PENDAHULUAN
1
faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya infeksi kecacingan, dampak
yang ditimbulkan oleh infeksi karena cacing, serta upaya pencegahan
dan pengobatan infeksi kecacingan tersebut (Salakory dan Zulfendri,
2010). Berdasarkan taksonomi, helmitologi dibagi menjadi dua yaitu:
Nemathelminthes (cacing gilik) dan Platyhelminthes (cacing pipih).
(Gandahusada dalam Farantika, 2016).
Selain cacingan, malaria yang merupakan penyakit infeksi
parasit protozoa yang disebabkan oleh plasmodium merupakan salah
satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yang cenderung
meningkat jumlah klien serta semakin luas penyebarannya. Penyakit
ini ditemukan hampir di seluruh belahan dunia terutama di negara–
negara tropik dan sub tropik, baik sebagai penyakit endemik maupun
epidemic. Hasil studi epidemiologik menunjukkan bahwa malaria
menyerang kelompok umur balita sampai dengan umur sekitar 15
tahun. Kejadian Luar Biasa (KLB) malaria biasanya terjadi di daerah
endemik dan berkaitan dengan datangnya musim hujan, sehingga
terjadi peningkatan aktivitas nyamuk anopheles pada musim hujan
yang dapat menyebabkan terjadinya penularan penyakit malaria pada
manusia melalui gigitan nyamuk. (Sumarmo, dkk., 2010).
Pengamatan preparat parasitology dan helmintologi dimaksudkan
untuk mengetahui bagaimana bentuk parasit khususnya Trichuris
trichuria, Plasmodium vivax, Ascaris lumbricoides, dan Plasmodium
falciparum dalam fase tertentu menggunakan mikroskop cahaya dengan
perbesaran tertentu.
1.2 Tujuan
1) Mahasiswa diharapkan dapat terampil dalam menggunakan
mikroskop.
2) Mahasiswa diharapkan dapat mengidentifikasi dan
mendeskripsikan parasit Trichuris trichuria
3) Mahasiswa diharapkan dapat mengidentifikasi dan
2
mendeskripsikan parasit Plasmodium vivax
4) Mahasiswa diharapkan dapat mengidentifikasi dan
mendeskripsikan parasit Ascaris lumbricoides
5) Mahasiswa diharapkan dapat mengidentifikasi dan
mendeskripsikan parasit Plasmodium falciparum.
1.3 Manfaat
1) Mahasiswa dapat menggunakan mikroskop dengan terampil
2) Mahasiswa dapat mengidentifikasi dan mendeskripsikan parasit
Trichuris trichuria
3) Mahasiswa dapat mengidentifikasi dan mendeskripsikan parasit
Plasmodium vivax
4) Mahasiswa dapat mengidentifikasi dan mendeskripsikan parasit
Ascaris lumbricoides
5) Mahasiswa dapat mengidentifikasi dan mendeskripsikan parasit
Plasmodium falciparum.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
bronkhus dan sampai glottis. Kemudian dari glottis larva
tertelan masuk esofagus dan tumbuh menjadi dewasa di
usus. Lama siklus hidup cacing ini dari terjadinya infeksi
sampai cacing dewasa bertelur memerlukan waktu sekitar
2-3 bulan, dan cacing dewasa dapat hidup selama 1-2
tahun (CDC, 2018).
b. Morfologi Telur
Terdapat 2 macam jenis telur yaitu telur yang
mengalami pembuahan (fertil) dan yang tidak mengalami
pembuahan (infertil). Dari kedua jenis telur ini kadang
dijumpai telur yang tanpa dilapisi albumin (dekortikasi)
dan telur yang utuh / dilapisi albumin (kortikasi).
5
Gambar 2. Telur Infertil Ascaris lumbricoides
(Sumber: https://www.cdc.gov/dpdx/ascariasis/index.html)
Telur yang tidak dibuahi dikeluarkan oleh cacing
betina yang tidak dibuahi atau pada awal produksi telur.
Berukuran 88 – 94 x 44 mikron. Dinding telur terdiri dari
dua lapis ( tidak memiliki lapisan lipoidal) dan bagian
dalam telur berisi penuh dengan granula yang amorf
(Pusarawati, dkk., 2014).
c. Morfologi Cacing Dewasa
6
20-35cm, diameter 3-6mm dan cacing jantan 15-31cm
dan diameter 2,4mm. Mulut cacing ini memiliki tiga
tonjolan bibir berbentuk segitiga (satu tonjolan di bagian
dorsal dan dua lainnya di ventrolateral) dan bagian
tengahnya terdapat rongga mulut (buccal cavity). Cacing
jantan mempunyai ujung posterior tajam agak
melengkung ke ventral seperti kait, mempunyai 2 buah
copulatory spicule panjangnya 2mm yang muncul dari
orifisium kloaka dan di sekitar anus terdapat sejumlah
papillae. Cacing betina mempunyai ujung posterior tidak
melengkung ke arah ventral tetapi lurus. Cacing betina
juga mempunyai vulva yang sangat kecil terletak di
ventral antara pertemuan bagian anterior dan tengah
tubuh dan mempunyai tubulus genitalis berpasangan
terdiri dari uterus, saluran telur (oviduct) dan ovarium.
Cacing dewasa memiliki jangka hidup 10-12 bulan
(Pusarawati, dkk., 2014).
d. Peran
Ascaris lumbricoides merupakan penyebab penyakit
cacingan yang paling umum pada manusia. Apabila tidak
segera diobati, penyakit cacingan dapat menyebabkan
gangguan kesehatan yang serius seperti malnutrisi dan
anemia. Penyakit ini lebih sering terjadi pada anak-anak
yang tinggal di daerah dengan sanitasi dan kebersihan yang
buruk (Waris dan Rahayu, 2009).
Infeksi awal dari cacing ini biasanya tidak ada
gejalanya. Gejala akan muncul seiring pertumbuhan cacing
yang semakin berkembang. Terdapat dua gejala yang dapat
terjadi, bergantung ke bagian tubuh mana cacing itu
menginfeksi. Organ tubuh yang biasa diserang adalah paru-
paru dan usus (CDC, 2018).
7
2.1.2 Trichuris trichiura
a. Siklus hidup
Cacing dewasa hidup di sekum (cecum) tapi pada infeksi
yang berat dapat dijumpai dibagian bawah ileum sampai
rectum. Telur keluar bersama tinja, telur mengandung larva /
menjadi infektif dalam waktu 2 – 4 minggu. Apabila telur tertelan
manusia, telur akan menetas menjadi larva di istestinum tenue
kemudian larva menembus villi-villi usus dan tinggal didalamnya
selama 3 – 10 hari. Setelah larva tumbuh , kemudian larva turun
sampai sekum kemudian menjadi cacing dewasa. Waktu yang
diperlukan sejak tertelannya telur sampai menjadi cacing
dewasa yang siap bertelur kira-kira 90 hari (CDC, 2017).
b. Morfologi Telur
8
c. Morfologi Cacing Dewasa
d. Peran
Trichuris trichiura menyebabkan trichuriasis. Infeksi cacing
Trichuris dapat menyebabkan diare, anoreksia, peradangan
dan perdarahan pada sekum dan usus. Infeksi cacing Trichuris
juga dapat menyebabkan kerugian ekonomi yang besar dengan
cara penurunan berat badan, kerentanan terhadap infeksi
penyakit, penurunan produktivitas, serta menyebabkan
9
kematian pada ternak (Waldina, 2017).
(Sumber: https://www.cdc.gov/dpdx/hookworm/index.html)
Bentuknya oval/lonjong
Ukuran 40 x 65 mikron
Tak berwarna
10
Dindingnya tipis transparan
Pada waktu keluar bersama feses biasanya masih berupa
unsegment ovum atau berisi 2-8 blastomere yang akan
berkembang lebih lanjut.
c. Morfologi Cacing Dewasa
11
dapat terjadi selama penetrasi oleh larva filariform (L3), dan gejala
pernapasan dapat diamati selama migrasi paru dari larva (CDC,
2017).
2.2 Plasmodium
2.2.1 Siklus Hidup
Siklus hidup Plasmodium terdiri dari 2, yaitu siklus
sporogoni (siklus seksual) yang terjadi pada nyamuk dan siklus
skizogoni (siklus aseksual) yang terdapat pada manusia. Siklus
ini dimulai dari siklus sporogoni yaitu ketika nyamuk mengisap
darah manusia yang terinfeksi malaria yang mengandung
plasmodium pada stadium gametosit. Setelah itu gametosit
akan membelah menjadi mikrogametosit (jantan) dan
makrogametosit (betina). Keduanya mengadakan fertilisasi
menghasilkan ookinet. Ookinet masuk ke lambung nyamuk
membentuk ookista. Ookista ini akan membentuk ribuan
sprozoit yang nantinya akan pecah dan sprozoit keluar dari
ookista. Sporozoit ini akan menyebar ke seluruh tubuh nyamuk,
salah satunya di kelenjar ludah nyamuk. Dengan ini siklus
sporogoni telah selesai (Setiyani, 2014).
Siklus skizogoni terdiri dari 2 siklus, yaitu siklus
eksoeritrositik dan siklus eritrositik. Dimulai ketika nyamuk
menggigit manusia sehat. Sporozoit akan masuk kedalam
tubuh manusia melewati luka tusuk nyamuk. Sporozoit akan
mengikuti aliran darah menuju ke hati, sehingga menginfeksi
sel hati dan akan matang menjadi skizon. Siklus ini disebut
siklus eksoeritrositik. Pada Plasmodium falciparum dan
Plasmodium malariae hanya mempunyai satu siklus
eksoeritrositik, sedangkan Plasmodium vivax dan Plasmodium
ovale mempunyai bentuk hipnozoit (fase dormant) sehingga
siklus eksoeritrositik dapat berulang. Selanjutnya, skizon akan
pecah mengeluarkan merozoit yang akan masuk ke aliran
12
darah sehingga menginfeksi eritrosit dan di mulailah siklus
eritrositik. Merozoit tersebut akan berubah morfologi menjadi
tropozoit belum matang lalu matang dan membentuk skizon
lagi yang pecah dan menjadi merozoit lagi. Diantara bentuk
tropozoit tersebut ada yang menjadi gametosit dan gametosit
inilah yang nantinya akan dihisap lagi oleh nyamuk. Begitu
seterusnya akan berulang-ulang terus. Gametosit tidak menjadi
penyebab terjadinya gangguan klinik pada penderita malaria,
sehingga penderita dapat menjadi sumber penularan malaria
tanpa diketahui (karier malaria) (Setiyani, 2014).
Plasmodium melibatkan 2 inang selama siklus hidupnya.
Ketika nyamuk Anopheles menggigit manusia, sporozoit masuk
ke dalam tubuh manusia. Kemduain sporozzoit menginfeksi sel
hati dan matang menjadi skizon yang kemudian pecah dan
mengeluarkan merozoit (fase ini disebut ekso-eritrosit
skizogoni). Kemudian, parasite ini melakukan kopulasi di
eritrosit (Setiyani, 2014).
2.2.2 Peran
Plasmodium menyebabkan penyakit malaria pada manusia.
Spesies plasmodium di dunia sendiri sangatlah banyak, namun
terdapat empat spesies yang menyerang manusia, yaitu :
a. Plasmodium falciparum (Welch dalam Setiyani, 2014)
menyebabkan malaria falciparum atau malaria tertiana
maligna/malaria tropika/malaria pernisiosa.
b. Plasmodium vivax (Labbe dalam Setiyani, 2014)
menyebabkan malaria vivax atau malaria tertiana benigna.
c. Plasmodium ovale (Stephens dalam Setiyani, 2014)
menyebabkan malaria ovale atau malaria tertiana benigna
ovale.
d. Plasmodium malariae (Grassi dan Feletti dalam Setiyani,
2014) menyebabkan malaria malariae atau malaria kuartana.
13
Selain empat spesies Plasmodium diatas, manusia juga
bisa terinfeksi oleh Plasmodium knowlesi, yang merupakan
plasmodium zoonosis yang sumber infeksinya adalah kera.
Penyebab terbanyak di Indonesia adalah Plasmodium
falciparum dan Plasmodium vivax. Untuk Plasmodium
falciparum menyebabkan suatu komplikasi yang berbahaya,
sehingga disebut juga dengan malaria berat (Setiyani, 2014)
2.2.3 Plasmodium falciparum
Tabel 1. Gambar dan Deskripsi Morfologi Fase Hidup
Plasmodium falciparum
No. Gambar fase Deskripsi
(Sumber: https://www.cdc.gov/
dpdx/malaria /index.html)
14
Penampakan sel darah merah:
Sel darah merah tidak
membesar; titik Maurer (dengan
pewarnaan tertentu).
penampakan parasite: dewasa =
3 8 sampai 24 merozoite kecil;
15
2.2.4 Plasmodium vivax
dpdx/malaria /index.html)
16
membersar 1.5 sampai 2 kali;
kadang bentuknya tidak teratur;
terdapat titik-titik Schüffner.
Penampakan Parasit: besar,
hampir mengisi seluruh sel
Gambar 14. Fase Skizon darah merah; dewasa = 12
Plasmodium vivax sampai 24 merozoite; coklat
kekuningan, pigmen
(Sumber: https://www.cdc.gov/
mengumpul (Adhinata dkk.,
dpdx/malaria /index.html)
2016).
17
2.2.5 Plasmodium malariae
Tabel 3. Gambar dan Deskripsi Morfoloogi Fase Hidup
Plasmodium malariae
(Sumber: https://www.cdc.gov/
dpdx/malaria /index.html)
Plasmodium malariae
(Sumber: https://www.cdc.gov/
dpdx/malaria /index.html)
18
Skizonnya memiliki 6-12
merozoit dengan inti sel yang
besar, yang berkumpul di di
3
sekitar masssa yang kasar,
Gambar 18. Fase Skizon pigmennya berwarna coklat
Plasmodium malariae gelap (CDC, 2017)
(Sumber: https://www.cdc.gov/
dpdx/malaria /index.html)
(Sumber: https://www.cdc.gov/
dpdx/malaria /index.html)
19
2.2.6 Plasmodium ovale
Tabel 4. Gambar dan Deskripsi Morfologi Fase Hidup
Plasmodium ovale.
(Sumber: https://www.cdc.gov/
dpdx/malaria /index.html)
(Sumber: https://www.cdc.gov/
dpdx/malaria /index.html)
20
Skizonnya memiliki 6-14
merozoit dengan inti sel yang
3 besar, berkumpul di sekitas
massa yang berwarna coklat
Gambar 22. Fase Skizon
tua (CDC, 2017).
Plasmodium ovale
(Sumber: https://www.cdc.gov/
dpdx/malaria /index.html)
(Sumber: https://www.cdc.gov/
dpdx/malaria /index.html)
21
2.2.7 Plasmodium knowlesi
Tabel 5. Gambar dan Deskripsi Morfologi Fase Hidup
Plasmodium knowlesi.
(Sumber: https://www.cdc.gov/
dpdx/malaria /index.html)
22
mengandung 16 merozoit,
tersebar atau tersusun seperti
buah anggur, banyak butiran
kecil bergerombol atau
Gambar 26. Fase Skizon gumpalan padat, tiitik halus
Plasmodium knowlesi tidak teratur (Asmara, 2018)
(Sumber: https://www.cdc.gov/
dpdx/malaria /index.html)
23
BAB III
METODE
24
ditemukan namun terlalu kecil
8) Atur kembali fokus objek dengan memutar mikrometer dan
makrometer mikroskop
9) Ganti perbesaran lensa objektif menjadi 40x jika objek yang sudah
ditemukan masih terlalu kecil
10) Ulangi langkah 8
11)Jika objek yang diamati sudah terlihat jelas, amati kemudian
digambarkan dengan rapi di kertas HVS A4 menggunakan alat tulis
dan pensil warna
12) Ulangi langkah 1-11 untuk preparat lainnya
25
BAB IV
HASIL
26
No Gambar Keterangan
.
27
28
BAB V
PEMBAHASAN
29
menggunakan perbesaran lensa objektif sebesar 40x, di mana terlihat
perbedaan morfologi antara telur di sebelah kiri dengan telur yang di
sebelah kanan. Telur di sebelah kanan merupakan telur fertil, sedangkan
telur di sebelah kiri merupakan telur infertil. Terlihat bahwa bentuk telur
fertil bulat, sedangkan telur infertil berbentuk oval. Kemudian, lapisan telur
fertil terlihat lebih tebal yang menunjukkan telur fertile memiliki 3 lapisan,
yakni lapisan albumin, lapisan glikogen, dan lapisan lipid. Sedangkan,
telur infertil lapisannya lebih tipis yang menunjukkan telur infertil memiliki 2
lapisan, yakni hanya lapisan albumin dan lapisan glikogen (Pusarawati,
dkk., 2014)..
Pada gambar di tabel no. 4 terlihat objek berupa Plasmodium
falciparum dengan perbesaran lensa objektif 40x berada dalam fase
gametofit yang terlihat dari bentuknya yang menyerupai sabit atau sosis.
Pada fase ini sel darah merah bentuknya tidak teratur mengikuti parasit.
Pada makrogametosit kromatinnya mengelompok menjadi satu,
sedangkan pada microgametosit kromatinnya menyebar. Pada fase ini
Plasmodium falciparum berpigmen gelap. (Adhinata dkk., 2016).
30
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Soil Transmitted Helminth (STH) adalah cacing golongan
nematoda yang memerlukan tanah untuk perkembangan bentuk
infektifnya, dengan kata lain cacing ini membutuhkan tanah sebagai
perantara untuk menularkan penyakit (Widjaja, 2014). Spesies utama
dari Soil Transmitted Helminth (STH) ialah Ascaris lumbricoides,
Trichuris trichiura, Necator americanus dan Ancylostoma duodenale
(WHO, 2019). Cacing-cacing tersebut dapat menyebabkan cacingan
jika menginfeksi tubuh manusia.
Hasil pengamatan preparat Soil Transmitted Helminth (STH),
yakni Trichuris trichuria dan Ascaris lumbricoides didapatkan dengan
menggunakan perbesaran 40x. Trichuris trichiura yang diamati berada
dalam fase telur, sedangkan Ascaris lumbricoides yang diamati
berada dalam fase telur infertil dan telur fertil.
Selain cacingan, malaria yang merupakan penyakit infeksi
parasit protozoa yang disebabkan oleh plasmodium merupakan salah
satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yang cenderung
meningkat jumlah klien serta semakin luas penyebarannya.
Hasil pengamatan plasmodium, yakni Plasmodium vivax dan
Plasmodium falciparum didapatkan dengan menggunakan perbesaran
40x. Plasmodium vivax yang diamati tidak dapat diketahui fasenya
karena keterbatasan perbesaran lensa objektif mikroskop. Preparat
Plasmodium falciparum yang diamati berada dalam fase gametosit.
31
DAFTAR PUSTAKA
32
Nurhalina, Desyana. Gambaran infeksi kecacingan pada siswa SDN 1-4
Desa Muara Laung Kabupaten Murung Raya Provinsi Kalimantan
Tengah tahun 2017. Jurnal Surya Medika. 2018;(3.2):41-53.
Parasites: Soil-transmitted helminths. [intenet] 2013. [dikunjungi 2019 Mei
15] tersedia dari: https://www.cdc.gov/parasites/sth/index.html
Plasmodium malariae. [internet]. dikunjungi 2019 Mei 15] tersedia dari
https://www.cdc.gov/dpdx/resources/pdf/benchAids/malaria/
Pmalariae _benchaidV2.pdf
Pusarawati S, Ideham B, Kusmartisnawati, Tantular, Indah S, Basuki,
Sukmawati. Atlas Parasitologi Kedokteran. Jakarta: EGC; 2014.
Safar R. Parasitologi kedokteran: protozoologi, pntomologi dan
helmintologi.
Cetakan I. Bandung: Yrama Widya; 2010.
Salakory M, Zulfendri. Helmontologi dalam persfektif filsafat ilmu. USU e-
Journals. 2010;(15):10.
Sauyai K, Sammy NJL and Magdalena EFK. Identifikasi parasit pada ikan
kerapu sunu, Plectropomus leopardus. e-Journal Budidaya
Perairan. 2014;(2.3).
Setiyani, Nur Rochmah Wahyu, and M. Hussein Gassem. Gambaran
Klinis
dan Tatalaksana Pasien Rawat Inap Malaria Falciparum di RSUP
Dr Kariadi Semarang Periode 2009–2013 [disertasi]. Semarang:
Universitas Diponegoro; 2014.
Soil-transmitted helminth infection. [internet] 2019. [dikunjungi 2019 Mei
15]
tersedia dari https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/soil-
transmitted-helminth-infections
Sumarmo SS, Herry G, Rezeki SS. Buku ajar infeksi dan pediatrik tropis.
Edisi 2. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI); 2010.
Trichuriasis. [internet] 2017. [dikunjungi 2019 Mei 15] tersedia dari:
https://www.cdc.gov/dpdx/trichuriasis/index.html
Waldina O. Prevalensi, derajat infeksi, dan faktor risiko Trichuriasis pada
33
peternakan sapi potong di Desa Ronggo Kecamatan Jaken
Kabupaten Pati [skripsi].Bogor: Institut Pertanian Bogor; 2017.
Waris, L, Rahayu N. Distribusi parasit pencernaan di Sekolah Dasar
Negeri Miawa Kecamatan Piani Kabupaten Tapin Provinsi
Kalimantan Selatan tahun 2008. Indonesian Bulletin of Health
Research. 2009;(37.4)
WHO. Pedoman teknik dasar untuk laboratorium kesehatan. Terj.
Chairlan dan Estu Lesfari. Ed. Albertus Agung Mahode. Edisi 2.
Jakarta: EGC; 2011.
Widjaja J, et al. Prevalensi dan jenis telur cacing soil transmitted
helmints (sth) pada sayuran kemangi pedagang ikan bakar di kota
palu. Jurnal Buski. 2014;(5.2).
34
LAMPIRAN
35
Gambar 30. Hasil Pengamatan Telur feril dan infertile Ascaris
lumbricoides
36