Offering :I
Kelompok :4
Anggota Kelompok
1. Dahlia Normala
2. La Arlan
3. Puput Nur Fitriani
CPMK Genetika 2
Singh, et al.,. 2002. Female remating, sperm competition and sexual selection
in Drosophila. Genetics and molecular research: GMR 1(3):178-215
1. Kepala
Kepala Drosophila melanogaster dilengkapi dengan organ sensorik untuk
penglihatan (mata majemuk dan ocelli), olfaction (antena, palps maxillary),
gustation (belalai), pendengaran (antena), dan sentuhan (banyak bulu sensorik
mechano).
2. Thoraks
Thoraks Drosophila melanogaster dibagi menjadi tiga segmen yaitu T1
(prothoraks, anterior), T2 (mesothoraks, tengah), dan T3 (metathoraks,
posterior). Setiap segmen membawa pelengkap yaitu T1: sepasang kaki, T2:
sepasang kaki dan sepasang sayap, T3: sepasang kaki dan sepasang halteres
(sayap yang dimodifikasi).
3. Abdomen
Abdomen Drosophila melanogaster terdiri dari 6 ruas. Bagian ventral
abdomen terdapat epandrium (alat kelamin jantan) dan ovipositor (alat
kelamin betina).
C. Dimorfisme Seksual pada Drosophila melanogaster
Drosophila melanogaster adalah spesies dimorfik seksual, di mana jantan dan
betina dapat dengan mudah dibedakan berdasarkan beberapa perbedaan
morfologis. Berikut beberapa ciri morfologis yang membedakan antara
Drosophila melanogaster jantan dan betina.
1. Ukuran Tubuh
Ukuran tubuh betina umumnya lebih besar daripada jantan (tetapi ini dapat
bervariasi menurut usia, kondisi lingkungan, dan latar belakang genetik).
2. Warna Tubuh
Pada Drosophila melanogaster jantan, segmen posterior perut (A5 dan A6)
sepenuhnya gelap dan berkilau. Pada Drosophila melanogaster betina, warna
segmen ini bervariasi dari pucat hingga hampir seluruhnya gelap. Kedua jenis
kelamin memiliki pola garis-garis melintang gelap di sisi dorsal setiap
segmen perut.
3. Bentuk Ujung Abdomen
Drosophila melanogaster betina memiliki abdomen dengan ujung runcing,
sementara abdomen jantan bulat. Selain itu, abdomen jantang cenderung
meringkuk ke dalam.
4. Alat Kelamin Eksternal
Alat kelamin eksternal Drosophila melanogaster jantan (epandrium) lebih
besar, lebih kompleks, dan lebih gelap daripada alat kelamin eksternal betina
(pelat genital dan ovipositor).
5. Sex Combs
Kaki depan Drosophila melanogaster jantan memiliki sisir kelamin (sex
combs) yaitu barisan rambut gelap tebal pada segmen tarsal pertama.
D. Siklus Hidup Drosophila melanogaster
Drosophila melanogaster menyelesaikan siklus hidupnya selama sekitar 10
hari pada suhu 25°C. Embrio berkembang lebih dari 24 jam. Ada tiga tahap larva:
L1 dan L2 (masing-masing ~ 1 hari) diikuti oleh L3 (~ 3 hari), tahap kepompong
(4 hari), dan tahap imago. Lalat dewasa mencapai kematangan seksual setelah 2-4
hari, dan betina yang dibuahi kemudian mulai bertelur. Waktu perkembangan
dapat sangat bervariasi (beberapa hari) dengan kondisi lingkungan (suhu,
kerumunan, kualitas makanan) dan latar belakang genetik.
Berikut adalah peta parsial kromosom Drosophila melanogaster yang dibuat oleh
A. H. Sturtevan, dkk. Kromosom I adalah kromosom kelamin X (Ayala, dkk.,
1984).
F. Sistem Reproduksi Drosophila melanogaster
1. Sistem Reproduksi Drosophila melanogaster Jantan
Organ reproduksi Drosophila melanogaster jantan terdiri atas sepasang testis
yang menghasilkan sperma dan sepasang vesikel seminal yang merupakan tempat
perkembangan sperma. Sperma tersebut nantinya akan ditransferkan ke individu
betina selama proses ejakulasi saat perkawinan (Chapman, 2000). Terdapat
sepasang kelenjar aksesori di saluran reproduksi jantan, dan ada dua jenis sel
sekretori di kelenjar ini. Sel-sel ini didominasi oleh sel "utama", yang terdiri dari
sekitar 90% sel sekretori dan sisanya adalah sel "sekunder". Setiap jenis sel
menghasilkan jenis protein tertentu (Singh, et al., 2002). Drosophila
melanogaster jantan dewasa mempertahankan kadar protein kelenjar aksesori
(Acps) tetap konstan. Setelah kawin, tingkat ekspresi gen di sel utama kelenjar
aksesori meningkat untuk mengisi sekret yang baru saja ditransfer oleh jantan ke
pasangannya (Singh, et al., 2002). Pengisian kembali sekret ini sangat penting
karena banyak perkawinan yang sukses dan dengan cepat menghabiskan isi
kelenjar aksesori sehingga mengakibatkan gangguan kesuburan (Lefevre, 1962).
Pada Gambar 1 dapat dilihat bagian-bagian dari alat reproduksi Drosophila
melanogaster jantan. Pada huruf T menunjukkan sepasang testis yang terhubung
dengan vas deferens yang tertunjuk pada huruf VD ke saluran ejakulator anterior.
Sepasang lobus kelenjar asesori juga terhubung ke saluran ejakulator anterior.
Setiap lobus dikelilingi oleh selubung otot yang rupanya menekan sekresi dari sel
ke saluran ejakulator (ED) dan bulb (EB) untuk mencampur dengan sperma
(Schnakenberg, et al., 2012). Berikut merupakan gambar alat reproduksi
Drosophila melanogaster jantan.
Gambar 1. Alat Reproduksi Drosophila melanogaster Jantan. T: Testis, VD: Vas Deferens,
AG : Acessory Gland, ED: Ejaculator ductus, EB: Ejaculator bulb.
(Sumber: Schnakenberg, et al., 2012)
Ejakulat Drosopila melanogaster jantan tidak hanya mengandung sperma,
tapi juga banyak zat gizi dan zat kimia yang berperan dalam proses kompetisi
sperma. Protein kelenjar aksesori dan protein saluran ejakulasi pada cairan mani
yang ditransfer ke betina selama perkawinan memiliki fungsi reproduksi yang
penting, termasuk peningkatan oogenesis, ovulasi, tingkat oviposisi, penurunan
penerimaan terhadap tahap pacaran, mediasi penyimpanan sperma, kompetisi
sperma, dan rentang hidup yang menurun (Singh, et al., 2002).
Berikut ini merupakan tabel yang berisi nama dan fungsi dasi masing-masing
protein (Schnakenberg, 2012):
Tabel 1. Protein yang Berperan pada Pemanfaatan Sperma
Gambar 2. Alat Reproduksi Betina D. melanogaster. O: Ovarium, LO: Lateral oviduk, CO:
Common oviduct, SR: Seminal Reseptakel, SP: Spermateka, AG : Asesory gland, U: uterus
(Sumber: Schnakenberg, et al, 2012)
G. Kematangan Seksual Drosophila melanogaster Jantan dan Betina
1. Kematangan Seksual Drosophila melanogaster Jantan
Menurut Indayati (1999), pada umumnya individu jantan akan kawin ketika
sudah mencapai kematangan seksual. Kematangan seksual pada individu jantan
kurang lebih berumur 12 jam setelah menetas. Kematangan individu jantan
ditandai dengan kemampuannya dapat menghasilkan sperma. Secara sitologi
sperma mulai bergerak pada Drosophila melanogaster jantan yang berusia 8 jam
setelah menetas, dan sperma mulai bergerak pada bagian terminal dari testis
menuju kutub testiculo deferensial menuju ke vesikula seminalis antara 6-10 jam.
Adanya pergerakan sperma tersebut menunjukkan bahwa sperma telah memiliki
motilitas dan siap untuk diejakulasikan.
2. Kematangan Seksual Drosophila melanogaster Betina
Menurut Indayati (1999), individu betina memiliki kematangan seksual
kurang lebih 48 jam setelah menetas. Kematangan seksual individu betina
ditandai dengan kemampuannya dapat menghasilkan ootid atau sel telur. Menurut
Indayati (1999), produksi telur oleh individu betina bervariasi. Hal ini tergantung
pada umur betina, nutrisi, serta kelembapan lingkungan. Menurut Indayati (1999),
Drosophila melanogaster betina rata-rata dapat menghasilkan telur 64 butir per
hari. Telur pada Drosophila melanogaster tahap blastula kemudian akan
berkembang menjadi larva setelah 12 jam kemudian. Larva akan berubah menjadi
pupa yang menetas setelah 8-11 hari kemudian yang dalam kondisi ini keadaan
internal dan eksternal sangat berpengaruh.
H. Kemampuan Kawin Kembali Drosophila melanogaster
Setelah peristiwa kopulasi, biasanya individu Drosophila melanogaster betina
mengalami perubahan tingkah laku dan fisiologi yang mengakibatkan individu
betina enggan menerima jantan berikutnya untuk beberapa waktu (Singh, et al.,
2012). Perubahan tersebut menimbulkan dua efek, yaitu copulation effect dan
sperm effect. Copulation effect ialah efek pertama yang terjadi setelah Drosophila
melanogaster betina dan jantan melakukan kopulasi. Pada saat tersebut, cairan
semen (protein Acp70A) yang ditransfer oleh individu jantan selama kopulasi
menyebabkan menurunnya daya reseptivitas kemudian memaksimalkan
penggunaan sperma dan meminimalisir terjadinya kompetisi sperma. Sperm effect
merupakan efek kedua yang terjadi setelah perkawinan Drosophila melanogaster
jantan dan betina, karena masih tersimpannya sperma dalam organ penyimpanan
betina sehingga secara tidak langsung dihubungkan dengan kuantitas (jumlah)
sperma yang mengakibatkan betina tersebut enggan untuk melakukan perkawinan
kembali (Singh, et al., 2002).
Keberhasilan perkawinan kedua pada individu Drosophila melanogaster
betina dikendalikan oleh jumlah sperma yang disemprotkan oleh individu jantan
pertama ke dalam organ penyimpan sperma individu betina. Semakin banyak
sperma yang diejakulasikan oleh individu jantan pertama maka semakin lambat
individu betina untuk kawin lagi (Singh, et al., 2002). Kedua efek tersebut akan
hilang ketika sebagian sperma yang tersimpan telah membuahi sel telur individu
betina. Dengan berkurangnya jumlah sperma yang ada di dalam tubuh individu
betina, maka betina tersebut akan dapat reseptif kembali. Keadaan masih
tersimpannya sperma dalam spermateka betina memberikan stimulus terhadap
Sistem Saraf Pusat (SPP) melalui pergerakan sperma yang dapat dideteksi oleh
sistem saraf dalam organ penyimpanan sperma. Setelah melakukan perkawinan,
individu betina tidak akan kawin kembali sebelum mencapai keadaan yang
reseptif (Singh, et al., 2012).
I. Mekanisme Perpindahan Sperma
Perkawinan yang terjadi pada Drosophila melanogaster dapat terjadi secara
berulang kali oleh beberapa jantan yang berbeda terhadap individu betina yang
sama. Hal tersebut menunjukkan adanya penyimpanan sperma dari beberapa
jantan yang berbeda pada seekor individu betina. Setelah ejakulasi, sperma
menuju ke titik khusus dalam betina dimana mereka akan disimpan.
Sperma disimpan dalam tiga organ penyimpanan yaitu dua spermateka dan
satu reseptakulum seminalis. Reseptakulum seminalis berukuran rata-rata 2 mm
panjangnya dengan diameter terluar rata-rata 15 µm yang bertambah sampai 30
µm pada bagian akhir distal dan akhirnya menyempit kembali berupa saluran
penutup. Dua spermateka pada Drosophila melanogaster berfungsi sebagai organ
penyimpan sperma (Lefevre, 1962).
Adanya dua tempat penyimpanan sperma tersebut juga menimbulkan
perbedaan dalam jumlah sperma yang tersimpan dalam masing-masing organ.
Menurut Iida (2003), bahwa 20% sperma disimpan di spermateka dan 80%
disimpan dalam reseptakulum seminalis. Dengan penelasan ini, maka jelas
komposisi penyimpanan sperma pada kedua organ ini berbeda (20:80). Adapun
waktu yang dibutuhkan untuk habisnya sperma dalam organ penyimpanan adalah
relatif. Hal ini berhubungan dengan jumlah sperma yang ditransfer. Semakin
banyak sperma yang ditransfer, maka waktu yang dibutuhkan untuk habisnya
sperma dalam pembuahan sel telur juga semakin lama
Diantara ketiga organ di atas ternnyata sperma dari reseptakulum seminalis
yang akan dimanfaatkan terlebih dahulu. Dipandang dari topografinya,
spermateka merupakan saluran seperti kapsul terletak di dinding bagian dorsal
dekat akhir anterior uterus. Sedangkan respetakulum seminalis merupakan saluran
yang terbuka ke oviduk, dan berada di bagian puncak uterus. Dengan posisi
demikian, maka sperma dari respetakulum seminalis yang paling cepat
dimanfaatkan. Selain itu juga dikaitkan dengan fungsinya bahwa spermateka
merupakan organ minor bila dibandingkan respetakulum seminalis yang seperti
disebutkan di atas hanya menyimpan 20% dari total sperma yang masuk (Iida,
2003). Berkaitan dengan informasi tersebut Wolfner (2011), mengatakan bahwa
sperma dari perkawinan pertama disimpan di bagian puncak seminal reseptakel
yang melingkar-lingkar. Selanjutnya sperma yang digunakan dalam membuahi
ovum adalah dengan suatu dasar ―yang terakhir masuk adalah yang pertama
keluar‖. Jadi sperma yang terakhir masuk dalam artian sperma dari jantan kedua
akan digunakan terlebih dahulu untuk membuahi.
Cairan seminal yang ditransfer bersamaan dengan sperma selama ejakulasi,
mengandung protein dan gula yang dapat mendukung atau memberi makanan
sperma, atau membantu sperma mencapai atau tinggal dalam organ penyimpanan
betina. Tetapi sebagian besar cairan seminal tidak selalu ada dengan sperma yang
disimpan (Singh, et al., 2002). Menurut Iida (2013), sperma yang masuk ke dalam
tubuh betina dan disimpan hanya sekitar 20%, hal ini mengindikasikan bahwa
beberapa sperma tersisa di dalam uterus, beberapa sperma ini terjebak dalam
massa gelatin yang terbentuk di dalam uterus setelah perkawinan atau terdorong
ke luar selama oviposisi. Beberapa zat kimia dari betina berperan untuk mencegah
masuknya sperma ke dalam organ penyimpanan, betina umumnya tidak
memproduksi bahan tersebut dan akan memproduksinya pada kondisi tertentu,
seperti saat terjadi penurunan imun.
Lefevre (1962) menjelaskan bahwa Drosophila melanogaster betina
menggunakan sperma dengan efisiensi yang tinggi, 100% sperma yang tersimpan
digunakan untuk fertilisasi. Ada dua pendapat tentang penggunaan sperma yang
tersimpan dalam organ penyimpanan betina. Pendapat pertama adalah penggunaan
sperma bersifat tidak acak sedangkan pendapat kedua menyatakan bahwa
penggunaan sperma bersifat acak. Singh, et al., (2002), mengatakan bahwa
sperma yang tersimpan dalam reseptakulum seminalis dan spermateka
dikeluarkan secara acak dalam fertilisasi.
J. Pemanfaatan Sperma pada Drosophila melanogaster Betina
Menurut Lefevre (1962), terdapat dua jenis pemanfaatan sperma, yaitu secara
acak atau tidak acak. Pemanfaatan sperma dalam fertilisasi bersifat tidak acak jika
turunan dari jantan pertama tidak muncul pada persilangan betina tersebut dengan
jantan kedua, ketiga maupun keempat atau dengan kata lain keturunan pada
persilangan tertentu hanya akan menghasilkan fenotip keturunan pertama dari
hasil persilangan tersebut. Pemanfaatan sperma bersifat acak terjadi apabila
keturunan dari jantan pertama dengan betina muncul kembali pada persilangan
betina tersebut dengan jantan kedua, ketiga maupun keempat atau dengan kata
lain muncul pada persilangan dengan jantan selanjutnya.
Fenomena pemanfaatan sperma ini disebut dengan sperm displacement atau
sperm precedence. Singh, et al., (2002) menyatakan bahwa istilah sperm
precedence lebih mengarah pada proporsi turunan setelah perkawinan kembali,
proporsi turunan, dan menunjukkan jumlah anakan dari jantan kedua lebih banyak
dari jantan pertama. Sementara sperm displacement lebih mengarah pada
pemindahan aktif dari sperma yang tersimpan sebelumnya. Sperma dari individu
jantan pertama diubah tempat penyimpanannya dalam organ penyimpanan sperma
(reseptakulum seminalis dan spermateka) oleh sperma dari individu jantan kedua
sehingga sperma dari individu jantan pertama menjadi jarang digunakan untuk
membuahi sel telur individu betina.
Mekanisme sperm displacement dan sperm precedence pada Drosophila
melanogaster saat ini belum diketahui sepenuhnya. Singh, et al., (2002)
mengusulkan 5 model dari sperm precedence dengan cara menganalisis nilai dari
jumlah anakan jantan kedua (P2), antara lain, model ―sperm mixing model‖
diasumsikan adanya pencampuran yang instan dan sempurna dari dua ejakulat.
Jumlah anakan P2 konstan, yaitu sekitar 50%. Model ―sperm stratification
model‖, sperma dari jantan yang kedua berada dekat dengan tempat fertilisasi
daripada sperma dari jantan pertama. Jumlah P2 akan mendekati 100% sampai
akhirnya sperma dari jantan kedua habis, setelah habis maka giliran sperma dari
jantan pertama yang digunakan dan anakan dari jantan pertama (P1) akan naik
hingga 100%. Model ―sperm repositioning model‖, sperma dari jantan yang kedua
berada dekat dengan tempat fertilisasi tapi dua ejakulat memulai untuk bercampur
dengan segera. Dalam model ini nilai P2 menurun dari nilai tinggi menjadi 50%.
Model "sperm removal model”, memprediksi bahwa nilai P2 tetap konstan pada
proporsi dimana sperma jantan pertama dipindahkan. Model ―passive sperm loss
model‖, nilai P2 juga tetap pada tingkat tinggi tertentu, namun, sperma dari
jantan pertama tidak digantikan oleh jantan kedua, namun sperma secara pasif
kalah dalam spermathecae betina (Singh, et al., 2002).
Berkaitan dengan jumlah anakan dari jantan kedua labih banyak daripada
jantan pertama, Singh, et al., (2002) menjelaskan beberapa faktor yang
mempengaruhi hal tersebut, antara lain adalah:
- Kualitas dari ejakulasi, yaitu jantan dengan jumlah sperma dan cairan seminal
yang lebih banyak bisa menyiram saluran reproduktif betina dengan sperma
yang lebih banyak tersimpan daripada jantan dengan jumlah sperma dan
cairan seminal yang lebih sedikit.
- Keseluruhan dari semangat pejantan, ini bisa menghalangi mekanisme yang
pertama, karena individu yang lebih bersemangat atau lebih giat bisa
memproduksi sperma dan cairan seminal yang lebih banyak.
- Komposisi dari ejakulasi.
Penelitian lebih lanjut mengenai sperma pada individu jantan kedua
Drosophila melanogaster mengungkapkan bahwa protein-protein reproduktif
pada individu jantan sangat berpengaruh terhadap kompetisi sperma. Pada
Drosophila melanogaster, masuknya sperma dari pejantan kedua dapat berakibat
terhentinya proses kapasitasi (incapacitation) dari sperma jantan pertama akibat
adanya cairan semen dari jantan kedua yang masuk pada saat proses kopulasi.
Sperma dari jantan pertama ini terhambat oleh cairan semen dari individu kedua
(Adrianne, et al., 2008). Menurut penelitian lebih lanjut, adanya gen Acp36DE
dan CG9997 memiliki kontribusi besar dalam kompetisi sperma (Chapman,
2000). Adanya protein Acp36DE pada sperma individu jantan akan merubah hasil
dari kompetisi sperma. Transfer protein Acp36DE ke dalam saluran penyimpanan
sperma (spermatheca) oleh jantan kedua pada individu betina akan berinteraksi
dengan sperma dari jantan pertama dan menyebabkan sperma dari jantan pertama
memiliki kemampuan fertilisasi yang rendah (fewer fertilizations) dalam
membuahi sel telur. Akibatnya sperma dari jantan kedua lebih diutamakan untuk
membuahi sel telur daripada sperma jantan pertama (Chapman, 2000).
Sperma yang lebih diutamakan ini akan melakukan interaksi dengan protein
reproduktif pada individu betina di dalam organ penyimpanan sperma. Protein-
protein reproduktif pada betina disekresikan oleh sel sekretori (secretory cells)
yang ada dalam sistem reproduksi betina (female reproductive tract) (Sun, 2013).
Studi lebih lanjut mengenai sistem reproduksi betina menunjukkan bahwa
terdapat sebuah gen Hr39 dan sekresi protein canonical yang dibutuhkan untuk
ovulasi pada individu betina Drosophila melanogaster (Castillo, 2014). Interaksi
antara protein Acp36DE dan CG9997 individu jantan kedua dengan protein Hr39
yang disekresikan oleh kelenjar reproduktif pada betina juga akan menyebabkan
berhentinya proses kapasitasi sperma dari jantan pertama sehingga keturunan
yang dihasilkan pada anakan F1 didominasi oleh fenotip dari individu jantan
kedua (Castillo, 2014).
Pemanfaatan sperma secara acak juga disebabkan oleh struktur dari organ
penyimpanan sperma dan kompetisi sperma. Sperma yang tersimpan dalam
reseptakulum seminalis digunakan untuk fertilisasi terlebih dahulu daripada yang
tersimpan di spermateka. Mekanisme ini terjadi karena posisi relatif organ
penyimpanan sperma pada traktus genetalis individu betina; dalam hal ini bagian
proksimal reseptakulum seminalis terbuka langsung ke oviduk di atas uterus. Juga
menyatakan bahwa sperma dari individu jantan kedua yang masuk ke vulva
selanjutnya dapat masuk organ penyimpanan reseptakulum seminalis yang tidak
mempunyai katub pembuka. Sperma terakhir yang masuk mendesak sperma
sebelumnya ke bagian puncak yang melingkar-melingkar dan sulit keluar lagi.
Sedangkan sperma terakhir lebih berada di sebelah luar organ penyimpan dan
mempunyai kesempatan dimanfaatkan lebih dahulu (Singh, et al., 2002).
Selain itu, jika melihat bentuk dari organ spermateka yang lebih lurus
daripada reseptakulum seminalis, pada spermateka ini sperma individu jantan
kedua lebih leluasa berkompetisi dengan sperma dari individu jantan pertama
dibandingkan jika organ penyimpan sperma melingkar-lingkar. Jika memang
demikian maka sperma kedua yang lebih dekat dengan bagian luar organ
penyimpan yang lebih mempunyai kesempatan dimanfaatkan. Sehingga sperma
dari reseptakulum seminalis yang paling cepat dimanfaatkan (Wolfner, 2011).
K. Kompetisi Sperma
Kompetisi sperma yakni kompetisi sperma dalam tubuh betina dari dua atau
lebih jantan yang akan membuahi sel telur. Dari perkawinan yang dilakukan oleh
individu betina Drosophila melanogaster, penggunaan sperma dari individu
jantan kedua lebih utama dan reduksi kesuksesan reproduksi dari jantan kedua
berhasil terjadi setelah 2 hari perkawinan. Hal tersebut karena sperma dari jantan
pertama masih tertinggal dalam organ penyimpanan sampai beberapa hari
sebelum terkena pengaruh dari cairan seminal sperma jantan kedua dimana cairan
seminal dari jantan kedua menghalangi penggunaan sperma jantan pertama yang
disimpan (Singh, et al., 2002).
Sebagian besar mekanisme yang menjelaskan tentang penggunaan sperma
jantan dari jantan kedua lebih besar karena penyimpanan sperma dari jantan kedua
tersebut juga lebih banyak. Hal tersebut sering ditunjukkan dengan pola langsung
yang menggambarkan keuntungan dari sperma dari jantan kedua yang disimpan
secara utuh dan banyak, karena individu betina menggunakan sperma secara acak
untuk membuahi sel telur. Sehingga dapat dilihat bahwa sperma yang lebih
banyak disimpan dalam individu betina merupakan sperma dari individu jantan
kedua karena adanya pemindahan sperma dari jantan pertama pada organ
penyimpanan (Singh, et al., 2002).
Persaingan sperma timbul terutama karena kapasitas penyimpanan sperma
yang rumit di dalam betina, karena penggunaan sperma yang sangat efisien saat
pembuahan, dan karena probabilitas kawin kembali yang tinggi. Persaingan
sperma mungkin sangat kuat saat sperma beberapa jantan disimpan bersamaan di
dalam organ penyimpanan khusus atau bagian dari saluran reproduksi betina
sebelum pembuahan. Peran manipulasi betina mungkin besar dan dapat memiliki
efek dramatis pada hasil permainan kompetisi sperma dalam kasus yang ekstrim,
betina dapat kawin dengan sejumlah jantan dan kemudian memilih sperma yang
akan digunakan untuk membuahi telur mereka. Betina memilih sperma melalui
spermisida, kejadian ini dengan membuang sperma yang diterima, dengan
mencerna sperma atau melalui fagositosis spermatozoa, di lain sisi jantan telah
berevolusi untuk menghasilkan sperma dalam jumlah besar untuk
membingungkan atau mencampuradukkan sistem pilihan betina yang samar
sehingga spermisida dapat bermanfaat bagi betina hanya dengan menyediakan
sumber nutrisi yang berharga (Singh, et al., 2002).
Teori persaingan sperma memprediksi bahwa jantan beradaptasi untuk sukses
dalam kompetisi sperma dengan menghasilkan sperma dalam jumlah besar. Jantan
yang dikawinkan dengan risiko persaingan sperma tinggi meningkatkan investasi
pada produksi sperma. Ini berarti bahwa jantan yang spermanya berisiko
mengalami persaingan harus melepaskan lebih banyak sperma saat berkopulasi
daripada jantan yang spermanya tidak berisiko. Jika jumlah sperma yang
dilepaskan tidak penting untuk hasil kompetisi (Singh, et al., 2002).
Kemampuan bersaing sperma juga meliputi pertahanan sperma (sperm
defense). Kemampuan bertahan jantan pertama mungkin dihitung oleh
kemungkinan bahwa betina akan kawin kembali sebelum menggunakan semua
spermanya yang tersimpan. Betina yang dikawinkan dengan jantan pertama
dengan kemampuan defensif yang lebih besar tidak akan kawin kembali sampai
lebih sedikit sperma yang tersimpan di penyimpanannya. Kemampuan pertahanan
sperma jantan pertama mungkin lebih jauh diukur dengan kemampuan spermanya
untuk menahan perpindahan atau untuk mengurangi keberhasilan fertilisasi
sperma jantan kedua (Singh, et al., 2002).
Ada juga pelanggaran sperma (sperm offense). Kemampuan ofensif jantan
kedua bisa dihitung oleh kemampuannya untuk mendorong seorang betina untuk
kawin lagi sebelum dia menggunakan semua sperma yang tersimpan. Kemampuan
ofensif bisa diukur dengan kemampuan jantan kedua untuk menggantikan sperma
jantan pertama. Dari perspektif kemampuan kesuburan jantan dengan kemampuan
yang tinggi akan datang dari genotipe yang memaksimalkan jumlah keturunan
induk jantan, terlepas dari urutan kawin (Singh, et al., 2002).
3. Daftar Strain Drosophila melanogaster yang Tersedia di Laboratorium
Genetika FMIPA UM
Strain Drosophila melanogaster yang tersedia di laboratorium Genetika
FMIPA UM mengalami mutasi pada beragam aspek misalnya warna mata, bentuk
faset mata, bentuk sayap, warna tubuh, dan gabungan dari beberapa mutasi.
No Nama dan Simbol Strain
1 Normal/Wild Type (N)
2 Miniature (m)
3 Vestigial (vg)
4 Dumpy (dp)
5 White (w)
6 White eosin (w)
7 White apricot (wa)
8 Clot (cl)
9 Maroon like (mal)
10 Plum (Pm)
11 Ebony (e)
12 Black (b)
13 Eyemissing (eym)
14 Bar3
15 Rough (ro)
16 Black clot (bcl)
17 Black vestigial (bvg)
18 Ebony clot (ecl)
19 Ebony vestigial (evg)
20 Ebony white eosin (ew)
21 Ebony white apricot (ewa)
22 Ebony maroon like (emal)
23 Miniature clot (mcl)
24 Black vegstigial clot (bvgcl)
4. Prosedur Dasar untuk Menjalankan Proyek Menggunakan Drosophila
melanogaster
1. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan selama praktikum
Mikroskop stereo, digunakan untuk mengamati ciri morfologi Drosophila
melanogaster.
Senter, digunakan untuk memberikan pencahayaan yang terang pada saat
pengamatan di bawah mikroskop stereo.
Plastik, digunakan sebagai tempat Drosophila melanogaster saat diamati
di bawah mikroskop stereo.
Botol selai, digunakan untuk tempat peremajaan dan persilangan
Drosophila melanogaster.
Gunting, digunakan untuk memotong spons penutup botol selai dan selang
ampulan.
Kuas, digunakan untuk mengambil pupa hitam yang siap untuk diampul
pada dinding botol selai.
Neraca, digunakan untuk menimbang massa bahan yang akan digunakan
untuk pembuatan medium Drosophila melanogaster.
Kompor gas, digunakan untuk memasak medium Drosophila
melanogaster.
Pisau, digunakan untuk memotong bahan dalam pembuatan medium
Drosophila melanogaster.
Kardus, digunakan sebagai tempat meletakkan botol selai berisi
Drosophila melanogaster serta untuk menyimpan alat dan bahan dalam
penelitian.
Selang ampul, digunakan untuk mengampul pupa hitam Drosophila
melanogaster.
Selang atau sedotan, digunakan untuk menyedot Drosophila melanogaster
dari dalam botol selai.
Cutter, digunakan untuk memotong spons.
Blender, digunakan untuk mencampurkan bahan dalam pembuatan
medium Drosophila melanogaster.
Kain kasa, digunakan bersamaan dengan selang sedotan sebagai alat untuk
menyedot Drosophila melanogaster.
Panci, digunakan untuk tempat memasak medium Drosophila
melanogaster.
Pengaduk, digunakan untuk mengaduk bahan pembuatan medium
Drosophila melanogaster.
Spons/busa, digunakan untuk menutup botol selai sebagai tempat
perkembangbiakan Drosophila melanogaster.
Sendok, digunakan untuk membersihkan medium yang telah kadaluarsa.
Box medium, digunakan untuk menyimpan medium Drosophila
melanogaster.
Tissue, digunakan untuk membersihkan alat yang digunakan dalam
penelitian.
Alat tulis, digunakan untuk mencatat segala keperluan dalam penelitian.
Kertas tabel, digunakan untuk menulis dan melabeli botol serta ampulan
Drosophila melanogaster.
Stok Drosophila melanogaster yang digunakan sebagai bahan amatan
dalam penelitian.
Pisang raja mala, digunakan untuk bahan pembuatan medium Drosophila
melanogaster.
Tape singkong, digunakan untuk bahan pembuatan medium Drosophila
melanogaster.
Gula merah, digunakan untuk bahan pembuatan medium Drosophila
melanogaster.
Kertas pupasi, digunakan sebagai tempat telur dan pupa Drosophila
melanogaster.
Fermipan, digunakan untuk mengubah polisakarida pada medium menjadi
monosakarida sehingga mudah untuk dicerna Drosophila melanogaster.
Air, digunakan untuk membersihkan botol selai, membasahi kuas pada
saat pengampulan pupa Drosophila melanogaster, dan sebagai campuran
bahan pembuatan medium.
2. Pembuatan Medium
Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat medium antara lain pisang,
tape singkong dan gula merah ditimbang dengan perbandingan 7:2:1
(dalam pembuatan satu resep) yaitu 700 gram pisang raja mala, 200 gram
tape singkong dan 100 gram gula merah.
Pisang yang telah ditimbang kemudian dipotong menjadi ukuran yang
lebih kecil kemudian ditambahkan air secukupnya dan dihaluskan bersama
tape singkong dengan menggunakan blender.
Gula merah diiris hingga halus kemudian dicairkan dengan cara
memanaskan di atas panci menggunakan api sedang.
Pisang dan tape singkong yang telah dihaluskan selanjutnya dimasukkan
ke dalam panci berisi gula merah cair dan dimasak di atas kompor dengan
api sedang selama 45 menit sambil terus diaduk-aduk.
Setelah ±45 menit, medium diangkat dari kompor kemudian dimasukkan
ke dalam botol selai yang bersih dan steril menggunakan centong lalu
ditutup dengan busa penutup yang sudah disterilkan dengan cara diuapkan.
Medium pada botol didinginkan dengan cara dimasukkan ke dalam
nampan yang berisi air.
Medium yang telah didinginkan di dalam botol selai ditambahkan dengan
±3-4 butir yeast dan sebuah kertas pupasi kemudian botol ditutup kembali.
3. Pembuatan Stok Induk
Disiapkan botol selai yang telah berisi medium.
Dimasukkan Drosophila melanogaster dari stok lama ke dalam botol selai
yang telah berisi medium.
Masing-masing botol diberi label.
Ditunggu hingga muncul pupa hitam yang siap diampul.
4. Pengampulan Pupa
Digunting ±5 cm selang plastik yang bersih.
Dicetak pisang rajamala dengan selang plastik yang telah dipersiapkan dan
dimasukkan pisang sampai pada bagian tengahnya.
Ujung kuas dibasahi dengan air yang selanjutnya digunakan sebagai alat
untuk mengambil pupa yang telah menghitam pada botol peremajaan.
Setelah pupa hitam diambil dengan kuas, dimasukkan pupa tersebut ke
dalam pipa selang yang sudah berisi pisang.
Ujung-ujung selang yang telah berisi pupa yang menghitam ditutup
dengan spons.
Pupa yang telah diampul selanjutnya ditunggu hingga menetas untuk
kemudian disilangkan.
5. Persilangan P1
Penelitian ini dilakukan dengan mengawinkan 1 betina Drosophila
melanogaster dengan 4 jantan Drosophila melanogaster dengan strain
yang berbeda secara bergantian. Hal ini bertujuan untuk mengetahui
pemanfaatan sperma yang dilakukan oleh betina Drosophila melanogaster
dengan melihat hasil turunan pertama nya (F1). Perkawinan dengan empat
individu jantan yang berbeda strain dilakukan secara bergantian setiap kali
sudah muncul pupa. Prosedur tersebut membuktikan keberhasilan
perkawinan kedua atau perkawinan kembali pada individu betina
Drosophila melanogaster.
Persilangan ini menggunakan Drosophila melanogaster strain ♀evg
sebanyak 4 tipe yaitu ♀evg dengan ♂evg, ♂e, ♂vg, ♂N dan persilangan
strain ♀ecl sebanyak 4 tipe yaitu ♀ecl dengan ♂ecl, ♂e, ♂cl, dan ♂N.
Tipe persilangannya akan dijabarkan pada tabel berikut.
Tipe Persilangan Tipe Persilangan
evg tipe 1 ♀evg><♂evg ecl tipe 1 ♀ecl<♂ecl
♀evg><♂e ♀ecl><♂e
♀evg><♂vg ♀ecl><♂cl
♀evg><♂N ♀ecl><♂N
evg tipe 2 ♀evg><♂e ecl tipe 2 ♀ecl><♂e
♀evg><♂vg ♀ecl><♂cl
♀evg><♂N ♀ecl><♂N
♀evg >< ♂evg ♀ecl><♂ecl
evg tipe 3 ♀evg><♂vg ecl tipe 3 ♀ecl><♂cl
♀evg><♂N ♀ecl><♂N
♀evg><♂evg ♀ecl><♂ecl
♀evg><♂e ♀ecl><♂e
evg tipe 4 ♀evg><♂N ecl tipe 4 ♀ecl><♂N
♀evg><♂evg ♀ecl><♂ecl
♀evg><♂e ♀ecl><♂e
♀evg><♂vg ♀ecl><♂cl
Persilangan tipe I dengan betina evg
- ♀ evg disilangkan dengan ♂ evg
- Setelah 2 hari ♂ evg dilepas dan ♀ evg dipindah ke medium baru
setelah muncul larva kemudian disilangkan dengan ♂ e.
- Setelah 2 hari ♂ e dilepas dan ♀ evg dipindah ke medium baru setelah
muncul larva kemudian disilangkan dengan ♂ vg.
- Setelah 2 hari ♂ vg dilepas dan ♀ evg dipindah ke medium baru setelah
muncul larva kemudian disilangkan dengan ♂ N.
- Setelah 2 hari ♂ N dilepas dan ♀ evg dipindah ke medium baru setelah
muncul larva tanpa disilangkan.
- Jika sudah keluar pupa ♀evg dilepas.
- Mengamati fenotip dan jenis kelamin serta menghitung jumlah hasil
persilangan F1 dari hari ke-1 sampai hari ke-7.
- Persilangan diulangi pada tipe II, III, dan IV
Persilangan tipe I dengan betina ecl.
- ♀ ecl disilangkan dengan ♂ ecl
- Setelah 2 hari ♂ ecl dilepas dan ♀ ecl dipindah ke medium baru setelah
muncul larva kemudian disilangkan dengan ♂ e.
- Setelah 2 hari ♂e dilepas dan ♀ ecl dipindah ke medium baru setelah
muncul larva kemudian disilangkan dengan ♂ cl.
- Setelah 2 hari ♂ cl dilepas dan ♀ ecl dipindah ke medium baru setelah
muncul larva kemudian disilangkan dengan ♂ N.
- Setelah 2 hari ♂ N dilepas dan ♀ ecl dipindah ke medium baru setelah
muncul larva tanpa disilangkan.
- Jika sudah keluar pupa ♀ecl dilepas.
- Mengamati fenotip dan jenis kelamin serta menghitung jumlah hasil
persilangan F1 dari hari ke-1 sampai hari ke-7.
- Persilangan diulangi pada tipe II, III, dan IV.
Setelah memahami uraian materi di atas, selesaikanlah permasalahan
berikut!
♂
Sumber : (Ranganath, 1999)
♀
Sumber: (Fauzi, 2016)
Jelaskan alasan pemilihan kelima strain tersebut untuk mengamati fenomena pemanfaatan
sperma pada Drosophila melanogaster melanogaster!
Jawab:
Pada penelitian mengenai fenomena pemanfaatan sperma pada Drosophila melanogaster, satu betina
dengan strain double mutant akan disilangkan dengan empat strain pejantan. Pemilihan strain tersebut
bertujuan agar dapat dengan mudah mengamati pemanfaatan sperma oleh betina Drosophila
melanogaster dan ini bertujuan untuk mengetahui sperma mana yang digunakan oleh betina dalam
fertilisasi dan juga bisa digunakan untuk mengetahui kompetisi sperma pejantan dengan melihat hasil
turunan pertamanya (F1).
Rujukan
Amatullah Sholihah. 2016. Skripsi : Karakterisasi Morfologi dan Molekuler Lalat Buah (Drosophila
melanogaster Meigen) Berdasarkan DNA Pengkode ITS2. Digital Repository Universitas Jember, 17-
18.
Aurora, M. E. M., & Susilawati, I. O. (2020). Monohibridization with Different Media Treatments on
Fruit Flies (Drosophila melanogaster). Jurnal Biologi Tropis, 20(2), 263-269.
Fauzi, A., & Corebima, A. D. (2016). Pemanfataan Drosophila melanogaster sebagai organisme model
dalam mempelajari Hukum Pewarisan Mendel. In Seminar Nasional Biologi (pp. 372-377).
Setelah memilih strain yang akan digunakan untuk mengamati fenomena
pemanfaatan sperma pada Drosophila melanogaster, langkah selanjutnya
yaitu menyusun prosedur persilangan. Berdasarkan uraian materi di atas,
rancanglah prosedur penelitian untuk mengkaji fenomena pemanfaatan
sperma pada Drosophila melanogaster!
Macam Persilangan
Jumlah Ulangan
RAL = t (r-1) ≥ 15
RAL = 4(r-1) ≥ 15
RAL = 4r – 4 ≥ 15
RAL = 4r ≥ 15 + 4
RAL = 4r ≥ 19 → r = 19/4 = 4.75 = 5
5 Ulangan
Jumlah Generasi
Alasan
Prosedur Persilangan
Genotip : ><
F1 : (e)
Genotip : ><
F1 : (vg)
Genotip : ><
F1 : (ecl)
Genotip : ><
Gamet : ecl; ecl+
F1 : (e)
Parental : ♀ecl >< ♂cl
Genotip : ><
Gamet : ecl; ecl
F1 : (cl)
Genotip : ><
Gamet :ecl; e+cl+
F1 : (N)(heterozigot)
Setelah memahami contoh rekonstruksi kromosom di atas, buatlah
rekonstruksi kromosom berdasarkan macam persilangan yang sudah
ditentukan!
F1 : (bcl)
F1 : (cl)
F1 : (N)(heterozigot)
Menyusun Jadwal (Create Schedule)