Anda di halaman 1dari 37

PEMANFAATAN SPERMA

PADA Drosophila melanogaster

Offering :I
Kelompok :1

Anggota Kelompok
1. Calvin Yudha Leonarta 190342621220
2. Dea Audina 190342621264
3. Fisinya Rindu Amalia Rachman 190342621205

4.
5.
CPMK Genetika 2

1. Mampu merancang penyelidikan secara mandiri, kreatif, dan inovatif dengan


menemukan, menganalisis, dan memecahkan permasalahan di bidang genetika.
2. Mampu mengaplikasikan teknologi bidang genetika untuk menghasilkan data
yang akurat dan akuntabel bagi keperluan pemecahan masalah bidang genetika
melalui pendekatan berbasis riset.

Pada pertemuan kali ini, kita


akan mengkaji mengenai
fenomena pemanfaatan sperma
pada Drosophila melanogaster

Penentuan Pertanyaan Mendasar (Start With Essential Question)

Apa yang Anda ketahui tentang fenomena pemanfaatan sperma pada


Drosophila melanogaster?
Jawab:
Terdapat dua jenis pemanfaatan sperma, yaitu secara acak atau tidak acak.
Pemanfaatan sperma dalam fertilisasi bersifat tidak acak apabila turunan dari
jantan pertama tidak muncul pada persilangan betina tersebut dengan jantan
kedua, ketiga maupun keempat atau dengan kata lain keturunan pada persilangan
tertentu hanya akan menghasilkan fenotip keturunan pertama dari hasil
persilangan tersebut. Pemanfaatan sperma bersifat acak terjadi apabila keturunan
dari jantan pertama dengan betina muncul kembali pada persilangan betina
tersebut dengan jantan kedua, ketiga maupun keempat atau dengan kata lain
muncul pada persilangan dengan jantan selanjutnya.
Pemanfaatan sperma disebut dengan sperm displacement atau sperm precedence.
Sperm precedence lebih mengarah pada proporsi turunan setelah perkawinan
kembali, proporsi turunan, dan menunjukkan jumlah anakan dari jantan kedua
lebih banyak dari jantan pertama. Sperm displacement lebih mengarah pada
pemindahan aktif dari sperma yang tersimpan sebelumnya. Sperma dari individu
jantan pertama diubah tempat penyimpanannya dalam organ penyimpanan
sperma (reseptakulum seminalis dan spermateka) oleh sperma dari individu
jantan kedua sehingga sperma dari individu jantan pertama menjadi jarang
digunakan untuk membuahi sel telur individu betina.
Rujukan
M. Laturney, R. van Eijk, and J.-C. Billeter, “Last male sperm precedence is
modulated by female remating rate in Drosophila melanogaster,” Evol.
Lett., vol. 2, no. 3, pp. 180–189, 2018, doi: 10.1002/evl3.50.
S. R. Singh, B. N. Singh, and H. F. Hoenigsberg, “Female remating, sperm
competition and sexual selection in Drosophila,” Genet. Mol. Res., vol. 1,
no. 3, pp. 178–215, 2002.
Menyusun Perencanaan Proyek (Design Project)

Bagaimana mekanisme terjadinya


pemanfaatan sperma pada
Drosophila melanogaster?
Untuk menjawab pertanyaan
tersebut, mari kita rancang sebuah
percobaan!

Untuk merancang sebuah percobaan, bacalah materi berikut!


A. Sistematika Taksonomi Drosophila melanogaster
Sistematika taksonomi dari Drosophila melanogaster, menurut Borror et al.,
(1992) sebagai berikut:
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Anak Kelas : Pterygota
Bangsa : Diptera
Suku : Clyclorrhapha
Anak Suku : Drosophilidae
Marga : Drosophila
Jenis : Drosophila melanogaster

B. Morfologi Drosophila melanogaster


Drosophila melanogaster memiliki tiga bagian tubuh utama yaitu kepala,
thoraks, dan abdomen.
1. Kepala
Kepala Drosophila melanogaster dilengkapi dengan organ sensorik untuk
penglihatan (mata majemuk dan ocelli), olfaction (antena, palps maxillary),
gustation (belalai), pendengaran (antena), dan sentuhan (banyak bulu sensorik
mechano).
2. Thoraks
Thoraks Drosophila melanogaster dibagi menjadi tiga segmen yaitu T1
(prothoraks, anterior), T2 (mesothoraks, tengah), dan T3 (metathoraks,
posterior). Setiap segmen membawa pelengkap yaitu T1: sepasang kaki, T2:
sepasang kaki dan sepasang sayap, T3: sepasang kaki dan sepasang halteres
(sayap yang dimodifikasi).
3. Abdomen
Abdomen Drosophila melanogaster terdiri dari 6 ruas. Bagian ventral
abdomen terdapat epandrium (alat kelamin jantan) dan ovipositor (alat kelamin
betina).

C. Dimorfisme Seksual pada Drosophila melanogaster


Drosophila melanogaster adalah spesies dimorfik seksual, di mana jantan dan
betina dapat dengan mudah dibedakan berdasarkan beberapa perbedaan morfologis.
Berikut beberapa ciri morfologis yang membedakan antara Drosophila
melanogaster jantan dan betina.
1. Ukuran Tubuh
Ukuran tubuh betina umumnya lebih besar daripada jantan (tetapi ini dapat
bervariasi menurut usia, kondisi lingkungan, dan latar belakang genetik).

2. Warna Tubuh
Pada Drosophila melanogaster jantan, segmen posterior perut (A5 dan A6)
sepenuhnya gelap dan berkilau. Pada Drosophila melanogaster betina, warna
segmen ini bervariasi dari pucat hingga hampir seluruhnya gelap. Kedua jenis
kelamin memiliki pola garis-garis melintang gelap di sisi dorsal setiap segmen
perut.
3. Bentuk Ujung Abdomen
Drosophila melanogaster betina memiliki abdomen dengan ujung runcing,
sementara abdomen jantan bulat. Selain itu, abdomen jantang cenderung
meringkuk ke dalam.
4. Alat Kelamin Eksternal
Alat kelamin eksternal Drosophila melanogaster jantan (epandrium) lebih
besar, lebih kompleks, dan lebih gelap daripada alat kelamin eksternal betina
(pelat genital dan ovipositor).

5. Sex Combs
Kaki depan Drosophila melanogaster jantan memiliki sisir kelamin (sex
combs) yaitu barisan rambut gelap tebal pada segmen tarsal pertama.
D. Siklus Hidup Drosophila melanogaster
Drosophila melanogaster menyelesaikan siklus hidupnya selama sekitar 10
hari pada suhu 25°C. Embrio berkembang lebih dari 24 jam. Ada tiga tahap larva:
L1 dan L2 (masing-masing ~ 1 hari) diikuti oleh L3 (~ 3 hari), tahap kepompong
(4 hari), dan tahap imago. Lalat dewasa mencapai kematangan seksual setelah 2-4
hari, dan betina yang dibuahi kemudian mulai bertelur. Waktu perkembangan dapat
sangat bervariasi (beberapa hari) dengan kondisi lingkungan (suhu, kerumunan,
kualitas makanan) dan latar belakang genetik.

E. Pemanfaatan Drosophila melanogaster sebagai Organisme Model untuk


Penelitian
Drosophila melanogaster merupakan spesies lalat yang tergolong dalam famili
Drosophilidae. Spesies ini lazim dikenal dengan lalat buah. Lalat ini sudah secara
luas digunakan sebagai organisme model dalam berbagai penelitian di berbagai
bidang, semisal di bidang genetika, fisiologi, patogenisis mikroba, dan evolusi.
Luasnya penggunaan Drosophila melanogaster sebagai organisme model tersebut
dikarenakan berbagai karakteristik yang dimilikinya, misalnya mudah dirawat,
hanya memiliki empat pasang kromosom, cepat dalam berkembangbiak, dan
menghasilkan banyak telur (Ashburner, dkk., 2005). Sejalan dengan hal tersebut,
seiring berjalannya waktu, para peneliti pun memunculkan berbagai strain mutan
dari Drosophila melanogaster, kemudian memetakan strain-strain mutan tersebut
(Klug, et al., 2012).
Berikut adalah peta parsial kromosom Drosophila melanogaster yang dibuat oleh
A. H. Sturtevan, dkk. Kromosom I adalah kromosom kelamin X (Ayala, dkk.,
1984).
F. Sistem Reproduksi Drosophila melanogaster
1. Sistem Reproduksi Drosophila melanogaster Jantan
Organ reproduksi Drosophila melanogaster jantan terdiri atas sepasang testis
yang menghasilkan sperma dan sepasang vesikel seminal yang merupakan tempat
perkembangan sperma. Sperma tersebut nantinya akan ditransferkan ke individu
betina selama proses ejakulasi saat perkawinan (Chapman, 2000). Terdapat
sepasang kelenjar aksesori di saluran reproduksi jantan, dan ada dua jenis sel
sekretori di kelenjar ini. Sel-sel ini didominasi oleh sel "utama", yang terdiri dari
sekitar 90% sel sekretori dan sisanya adalah sel "sekunder". Setiap jenis sel
menghasilkan jenis protein tertentu (Singh, et al., 2002). Drosophila melanogaster
jantan dewasa mempertahankan kadar protein kelenjar aksesori (Acps) tetap
konstan. Setelah kawin, tingkat ekspresi gen di sel utama kelenjar aksesori
meningkat untuk mengisi sekret yang baru saja ditransfer oleh jantan ke
pasangannya (Singh, et al., 2002). Pengisian kembali sekret ini sangat penting
karena banyak perkawinan yang sukses dan dengan cepat menghabiskan isi
kelenjar aksesori sehingga mengakibatkan gangguan kesuburan (Lefevre, 1962).
Pada Gambar 1 dapat dilihat bagian-bagian dari alat reproduksi Drosophila
melanogaster jantan. Pada huruf T menunjukkan sepasang testis yang terhubung
dengan vas deferens yang tertunjuk pada huruf VD ke saluran ejakulator anterior.
Sepasang lobus kelenjar asesori juga terhubung ke saluran ejakulator anterior.
Setiap lobus dikelilingi oleh selubung otot yang rupanya menekan sekresi dari sel
ke saluran ejakulator (ED) dan bulb (EB) untuk mencampur dengan sperma
(Schnakenberg, et al., 2012). Berikut merupakan gambar alat reproduksi
Drosophila melanogaster jantan.

Gambar 1. Alat Reproduksi Drosophila melanogaster Jantan. T: Testis, VD: Vas Deferens,
AG :Acessory Gland, ED: Ejaculator ductus, EB: Ejaculator bulb.
(Sumber: Schnakenberg, et al., 2012)
Ejakulat Drosopila melanogaster jantan tidak hanya mengandung sperma, tapi
juga banyak zat gizi dan zat kimia yang berperan dalam proses kompetisi sperma.
Protein kelenjar aksesori dan protein saluran ejakulasi pada cairan mani yang
ditransfer ke betina selama perkawinan memiliki fungsi reproduksi yang penting,
termasuk peningkatan oogenesis, ovulasi, tingkat oviposisi, penurunan penerimaan
terhadap tahap pacaran, mediasi penyimpanan sperma, kompetisi sperma, dan
rentang hidup yang menurun (Singh, et al., 2002).
Berikut ini merupakan tabel yang berisi nama dan fungsi dasi masing-masing
protein (Schnakenberg, 2012):
Tabel 1. Protein yang Berperan pada Pemanfaatan Sperma

Ket: AG (Accessory Gland), SP (Spermatechae), ED (Ejaculatory Duct), EB(Ejaculatory Bulb),


S (Spermatozoa)

2. Sistem Reproduksi Drosophila melanogaster Betina


Alat reproduksi dari Drosophila melanogaster betina terdiri dari beberapa
organ. Pada Gambar 2, huruf SP menunjukkan spermateka sebagai organ
penyimpanan sperma, selain itu spermateka juga berfungsi sebagai struktur
kelenjar. Saluran spermateka dikelilingi oleh lapisan otot tipis dan jaringan epitel.
Setiap saluran spermateka dari uterus anterior-dorsal menuju ke lumen. Huruf SR
menunjukkan reseptakel seminal yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan
sperma. Kelenjar spermathecal (spermathecal gland) memproduksi enzim dan
nutrisi untuk mempertahankan sperma sementara berada di penyimpanan.
(Schnakenberg, et al., 2012). Berikut merupakan alat reproduksi Drosophila
melanogaster betina.
Gambar 2. Alat Reproduksi Betina D. melanogaster. O: Ovarium, LO: Lateral oviduk, CO:
Common oviduct, SR: Seminal Reseptakel, SP: Spermateka, AG : Asesory gland, U: uterus
(Sumber: Schnakenberg, et al, 2012)

G. Kematangan Seksual Drosophila melanogaster Jantan dan Betina


1. Kematangan Seksual Drosophila melanogaster Jantan
Menurut Indayati (1999), pada umumnya individu jantan akan kawin ketika
sudah mencapai kematangan seksual. Kematangan seksual pada individu jantan
kurang lebih berumur 12 jam setelah menetas. Kematangan individu jantan ditandai
dengan kemampuannya dapat menghasilkan sperma. Secara sitologi sperma mulai
bergerak pada Drosophila melanogaster jantan yang berusia 8 jam setelah menetas,
dan sperma mulai bergerak pada bagian terminal dari testis menuju kutub testiculo
deferensial menuju ke vesikula seminalis antara 6-10 jam. Adanya pergerakan
sperma tersebut menunjukkan bahwa sperma telah memiliki motilitas dan siap
untuk diejakulasikan.
2. Kematangan Seksual Drosophila melanogaster Betina
Menurut Indayati (1999), individu betina memiliki kematangan seksual kurang
lebih 48 jam setelah menetas. Kematangan seksual individu betina ditandai dengan
kemampuannya dapat menghasilkan ootid atau sel telur. Menurut Indayati (1999),
produksi telur oleh individu betina bervariasi. Hal ini tergantung pada umur betina,
nutrisi, serta kelembapan lingkungan. Menurut Indayati (1999), Drosophila
melanogaster betina rata-rata dapat menghasilkan telur 64 butir per hari. Telur pada
Drosophila melanogaster tahap blastula kemudian akan berkembang menjadi larva
setelah 12 jam kemudian. Larva akan berubah menjadi pupa yang menetas setelah
8-11 hari kemudian yang dalam kondisi ini keadaan internal dan eksternal sangat
berpengaruh.

H. Kemampuan Kawin Kembali Drosophila melanogaster


Setelah peristiwa kopulasi, biasanya individu Drosophila melanogaster betina
mengalami perubahan tingkah laku dan fisiologi yang mengakibatkan individu
betina enggan menerima jantan berikutnya untuk beberapa waktu (Singh, et al.,
2012). Perubahan tersebut menimbulkan dua efek, yaitu copulation effect dan
sperm effect. Copulation effect ialah efek pertama yang terjadi setelah Drosophila
melanogaster betina dan jantan melakukan kopulasi. Pada saat tersebut, cairan
semen (protein Acp70A) yang ditransfer oleh individu jantan selama kopulasi
menyebabkan menurunnya daya reseptivitas kemudian memaksimalkan
penggunaan sperma dan meminimalisir terjadinya kompetisi sperma. Sperm effect
merupakan efek kedua yang terjadi setelah perkawinan Drosophila melanogaster
jantan dan betina, karena masih tersimpannya sperma dalam organ penyimpanan
betina sehingga secara tidak langsung dihubungkan dengan kuantitas (jumlah)
sperma yang mengakibatkan betina tersebut enggan untuk melakukan perkawinan
kembali (Singh, et al., 2002).
Keberhasilan perkawinan kedua pada individu Drosophila melanogaster
betina dikendalikan oleh jumlah sperma yang disemprotkan oleh individu jantan
pertama ke dalam organ penyimpan sperma individu betina. Semakin banyak
sperma yang diejakulasikan oleh individu jantan pertama maka semakin lambat
individu betina untuk kawin lagi (Singh, et al., 2002). Kedua efek tersebut akan
hilang ketika sebagian sperma yang tersimpan telah membuahi sel telur individu
betina. Dengan berkurangnya jumlah sperma yang ada di dalam tubuh individu
betina, maka betina tersebut akan dapat reseptif kembali. Keadaan masih
tersimpannya sperma dalam spermateka betina memberikan stimulus terhadap
Sistem Saraf Pusat (SPP) melalui pergerakan sperma yang dapat dideteksi oleh
sistem saraf dalam organ penyimpanan sperma. Setelah melakukan perkawinan,
individu betina tidak akan kawin kembali sebelum mencapai keadaan yang reseptif
(Singh, et al., 2012).

I. Mekanisme Perpindahan Sperma


Perkawinan yang terjadi pada Drosophila melanogaster dapat terjadi secara
berulang kali oleh beberapa jantan yang berbeda terhadap individu betina yang
sama. Hal tersebut menunjukkan adanya penyimpanan sperma dari beberapa jantan
yang berbeda pada seekor individu betina. Setelah ejakulasi, sperma menuju ke titik
khusus dalam betina dimana mereka akan disimpan.

Gambar 3. Saluran reproduksi betina D. melanogaster. (Sumber : Wolfner, 2011)


Sperma disimpan dalam tiga organ penyimpanan yaitu dua spermateka dan satu
reseptakulum seminalis. Reseptakulum seminalis berukuran rata-rata 2 mm
panjangnya dengan diameter terluar rata-rata 15 µm yang bertambah sampai 30 µm
pada bagian akhir distal dan akhirnya menyempit kembali berupa saluran penutup.
Dua spermateka pada Drosophila melanogaster berfungsi sebagai organ
penyimpan sperma (Lefevre, 1962).
Adanya dua tempat penyimpanan sperma tersebut juga menimbulkan
perbedaan dalam jumlah sperma yang tersimpan dalam masing-masing organ.
Menurut Iida (2003), bahwa 20% sperma disimpan di spermateka dan 80%
disimpan dalam reseptakulum seminalis. Dengan penelasan ini, maka jelas
komposisi penyimpanan sperma pada kedua organ ini berbeda (20:80). Adapun
waktu yang dibutuhkan untuk habisnya sperma dalam organ penyimpanan adalah
relatif. Hal ini berhubungan dengan jumlah sperma yang ditransfer. Semakin
banyak sperma yang ditransfer, maka waktu yang dibutuhkan untuk habisnya
sperma dalam pembuahan sel telur juga semakin lama
Diantara ketiga organ di atas ternnyata sperma dari reseptakulum seminalis
yang akan dimanfaatkan terlebih dahulu. Dipandang dari topografinya, spermateka
merupakan saluran seperti kapsul terletak di dinding bagian dorsal dekat akhir
anterior uterus. Sedangkan respetakulum seminalis merupakan saluran yang
terbuka ke oviduk, dan berada di bagian puncak uterus. Dengan posisi demikian,
maka sperma dari respetakulum seminalis yang paling cepat dimanfaatkan. Selain
itu juga dikaitkan dengan fungsinya bahwa spermateka merupakan organ minor bila
dibandingkan respetakulum seminalis yang seperti disebutkan di atas hanya
menyimpan 20% dari total sperma yang masuk (Iida, 2003). Berkaitan dengan
informasi tersebut Wolfner (2011), mengatakan bahwa sperma dari perkawinan
pertama disimpan di bagian puncak seminal reseptakel yang melingkar-lingkar.
Selanjutnya sperma yang digunakan dalam membuahi ovum adalah dengan suatu
dasar “yang terakhir masuk adalah yang pertama keluar”. Jadi sperma yang terakhir
masuk dalam artian sperma dari jantan kedua akan digunakan terlebih dahulu untuk
membuahi.
Cairan seminal yang ditransfer bersamaan dengan sperma selama ejakulasi,
mengandung protein dan gula yang dapat mendukung atau memberi makanan
sperma, atau membantu sperma mencapai atau tinggal dalam organ penyimpanan
betina. Tetapi sebagian besar cairan seminal tidak selalu ada dengan sperma yang
disimpan (Singh, et al., 2002). Menurut Iida (2013), sperma yang masuk ke dalam
tubuh betina dan disimpan hanya sekitar 20%, hal ini mengindikasikan bahwa
beberapa sperma tersisa di dalam uterus, beberapa sperma ini terjebak dalam massa
gelatin yang terbentuk di dalam uterus setelah perkawinan atau terdorong ke luar
selama oviposisi. Beberapa zat kimia dari betina berperan untuk mencegah
masuknya sperma ke dalam organ penyimpanan, betina umumnya tidak
memproduksi bahan tersebut dan akan memproduksinya pada kondisi tertentu,
seperti saat terjadi penurunan imun.
Lefevre (1962) menjelaskan bahwa Drosophila melanogaster betina
menggunakan sperma dengan efisiensi yang tinggi, 100% sperma yang tersimpan
digunakan untuk fertilisasi. Ada dua pendapat tentang penggunaan sperma yang
tersimpan dalam organ penyimpanan betina. Pendapat pertama adalah penggunaan
sperma bersifat tidak acak sedangkan pendapat kedua menyatakan bahwa
penggunaan sperma bersifat acak. Singh, et al., (2002), mengatakan bahwa sperma
yang tersimpan dalam reseptakulum seminalis dan spermateka dikeluarkan secara
acak dalam fertilisasi.

J. Pemanfaatan Sperma pada Drosophila melanogaster Betina


Menurut Lefevre (1962), terdapat dua jenis pemanfaatan sperma, yaitu secara
acak atau tidak acak. Pemanfaatan sperma dalam fertilisasi bersifat tidak acak jika
turunan dari jantan pertama tidak muncul pada persilangan betina tersebut dengan
jantan kedua, ketiga maupun keempat atau dengan kata lain keturunan pada
persilangan tertentu hanya akan menghasilkan fenotip keturunan pertama dari hasil
persilangan tersebut. Pemanfaatan sperma bersifat acak terjadi apabila keturunan
dari jantan pertama dengan betina muncul kembali pada persilangan betina tersebut
dengan jantan kedua, ketiga maupun keempat atau dengan kata lain muncul pada
persilangan dengan jantan selanjutnya.
Fenomena pemanfaatan sperma ini disebut dengan sperm displacement atau
sperm precedence. Singh, et al., (2002) menyatakan bahwa istilah sperm
precedence lebih mengarah pada proporsi turunan setelah perkawinan kembali,
proporsi turunan, dan menunjukkan jumlah anakan dari jantan kedua lebih banyak
dari jantan pertama. Sementara sperm displacement lebih mengarah pada
pemindahan aktif dari sperma yang tersimpan sebelumnya. Sperma dari individu
jantan pertama diubah tempat penyimpanannya dalam organ penyimpanan sperma
(reseptakulum seminalis dan spermateka) oleh sperma dari individu jantan kedua
sehingga sperma dari individu jantan pertama menjadi jarang digunakan untuk
membuahi sel telur individu betina.
Mekanisme sperm displacement dan sperm precedence pada Drosophila
melanogaster saat ini belum diketahui sepenuhnya. Singh, et al., (2002)
mengusulkan 5 model dari sperm precedence dengan cara menganalisis nilai dari
jumlah anakan jantan kedua (P2), antara lain, model “sperm mixing model”
diasumsikan adanya pencampuran yang instan dan sempurna dari dua ejakulat.
Jumlah anakan P2 konstan, yaitu sekitar 50%. Model “sperm stratification model”,
sperma dari jantan yang kedua berada dekat dengan tempat fertilisasi daripada
sperma dari jantan pertama. Jumlah P2 akan mendekati 100% sampai akhirnya
sperma dari jantan kedua habis, setelah habis maka giliran sperma dari jantan
pertama yang digunakan dan anakan dari jantan pertama (P1) akan naik hingga
100%. Model “sperm repositioning model”, sperma dari jantan yang kedua berada
dekat dengan tempat fertilisasi tapi dua ejakulat memulai untuk bercampur dengan
segera. Dalam model ini nilai P2 menurun dari nilai tinggi menjadi 50%. Model
"sperm removal model”, memprediksi bahwa nilai P2 tetap konstan pada proporsi
dimana sperma jantan pertama dipindahkan. Model “passive sperm loss model”,
nilai P2 juga tetap pada tingkat tinggi tertentu, namun, sperma dari jantan pertama
tidak digantikan oleh jantan kedua, namun sperma secara pasif kalah dalam
spermathecae betina (Singh, et al., 2002).
Berkaitan dengan jumlah anakan dari jantan kedua labih banyak daripada
jantan pertama, Singh, et al., (2002) menjelaskan beberapa faktor yang
mempengaruhi hal tersebut, antara lain adalah:
- Kualitas dari ejakulasi, yaitu jantan dengan jumlah sperma dan cairan seminal
yang lebih banyak bisa menyiram saluran reproduktif betina dengan sperma
yang lebih banyak tersimpan daripada jantan dengan jumlah sperma dan cairan
seminal yang lebih sedikit.
- Keseluruhan dari semangat pejantan, ini bisa menghalangi mekanisme yang
pertama, karena individu yang lebih bersemangat atau lebih giat bisa
memproduksi sperma dan cairan seminal yang lebih banyak.
- Komposisi dari ejakulasi.
Penelitian lebih lanjut mengenai sperma pada individu jantan kedua
Drosophila melanogaster mengungkapkan bahwa protein-protein reproduktif pada
individu jantan sangat berpengaruh terhadap kompetisi sperma. Pada Drosophila
melanogaster, masuknya sperma dari pejantan kedua dapat berakibat terhentinya
proses kapasitasi (incapacitation) dari sperma jantan pertama akibat adanya cairan
semen dari jantan kedua yang masuk pada saat proses kopulasi. Sperma dari jantan
pertama ini terhambat oleh cairan semen dari individu kedua (Adrianne, et al.,
2008). Menurut penelitian lebih lanjut, adanya gen Acp36DE dan CG9997
memiliki kontribusi besar dalam kompetisi sperma (Chapman, 2000). Adanya
protein Acp36DE pada sperma individu jantan akan merubah hasil dari kompetisi
sperma. Transfer protein Acp36DE ke dalam saluran penyimpanan sperma
(spermatheca) oleh jantan kedua pada individu betina akan berinteraksi dengan
sperma dari jantan pertama dan menyebabkan sperma dari jantan pertama memiliki
kemampuan fertilisasi yang rendah (fewer fertilizations) dalam membuahi sel telur.
Akibatnya sperma dari jantan kedua lebih diutamakan untuk membuahi sel telur
daripada sperma jantan pertama (Chapman, 2000).
Sperma yang lebih diutamakan ini akan melakukan interaksi dengan protein
reproduktif pada individu betina di dalam organ penyimpanan sperma. Protein-
protein reproduktif pada betina disekresikan oleh sel sekretori (secretory cells) yang
ada dalam sistem reproduksi betina (female reproductive tract) (Sun, 2013). Studi
lebih lanjut mengenai sistem reproduksi betina menunjukkan bahwa terdapat
sebuah gen Hr39 dan sekresi protein canonical yang dibutuhkan untuk ovulasi pada
individu betina Drosophila melanogaster (Castillo, 2014). Interaksi antara protein
Acp36DE dan CG9997 individu jantan kedua dengan protein Hr39 yang
disekresikan oleh kelenjar reproduktif pada betina juga akan menyebabkan
berhentinya proses kapasitasi sperma dari jantan pertama sehingga keturunan yang
dihasilkan pada anakan F1 didominasi oleh fenotip dari individu jantan kedua
(Castillo, 2014).
Pemanfaatan sperma secara acak juga disebabkan oleh struktur dari organ
penyimpanan sperma dan kompetisi sperma. Sperma yang tersimpan dalam
reseptakulum seminalis digunakan untuk fertilisasi terlebih dahulu daripada yang
tersimpan di spermateka. Mekanisme ini terjadi karena posisi relatif organ
penyimpanan sperma pada traktus genetalis individu betina; dalam hal ini bagian
proksimal reseptakulum seminalis terbuka langsung ke oviduk di atas uterus. Juga
menyatakan bahwa sperma dari individu jantan kedua yang masuk ke vulva
selanjutnya dapat masuk organ penyimpanan reseptakulum seminalis yang tidak
mempunyai katub pembuka. Sperma terakhir yang masuk mendesak sperma
sebelumnya ke bagian puncak yang melingkar-melingkar dan sulit keluar lagi.
Sedangkan sperma terakhir lebih berada di sebelah luar organ penyimpan dan
mempunyai kesempatan dimanfaatkan lebih dahulu (Singh, et al., 2002).
Selain itu, jika melihat bentuk dari organ spermateka yang lebih lurus daripada
reseptakulum seminalis, pada spermateka ini sperma individu jantan kedua lebih
leluasa berkompetisi dengan sperma dari individu jantan pertama dibandingkan jika
organ penyimpan sperma melingkar-lingkar. Jika memang demikian maka sperma
kedua yang lebih dekat dengan bagian luar organ penyimpan yang lebih mempunyai
kesempatan dimanfaatkan. Sehingga sperma dari reseptakulum seminalis yang
paling cepat dimanfaatkan (Wolfner, 2011).

K. Kompetisi Sperma
Kompetisi sperma yakni kompetisi sperma dalam tubuh betina dari dua atau
lebih jantan yang akan membuahi sel telur. Dari perkawinan yang dilakukan oleh
individu betina Drosophila melanogaster, penggunaan sperma dari individu jantan
kedua lebih utama dan reduksi kesuksesan reproduksi dari jantan kedua berhasil
terjadi setelah 2 hari perkawinan. Hal tersebut karena sperma dari jantan pertama
masih tertinggal dalam organ penyimpanan sampai beberapa hari sebelum terkena
pengaruh dari cairan seminal sperma jantan kedua dimana cairan seminal dari
jantan kedua menghalangi penggunaan sperma jantan pertama yang disimpan
(Singh, et al., 2002).
Sebagian besar mekanisme yang menjelaskan tentang penggunaan sperma
jantan dari jantan kedua lebih besar karena penyimpanan sperma dari jantan kedua
tersebut juga lebih banyak. Hal tersebut sering ditunjukkan dengan pola langsung
yang menggambarkan keuntungan dari sperma dari jantan kedua yang disimpan
secara utuh dan banyak, karena individu betina menggunakan sperma secara acak
untuk membuahi sel telur. Sehingga dapat dilihat bahwa sperma yang lebih banyak
disimpan dalam individu betina merupakan sperma dari individu jantan kedua
karena adanya pemindahan sperma dari jantan pertama pada organ penyimpanan
(Singh, et al., 2002).
Persaingan sperma timbul terutama karena kapasitas penyimpanan sperma
yang rumit di dalam betina, karena penggunaan sperma yang sangat efisien saat
pembuahan, dan karena probabilitas kawin kembali yang tinggi. Persaingan sperma
mungkin sangat kuat saat sperma beberapa jantan disimpan bersamaan di dalam
organ penyimpanan khusus atau bagian dari saluran reproduksi betina sebelum
pembuahan. Peran manipulasi betina mungkin besar dan dapat memiliki efek
dramatis pada hasil permainan kompetisi sperma dalam kasus yang ekstrim, betina
dapat kawin dengan sejumlah jantan dan kemudian memilih sperma yang akan
digunakan untuk membuahi telur mereka. Betina memilih sperma melalui
spermisida, kejadian ini dengan membuang sperma yang diterima, dengan
mencerna sperma atau melalui fagositosis spermatozoa, di lain sisi jantan telah
berevolusi untuk menghasilkan sperma dalam jumlah besar untuk membingungkan
atau mencampuradukkan sistem pilihan betina yang samar sehingga spermisida
dapat bermanfaat bagi betina hanya dengan menyediakan sumber nutrisi yang
berharga (Singh, et al., 2002).
Teori persaingan sperma memprediksi bahwa jantan beradaptasi untuk sukses
dalam kompetisi sperma dengan menghasilkan sperma dalam jumlah besar. Jantan
yang dikawinkan dengan risiko persaingan sperma tinggi meningkatkan investasi
pada produksi sperma. Ini berarti bahwa jantan yang spermanya berisiko
mengalami persaingan harus melepaskan lebih banyak sperma saat berkopulasi
daripada jantan yang spermanya tidak berisiko. Jika jumlah sperma yang dilepaskan
tidak penting untuk hasil kompetisi (Singh, et al., 2002).
Kemampuan bersaing sperma juga meliputi pertahanan sperma (sperm
defense). Kemampuan bertahan jantan pertama mungkin dihitung oleh
kemungkinan bahwa betina akan kawin kembali sebelum menggunakan semua
spermanya yang tersimpan. Betina yang dikawinkan dengan jantan pertama dengan
kemampuan defensif yang lebih besar tidak akan kawin kembali sampai lebih
sedikit sperma yang tersimpan di penyimpanannya. Kemampuan pertahanan
sperma jantan pertama mungkin lebih jauh diukur dengan kemampuan spermanya
untuk menahan perpindahan atau untuk mengurangi keberhasilan fertilisasi sperma
jantan kedua (Singh, et al., 2002).
Ada juga pelanggaran sperma (sperm offense). Kemampuan ofensif jantan
kedua bisa dihitung oleh kemampuannya untuk mendorong seorang betina untuk
kawin lagi sebelum dia menggunakan semua sperma yang tersimpan. Kemampuan
ofensif bisa diukur dengan kemampuan jantan kedua untuk menggantikan sperma
jantan pertama. Dari perspektif kemampuan kesuburan jantan dengan kemampuan
yang tinggi akan datang dari genotipe yang memaksimalkan jumlah keturunan
induk jantan, terlepas dari urutan kawin (Singh, et al., 2002).
3. Daftar Strain Drosophila melanogaster yang Tersedia di Laboratorium
Genetika FMIPA UM
Strain Drosophila melanogaster yang tersedia di laboratorium Genetika
FMIPA UM mengalami mutasi pada beragam aspek misalnya warna mata, bentuk
faset mata, bentuk sayap, warna tubuh, dan gabungan dari beberapa mutasi.
No Nama dan Simbol Strain
1 Normal/Wild Type (N)
2 Miniature (m)
3 Vestigial (vg)
4 Dumpy (dp)
5 White (w)
6 White eosin (w)
7 White apricot (wa)
8 Clot (cl)
9 Maroon like (mal)
10 Plum (Pm)
11 Ebony (e)
12 Black (b)
13 Eyemissing (eym)
14 Bar3
15 Rough (ro)
16 Black clot (bcl)
17 Black vestigial (bvg)
18 Ebony clot (ecl)
19 Ebony vestigial (evg)
20 Ebony white eosin (ew)
21 Ebony white apricot (ewa)
22 Ebony maroon like (emal)
23 Miniature clot (mcl)
24 Black vegstigial clot (bvgcl)

4. Prosedur Dasar untuk Menjalankan Proyek Menggunakan Drosophila


melanogaster
1. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan selama praktikum
 Mikroskop stereo, digunakan untuk mengamati ciri morfologi Drosophila
melanogaster.
 Senter, digunakan untuk memberikan pencahayaan yang terang pada saat
pengamatan di bawah mikroskop stereo.
 Plastik, digunakan sebagai tempat Drosophila melanogaster saat diamati di
bawah mikroskop stereo.
 Botol selai, digunakan untuk tempat peremajaan dan persilangan
Drosophila melanogaster.
 Gunting, digunakan untuk memotong spons penutup botol selai dan selang
ampulan.
 Kuas, digunakan untuk mengambil pupa hitam yang siap untuk diampul
pada dinding botol selai.
 Neraca, digunakan untuk menimbang massa bahan yang akan digunakan
untuk pembuatan medium Drosophila melanogaster.
 Kompor gas, digunakan untuk memasak medium Drosophila melanogaster.
 Pisau, digunakan untuk memotong bahan dalam pembuatan medium
Drosophila melanogaster.
 Kardus, digunakan sebagai tempat meletakkan botol selai berisi Drosophila
melanogaster serta untuk menyimpan alat dan bahan dalam penelitian.
 Selang ampul, digunakan untuk mengampul pupa hitam Drosophila
melanogaster.
 Selang atau sedotan, digunakan untuk menyedot Drosophila melanogaster
dari dalam botol selai.
 Cutter, digunakan untuk memotong spons.
 Blender, digunakan untuk mencampurkan bahan dalam pembuatan medium
Drosophila melanogaster.
 Kain kasa, digunakan bersamaan dengan selang sedotan sebagai alat untuk
menyedot Drosophila melanogaster.
 Panci, digunakan untuk tempat memasak medium Drosophila
melanogaster.
 Pengaduk, digunakan untuk mengaduk bahan pembuatan medium
Drosophila melanogaster.
 Spons/busa, digunakan untuk menutup botol selai sebagai tempat
perkembangbiakan Drosophila melanogaster.
 Sendok, digunakan untuk membersihkan medium yang telah kadaluarsa.
 Box medium, digunakan untuk menyimpan medium Drosophila
melanogaster.
 Tissue, digunakan untuk membersihkan alat yang digunakan dalam
penelitian.
 Alat tulis, digunakan untuk mencatat segala keperluan dalam penelitian.
 Kertas tabel, digunakan untuk menulis dan melabeli botol serta ampulan
Drosophila melanogaster.
 Stok Drosophila melanogaster yang digunakan sebagai bahan amatan
dalam penelitian.
 Pisang raja mala, digunakan untuk bahan pembuatan medium Drosophila
melanogaster.
 Tape singkong, digunakan untuk bahan pembuatan medium Drosophila
melanogaster.
 Gula merah, digunakan untuk bahan pembuatan medium Drosophila
melanogaster.
 Kertas pupasi, digunakan sebagai tempat telur dan pupa Drosophila
melanogaster.
 Fermipan, digunakan untuk mengubah polisakarida pada medium menjadi
monosakarida sehingga mudah untuk dicerna Drosophila melanogaster.
 Air, digunakan untuk membersihkan botol selai, membasahi kuas pada saat
pengampulan pupa Drosophila melanogaster, dan sebagai campuran bahan
pembuatan medium.
2. Pembuatan Medium
 Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat medium antara lain pisang,
tape singkong dan gula merah ditimbang dengan perbandingan 7:2:1 (dalam
pembuatan satu resep) yaitu 700 gram pisang raja mala, 200 gram tape
singkong dan 100 gram gula merah.
 Pisang yang telah ditimbang kemudian dipotong menjadi ukuran yang lebih
kecil kemudian ditambahkan air secukupnya dan dihaluskan bersama tape
singkong dengan menggunakan blender.
 Gula merah diiris hingga halus kemudian dicairkan dengan cara
memanaskan di atas panci menggunakan api sedang.
 Pisang dan tape singkong yang telah dihaluskan selanjutnya dimasukkan ke
dalam panci berisi gula merah cair dan dimasak di atas kompor dengan api
sedang selama 45 menit sambil terus diaduk-aduk.
 Setelah ±45 menit, medium diangkat dari kompor kemudian dimasukkan ke
dalam botol selai yang bersih dan steril menggunakan centong lalu ditutup
dengan busa penutup yang sudah disterilkan dengan cara diuapkan.
 Medium pada botol didinginkan dengan cara dimasukkan ke dalam nampan
yang berisi air.
 Medium yang telah didinginkan di dalam botol selai ditambahkan dengan
±3-4 butir yeast dan sebuah kertas pupasi kemudian botol ditutup kembali.
3. Pembuatan Stok Induk
 Disiapkan botol selai yang telah berisi medium.
 Dimasukkan Drosophila melanogaster dari stok lama ke dalam botol selai
yang telah berisi medium.
 Masing-masing botol diberi label.
 Ditunggu hingga muncul pupa hitam yang siap diampul.
4. Pengampulan Pupa
 Digunting ±5 cm selang plastik yang bersih.
 Dicetak pisang rajamala dengan selang plastik yang telah dipersiapkan dan
dimasukkan pisang sampai pada bagian tengahnya.
 Ujung kuas dibasahi dengan air yang selanjutnya digunakan sebagai alat
untuk mengambil pupa yang telah menghitam pada botol peremajaan.
 Setelah pupa hitam diambil dengan kuas, dimasukkan pupa tersebut ke
dalam pipa selang yang sudah berisi pisang.
 Ujung-ujung selang yang telah berisi pupa yang menghitam ditutup dengan
spons.
 Pupa yang telah diampul selanjutnya ditunggu hingga menetas untuk
kemudian disilangkan.
5. Persilangan P1
 Penelitian ini dilakukan dengan mengawinkan 1 betina Drosophila
melanogaster dengan 4 jantan Drosophila melanogaster dengan strain yang
berbeda secara bergantian. Hal ini bertujuan untuk mengetahui pemanfaatan
sperma yang dilakukan oleh betina Drosophila melanogaster dengan
melihat hasil turunan pertama nya (F1). Perkawinan dengan empat individu
jantan yang berbeda strain dilakukan secara bergantian setiap kali sudah
muncul pupa. Prosedur tersebut membuktikan keberhasilan perkawinan
kedua atau perkawinan kembali pada individu betina Drosophila
melanogaster. Adanya lebih dari satu jantan yang dikawinkan pada satu
betina, maka akan ada banyak macam sperma (dari jantan berbeda) yang
masuk ke dalam organ penyimpanan sperma, sehingga dapat diketahui
bagaimana kompetisi sperma dari keempat jantan tersebut sebagai syarat
terjadinya pemanfaatan sperma.
 Persilangan ini menggunakan Drosophila melanogaster strain ♀evg
sebanyak 4 tipe yaitu ♀evg dengan ♂evg, ♂e, ♂vg, ♂N dan persilangan
strain ♀ecl sebanyak 4 tipe yaitu ♀ecl dengan ♂ecl, ♂e, ♂cl, dan ♂N. Tipe
persilangannya akan dijabarkan pada tabel berikut.
Tipe Persilangan Tipe Persilangan
evg tipe 1 ♀evg><♂evg ecl tipe 1 ♀ecl<♂ecl
♀evg><♂e ♀ecl><♂e
♀evg><♂vg ♀ecl><♂cl
♀evg><♂N ♀ecl><♂N
evg tipe 2 ♀evg><♂e ecl tipe 2 ♀ecl><♂e
♀evg><♂vg ♀ecl><♂cl
♀evg><♂N ♀ecl><♂N
♀evg >< ♂evg ♀ecl><♂ecl
evg tipe 3 ♀evg><♂vg ecl tipe 3 ♀ecl><♂cl
♀evg><♂N ♀ecl><♂N
♀evg><♂evg ♀ecl><♂ecl
♀evg><♂e ♀ecl><♂e
evg tipe 4 ♀evg><♂N ecl tipe 4 ♀ecl><♂N
♀evg><♂evg ♀ecl><♂ecl
♀evg><♂e ♀ecl><♂e
♀evg><♂vg ♀ecl><♂cl
 Persilangan tipe I dengan betina evg
- ♀ evg disilangkan dengan ♂ evg
- Setelah 2 hari ♂ evg dilepas dan ♀ evg dipindah ke medium baru setelah
muncul larva kemudian disilangkan dengan ♂ e.
- Setelah 2 hari ♂ e dilepas dan ♀ evg dipindah ke medium baru setelah
muncul larva kemudian disilangkan dengan ♂ vg.
- Setelah 2 hari ♂ vg dilepas dan ♀ evg dipindah ke medium baru setelah
muncul larva kemudian disilangkan dengan ♂ N.
- Setelah 2 hari ♂ N dilepas dan ♀ evg dipindah ke medium baru setelah
muncul larva tanpa disilangkan.
- Jika sudah keluar pupa ♀evg dilepas.
- Mengamati fenotip dan jenis kelamin serta menghitung jumlah hasil
persilangan F1 dari hari ke-1 sampai hari ke-7.
- Persilangan diulangi pada tipe II, III, dan IV
 Persilangan tipe I dengan betina ecl.
- ♀ ecl disilangkan dengan ♂ ecl
- Setelah 2 hari ♂ ecl dilepas dan ♀ ecl dipindah ke medium baru setelah
muncul larva kemudian disilangkan dengan ♂ e.
- Setelah 2 hari ♂e dilepas dan ♀ ecl dipindah ke medium baru setelah
muncul larva kemudian disilangkan dengan ♂ cl.
- Setelah 2 hari ♂ cl dilepas dan ♀ ecl dipindah ke medium baru setelah
muncul larva kemudian disilangkan dengan ♂ N.
- Setelah 2 hari ♂ N dilepas dan ♀ ecl dipindah ke medium baru setelah
muncul larva tanpa disilangkan.
- Jika sudah keluar pupa ♀ecl dilepas.
- Mengamati fenotip dan jenis kelamin serta menghitung jumlah hasil
persilangan F1 dari hari ke-1 sampai hari ke-7.
- Persilangan diulangi pada tipe II, III, dan IV.
Setelah memahami uraian materi di atas, selesaikanlah permasalahan
berikut!

Berdasarkan strain Drosophila melanogaster yang tersedia di Laboratorium


Genetika FMIPA UM, pilihlah lima strain (1 betina double mutan dan 4 jantan
single mutan) yang dapat digunakan untuk mengkaji fenomena pemanfaatan
sperma!
Tuliskan deskripsi dari kedua strain tersebut pada tabel di bawah ini! Deskripsi
ciri meliputi letak mutasi (kromosom dan lokus), serta ciri morfologi
Drosophila melanogaster (warna mata, warna tubuh, panjang sayap).

Catatan: Pilihlah strain yang berbeda dari strain yang digunakan pada contoh.

Nama dan Simbol Foto Drosophila Deskripsi Ciri


Strain melanogaster
melanogaster (jantan dan
betina)
Normal/wild-type (N) • Mata bulat lonjong
dengan warna merah
cerah
• Warna tubuh coklat
kekuningan
• Panjang ukuran sayap
normal, yakni
Gambar 1. D. melanogaster panjangnya lebih
strain normal (N) jantan panjang melebihi
(kiri), betina (kanan) panjang tubuhnya
Sumber: Eksplonatorium,
2021 (Campbell, 2010)

Black clot (bcl) • Faset mata halus.


Warna mata abu-abu
kehitaman
• Warna tubuh hitam
• Panjang sayap
Gambar 2. D. Melanogaster menutupi tubuh
strain black clot (bcl) betina dengan sempurna
Sumber: Fauzi, 2016
(Fauzi, 2016).

Gambar 3. D. Melanogaster
strain (bcl) jantan
Sumber: Fauzi, 2016
Black (b) • Memiliki faset mata
halus. Mata
berwarna merah
terang
• Warna tubuh hitam
Gambar 4. D. melanogaster • Panjang sayap
strain black (b) betina melebihi panjang
Sumber: Sholihah, 2016 tubuh.

Clot (cl) • Mata berwarna


coklat.
• Warna tubuh coklat.
• Ukuran sayap lebih
panjang daripada
tubuhnya (Sholihah,
Gambar 5. D. melanogaster 2016).
strain clot (cl) betina
Sumber: Sholihah, 2016

Jelaskan alasan pemilihan kelima strain tersebut untuk mengamati


fenomena pemanfaatan sperma pada Drosophila melanogaster
melanogaster!
Jawab:
Alasan pemilihan kelima strain tersebut dikarenakan untuk mempermudah
deteksi pemanfaatan sperma Drosophila melanogaster. Pada fenomena ini
membutuhkan strain betina yang double mutan atau memiliki unsur mutan. Strain
betina pada fenomena Pemanfaatan Sperma menggunakan bcl (Black clot). Strain
jantan memerlukan strain normal (wild-type). Strain N tidak mengalami mutasi,
sebab apabila suatu strain mengalami mutasi dapat mempengaruhi hasil turunan
dari ekpresi kelamin yang terjadi akibat perubahan genotif pada kromosom.
Selain itu, pemilihan strain ini tentu memperhatikan keberadaannya di dalam
Laboratorium UM.

Rujukan
Amelia, R. 2016. Pengaruh Persilangan Strain Wild Type (N) Dengan White (W)
Terhadap Jumlah Turunan F2 Lalat Buah (Drosophila Sp). Institut Agama Islam
Palangkaraya : Progam Studi Tadris Biologi.
Setelah memilih strain yang akan digunakan untuk mengamati fenomena
pemanfaatan sperma pada Drosophila melanogaster, langkah selanjutnya
yaitu menyusun prosedur persilangan. Berdasarkan uraian materi di atas,
rancanglah prosedur penelitian untuk mengkaji fenomena pemanfaatan
sperma pada Drosophila melanogaster!

Macam Persilangan
Strain ♀bcl >< ♂bcl
Strain ♀bcl >< ♂b
Strain ♀bcl >< ♂cl
Strain ♀bcl >< ♂N

Rumus menghitung ulangan


RAL = t (r-1) ≥ 15
Keterangan
t = perlakuan (macam persilangan)
r = ulangan

Jumlah Ulangan
RAL = 4 (r-1) ≥ 15
= 4r-4 ≥ 15
= 4r ≥ 15+4
=r ≥ 19/4
=r ≥ 4,75 ~ 5 ulangan

Jumlah Generasi
1 generasi

Alasan
Karena, fenomena Pemanfaatan Sperma Drosophila melanogaster dari
persilangan yang telah dilakukan dapat terlihat hasilnya terjadi secara acak atau
tidak pada generasi pertama.

Prosedur Persilangan
Persilangan tipe I dengan betina bcl
1. Strain ♀bcl disilangkan dengan strain ♂bcl
2. Setelah 2 hari, ♂bcl dilepaskan dan ♀bcl dipindah ke medium baru ketika
sudah muncul larva. Selanjutnya disilangkan dengan ♂b
3. Setelah 2 hari, ♂b dilepaskan dan ♀bcl dipindah ke medium baru ketika sudah
muncul larva. Selanjutnya disilangkan dengan ♂cl
4. Setelah 2 hari, ♂cl dilepaskan dan ♀bcl dipindah ke medium baru ketika
sudah muncul larva. Selanjutnya disilangkan dengan ♂N
5. Setelah 2 hari, ♂N dilepaskan dan ♀bcl dipindah ke medium baru ketika
sudah muncul larva serta, tidak disilangkan lagi.
6. Apabila pupa sudah muncul, ♀bcl dilepaskan
7. Fenotip dan jenis kelamin diamati dan dihitung jumlah hasil persilangan F1
dari hari ke-1 sampai ke-7
8. Persilangan tersebut diulangi pada tipe II, III, dan IV

Setelah merancang prosedur penelitian, langkah selanjutnya adalah


membuat rekonstruksi kromosom dari persilangan yang kita buat.
Berikut adalah contoh pembuatan rekosntruksi kromosom, cermatilah
dengan seksama!

Rekonstruksi pada persilangan ♀evg


Parental : ♀evg >< ♂evg
Genotip : ><
Gamet : evg; evg
F1 : (evg)

Parental : ♀evg >< ♂e


Genotip : ><
Gamet : evg; evg+
F1 : (e)

Parental : ♀evg >< ♂vg


Genotip : ><
Gamet : evg; e+vg
F1 : (vg)

Parental : ♀evg >< ♂N


Genotip : ><
Gamet : evg; e+vg+
F1 : (N)(heterozigot)
Rekonstruksi pada persilangan ♀ ecl
Parental : ♀ecl >< ♂ecl
Genotip : ><
Gamet : ecl; ecl
F1 : (ecl)

Parental : ♀ecl >< ♂e


Genotip : ><
Gamet : ecl; ecl+

F1 : (e)
Parental : ♀ecl >< ♂cl
Genotip : ><
Gamet : ecl; ecl

F1 : (cl)

Parental : ♀ecl >< ♂N


Genotip : ><
Gamet :ecl; e+cl+
F1 : (N)(heterozigot)
Setelah memahami contoh rekonstruksi kromosom di atas, buatlah
rekonstruksi kromosom berdasarkan macam persilangan yang sudah
ditentukan!
Rekonstruksi pada persilangan ♀ bcl
Parental : ♀bcl >< ♂bcl
𝑏 𝑐𝑙 𝑏 𝑐𝑙
Genotip : >< 𝑏
𝑏 𝑐𝑙 𝑐𝑙
Gamet : bcl; bcl
:𝑏 𝑐𝑙
F1 (bcl)
𝑏 𝑐𝑙

Parental : ♀bcl >< ♂b


𝑏 𝑐𝑙 𝑏 𝑐𝑙⁺
Genotip :𝑏 >< 𝑏
𝑐𝑙 𝑐𝑙⁺
Gamet : bcl; bcl+
𝑏 𝑐𝑙⁺
F1 : (b)
𝑏 𝑐𝑙⁺

Parental : ♀bcl >< ♂cl


𝑏 𝑐𝑙 𝑏⁺ 𝑐𝑙
Genotip :𝑏 >< 𝑏⁺
𝑐𝑙 𝑐𝑙
Gamet : bcl; bcl
𝑏⁺ 𝑐𝑙
F1 : (cl)
𝑏⁺ 𝑐𝑙

Parental : ♀bcl >< ♂N


𝑏 𝑐𝑙 𝑏⁺ 𝑐𝑙⁺
Genotip :𝑏 >< 𝑏⁺
𝑐𝑙 𝑐𝑙⁺
Gamet : bcl; b+cl+
𝑏⁺ 𝑐𝑙⁺
F1 : (N) (heterozigot)
𝑏 𝑐𝑙
Menyusun Jadwal (Create Schedule)

Kondisi saat ini tidak


memungkinkan untuk
melaksanakan proyek secara
langsung, maka cukup kita
rancang saja jadwal dan estimasi
waktu pelaksanaannya saja

Jika anda diminta untuk merancang sebuah percobaan yang mengkaji tentang
fenomena pemanfaatan sperma pada Drosophila melanogaster, susunlah
kegiatan yang mungkin anda lakukan selama 1 semester (16 minggu
perkuliahan) pada tabel di bawah!. Kegiatan tersebut terdiri atas indentifikasi
strain, penyediaan stok Drosophila melanogaster, persilangan, pengambilan
data, analisis data, dan pelaporan hasil penelitian. Tentukan pula estimasi
waktu dari setiap kegiatan disertai berbagai instrument (alat dan bahan)
pendukung.

Catatan: dalam penyusunan jadwal, pertimbangkan lama siklus hidup Drosophila


melanogaster.

Estimasi Instrumen
Kegiatan
Waktu Pendukung
Minggu ke-1 Identifikasi Strain Drosophila
melanogaster
dengan strain yang
digunakan yaitu bcl,
b, cl, N, bvg, vg),
mikroskop stereo,
senter, dan plastik.

Minggu ke-2 Pembuatan medium Pisang raja mala,


tape singkong,
gula merah, air,
yeast, gas LPG,
neraca, kompor,
pisau, blender,
centong, nampan,
botol selai,
pengaduk, panci,
busa penutup,
dan kertas pupasi.

Minggu ke-3 Persiapan stok Drosophila Botol selai yang


melanogaster telah diisi medium,
Drosophila
melanogaster,
dan kertas label.

Minggu ke-4 Pengumpulan pupa Pisang raja mala,


gunting,
selang plastik,
selang ampul, kuas,
spons,
cutter, kain kassa,
tisu, dan air.

Minggu ke-5 Persilangan P1 Tipe 1 Drosophila


melanogaster betina
Tipe 1 (betina bvg): strain bvg dan bcl,
dan jantan strain b,
- Persilangan ♀bvg >< ♂bvg (2 hari) vg, cl,
N. Botol selai koson
- Persilangan ♀bvg >< ♂b (2 hari) g, kertas pupasi,
plastik, mikroskop,
- Persilangan ♀bvg >< ♂vg (2 hari)
alat tulis, kardus, dan
label.
- Persilangan ♀bvg >< ♂N (2 hari)
Tipe 2 (betina bcl):

- Persilangan ♀bcl >< ♂bcl (2 hari)

- Persilangan ♀bcl >< ♂b (2 hari)

- Persilangan ♀bcl >< ♂cl (2 hari)

- Persilangan ♀bcl >< ♂N (2 hari)

Minggu ke-6 Pengambilan data Mikroskop stereo,


data yang diamati
dan alat tulis
Minggu ke-7 Persilangan P1 Tipe 1 Drosophila
melanogaster strain
Tipe 1 (betina bvg): betina (bcl, bvg) dan
strain jantan D.
- Persilangan ♀bvg >< ♂b (2 hari) melanogaster (bcl,
bvg, b, cl, vg, N).
- Persilangan ♀bvg >< ♂vg (2 hari) Botol selai kosong,
kertas pupasi,
- Persilangan ♀bvg >< ♂N (2 hari)
mikroskop, alat tulis,
kardus, dan label.
- Persilangan ♀bvg >< ♂bvg (2 hari)

Tipe 2 (betina bcl):

- Persilangan ♀bcl >< ♂b (2 hari)

- Persilangan ♀bcl >< ♂cl (2 hari)

- Persilangan ♀bcl >< ♂N (2 hari)

- Persilangan ♀bcl >< ♂bcl (2 hari)

Minggu ke-8 Pengambilan data Mikroskop stereo,


data yang diamati
dan alat tulis
Minggu ke-9 Persilangan P1 Tipe 1 Drosophila
melanogaster betina
Tipe 1 (betina bvg): strain bvg dan bcl,
dan jantan strain b,
- Persilangan ♀bvg >< ♂vg (2 hari) vg, cl,
N. Botol selai koson
- Persilangan ♀bvg >< ♂N (2 hari) g, kertas pupasi,
mikroskop, alat tulis,
- Persilangan ♀bvg >< ♂bvg (2 hari)
kardus, dan label.
- Persilangan ♀bvg >< ♂b (2 hari)

Tipe 2 (betina bcl):

- Persilangan ♀bcl >< ♂cl (2 hari)

- Persilangan ♀bcl >< ♂N (2 hari)

- Persilangan ♀bcl >< ♂bcl (2 hari)

- Persilangan ♀bcl >< ♂b (2 hari)

Minggu ke-10 Pengambilan data Mikroskop stereo,


data yang diamati
dan alat tulis
Minggu ke-11 Persilangan P1 Tipe 1 Drosophila
melanogaster strain
Tipe 1 (betina bvg): betina (bcl, bvg) dan
strain jantan D.
- Persilangan ♀bvg >< ♂N (2 hari) melanogaster (bcl,
bvg, b, cl, vg,
- Persilangan ♀bvg >< ♂bvg (2 hari) N). Botol selai koson
g, kertas pupasi,
- Persilangan ♀bvg >< ♂b (2 hari)
mikroskop, alat tulis,
kardus, dan label.
- Persilangan ♀bvg >< ♂vg (2 hari)

Tipe 2 (betina bcl):


- Persilangan ♀bcl >< ♂N (2 hari)

- Persilangan ♀bcl >< ♂bcl (2 hari)

- Persilangan ♀bcl >< ♂b (2 hari)

- Persilangan ♀bcl >< ♂cl (2 hari)

Minggu ke-12 Pengambilan data dan analisis data Data Drosophila


melanogaster yang
telah diamati,
alat tulis,
mikroskop dan komp
uter/laptop.

Minggu ke-13 Analisis data Data Drosophila


melanogaster yang
telah diamati,
alat tulis, mikroskop
dan komputer/laptop
.

Minggu ke-14 Penyusunan laporan Data yang


telah dianalisis

Minggu ke-15 Penyusunan laporan Data yang


telah dianalisis
Minggu ke-16 Pelaporan hasil penelitian Laporan pratikum
yang telah dibahas
dan selesai
dikerjakan.

Penilaian Hasil (Assess The Outcome)


Untuk memperkuat pemahaman Anda, carilah 1 artikel yang mengkaji tentang
fenomena pemanfaatan sperma pada Drosophila melanogaster melanogaster,
kemudian paparkan isi artikel tersebut sesuai format berikut:
No Komponen Isi
1 Identitas artikel Judul:

Multiple Mating and Sperm Displacement in a Natural


Population of Drosophila melanogaster.

Rujukan:

Griffiths, R.C., McKechnie, S.W., & McKenzie, J.A.


1982. Multiple mating and sperm displacement in a
natural population of Drosophila melanogaster.
Theoretical and Applied Genetics, 62(1), 89-96.
2 Tujuan penelitian Untuk meneliti hubungan distribusi antara genotipe
induk dan keturunan pada lokus dua-alel autosom
untuk model kawin tunggal dan ganda, yang terakhir
menggabungkan perpindahan sperma. Formula dibuat
untuk ukuran populasi efektif pada perkawinan ganda.
3 Metode penelitian Lalat dikumpulkan dari gudang penyimpanan
Drosophila melanogaster di kebun anggur "Chateau
Tahbilk" kira-kira setiap bulan selama periode dua
tahun. Masing-masing lalat dikumpulkan langsung
dari permukaan tong kayu, di mana mereka berkumpul
sepanjang usia, ke dalam botol kaca. Teknik
pengumpulan ini menghindari kemungkinan betina
kawin setelah penangkapan, yang merupakan
kesulitan dalam sebagian besar penelitian di mana
lalat tertarik pada umpan.

Individu betina dibiarkan oviposit pada media standar


selama 4 hari pada 20 ~ dan kemudian secara
elektroforesis diberi skor untuk Adh Genotype pada
Cellogel. Genotipe Adh dari 22 keturunan yang
dipilih secara acak dari total keturunan dari masing-
masing betina ditentukan dengan cara yang sama
ketika mereka muncul sebagai lalat dewasa. Data
dikumpulkan dari koleksi saat distribusi serupa
diamati selama penelitian.
4 Hasil penelitian Hasil penelitian yang didapatkan adalah bahwa betina
homozigot akan memiliki dua kemungkinan genotip
keturunan, dan betina yang heterozigot memiliki tiga
keturunan. jumlah keturunan heterozigot dalam satu
keluarga diberikan oleh perbedaan dari 22 keturunan
homozigot. Frekuensi gen F dalam populasi,
diperkirakan dari kumpulan data yang lebih besar,
adalah 15 = 0,73. Estimasi frekuensi gen gamet F yang
dikontribusikan oleh tetua jantan pada keturunan FS
tetua betina adalah 0,720. Perkiraan gabungan
frekuensi gen dalam populasi (laki-laki), ditimbang
menurut jumlah keturunan dalam tiga kelompok,
dengan demikian adalah 0, 732. Kemudian untuk
model pekawinan ganda Salah satu konsekuensi
genetik dari perkawinan ganda adalah meningkatkan
ukuran populasi yang efektif. Perkawinan Ganda dan
Perpindahan Sperma dalam Populasi Alami
Drosophila melanogaster 95 peningkatan populasi
Tahbilk telah diperkirakan 1,02 kali ukuran populasi
efektif dalam kawin tunggal, faktor yang
berkontribusi terhadap stabilisasi variasi genetik pada
lokus di ruang bawah tanah ini yaitu musim dingi.
Keuntungan perkawinan jenis ini dapat berkontribusi
pada pemeliharaan polimorfisme Adh tetapi
kontribusi perilaku kawin harus ditempatkan dalam
konteks hubungannya dengan kebugaran secara
keseluruhan.

5 Simpulan Model telah didasarkan pada asumsi perkawinan acak.


Modifikasi model kawin tunggal untuk memasukkan
keunggulan perkawinan heterozigot jantan dapat
memberikan kecocokan yang lebih baik daripada
perkawinan acak, tetapi tidak semua. Secara khusus,
penurunan persaudaraan genotipe tunggal dari betina
homozigot sesuai dengan keuntungan heterozigot,
tetapi tidak dengan asimetri distribusi keturunan.
Studi laboratorium dengan genotipe Adh telah
menunjukkan heterozigot jantan lebih sering kawin
dengan betina perawan daripada homozigot lainnya.

Evaluasi Pengalaman (evaluation the experience)

Setelah memperlajari materi pemanfaatan sperma pada


Drosophila melanogaster melanogaster, refleksikan diri
Anda mengenai pengalaman belajar kali ini! Isi refleksi
mengenai pengetahuan baru apa saja yang Anda dapatkan
serta upaya apa yang akan Anda lakukan untuk
meningkatkan pengetahuan Anda.

Nama : Calvin Yudha Leonarta


NIM : 190342621220
Refleksi Diri :
Setelah membaca dan mempelajari LKM pada pertemuan kali ini, saya
mendapatkan pengetahuan baru mengenai bagaimana induk betina dari
Drosophila melanogaster meregulasi setiap sperma yang diterima dari
induk jantan. Pemanfaatan sperma dikelompokkan menjadi 2 jenis, yaitu
secara acak (keturunan jantan dengan betina dapat ditemukan pada
keturunan oleh jantan setelahnya pada organ reproduksi betina) dan
secara tidak acak (keturunan jantan hanya muncul saat persilangan antara
jantan dan betina tersebut terjadi). Probabilitas digunakannya sperma
dalam organ reproduksi betina dapat dipengaruhi berbagai faktor, seperti
kualitas ejakulasi, tingkatan semangat dari pejantan, kompetisi antar
sperma, serta komposisi dari ejakulasi. Pada strain yang berbeda, bisa
saja terjadi regulasi pemanfaatan sperma yang berbeda pula, bahkan akan
berpengaruh terhadap jumlah keturunan

Nama : Dea Audina


NIM : 190342621264
Refleksi Diri :
Setelah mempelajari materi ini saya mendapatkan pengetahuan baru
terkait topik pemanfaatan sperma. Terdapat dua jenis pemanfaatan
sperma, secara acak atau tidak acak. Pemanfaatan sperma disebut dengan
sperm displacement atau sperm precedence. Sperm precedence lebih
mengarah pada proporsi turunan setelah perkawinan kembali, proporsi
turunan, dan menunjukkan jumlah anakan dari jantan kedua lebih banyak
dari jantan pertama. Sperm displacement lebih mengarah pada
pemindahan aktif dari sperma yang tersimpan sebelumnya. Sperma dari
individu jantan pertama diubah tempat penyimpanannya dalam organ
penyimpanan sperma oleh sperma dari individu jantan kedua sehingga
sperma dari individu jantan pertama menjadi jarang digunakan untuk
membuahi sel telur individu betina.
Nama : Fisinya Rindu Amalia Rachman
NIM : 190342621205
Refleksi Diri :
Setelah mempelajari materi mengenai Pemanfaatan Sperma saya
mendapatkan ilmu pengetahuan dan wawasan baru. Suatu sperma
ketika telah masuk atau diinjeksikan ke betina akan disimpan di dalam
spermateka dan reseptakulum seminalis. Pada reseptakulum seminalis
bersifat jangka pendek sedangkan pada spermateka bersifat jangka
panjang. Pemanfaatan sperma dapat dilakukan secara acak maupun
tidak acak. Pemanfaatan sperma acak jika keturunan dari jantan pertama
dengan betina muncul pada persilangan selanjutnya. Sedangkan, tidak
acak ketika pada persilangan tertentu menghasilkan keturunan jantan
dengan betina dari fenotip pertama.

Anda mungkin juga menyukai