Gambar 5. Tampak lesi pada daerah wajah (A) dan tangan (B) mengalami perbaikan, dasar
ulkus kering dan tepi mendatar, papul dan nodul juga mengecil dan ditutupi oleh krusta tipis

Berdasarkan anamnesis dan gambaran dermatologi pasien ini didiagnosis dengan


suspek deep mikosis, dengan diagnosis banding sarkoma kaposi dan suspek cutaneus
lesmaniasis. Kemudian dilakukan pemeriksaan histopatologi dengan melakukan biopsi

puncture pada bagian lesi. Hasil pemeriksaan histopatologi dari jaringan biopsi puncture kulit
menunjukkan lesi granulomatous nonnecrotizing inflammation dengan banyak organisme
bentuk bulat oval, berdinding tebal sebagian tipis, terletak di dalam dan di luar sel histiosit,
dengan sitoplasma jernih (Gambar 3). Kemudian untuk menegakkan diagnosis lebih spesifik
dilakukan pemeriksaan histokimia berupa pulasan periodic acid schiff dan grocott
methenamic silver, dengan hasil positif sesuai untuk gambaran Histoplasma capsulatum.
Tampak gambaran granulomatous nonnecrotizing inflammation dengan banyak organisme
bentuk bulat oval, berdinding tebal sebagian tipis, terletak di dalam dan di luar sel histiosit
berwarna basofilik (Gambar 4). Setelah diagnosis tegak pasien diberi terapi flukonazol 200
mg IV dan lesi pada tubuh pasien mengalami perbaikan (Gambar 5). (Upadana et al., 2013)
Daftar pustaka
Fajar,

J.

(2011).

Histoplasmosis.

Retrieved

from

https://www.scribd.com/doc/47507658/Histoplasmosis diakses, 24 desember 2016


Mulyasari,

D.

(2012).

Tugas

mikrobiologi

histoplasmosis.

Retrieved

from

http://medicastore.com/penyakit/171/Histoplasmosis.html
Spiritia, Y. (2014). Yayasan Spiritia. Lembaran Informasi 522 Histoplasmosis[serial online].
Upadana, N., Suryawati, N., & Dkk. (2013). primary cutaneous histoplasmosis pada pasien
dengan infeksi human immunodeficiency virus (HIV), 113117.
Yudi,

K.

(2008).

histoplasmosis.

Retrieved

from

http://adasidna.blogspot.co.id/2008/03/histoplasmosis.html, diakses 24 desember 2016

Anda mungkin juga menyukai