Anda di halaman 1dari 13

Filum : Sarcomastigophora

Kelas : Zoomastigophora
Ordo : Kinetoplastida
Famili : Trypanosoma
Genus : Trypanosoma
Predileksi : Plasma darah Spesies : Trypanosoma evansi
Host : Kuda, Sapi, Unta, Anjing
Vektor : Lalat Tabanus, Haematopota dan Stomoxys
Kepentingan : Penyebab penyakit Surra
Penyakit Surra merupakan salah satu penyakit strategis yang
menyerang hewan ternak yang disebabkan oleh Trypanosoma
evansi. Trypanosoma evansi banyak ditemukan dalam darah dan
atau jaringan hewan vertebrata. Bentuknya yang khas seperti
daun atau kumparan dicirikan dengan adanya flagella yang
panjang sebagai alat gerak. Di bagian tengah tubuh terdapat
inti. Salah satu ujung tubuh berbentuk lancip, sedangkan ujung
tubuh yang lain agak tumpul dan terdapat bentukan yang disebut
kinetoplast.
Permukaan tubuh T. evansi diselubungi oleh lapisan protein
tunggal yaitu glikoprotein yang dapat berubah-ubah bentuk
(variable surface glycoprotein). Dengan kemampuan glikoprotein
yang dapat berubah bentuk, maka T. evansi dapat memperdaya
sistem kekebalan tubuh inang (host). Konsekuensinya akan
terjadi variasi antigenik (antigenic variation) dimana tubuh akan
selalu berusaha membentuk antibodi yang berbeda-beda sesuai
dengan protein permukaan yang ditampilkan oleh T. Evansi.
Hewan yang peka terhadap T. evansi ini adalah kuda dan
keledai, kemudian unta. Kelompok ruminansia seperti
sapi, kerbau, kambing, domba dan rusa kurang rentan,
sedangkan babi dan anjing paling rentan.Selain itu juga
dapat menyerang gajah, tapir, rusa dan hewan liar
lainnya. Unggas dan manusia diketahui kebal terhadap
Surra. Hewan percobaan seperti tikus, marmut dan
kelinci juga memungkinkan untuk terserang penyakit
Surra.
Hampir semuanya ditularkan oleh lalat penghisap darah
seperti Tabanus, Chrysops, Stomoxys, Haematopota,
Lyperosia, Haematobia, Hippoboscidae, selain itu terdapat
arthropoda lain seperti Culicoides, Phlebotomus,
Ceratopogonidae, nyamuk (Anopheles), lalat (Musca),
pinjal, kutu dan caplak yang mungkin dapat sebagai vektor.
Di Indonesia sendiri, vektor penular yang berperan adalah
lalat Tabanus, Haematopota dan Chrysops. Penularan terjadi
secara langsung dimana saat arthropoda menghisap darah
penderita yang mengdanung Trypanosoma, kurang dari 10
15 menit akan menghisap darah hewan lainnya, sehingga
Trypanosoma yang terdapat di dalam proboscis pada saat
menghisap darah akan terlepas mengikuti aliran darah dan
terjadilah penularan. Tabanus sp
Secara umum penularan trypanosoma evansi dapat terjadi
melalui berbagai cara yaitu: vertikal, horizontal, iatrogenik
dan per oral yang bergantung pada keragaman iklim, hospes
dan lokasi.
1. Mekanik, penularan secara mekanik dapat terjadi pada
infeksi trypanosomiasis sebagai akibat gigitan insekta
penggigit.
2. Kontaminasi Luka
3. Transplasental
4. Per Oral, Bentuk penularan per oral dapat terjadi
apabila Trypanosoma yang tertelan pada hewan atau
ternak yang mengalami luka pada mukosa rongga hewan
ternak yang menderita Trypanosomiasis.
Pada tripanosomiasis ditemukan tiga tahapan proses
berlangsungnya penyakit:
1.tahap pireksia yang ditandai dengan demam yang hilang-timbul
sifatnya (intermiten)
2.tahap anemia yang membuat hitungan eritrosit berkurang
hingga 25% dari hitungan normal atau bahkan lebih.
3.Tahap akhir penyakit tripanosoma adalah tahap saraf, pada saat
tersebut parasit tripanosoma berhasil masuk ke otak dengan cara
menembus sawar darah otak (blood brain barrier).
Masa inkubasi penyakit Surra pada kuda, keledai dan unta
bervariasi antara 5-60 hari. Kematian yang disebabkan
Trypanosoma evansi umumnya akibat anemia yang berat dan dapat
terjadi dalam 2 minggu sampai 4 bulan, sedangkan infeksi kronis
dapat bertahan hingga 2 tahun.

• Demam intermitten • Kelemahan progresif


• Urtikaria • Kondisi menurun
• Anemia • Kurang nafsu makan.

• Oedema pada kaki-kaki • Konjuntivitis


• Rambut rontok • Kerusakan pada organ

Penyakit surra hampir selalu berakibat fatal pada kuda jika tidak
diobati, kematian dapat terjadi dalam waktu 1 minggu sampai 6
bulan. Pada sapi dan kerbau, penyakit ini dapat berjalan perakut,
akut, subakut dan kronis.
Kelainan pasca mati menunjukkan kekurusan,
hydrotoraks, anemia, pendarahan pada beberapa organ,
pembesaran ginjal, kelenjar getah bening dan limfa
serta pendarahan ptekial dan parenkim ginjal mengalami
peradangan.
Diagnosis Pengobatan Pengendalian
 Ditemukan oedema papan,  Quinapyramine 5 mg/jg bb,  Hewan yang telah terinfeksi
inkoordinasi anggota gerak, s.c, diberikan sekali baiknya di isolasi
dan demam intermitten
 Suramin 4 g/1000 kg bb, i.v  Memutus siklus hidup vektor
 Pemeriksaan mikroskopik yang menyebarkan penyakit
 Naganol 3 g 10%/150-200 kg
 Uji biologis menggunakan bb, i.v diberikan bersama  Penggunaan insektisida,
hewan coba dengan 3 g 10% arsokol s.c tetapi kurang efektif
 Uji Serologik (ELISA, CATT,  Hewan diobati atau dipotong
dan IFAT) malam hari untuk
menghindari vektor
 Uji Polymerase Chain
Reaction  Memperhatikan lalu lintas
ternak.

Anda mungkin juga menyukai