Anda di halaman 1dari 16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Malaria
Malaria adalah suatu peyakit infeksi dengan demam berkala yang disebabkan
oleh parasit Plasmodium (termasuk Protozoa) dan ditularkan oleh nyamuk
Anopheles betina (Zulkoni, 2010).
Gejala klinis penyakit malaria khas dan mudah dikenal, karena demam yang
naik turun dan teratur disertai menggigil. Disamping itu terdapat kelainan pada
limpa, yaitu spenomegali limpa membesar dan menjad keras sehingga penyakit
ini dahulu disebut demam kura (Gandahusada, 2006).
Penularan penyakit malaria terbesar kontribusinya dilakukan oleh vektor
nyamuk. Secara epidemiologi penularan malaria terkait adanya faktor agen
(Plasmodium) host dan vektornya (Munif, 2010).
Parasit malaria termasuk genus Plasmodium. Pada manusia terdapat 4 spesies:
Palsmodium vivax, Plasmodium falciparum, Plasmodium malariae dan
Plasmodium ovale (Gandahusada, 2006).
2.2 Klasifikasi
Menurut Harijanto (2000), klasifikasi malaria sebagai berikut.
Phylum : Apikomplexa
Kelas : Sporozoa
Subkelas : Coccidiida
Ordo : Eucoccidides
Sub-ordo : Haemosporidiidea
Family : Plasmodiidae
Genus : Plasmodium
Spesies : Plasmodium vivax
Plasmodium ovale
Plasmodium falciparum
Plasmodium malariae
2.3 Morfologi
1) Plasmodium vivax

Vv

Gambar 2.2 Plasmodium vivax


Keterangan :
1. Trofozoit muda (bentuk cincin) dengan titik Schuffner.
2. Trofozoit tua dengan titik Schuffner dan sel darah merah membesar.
3. Skizon tua dengan sitoplasma amoeboid.
4. Skizon tua dengan sitoplasma amoeboid.
5. Skizon matang dengan merozoit dan pigmen menggumpal.
6. Mikrogametosit dengan inti tidak teratur.
7. Makrogametosit dengan inti padat.
Manusia merupakan hospes parantara parasit ini, sedangkan hospes
definitifnya adalah nyamuk Anopheles betina. Diagnosis malaria vivaks
ditegakkan dengan menemukan parasit Plasmodium vivax pada sediaan darah
yang dipulas dengan giemsa. Dengan tusukan nyamuk Anopheles betina
sporozoit dimasukan melalui kulit ke peredaran darah parifer manusia; setelah
kira-kira ½ jam sporozoit masuk dalam sel hati dan tumbuh menjadi skizon
hati dan sebagian menjadi hipnozoit. Skizon hati berukuran 45 mikron dan
membentuk kira-kira 10.000 merozoit Plasmodium vivax menyebabkan
penyait malaria vivax, dapat juga disebut malaria tersiana. Skizon hati ini
masih dalam daur praerirosit atau daur eksoeritrosit primer yang
berkembangbiaknya secara aseksual dan disebut skizogoni hati. Hipnozoit
tetap istirahat dalam sel hati selama beberapa waktu sampai kira-kira 3 bulan
sampao aktif kembali dan mulai dengan daur eksoeritrosit sekunder. Merozoit
dari skizon hati masuk ke peredaran darah menghinggapi eritrosit dan mulai
dengan daur eritrosit untuk pembiakan aseksual. Eritrosit yang dihinggapi
parasit Plasmodium Vivax 7 mengalami perubahan yaitu menjadi besar
berwarna pucat dn tampak titik-titik halus berwarna merah, yang bentuk dan
besarnya sama. Dan skizon matang dari daur eritrosit mengandung 12-18
buah merozoit dan mengisi seluruh eritrosit dengan berkumpul di bagian
tengah atau pinggir. Daur eritrosit pada Plasmodium Vivax berlangsung 48
jam dan terjadi secara sinkron (Gandahusada, 2006).

2) Plasmodium falciparum
Gambar 2.3 Plasmodium falciparumi
Keterangan :
1. Trofozoit muda (bentuk Accole).
2. Trofozoit muda, infeksi ganda.
3. Trofozoit muda berkromatin ganda dengan titik Maurer.
4. Trofozoit muda dengan titik Maurer dan sel darah merah yang
mengkerut.
5. Skizon matang dengan merozoit dan pigmen menggumpal.
6. Makrogametosit dengan sitoplasma kebiruan dan kromatin padat.
7. Mikrogametosit dengan sitoplasma kemerahan dan kromatin tidak padat.
Plasmodium Falciparum menyebabkan penyakit malaria Falciparum atau
malaria tropika. Parasit ini merupakan spesies yang paling berbahaya karena
penyakit yang ditimbulkannya dapat menjadi berat. Dalam darah bentuk dini
yang dapat dilihat dalam hati adalah skizon yang berukuran kira-kira 30
mikron pada hari ke empat setelah infeksi. Jumlah merozoit pada skizon
matang kira-kira 40.000 buah. Dalam darah bentuk cincin stadium trofozoit
muda Plasmodium Falciparum sangat kecil dan halus dengan ukuran kira-
kira seperenam diameter eritrosit. Bentuk cincin dan tropozoit tua
menghilang dari darah tepi setelah 24 jam dan tertahan di kapiler alat- alat
dalam, seperti otak, jantung, plasenta, usus atau sumsum tulang;
ditempattempat ini parasit berkembang lebih lanjut. Dalam waktu 24 jam
didalam kapiler 8 berkembang biak secara skizogoni. Bila skizon sudah
matang, akan mengisi kira-kira dua pertiga eritrosit dan merozoit. Skizon
matang Plasmodium falciparum lebih kecil daripada skizon matang parasit
malaria yang lain. Derajat infeksi pada jenis malaria ini lebih tinggi dari
spesies lainnya, kadang-kadang melebihi 500.000 /mm3 darah. Pada Malaria
falciparum eritrosit yang di infek tidak membesar selama stadium
perkembangan parasit. Jumlah gametosit pada infeksi Plasmodium
falciparum berbeda-beda, kadang-kadang sampai 50.000-150.000 /mm3
darah, jumlah ini tidak pernah dicapai oleh spesies Plasmodium lain pada
manusia (Gandahusada, 2006).
3) Plasmodium ovale

Gambar 2.3 Plasmodium ovale


Keterangan :
1. Trofozoit muda (bentuk cincin) dengan titik Schuffner.
2. Trofozoit muda dengan ujung bergerigi dan titik Schuffner.
3. Skizon muda dalam sel darah merah dengan pinggir bergerigi.
4. Skizon muda dalam sel darah merah dengan bentuk tidak teratur.
5. Skizon matang dengan merozoit tidak teratur susunannya.
6. Mikrogametosit dengan inti tidak teratur.
7. Makrogametosit dengan inti padat.
Penyakit yang disebabkan oleh Plasmodium ovale adalah malaria ovale.
Trofozoid muda berukuran kira-kira 2 mikron. Stadium trofozoit berbentuk
bulat dan kompak dengan granula pigmen yang lebih kasar tetapi tidak
sekasar pigmen Plasmodium malariae. Pada stadium ini eritrosit agak
membesar dan sebagian besar berbentuk oval dan pinggir eritrosit bergerigi
pada salah satu ujungnya dengan titiktitik Schuffner yang menjadi lebih
banyak. Stadium praeritrosit mempunyai periode prapaten 9 hari skizon hati
besarnya 70 mikron dan mengandung 15.000 merozoit. 9 Perkembangan
siklus eritrosit aseksual pada Plasmodium ovale hampir sama dengan
Plasmodium vivax dan berlangsung 50 jam. Stadium skizon berbentuk bulat
dan bila matang, mengandung 8-10 merozoit yang letaknya teratur di tepi
mengelilingi granula pigmen yang berkelompok ditengah. Stadium gematosit
betina (makrogametosit) bentuk bulat mempunyai inti kecil kompak dan
sitoplasma berwarna biru. Gametosit jantan memiliki inti difus, sitoplasma
berwarna pucat kemerah-merahan, berbentuk bulat. Pigmen pada ookista
berwarna coklat tua dan granula mirip dengan yang tampak pada
Plasmodium malariae. Siklus sporogoni dalam nyamuk Anopheles
memerlukan waktu 12-14 hari pada suhu 27ᵒC (Gandahusada, 2006).
4) Plasmodium malariae

Gambar 2.3 Plasmodium Malariae


Keterangan :
1. Trofozoit muda (bentuk cincin).
2. Trofozoit muda dengan kromatin di tengah.
3. Bentuk trofozoit muda.
4. Trofozoit tua berbentuk pita dengan pigmen jelas.
5. Skizon matang dengan merozoit berbentuk roset.
6. Mikrogametosit dengan inti tidak teratur.
7. Makrogametosit dengan inti padat.
Plasmodium malariae adalah penyebab penyakit malariae atau malaria
kuartana, karena serangan demam berulang pada hari keempat. Plasmodium
malariae lebih kecil, kurang aktif, jumlahnya lebih kecil dan memerlukan
lebih sedikit hemoglobin dibandingkan dengan Plasmodium vivax. Bentuk
cincin yang dipulas mirip dengan cincin Plasmodium vivax hanya sitoplasma
lebih biru dan parasitnya lebih kecil,lebih 10 teratur, dan lebih padat
(Santosa, 2009).
Siklus aseksualnya berlangsung 72 jam yang berlangsung secara sinkron.
Stadium gametosit mungkin dibentuk dalam alat-alat dalam dan tampak
dalam darah tepi bila telah tumbuh sempurna (Safar, 2009).
2.4 Siklus Hidup

Gambar 2.4 Siklus hidup


Siklus hidup dari keempat Plasmodium ini berlangsung secara seksual
(sporogoni) di dalam tubuh nyamuk Anopheles betina dan secara aseksual
(schizogoni) di dalam tubuh manusia. Siklus aseksual terjadi dalam eritrosit
(schizogoni eritrosit) dan di dalam parenkim hati (schizogoni ekxoeritrosit) yang
terdiri dari : 1) Schizogoni praeritrosit (schizogoni eksoeritrosit primer) setelah
sporozoit masuk dalam sel hati, dan 2) Schizogoni eksoeritrosit sekunder yang
berlangsung dalam hati. Ada dua macam sporozoit, yaitu yang langsung
mengalami pertumbuhan dan ada sporozoit yang menetap dalam periode tertentu,
tetap tidur (dormant) yang disebut hipnozoit, sampai menjadi aktif kembali dan
mengalami pembelahan schizogoni. Pada infeksi Plasmodium falciparum dan
Plasmodium malariae hanya terjadi satu periode aseksual yaitu sebelum siklus
dalam darah. Pada infeksi Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale siklus
eksoeritrosit dapat berlangsung, terus sejalan dengan perjalanan penyakit bila
tidak mendapat pengobatan (Safar, 2010).
Bila nyamuk Anopheles betina yang mengandung stadium sporozoit pada air
ludahnya menggigit dan menghisap darah manusia, maka sporozoit akan masuk
melalui probosisnya ke dalam kulit lalu masuk ke dalam peredaran darah.
Sebagian sporozoit dihancurkan oleh sel fagosit. Setelah ½ sampai 1 jam, yang
tidak difagosit akan masuk ke dalam sel hati, lalu berkembangbiak (schizogoni
praeritrosit). Inti parasit akan membelah berulang-ulang hingga terbentuk skizon
hati (skizon jaringan) berbentuk bulat atau lonjong dan menjadi besar sampai 45
mikron. Pembelahan inti disertai pembelahan sitoplasma yang mengelilingi setiap
inti hingga membentuk beribu-ribu merozoit berinti dua dengan ukuran 1,0-1,8
mikron (Safar, 2010).
Pada akhir stadium praeritrosit, skizon pecah, maka merozoit masuk ke
peredaran darah. Pada sinusoid hati merozoit akan menyerang eritrosit dan
sebagian akan difagositosis. Pada Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale
sebagian dari merozoit menjadi hipnozoit setelah beberapa bulan sampai 5 tahun
akan aktif kembali dan akan memulai schizogoni eksoeritrosit sekunder (Safar,
2010).
Merozoit yang dilepas oleh skizon jaringan akan menyerang eritrosit, maka
akan terjadi siklus eritrosit yang dimulai dengan stadium trofozoit muda yaitu
parasit dalam eritrosit akan membentuk vakuola dan sitoplasmanya membentuk
lingkaran (bentuk cincin). Dalam masa pertumbuhan selanjutnya, bentuk cincin
menjadi tidak teratur (trofozoit tua). Parasit ini mencernakan hemoglobin dalam
eritrosit dan sisa metabolismenya berupa pigmen yang mengandung zat besi dapat
dilihat dalam parasit sebagai butir-butir berwarna kuning tenguli, hingga tenguli
hitam yang jelas terlihat pada stadium lanjut. Setelah masa pertumbuhan, parasit
berkembangbiak secara aseksual (schizogoni). Inti parasit memebelah diikuti oleh
sitoplasma lalu membentuk skizon. Skizon matang mengandung bentuk-bentuk
bulat kecil yang terdiri dari ini dan sitoplasma (merozoit). Setelah proses
schizogoni selesai, eritrosit pecah dan merozoit akan masuk aliran darah
(sporulasi). Kemudian merozoit akan memasuki eritrosit baru, maka siklus akan
berulang. Proses schizogoni berbeda-beda waktunya menurut spesiesnya. Pada
Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale siklus schizogoni (fase eritrosit)
berlangsung 48 jam, sedang Plasmodium malariae 2 jam dan Plasmodium
falciparum kurang dari 48 jam (Safar, 2010).
Setelah terjadi beberapa siklus eritrositer 2 atau 3 generasi (3-15 hari),
merozoit yang keluar setelah skizon pecah, akan tumbuh menjadi bentuk seksual
(proses gametogoni atau gametositogenesis). Bentuk seksual tumbuh, tapi intinya
tidak membelah. Umumnya makrogametosit dalam pulasan sitoplasmanya
berwarna biru dengan inti yang kecil dan padat, mikrogametosit sitoplasmanya
berwarna biru pucat atau merah muda dengan inti besar dan difus (Safar, 2010).
Bila nyamuk Anopheles betina menghisap darah penderita malaria, di dalam
lambung nyamuk eritrosit akan dicerna bersamaan dengan parasit stadium
aseksual, sedang parasit stadium seksual akan tumbuh. Mikrogametosit akan
mengalami prosis eksflagelasi, yaitu intinya membelah menjadi 4 sampai 8 lalu
tumbuh menjadi bentuk flagel dengan ukuran 20-25 mikron, lalu melepaskan diri
dan bergerak menuju gamet betina (mikrogamet). Makrogametosit mengalami
pematangan menjadi makrogamet (Safar, 2010).
Di dalam lambung nyamuk akan terjasi pembuahan dengan cara sporogoni
menghasilkan zigot yang berbentuk bulat dan tidak bergerak. Dalam waktu 18-24
jam memanjang dengan ukuran 8-24 mikron (ookinet) yang akan menembus
dinding lambung membentuk ookista. Ookista ini akan tumbuh menjadi besar
sampai besarnya mencapai 500 mikron dengan inti yang membelah dan
dikelilingi oleh protoplasma yang membentuk sporozoit dengan jumlah ribuan
masuk rongga badan nyamuk, lalu pecah mencapai kelenjar liur nyamuk, pada
saat ini nyamuk menjadi bentuk infektif (Safar, 2010).
2.4 Cara Infeksi
Menurut Safar (2009) waktu antara nyamuk menghisap darah yang
mengandung gametosit sampai mengandung sporozoit dalam kelenjar liurnya
disebut masa tunas ekstrinsik sporozoit merupakan stadium infektif. Cara infeksi
dari malaria adalah dengan 2 cara, yaitu :
1. Kongenital melalui plasenta ibu hamil yang mengandung plasmodium yang
ditularkan kepada janin dalam kandungan.
2. Akuisita yang dapat melalui beberapa cara yaitu:
a. Secara alami melalui tusukan nyamuk anopheles betina yang
mengandung stadium sporozoit.
b. Secara induket, bila stadium aseksual dalam eritrosit secara tidak sengaja
masuk kedalam badan manusia melalui darah, seperti tranfusi atau
suntikan
2.5 Patologi dan Gejala Klinik
Masa sejak terjadinya infeksi parasit malaria sampai ditemukannya parasit
dalam darah di saat jumlah parasit telah melewati ambang mikroskopik
(microscopic threshold), disebut masa prepaten (prepaten periode). Masa antara
masuknya sporozoit ke dalam tubuh hospes sampai timbulnya gejala demam,
disebut masa tunas intrinsik. Masa ini berbeda-beda, yaitu 12 hari untuk
Plasmodium falciparum, 13-17 hari untuk Plasmodium vivax dan Plasmodium
ovale, dan 28-30 hari untuk Plasmodium malariae (Safar, 2010).
Perjalanan penyakit malaria terdiri dari demam yang disertai gejala klinis
yang diselingi periode bebas demam. Gejala klinik terpenting pada malaria terdiri
dari demam,anemia dan splenomegali.
1. Demam berulang dengan terdiri dari 3 stadium; kedinginan (rigor) yang
berlangsung antara 20 menit sampai 1 jam, stadium panas badan (1-4jam) dan
stadium berkeringat banyak (2-3jam) (Soedarto, 2009).
2. Splenomegali yaitu pembesaran limpa yang merupakan gejala khas malaria
menahun. Perubahan pada limpa biasanya disebabkan oleh kongesti,
kemudian lima berubah warna menjadi hitam karena pigmen yang
ditimbulkan dalam eritrosit yang mengandung parasit dalam kapiler dan
sinusoid. Pembesaran limpa 14 merupakan tanda fisik yang penting pada
malaria. Pada kasus-kasus priimer, pembesaran limpa masih kecil, hingga
sulit teraba pada palpasi. Setelah beberapa kali paraksismal biasanya pada
minggu kedua, limpa tampak membesar dan dapat diraba pada palpasi (Safar,
2010).
3. Anemia yang dieserta dengan malaise akibat pecahnya eritrosit yang berulang
kali selama terjadinya proses segmentasi parasit didalam eritrosit penderita
malaria mengalami anemia mikrositik atau anemia hipokromik normositik
(Soedarto, 2009).
2.6 Diagnosis
Menurut Gandahusada (2006), diagnosis pasti infeksi malaria dilakukan
dengan menemukan parsit dalam darah yang diperiksa dengan mikroskop.
Peranan diagnosis laboratorium dilakukan dengan dengan berbagai cara terutama
untuk menunjang penanganan klinis antara lain :
1) Diagnosis dengan mikroskop cahaya (dibuat sediaan darah dengan pulasan
Giemsa).
2) Teknik mikroskop lain
a. Teknik QBC dengan pulasan berwarna jingga
b. Teknik kawamoto dengan pulasan modifikasi jingga akridin).
3) Metode lain tanpa penggunakan mikroskop :
a. Teknik dip-stick dan uji ICT mendeteksi protein
b. Deteksi asam nukleat yaitu hibridisasi DNA atau RNA dengan PCR.
4) Biosafety
2.7 Trombosit
Menurut Kiswari (2014), trombosit adalah sel darah yang berperan penting
dalam hemostasis. Trombosit melekat pada lapisan endotel pembuluh darah yang
luka dengan membentuk plug trombosit. Trombosit tidak mempunyai inti sel
berukuran 1-4µ, dan sitoplasmanya berwarna biru dengan granula ungu-
kemerahan. Trombosit mempunyai derivat dari megakariosit, berasal dari
fragmen-fragmen sitoplasma megakariosit. Jumlah trombosit
150.000-450.000/mL darah. Granula trombosit mengandung faktor pemebekuan
darah, adenosin difosfat (ADP) dan adenonin trifosfat (ATP), kalsium, serotonin,
serta katekolanin. Sebagian besar diantaranya berperan dalam merangsang
mulainya proses pembekuan darah. Umur trombosit sekitar 10 hari. Nilai normal
trombosit pada laki-laki 150.000- 400.000/mL dan pada perempuan 150.000-
400.000/mL. Trombosit berasal dari fragmentasi megakariosit, yaitu sel sumsum
tulang polipoid dengan ukuran sangat besar yang dibentuk melalui beberapa kali
siklus dupikasi kromosom tanpa pembelahan sitoplasma. Setelah meninggalkan
ruang sumsum, sekitar sepertiga trombosit berdiam di limpa, sedangkan dua
pertiga sisanya beredar selama 7-10 hari. Trombosit memiliki peran penting
dalam hemostasis (pembekuan). Hemostasis terjadi apabila tubuh kita mengalami
perdarahan, maka secara otomatis tubuh akan mengatasi pendarahan tersebut.
Adapun prinsip dari hemostasis adalah sebagai berikut :
1) Mengurangi aliran darah yang menuju daerah trauma
2) Mengadakan sumbatan/menutup lubang perdarahan Adapun ganguan jumlah
atau fungsi trombosit menyebabkan pemanjangan waktu perdarahan dan
kelainan retraksi bekuan. Kelaianan jumlah trombosit mungkin berkurang
(trombositopenia) atau bertambah (trombosis atau trombositemia).
a. Trombositopenia
Menurut Kiswari (2014), trombositopenia adalah berkurangnya jumlah
trombosit dibawah normal, yaitu kurang dari 150x109 /L. Penyebab
trombositopenia dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori:
1) Kegagalan sumsum tulang untuk menghasilkan trombosit dalam jumlah
memadai
2) Peningkatan destruksi perifer atau sekuestrasi trombosit
Menurut Sacher (2004), apabila pemeriksaan sumsum tulang
memperlihatkan jumlah megakariosit disertai pematangan normal semua
turunan sel yang lain, hal ini merupakan isyarat kuat adanya proses destruksi
perifer yang menyebabkan hitung trombosit menurun. Kurangnya jumlah
trombosit (trombositopenia) memiliki beberapa faktor yakni :
a. Trombositopenia akibat penurunan produksi trombosit
b. Trombositopenia akibat sekuestrasi trombosit
c. Trombositopenia akibat destruksi imunologik trombosit
d. Trombositopenia nonimun dengan destruksi trombosit
b. Trombosis
Menurut Sacher (2004) trombosis adalah peningkatan hitung trombosit
yang diakibatkan dari stimulasi sekunder. Pada trombositemia pemeriksaan
fungsi trombosit cukup abnormal, termasuk kelainan agregasi trombosit dan
mungkin beresiko mengalami perdarahan atau trombosis. Penyebab terjadinya
trombosis antara lain:
a. Sindrom mieloproliteratif (trombositemia esensial, polisitemia vera,
leukimia mielogenosa kronis)
b. Trombositosis sekunder (mobilitas trombosit kompartemental, trombosis
rebound, defisiensi besi, keganasan penyakit kronis dan infeksi kronis)
2.8 Hubungan Jumlah Trombosit Pada Malaria
Malaria mempengaruhi hampir seluruh komponen darah. Trombositopenia
merupakan komponen malaria terkait hematologi yang paling sering dan
mendapat banyak perhatian ilmiah karena berhubungan dengan mortalitas
(Lacerda et al., 2011).
Komplikasi yang disebabkan oleh malaria dapat dihindari dengan
pengontrolan status hematologis pasien malaria dan penatalaksanaan dini (Akhtar
et al., 2012).
Trombositopenia biasanya dijumpai pada pasien dengan infeksi Plasmodium
falciparum dan Plasmodium vivax. Resiko trombositopenia meningkat pada
pasien dengan status imun yang rendah (Leowattana et al., 2010).
Mekanisme imun diduga terlibat dalam destruksi trombosit. Jumlah trombosit
yang terikat IgG cenderung menimbulkan pembersihan cepat dari sirkulasi
trombosit dari sistem retikuloendotial (Sari Anita, 2016).
Kompleksitas respons imun terhadap infeksi parasit tampak jelas pada
penderita malaria, karena respons imun terhadap parasit ini khas untuk setiap
stadium dalam siklus hidup malaria (Sari Anita, 2017).
Eritrosit dan trombosit yang terinfeksi Plasmodium akan mengikat eritrosit
sehat dan trombosit, lalu terjadi proses sekuestrasi yang akan membawa eritrosit
yang terinfeksi parasit dan eritrosit matang serta trombosit masuk ke dalam organ-
organ vital, seperti otak, hati, limpa lalu dapat menyumbat serta hancur didalam
organ tersebut dan tidak kembali ke dalam sirkulasi (Maladi, 2012).
Pada penderita terdapat antibodi Immunolgobulin G (IgG) akan meningkatkan
jumlah trombosit Platelet Associated IgG (PAIgG) dan menyebabkan
trombositopenia. Peningkatan Platelet Associated IgG (PAIgG) juga dapat
mengaktivasi membran trombosit, menyebabkan pembuangan trombosit oleh
sistem retikuloendotelial, terutama pada limpa (Lacerda et al., 2011).
Antibodi IgG yang ditemukan pada membran trombosit juga menyebabkan
gangguan agregasi trombosit dan meningkatkan penghancuran trombosit oleh
makrofag (Sari Anita, 2017).
Trombosit difagosit oleh makrofag dan teraktivasi Macrophage-Colony
Stimulating Faktor (M-CSF) pada hati dan limpa. Pada infeksi malaria, sel
penjamu dan hepar memproduksi stress oksidatif sebagai pertahanan melawan
infeksi. Parasit sendiri dapat mengeluarkan sejumlah besar H2O2 dan O2. Karena
membran trombosit kurang tahan terhadap stress oksidatif, dan peningkatan stress
oksidatif dapat meningkatkan lisisnya trombosit yang menyebabkan
trombositopenia (Sari Anita, 2017).
DAFTAR PUSTAKA
Akhsin Zulkoni.2010. Parasitologi. Yogyakarta : Muha medika. p. 61-70
Gandahusada S, dkk. 2006. Parasitologi Kedokteran, Cetakan ke-VI, FKUI,
Jakarta
Munif, Amrul. 2010. Metodologi Penelitian Bidang Kesehatan.
Jakarta: Sagung Seto
Harijanto PN. 2000. Gejala Klinik Malaria. Dalam: Harijanto PN (ed.). Malaria,
Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis Dan Penanganan. Jakarta:
EGC.
Santoso S. Kesehatan dan Gizi. Jakarta : Rineka Cipta; 2009
Safar, Rosdiana. 2009. Parasitologi Kedokteran Protozoologi Helmintologi
Entomologi. Bandung : Yrama Widya.
Rosidiana Safar, 2010, Parasitologi Kedokteran : Protozoologi, Helmintologi,
Entomologi, Cetakan I, Yrama Widya, Bandung
Soedarto. (2009). Penyakit Menular Di Indonesia. Jakarta: SagungSeto.
Kiswari Rukman. (2014) Hematologi & Transfusi.Jakarta : Erlangga.
Sacher, R. A., and McPherson, R. A., 2004, Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan
Laboratorium, 519, EGC, Jakarta.
Lacerda MVG, Mourão MPG, Coelho HCC, Santos JB. Thrombocytopenia in
malaria: who cares? Mem. Inst. Oswaldo Cruz vol.106 supl.1 Rio de Janeiro
Aug. 2011.
Akhtar, A., Hisamuddin, M. I., Sharf, R. 2012. Plant Growth Promoting
Rhizobacteria : An overview. Jurnal National. Production Plant Resources
2 (1) : 19-31
(Leowattana et al., 2010).
Anita Sari. (2016). Perawatan Paliatif dan Kualitas Hidup Penderita Kanker. Jurnal
Kesehatan, 7(3): 508-513.
(Mulyadi, 2012).

Anda mungkin juga menyukai