LAPORAN PRAKTIKUM
Disusun Oleh:
Kelompok 3/Offering I
1. Dea Audina (190342621264)
2. Dipta Septiya Rena Ningtiyas (190342621306)
3. Hanif Amirusdi Puteno (170342615586)
4. Luthfi Angely Pinandhita R. (190342621238)
5. Yulia Dewi Wulandari (190342621201)
B. Tanggal
Senin, 8 Maret 2021
C. Tujuan
- Untuk memperoleh ketrampilan melakukan pewarnaan spora bakteri
- Untuk mengetahui ada atau tidak adanya spora bakteri
D. Dasar Teori
Mikroorganisme yang ada di alam ini mempunyai morfologi, struktur dan
sifat-sifat yang khas, begitu pula dengan bakteri. Bakteri yang hidup hampir tidak
berwarna dan kontras dengan air, dimana sel-sel bakteri tersebut disuspensikan.
Salah satu cara untuk mengamati bentuk sel bakteri sehingga mudah untuk
diidentifikasi ialah dengan metode pengecatan atau pewarnaan. Hal tersebut juga
berfungsi untuk mengetahui sifat fisiologisnya yaitu mengetahui reaksi dinding
sel bakteri melalui serangkaian pengecatan.
Spora bakteri adalah bentuk bakteri yang sedang dalam usaha
mengamankan diri terhadap pengaruh buruk dari luar. Spora bakteri memiliki
fungsi yang sama seperti kista amoeba, sebab bakteri dalam bentuk spora dan
amoeba dalam bentuk kista merupakan suatu fase dimana kedua mikroorganisme
itu berubah bentuk untuk melindungi diri terhadap faktor luar yang merugikan
(Dwidjoseputro, 2005).
Pengamatan spora bakteri bisa dilakukan dengan metode pewarnaan, yang
befungsi untuk membedakan dengan sel vegetative, melihat spora, dan bentuknya.
Bentuk spora ada yang bulat, ada pula yang bulat panjang, hal ini bergantung pada
spesies. Endospora ada yang lebih kecil dan ada pula yang lebih besar dari pada
diameter sel induk. (Pelczar, 2007). Letak endospora di dalam sel serta ukurannya
selama pembentukannya tidaklah sama bagi semua spesies. Sebagai contoh,
beberapa spora adalah sentral yaitu dibentuk di tengah-tengah sel, yang lain
terminal yaitu dibentuk di ujung; dan yang lain lagi subterminal yaitu di dekat
ujung. (Pelczar, 1986)
Spora bakteri ini dapat bertahan sangat lama, ia dapat hidup bertahun-tahun
bahkan berabad-abad jika berada dalam kondisi lingkungan yang normal.
Kebanyakan sel vegetatif akan mati pada suhu 60-70°C, namun spora tetap hidup,
spora bakteri ini dapat bertahan dalam air mendidih bahkan selama 1 jam lebih.
Selama kondisi lingkungan tidak menguntungkan, spora akan tetap menjadi spora,
sampai kondisi lingkungan dianggap menguntungkan, spora akan tumbuh
menjadi satu sel bakteri yang baru dan berkembang biak secara normal (Volk &
Wheeler, 1988).
2. Bahan
- Biakan biakan murni bakteri
- Aquades steril
- Larutan hijau malakit 5%
- Larutan safranin 0,5%
- Kertas lensa
- Alkohol 70%
- Lisol
- Sabun cuci
- Korek api
- Lap
- Kertas tissue
F. Prosedur Kerja
1. Kaca benda bersih disediakan, lalu dilewatkan di atas nyala api lampu spiritus
2. Setetes aquades steril diteteskan di atas kaca benda
3. Bakteri yang akan diperiksa diinokulasikan secara aseptik di atas tetesan
akuades, lalu diratakan secara perlahan-lahan dan ditunggu hingga mengering
4. Fiksasi dilakukan dengan cara melewatkan sediaan tersebut di atas nyala api
lampu spiritus dengan cepat
5. Larutan hijau malakit 5% diteteskan di atas sediaan ini, lalu dipanaskan diatas
nyala api lampu spiritus selama 3 menit. Diusahakan agar sediaan tidak
sampai mendidih atau mongering. Jika mongering ditambahkan lagi larutan
hijau malakit. Selama pemanasan sediaan dijepit dengan menggunakan pinset.
6. Kaca benda sediaan diletakkan diatas kawat penyangga yang dietakkan diatas
mangkuk pewarna, dibiarkan sampai dingin.
7. Kelebihan larutan hijau malakit dicuci dengan air kran dalam botol
penyemprot.
8. Larutan safranin 0,5% diteteskan diatas sediaan ini, dan dibiarkan selama 3
menit.
9. Kelebihan larutan safranin dicuci dengan air kran dalam botol penyemprot.
10. Sediaan dikeringkan dengan kertas penghisap dan diamati dibawah mikroskop.
G. Data
Tabel 1 Hasil Pengamatan Spora Bakteri
Spora
Sel
Vegetatif
Sel
Vegetatif
Gambar A Bakteri Tidak Berspora
Sumber: PPT Praktikum Mikrobiologi, 2021
H. Analisis Data
Berdasarkan hasil pengamatan di atas diperoleh bahwa Gambar A merupakan
bakteri berspora karena setelah diberi pewarna larutan hijau malakit 5%,
pemberian pewarna larutan hijau malakit ini menyebabkan spora berwarna hijau.
Setelah itu dilakukan pewarnaan selanjutnya dengan safranin 0,5% yang
mewarnai sel vegetatif sehingga berwarna merah. Gambar B termasuk bakteri
yang tidak memiliki spora karena setelah diwarnai dengan larutan hijau malakit
5% tidak terdapat warna hijau, tetapi setelah diwarnai dengan safranin 0,5%
terlihat sel yang berwarna merah. Hal ini menandakan bahwa pada gambar B tidak
memiliki spora dan sel yang berwarna merah tersebut adalah sel vegetatif.
I. Pembahasan
Pada bakteri tertentu, terdapat sel resisten yang disebut endospora yang
terbentuk ketika terjadi kekurangan nutrien essensial. Spora akan lebih tahan lama
dalam keadaan yang ekstrim, misalnya dalam keadaan kering, panas atau adanya
bahan kimia yang beracun, Hadioetomo (1985). Jika nutrisi kembali tersedia,
spora bisa berkembang melalui proses perkecambahan hingga membentuk yang
baru sel vegetatif, dan pertumbuhan berlanjut. Kebanyakan spora keras sehingga
dapat sintas dalam air mendidih. Untuk mematikannya diperlukan pemanasan
dengan peralatan laboratorium, autoklaf, hingga suhu 121°C dengan tekanan
tinggi (Alfred E Brown; Harold J Benson, 2011).
Pada praktikum pewarnaan spora ini, bakteri yang memiliki spora akan
mengikat warna hijau setelah pencucian dengan larutan safranin dan sel
vegetatifnya akan bewarna merah. Dapat dilihat pada Gambar 1 yang menunjukan
bakteri memiliki spora didalamnya, ada juga yang telah mengeluarkan sporanya,
yang ditandai dengan bulir bewarna hijau Sedangkan pada Gambar 2 bakteri tidak
memiliki spora didalamnya yang ditunjukan tidak adanya bulir hijau dan sel
bakteri hanya bewarna merah. Zat warna yang digunakan dalam pewarnaan spora
adalah larutan hijau malakit. Pewarnaan spora ini berfungsi untuk mempermudah
pengamatan untuk membedakan sel spora dan sel vegetatif. Pewarnaan spora
memerlukan pemanasan agar zat warna dapat meresap ke dalam spora. Spora yang
telah berhasil diwarnai akan sulit melepaskan zat warna yang telah diserap
sehingga tidak dapat mengikat zat warna yang diberikan berikutnya. Hal ini
disebabkan karena spora memiliki selubung yang keras dan tebal (Sunatmo, 2007).
J. Kesimpulan
Cara melakukan pewarnaan spora bakteri adalah dengan menggunakan zat
pewarna malakit hijau dan safranin, fungsi dari pewarnaan menggunakan pewarna
malakit hijau agar menunjukkan dan memberi warna pada spora bakteri, dan
pemberian zat warna safranin untuk memberi warna merah pada sel vegetative
bakteri
Pada pengamatan bakteri A terdapat spora dengan letak spora yang
berbagai macam diantaranya letak spora terminal, letak spora central, letak
terminal lateral dengan warna sel vegetativenya berwarna merah dari hasil
pewarnaan safranin serta warna spora berwarna hijau hasil dari pewarnaan malakit
hijau. Sedangkan pada pengamatan bakteri B tidak terdapat spora yang tampak
hanya sel vegetative yang berwarna merah.
K. Diskusi
1. Spora bakteri mempunyai dinding yang tebal dan kuat. Adakah hubungan
antara struktur spora tersebut terhadap ketahanan sel bakteri terhadap suhu
yang tinggi dan kelembapan yang rendah? Jelaskan!
Jawab: Lapisan luar protein yang mengelilingi spora memberikan banyak
ketahanan kimia dan enzmatik. Di bawah mantel terdapat lapisan
peptidoglikan khusus yang sangat tebal yang disebut korteks.
Pembentukan korteks yang tepat diperlukan untuk dehidrasi inti spora
yang membantu ketahanan terhadap suhu tinggi. Dinding sel germinal
berada di bawah korteks. Lapisan peptidoglikan akan menjadi dinding
sel bakteri setelah endospore berkecambah. Membran dalam, di
bawah dinding sel germinal merupakan penghalang permeabilitas
utama terhadap beberapa bahan kimia yang berpotensi merusak. Inti
endospora berada dalam keadaan sangat dehidrasi dan menampung
DNA sel, ribosom, dan asam dipicolinic dalam jumlah besar. Bahan
kimia khusus endospore ini dapat terdiri hingga 10% dari berat kering
spora dan berperan dalam mempertahankan dormansi spora. Protein
larut asam kecil (SASPs) hanya ditemukan di endospore. Protein ini
mengikat dan memdatkan DNA dengan erat dan sebagian
bertanggung jawab atas ketahanan terhadap sinar UV dan bahan kimia
yang merusak DNA (Cornell University, 2019).
2. Mengapa spora bakteri menyerap larutan hijau malakit dan bukan larutan
safranin, sehingga berwarna hijau?
Jawab: Dalam pewarnaan spora dengan metode Schaeffer Fulton
menggunakan larutan Malakit hijau dan Safranin. Malakit hijau
memiliki pH 11-11.2 yang bersifat alkali yang bermuatan positif,
sedangkan sitoplasma sel bersifat basofilik sehingga terdapat daya
tarik antara zat warna malakit hijau dengan sel bakteri yang
memudahkan dalam penyerapan warna (Oktari, et al, 2017).
Sedangkan pewarnaan terakhir atau pewarnaan sekunder
menggunakan safranin hanya digunakan untuk menodai atau
mewarnai sel vegetatif.