Anda di halaman 1dari 2

DASAR TEORI ANGKA KAPANG DAN KHAMIR

Salah satu parameter keamanan jamu gendong adalah angka kapang/khamir. AKK
adalah jumlah koloni kapang dan khamir yang tumbuh dari cuplikan yang diinokulasikan
pada media yang sesuai setelah inkubasi selama3-5 hari dalam suhu 20-250C . Tujuan
dilakukannya uji AKK adalah memberikan jaminan bahwa sediaan obat tradisional tidak
mengandung cemaran fungi melebihi batas yang ditetapkan karena mempengaruhi stabilitas
dan aflatoksin yang berbahaya bagi kesehatan.Prinsip uji AKK yaitu pertumbuhan
kapang/khamir setelah cuplikan diinokulasikan pada media yang sesuai dan diinkubasi pada
suhu 20-25oC dan diamati mulai hari ketiga sampai hari kelima. Media yang digunakan
adalah Saboraud Dextrose Agar (SDA) atau Potato Dextrose Agar(PDA). Setelah diinkubasi,
kemudian dhitung koloni yang tumbuh dengan colony counter(Radji, 2010) dan dinyatakan
dalam koloni/ml (DepKes RI, 2000).

Khamir atau yeast adalah kelompok fungi uniseluler yang bersifat mikroskopik. Ada
beberapa genus khamir yang dapat membentuk miselium dengan percabangan. Khamir dapat
bersifat patogen pada manusia dan binatang bersel satu. Khamir tersebar di alam, tetapi tidak
seluas daerah penyebaran bakteri. Pada umumnya khamir mempunyai ukuran sel-sel yang
lebih besar diandingkan bakteri. Ukuran Khamir sekitar 1-5 mikron lebar dan panjangnya
sekitar 5-30 mikron (Tarigan, 1988).Khamir tidak mempunyai flagel dan organel lain untuk
melakukan pergerakan. Beberapa bentuk khamir yaitu bulat, elips atau bulat telur dan
batang.Khamir bersifat fakultatif artinya khamir dapat hidup dalam keadaan aerob maupun
anaerob (Pratiwi, 2008). Pertumbuhan khamir mula-mula akan berwarna putih, tetapi jika
spora telah timbul akan terbentuk berbagai warna tergantung dari jenis kapang (Radji, 2010).

Beberapa kelompok khamir yang dominan ditemukan dalam air dan ekosistem tanah
adalah genus Cryptococcus, Candida, dan Debaryomyces. Candida albicansadalah flora
normal selaput mukosa saluran perrnafasan, saluranpencernaan dan genitalia wanita. Kadang-
kadang Candidamenyebabkan penyakit sistemik progresif pada penderita yang lemah atau
sistem imunnya tertekan. Candida albicansdapat menyebabkan infeksi mulut terutama pada
bayi. Infeksi terjadi pada selaput mukosapipi dan tampak sebagai bercak-bercak putih yang
sebagian besar terdiri atas pseudomiselium dan epitel yang terkelupas dan hanya terdapat
erosi minimal pada selaput. Candida albicansjuga dapat menyebabkan vulvovaginitis atau
keputihan pada wanita. Penyakit ini menyerupai sariawan tetapi menimbulkan iritasi, gatal
yang hebat dan pengeluaran sekret. Dalam keadaan pH normal yang asam bakteri vagina
tidak menimbulkan penyakit, namun karena hilangnya pH asam merupakan prediposisi
timbulnya vulvovaginitis kandida. Infeksi pada manusia terjadi melalui saluran pernafasan
dan dapat bersifat asimtomatik, infeksi paru-paru dapat menyebar secara sistemik dan
menetap dalam susunan saraf pusat dan organ lainnya. Jamur ini secara bebas dapat
ditemukan di tanah, air dan kotoran binatang. Candida albicansyang terkonsumsi oleh
manusia akan dihantarkan melalui aliran darah ke seluruh organ tubuh, termasuk ke selaput
otak. Jamur ini dapat menyebabkan infeksi mulut atau sariawan terutama pada bayi (Jawetz,
1996).

Kapang adalah fungi multiseluler yang mempunyai filamen. Filamen merupakan ciri
khas morfologi kapang yang membedakan dengan khamir. Dengan adanya filamen, maka
penampakan koloni kapang tersebut seperti kapas.Pertumbuhannya mula-mula berwarna
putih, tetapi jika spora telah timbul akan membentuk berbagai warna tergantung dari jenis
kapang. Kapang membentuk miselium dan membentuk berbagai macam spora. Miselium
merupakan kumpulan beberapa filamen yang membentuk hifa. Hifa mempunyai 2 struktur,
yaitu bersepta dan tidakbersepta. Septa ini menyekat sel, sehingga filamen yang panjang ini
terlihat sebagai rantai sel (Lay, 1994).

Petumbuhan kapang pada bahan makanan maupun bahan baku obat tradisional dapat
mengurangi kualitas makanan atau obat tradisional karena kapang menghasilkan toksin yang
berbahaya bagi tubuh manusia. Secara umum, kapang banyak dijumpai ditanah. Kapang
dapat menembus sel-sel akar tumbuhan dan hifa, kapang dapat juga berkumpul kedalam
selubung mengelilingi akar-akar, sehingga pada saat pemanenan, fungiyang telah menembus
sel-sel akar akan tetap menempel pada bahan hingga proses pengeringan (Tjitrisono, 1986).

Jenis kapang tertentu dapat menghasilkan toksin yaitu mikotoksin. Mikotoksin adalah
metabolit sekunder dari kapang yang dapat menyebabkan efek toksis pada manusia dan
hewan yang disebut mikotoksik. Salah satu contohnya adalah aflatoksin yang dihasilkan oleh
Aspergillusflavus. Secara umum, Aspergillus bersifat saprofit pada tanah dan dapat
mencemari bahan makanan pokokseperti beras, ubi kayu, kacang-kacangan, danrempah-
rempah. Aflatoksin adalah salah satu dari substansi yang paling toksik yang dapat dijumpai
secara alamiah. Keracunan aflatoksin dapat terjadi karena mengkonsumsi bahan makanan
yang tercemar toksin tersebut. Aflatoksin berifatkarsinogenik (Yenny, 2006) dan konsumsi
aflatoksin dalam jumlah tinggi dapat menyebabkan terjadinya aflatoksikosis akut yang dapat
menimbulkan manifestasi hepatoksisitas atau pada kasus-kasus berat dapat menyebabkan
kematian. Bila aflaktosikosis in berkelanjutan maka akan muncul sindrom penyakit yang
ditandai dengan muntah, diare, nyeri perut, edema, kejang, koma dan kematian akibat edema
otak serta perlemakan hati, ginjal dan jantung (Yenny, 2006)

Radji, M., 2010, Buku Ajar Mikrobiologi: Panduan Mahasiswa Farmasi dan
Kedokteran, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, pp. 125-127, 169-172.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2000, Pelaksanaan Uji Klinik Obat


Tradisional, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, pp.127.

Tarigan, J., 1988, Pengantar Mikrobiologi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan


Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan
Tenaga Kependidikan, Jakarta, pp.113,114.

Pratiwi, S.T., 2008, Mikrobiologi Farmasi, Fakultas Farmasi Universitas Gajah Mada,
Yogyakrta, pp. 38, 135-140, 206-207.

Jawetz, M.D., Melnick, J.L., Edward, A.A., Broooks, G.F.,Butel, J.S., Omston, L.N.,
1996, Mikrobiologi Kedokteran, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, pp. 240,250.

Lay, B.W., 1994, Analisis Mikroba di Laboratorium, edisi1, PT. Raja Garfindo
Persada, Jakarta, pp.81-85,91.

Tjitrosono, S.S., 1986, Botani Umum 4, Penerbit Angkasa, Bandung, pp. 199.

Yenny, 2006, Aflatoksin dan Aflatoksikosis pada Manusia, Universa Medicina, volume
25, No.1, pp.42-43.

Anda mungkin juga menyukai