Anda di halaman 1dari 37

PEMANFAATAN SPERMA

PADA Drosophila melanogaster

Offering :I
Kelompok :5

Anggota Kelompok
1. Dipta Septiya Rena Nintiyas 190342621306
2. Rani Dwi Lestari 190342621253
3. Yusniar Zurroh Asfiniya 190342621266
CPMK Genetika 2

1. Mampu merancang penyelidikan secara mandiri, kreatif, dan inovatif dengan


menemukan, menganalisis, dan memecahkan permasalahan di bidang
genetika.
2. Mampu mengaplikasikan teknologi bidang genetika untuk menghasilkan data
yang akurat dan akuntabel bagi keperluan pemecahan masalah bidang
genetika melalui pendekatan berbasis riset.

Pada pertemuan kali ini, kita


akan mengkaji mengenai
fenomena pemanfaatan sperma
pada Drosophila melanogaster

Penentuan Pertanyaan Mendasar (Start With Essential Question)

Apa yang Anda ketahui tentang fenomena pemanfaatan sperma pada


Drosophila melanogaster?
Jawab:
Terdapat dua jenis pemanfaatan sperma, yaitu secara acak atau tidak acak.
Pemanfaatan sperma dalam fertilisasi bersifat tidak acak apabila turunan dari
jantan pertama tidak muncul pada persilangan betina tersebut dengan jantan
kedua, ketiga maupun keempat atau dengan kata lain keturunan pada
persilangan tertentu hanya akan menghasilkan fenotip keturunan pertama dari
hasil persilangan tersebut. Kebalikannya, pemanfaatan sperma bersifat acak
terjadi apabila keturunan dari jantan pertama dengan betina muncul kembali
pada persilangan betina tersebut dengan jantan kedua, ketiga maupun keempat
atau dengan kata lain muncul pada persilangan dengan jantan selanjutnya
(Lefevre, 1962).
Fenomena pemanfaatan sperma disebut dengan sperm displacement atau
sperm precedence. Sperm precedence lebih mengarah pada proporsi turunan
setelah perkawinan kembali, proporsi turunan, dan menunjukkan jumlah anakan
dari jantan kedua lebih banyak dari jantan pertama. Sedangkan sperm
displacement lebih mengarah pada pemindahan aktif dari sperma yang
tersimpan sebelumnya. Sperma dari individu jantan pertama diubah tempat
penyimpanannya dalam organ penyimpanan sperma (reseptakulum seminalis
dan spermateka) oleh sperma dari individu jantan kedua sehingga sperma dari
individu jantan pertama menjadi jarang digunakan untuk membuahi sel telur
individu betina (Singh, et al., 2002).
LMSP (last male sperm precedence) menguntungkan betina dan juga
pasangan terakhir mereka, meningkatkan keberhasilan reproduksi betina dan
jantan. Namun, jika betina berkembang biak untuk meningkatkan keragaman
genetik keturunan, LMSP menguntungkan pasangan jantan terakhir dengan
mengorbankan betina karena keragaman genetik keturunan berkurang
(Laturney, M., dkk., 2017).
Singh, et al., (2002) mengusulkan 5 model dari sperm precedence dengan cara
menganalisis nilai dari jumlah anakan jantan kedua (P2), antara lain, model
“sperm mixing model”, model “sperm stratification model”, model “sperm
repositioning model”, model "sperm removal model”, dan model “passive
sperm loss model” (Singh, et al., 2002). Pemanfaatan sperma secara acak juga
disebabkan oleh struktur dari organ penyimpanan sperma dan kompetisi
sperma. Sperma yang tersimpan dalam reseptakulum seminalis digunakan
untuk fertilisasi terlebih dahulu daripada yang tersimpan di spermateka.
Mekanisme ini terjadi karena posisi relatif organ penyimpanan sperma pada
traktus genetalis individu betina; dalam hal ini bagian proksimal reseptakulum
seminalis terbuka langsung ke oviduk di atas uterus. Sperma dari individu
jantan kedua yang masuk ke vulva selanjutnya dapat masuk organ penyimpanan
reseptakulum seminalis yang tidak mempunyai katub pembuka. Sperma
terakhir yang masuk mendesak sperma sebelumnya ke bagian puncak yang
melingkar-melingkar dan sulit keluar lagi. Sedangkan sperma terakhir lebih
berada di sebelah luar organ penyimpan dan mempunyai kesempatan
dimanfaatkan lebih dahulu (Singh, et al., 2002).

Rujukan
[1] M. Laturney, R. van Eijk, and J.-C. Billeter, “Last male sperm precedence is
modulated by female remating rate in Drosophila melanogaster,”
Evol. Lett., vol. 2, no. 3, pp. 180–189, 2018, doi: 10.1002/evl3.50.
[2] S. R. Singh, B. N. Singh, and H. F. Hoenigsberg, “Female remating, sperm
competition and sexual selection in Drosophila,” Genet. Mol. Res.,
vol. 1, no. 3, pp. 178–215, 2002.
Menyusun Perencanaan Proyek (Design Project)

Bagaimana mekanisme terjadinya


pemanfaatan sperma pada
Drosophila melanogaster?
Untuk menjawab pertanyaan
tersebut, mari kita rancang sebuah
percobaan!

Untuk merancang sebuah percobaan, bacalah materi berikut!


A. Sistematika Taksonomi Drosophila melanogaster
Sistematika taksonomi dari Drosophila melanogaster, menurut Borror et al.,
(1992) sebagai berikut:
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Anak Kelas : Pterygota
Bangsa : Diptera
Suku : Clyclorrhapha
Anak Suku : Drosophilidae
Marga : Drosophila
Jenis : Drosophila melanogaster

B. Morfologi Drosophila melanogaster


Drosophila melanogaster memiliki tiga bagian tubuh utama yaitu kepala,
thoraks, dan abdomen.
1. Kepala
Kepala Drosophila melanogaster dilengkapi dengan organ sensorik untuk
penglihatan (mata majemuk dan ocelli), olfaction (antena, palps maxillary),
gustation (belalai), pendengaran (antena), dan sentuhan (banyak bulu sensorik
mechano).
2. Thoraks
Thoraks Drosophila melanogaster dibagi menjadi tiga segmen yaitu T1
(prothoraks, anterior), T2 (mesothoraks, tengah), dan T3 (metathoraks,
posterior). Setiap segmen membawa pelengkap yaitu T1: sepasang kaki, T2:
sepasang kaki dan sepasang sayap, T3: sepasang kaki dan sepasang halteres
(sayap yang dimodifikasi).
3. Abdomen
Abdomen Drosophila melanogaster terdiri dari 6 ruas. Bagian ventral
abdomen terdapat epandrium (alat kelamin jantan) dan ovipositor (alat
kelamin betina).

C. Dimorfisme Seksual pada Drosophila melanogaster


Drosophila melanogaster adalah spesies dimorfik seksual, di mana jantan dan
betina dapat dengan mudah dibedakan berdasarkan beberapa perbedaan
morfologis. Berikut beberapa ciri morfologis yang membedakan antara
Drosophila melanogaster jantan dan betina.
1. Ukuran Tubuh
Ukuran tubuh betina umumnya lebih besar daripada jantan (tetapi ini dapat
bervariasi menurut usia, kondisi lingkungan, dan latar belakang genetik).

2. Warna Tubuh
Pada Drosophila melanogaster jantan, segmen posterior perut (A5 dan A6)
sepenuhnya gelap dan berkilau. Pada Drosophila melanogaster betina, warna
segmen ini bervariasi dari pucat hingga hampir seluruhnya gelap. Kedua jenis
kelamin memiliki pola garis-garis melintang gelap di sisi dorsal setiap
segmen perut.
3. Bentuk Ujung Abdomen
Drosophila melanogaster betina memiliki abdomen dengan ujung runcing,
sementara abdomen jantan bulat. Selain itu, abdomen jantang cenderung
meringkuk ke dalam.
4. Alat Kelamin Eksternal
Alat kelamin eksternal Drosophila melanogaster jantan (epandrium) lebih
besar, lebih kompleks, dan lebih gelap daripada alat kelamin eksternal betina
(pelat genital dan ovipositor).

5. Sex Combs
Kaki depan Drosophila melanogaster jantan memiliki sisir kelamin (sex
combs) yaitu barisan rambut gelap tebal pada segmen tarsal pertama.
D. Siklus Hidup Drosophila melanogaster
Drosophila melanogaster menyelesaikan siklus hidupnya selama sekitar 10
hari pada suhu 25°C. Embrio berkembang lebih dari 24 jam. Ada tiga tahap larva:
L1 dan L2 (masing-masing ~ 1 hari) diikuti oleh L3 (~ 3 hari), tahap kepompong
(4 hari), dan tahap imago. Lalat dewasa mencapai kematangan seksual setelah 2-4
hari, dan betina yang dibuahi kemudian mulai bertelur. Waktu perkembangan
dapat sangat bervariasi (beberapa hari) dengan kondisi lingkungan (suhu,
kerumunan, kualitas makanan) dan latar belakang genetik.

E. Pemanfaatan Drosophila melanogaster sebagai Organisme Model untuk


Penelitian
Drosophila melanogaster merupakan spesies lalat yang tergolong dalam
famili Drosophilidae. Spesies ini lazim dikenal dengan lalat buah. Lalat ini sudah
secara luas digunakan sebagai organisme model dalam berbagai penelitian di
berbagai bidang, semisal di bidang genetika, fisiologi, patogenisis mikroba, dan
evolusi. Luasnya penggunaan Drosophila melanogaster sebagai organisme model
tersebut dikarenakan berbagai karakteristik yang dimilikinya, misalnya mudah
dirawat, hanya memiliki empat pasang kromosom, cepat dalam berkembangbiak,
dan menghasilkan banyak telur (Ashburner, dkk., 2005). Sejalan dengan hal
tersebut, seiring berjalannya waktu, para peneliti pun memunculkan berbagai
strain mutan dari Drosophila melanogaster, kemudian memetakan strain-strain
mutan tersebut (Klug, et al., 2012).
Berikut adalah peta parsial kromosom Drosophila melanogaster yang dibuat oleh
A. H. Sturtevan, dkk. Kromosom I adalah kromosom kelamin X (Ayala, dkk.,
1984).
F. Sistem Reproduksi Drosophila melanogaster
1. Sistem Reproduksi Drosophila melanogaster Jantan
Organ reproduksi Drosophila melanogaster jantan terdiri atas sepasang testis
yang menghasilkan sperma dan sepasang vesikel seminal yang merupakan tempat
perkembangan sperma. Sperma tersebut nantinya akan ditransferkan ke individu
betina selama proses ejakulasi saat perkawinan (Chapman, 2000). Terdapat
sepasang kelenjar aksesori di saluran reproduksi jantan, dan ada dua jenis sel
sekretori di kelenjar ini. Sel-sel ini didominasi oleh sel "utama", yang terdiri dari
sekitar 90% sel sekretori dan sisanya adalah sel "sekunder". Setiap jenis sel
menghasilkan jenis protein tertentu (Singh, et al., 2002). Drosophila
melanogaster jantan dewasa mempertahankan kadar protein kelenjar aksesori
(Acps) tetap konstan. Setelah kawin, tingkat ekspresi gen di sel utama kelenjar
aksesori meningkat untuk mengisi sekret yang baru saja ditransfer oleh jantan ke
pasangannya (Singh, et al., 2002). Pengisian kembali sekret ini sangat penting
karena banyak perkawinan yang sukses dan dengan cepat menghabiskan isi
kelenjar aksesori sehingga mengakibatkan gangguan kesuburan (Lefevre, 1962).
Pada Gambar 1 dapat dilihat bagian-bagian dari alat reproduksi Drosophila
melanogaster jantan. Pada huruf T menunjukkan sepasang testis yang terhubung
dengan vas deferens yang tertunjuk pada huruf VD ke saluran ejakulator anterior.
Sepasang lobus kelenjar asesori juga terhubung ke saluran ejakulator anterior.
Setiap lobus dikelilingi oleh selubung otot yang rupanya menekan sekresi dari sel
ke saluran ejakulator (ED) dan bulb (EB) untuk mencampur dengan sperma
(Schnakenberg, et al., 2012). Berikut merupakan gambar alat reproduksi
Drosophila melanogaster jantan.

Gambar 1. Alat Reproduksi Drosophila melanogaster Jantan. T: Testis, VD: Vas Deferens,
AG :Acessory Gland, ED: Ejaculator ductus, EB: Ejaculator bulb.
(Sumber: Schnakenberg, et al., 2012)
Ejakulat Drosopila melanogaster jantan tidak hanya mengandung sperma,
tapi juga banyak zat gizi dan zat kimia yang berperan dalam proses kompetisi
sperma. Protein kelenjar aksesori dan protein saluran ejakulasi pada cairan mani
yang ditransfer ke betina selama perkawinan memiliki fungsi reproduksi yang
penting, termasuk peningkatan oogenesis, ovulasi, tingkat oviposisi, penurunan
penerimaan terhadap tahap pacaran, mediasi penyimpanan sperma, kompetisi
sperma, dan rentang hidup yang menurun (Singh, et al., 2002).
Berikut ini merupakan tabel yang berisi nama dan fungsi dasi masing-masing
protein (Schnakenberg, 2012):
Tabel 1. Protein yang Berperan pada Pemanfaatan Sperma

Ket: AG (Accessory Gland), SP (Spermatechae), ED (Ejaculatory Duct), EB(Ejaculatory Bulb),


S (Spermatozoa)

2. Sistem Reproduksi Drosophila melanogaster Betina


Alat reproduksi dari Drosophila melanogaster betina terdiri dari beberapa
organ. Pada Gambar 2, huruf SP menunjukkan spermateka sebagai organ
penyimpanan sperma, selain itu spermateka juga berfungsi sebagai struktur
kelenjar. Saluran spermateka dikelilingi oleh lapisan otot tipis dan jaringan epitel.
Setiap saluran spermateka dari uterus anterior-dorsal menuju ke lumen. Huruf SR
menunjukkan reseptakel seminal yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan
sperma. Kelenjar spermathecal (spermathecal gland) memproduksi enzim dan
nutrisi untuk mempertahankan sperma sementara berada di penyimpanan.
(Schnakenberg, et al., 2012). Berikut merupakan alat reproduksi Drosophila
melanogaster betina.
Gambar 2. Alat Reproduksi Betina D. melanogaster. O: Ovarium, LO: Lateral oviduk, CO:
Common oviduct, SR: Seminal Reseptakel, SP: Spermateka, AG : Asesory gland, U: uterus
(Sumber: Schnakenberg, et al, 2012)

G. Kematangan Seksual Drosophila melanogaster Jantan dan Betina


1. Kematangan Seksual Drosophila melanogaster Jantan
Menurut Indayati (1999), pada umumnya individu jantan akan kawin ketika
sudah mencapai kematangan seksual. Kematangan seksual pada individu jantan
kurang lebih berumur 12 jam setelah menetas. Kematangan individu jantan
ditandai dengan kemampuannya dapat menghasilkan sperma. Secara sitologi
sperma mulai bergerak pada Drosophila melanogaster jantan yang berusia 8 jam
setelah menetas, dan sperma mulai bergerak pada bagian terminal dari testis
menuju kutub testiculo deferensial menuju ke vesikula seminalis antara 6-10 jam.
Adanya pergerakan sperma tersebut menunjukkan bahwa sperma telah memiliki
motilitas dan siap untuk diejakulasikan.
2. Kematangan Seksual Drosophila melanogaster Betina
Menurut Indayati (1999), individu betina memiliki kematangan seksual
kurang lebih 48 jam setelah menetas. Kematangan seksual individu betina
ditandai dengan kemampuannya dapat menghasilkan ootid atau sel telur. Menurut
Indayati (1999), produksi telur oleh individu betina bervariasi. Hal ini tergantung
pada umur betina, nutrisi, serta kelembapan lingkungan. Menurut Indayati (1999),
Drosophila melanogaster betina rata-rata dapat menghasilkan telur 64 butir per
hari. Telur pada Drosophila melanogaster tahap blastula kemudian akan
berkembang menjadi larva setelah 12 jam kemudian. Larva akan berubah menjadi
pupa yang menetas setelah 8-11 hari kemudian yang dalam kondisi ini keadaan
internal dan eksternal sangat berpengaruh.
H. Kemampuan Kawin Kembali Drosophila melanogaster
Setelah peristiwa kopulasi, biasanya individu Drosophila melanogaster betina
mengalami perubahan tingkah laku dan fisiologi yang mengakibatkan individu
betina enggan menerima jantan berikutnya untuk beberapa waktu (Singh, et al.,
2012). Perubahan tersebut menimbulkan dua efek, yaitu copulation effect dan
sperm effect. Copulation effect ialah efek pertama yang terjadi setelah Drosophila
melanogaster betina dan jantan melakukan kopulasi. Pada saat tersebut, cairan
semen (protein Acp70A) yang ditransfer oleh individu jantan selama kopulasi
menyebabkan menurunnya daya reseptivitas kemudian memaksimalkan
penggunaan sperma dan meminimalisir terjadinya kompetisi sperma. Sperm effect
merupakan efek kedua yang terjadi setelah perkawinan Drosophila melanogaster
jantan dan betina, karena masih tersimpannya sperma dalam organ penyimpanan
betina sehingga secara tidak langsung dihubungkan dengan kuantitas (jumlah)
sperma yang mengakibatkan betina tersebut enggan untuk melakukan perkawinan
kembali (Singh, et al., 2002).
Keberhasilan perkawinan kedua pada individu Drosophila melanogaster
betina dikendalikan oleh jumlah sperma yang disemprotkan oleh individu jantan
pertama ke dalam organ penyimpan sperma individu betina. Semakin banyak
sperma yang diejakulasikan oleh individu jantan pertama maka semakin lambat
individu betina untuk kawin lagi (Singh, et al., 2002). Kedua efek tersebut akan
hilang ketika sebagian sperma yang tersimpan telah membuahi sel telur individu
betina. Dengan berkurangnya jumlah sperma yang ada di dalam tubuh individu
betina, maka betina tersebut akan dapat reseptif kembali. Keadaan masih
tersimpannya sperma dalam spermateka betina memberikan stimulus terhadap
Sistem Saraf Pusat (SPP) melalui pergerakan sperma yang dapat dideteksi oleh
sistem saraf dalam organ penyimpanan sperma. Setelah melakukan perkawinan,
individu betina tidak akan kawin kembali sebelum mencapai keadaan yang
reseptif (Singh, et al., 2012).

I. Mekanisme Perpindahan Sperma


Perkawinan yang terjadi pada Drosophila melanogaster dapat terjadi secara
berulang kali oleh beberapa jantan yang berbeda terhadap individu betina yang
sama. Hal tersebut menunjukkan adanya penyimpanan sperma dari beberapa
jantan yang berbeda pada seekor individu betina. Setelah ejakulasi, sperma
menuju ke titik khusus dalam betina dimana mereka akan disimpan.
Gambar 3. Saluran reproduksi betina D. melanogaster. (Sumber : Wolfner, 2011)

Sperma disimpan dalam tiga organ penyimpanan yaitu dua spermateka dan
satu reseptakulum seminalis. Reseptakulum seminalis berukuran rata-rata 2 mm
panjangnya dengan diameter terluar rata-rata 15 µm yang bertambah sampai 30
µm pada bagian akhir distal dan akhirnya menyempit kembali berupa saluran
penutup. Dua spermateka pada Drosophila melanogaster berfungsi sebagai organ
penyimpan sperma (Lefevre, 1962).
Adanya dua tempat penyimpanan sperma tersebut juga menimbulkan
perbedaan dalam jumlah sperma yang tersimpan dalam masing-masing organ.
Menurut Iida (2003), bahwa 20% sperma disimpan di spermateka dan 80%
disimpan dalam reseptakulum seminalis. Dengan penelasan ini, maka jelas
komposisi penyimpanan sperma pada kedua organ ini berbeda (20:80). Adapun
waktu yang dibutuhkan untuk habisnya sperma dalam organ penyimpanan adalah
relatif. Hal ini berhubungan dengan jumlah sperma yang ditransfer. Semakin
banyak sperma yang ditransfer, maka waktu yang dibutuhkan untuk habisnya
sperma dalam pembuahan sel telur juga semakin lama
Diantara ketiga organ di atas ternnyata sperma dari reseptakulum seminalis
yang akan dimanfaatkan terlebih dahulu. Dipandang dari topografinya,
spermateka merupakan saluran seperti kapsul terletak di dinding bagian dorsal
dekat akhir anterior uterus. Sedangkan respetakulum seminalis merupakan saluran
yang terbuka ke oviduk, dan berada di bagian puncak uterus. Dengan posisi
demikian, maka sperma dari respetakulum seminalis yang paling cepat
dimanfaatkan. Selain itu juga dikaitkan dengan fungsinya bahwa spermateka
merupakan organ minor bila dibandingkan respetakulum seminalis yang seperti
disebutkan di atas hanya menyimpan 20% dari total sperma yang masuk (Iida,
2003). Berkaitan dengan informasi tersebut Wolfner (2011), mengatakan bahwa
sperma dari perkawinan pertama disimpan di bagian puncak seminal reseptakel
yang melingkar-lingkar. Selanjutnya sperma yang digunakan dalam membuahi
ovum adalah dengan suatu dasar “yang terakhir masuk adalah yang pertama
keluar”. Jadi sperma yang terakhir masuk dalam artian sperma dari jantan kedua
akan digunakan terlebih dahulu untuk membuahi.
Cairan seminal yang ditransfer bersamaan dengan sperma selama ejakulasi,
mengandung protein dan gula yang dapat mendukung atau memberi makanan
sperma, atau membantu sperma mencapai atau tinggal dalam organ penyimpanan
betina. Tetapi sebagian besar cairan seminal tidak selalu ada dengan sperma yang
disimpan (Singh, et al., 2002). Menurut Iida (2013), sperma yang masuk ke dalam
tubuh betina dan disimpan hanya sekitar 20%, hal ini mengindikasikan bahwa
beberapa sperma tersisa di dalam uterus, beberapa sperma ini terjebak dalam
massa gelatin yang terbentuk di dalam uterus setelah perkawinan atau terdorong
ke luar selama oviposisi. Beberapa zat kimia dari betina berperan untuk mencegah
masuknya sperma ke dalam organ penyimpanan, betina umumnya tidak
memproduksi bahan tersebut dan akan memproduksinya pada kondisi tertentu,
seperti saat terjadi penurunan imun.
Lefevre (1962) menjelaskan bahwa Drosophila melanogaster betina
menggunakan sperma dengan efisiensi yang tinggi, 100% sperma yang tersimpan
digunakan untuk fertilisasi. Ada dua pendapat tentang penggunaan sperma yang
tersimpan dalam organ penyimpanan betina. Pendapat pertama adalah penggunaan
sperma bersifat tidak acak sedangkan pendapat kedua menyatakan bahwa
penggunaan sperma bersifat acak. Singh, et al., (2002), mengatakan bahwa
sperma yang tersimpan dalam reseptakulum seminalis dan spermateka
dikeluarkan secara acak dalam fertilisasi.

J. Pemanfaatan Sperma pada Drosophila melanogaster Betina


Menurut Lefevre (1962), terdapat dua jenis pemanfaatan sperma, yaitu secara
acak atau tidak acak. Pemanfaatan sperma dalam fertilisasi bersifat tidak acak jika
turunan dari jantan pertama tidak muncul pada persilangan betina tersebut dengan
jantan kedua, ketiga maupun keempat atau dengan kata lain keturunan pada
persilangan tertentu hanya akan menghasilkan fenotip keturunan pertama dari
hasil persilangan tersebut. Pemanfaatan sperma bersifat acak terjadi apabila
keturunan dari jantan pertama dengan betina muncul kembali pada persilangan
betina tersebut dengan jantan kedua, ketiga maupun keempat atau dengan kata
lain muncul pada persilangan dengan jantan selanjutnya.
Fenomena pemanfaatan sperma ini disebut dengan sperm displacement atau
sperm precedence. Singh, et al., (2002) menyatakan bahwa istilah sperm
precedence lebih mengarah pada proporsi turunan setelah perkawinan kembali,
proporsi turunan, dan menunjukkan jumlah anakan dari jantan kedua lebih banyak
dari jantan pertama. Sementara sperm displacement lebih mengarah pada
pemindahan aktif dari sperma yang tersimpan sebelumnya. Sperma dari individu
jantan pertama diubah tempat penyimpanannya dalam organ penyimpanan sperma
(reseptakulum seminalis dan spermateka) oleh sperma dari individu jantan kedua
sehingga sperma dari individu jantan pertama menjadi jarang digunakan untuk
membuahi sel telur individu betina.
Mekanisme sperm displacement dan sperm precedence pada Drosophila
melanogaster saat ini belum diketahui sepenuhnya. Singh, et al., (2002)
mengusulkan 5 model dari sperm precedence dengan cara menganalisis nilai dari
jumlah anakan jantan kedua (P2), antara lain, model “sperm mixing model”
diasumsikan adanya pencampuran yang instan dan sempurna dari dua ejakulat.
Jumlah anakan P2 konstan, yaitu sekitar 50%. Model “sperm stratification
model”, sperma dari jantan yang kedua berada dekat dengan tempat fertilisasi
daripada sperma dari jantan pertama. Jumlah P2 akan mendekati 100% sampai
akhirnya sperma dari jantan kedua habis, setelah habis maka giliran sperma dari
jantan pertama yang digunakan dan anakan dari jantan pertama (P1) akan naik
hingga 100%. Model “sperm repositioning model”, sperma dari jantan yang kedua
berada dekat dengan tempat fertilisasi tapi dua ejakulat memulai untuk bercampur
dengan segera. Dalam model ini nilai P2 menurun dari nilai tinggi menjadi 50%.
Model "sperm removal model”, memprediksi bahwa nilai P2 tetap konstan pada
proporsi dimana sperma jantan pertama dipindahkan. Model “passive sperm loss
model”, nilai P2 juga tetap pada tingkat tinggi tertentu, namun, sperma dari
jantan pertama tidak digantikan oleh jantan kedua, namun sperma secara pasif
kalah dalam spermathecae betina (Singh, et al., 2002).
Berkaitan dengan jumlah anakan dari jantan kedua labih banyak daripada
jantan pertama, Singh, et al., (2002) menjelaskan beberapa faktor yang
mempengaruhi hal tersebut, antara lain adalah:
- Kualitas dari ejakulasi, yaitu jantan dengan jumlah sperma dan cairan seminal
yang lebih banyak bisa menyiram saluran reproduktif betina dengan sperma
yang lebih banyak tersimpan daripada jantan dengan jumlah sperma dan
cairan seminal yang lebih sedikit.
- Keseluruhan dari semangat pejantan, ini bisa menghalangi mekanisme yang
pertama, karena individu yang lebih bersemangat atau lebih giat bisa
memproduksi sperma dan cairan seminal yang lebih banyak.
- Komposisi dari ejakulasi.
Penelitian lebih lanjut mengenai sperma pada individu jantan kedua
Drosophila melanogaster mengungkapkan bahwa protein-protein reproduktif
pada individu jantan sangat berpengaruh terhadap kompetisi sperma. Pada
Drosophila melanogaster, masuknya sperma dari pejantan kedua dapat berakibat
terhentinya proses kapasitasi (incapacitation) dari sperma jantan pertama akibat
adanya cairan semen dari jantan kedua yang masuk pada saat proses kopulasi.
Sperma dari jantan pertama ini terhambat oleh cairan semen dari individu kedua
(Adrianne, et al., 2008). Menurut penelitian lebih lanjut, adanya gen Acp36DE
dan CG9997 memiliki kontribusi besar dalam kompetisi sperma (Chapman,
2000). Adanya protein Acp36DE pada sperma individu jantan akan merubah hasil
dari kompetisi sperma. Transfer protein Acp36DE ke dalam saluran penyimpanan
sperma (spermatheca) oleh jantan kedua pada individu betina akan berinteraksi
dengan sperma dari jantan pertama dan menyebabkan sperma dari jantan pertama
memiliki kemampuan fertilisasi yang rendah (fewer fertilizations) dalam
membuahi sel telur. Akibatnya sperma dari jantan kedua lebih diutamakan untuk
membuahi sel telur daripada sperma jantan pertama (Chapman, 2000).
Sperma yang lebih diutamakan ini akan melakukan interaksi dengan protein
reproduktif pada individu betina di dalam organ penyimpanan sperma. Protein-
protein reproduktif pada betina disekresikan oleh sel sekretori (secretory cells)
yang ada dalam sistem reproduksi betina (female reproductive tract) (Sun, 2013).
Studi lebih lanjut mengenai sistem reproduksi betina menunjukkan bahwa
terdapat sebuah gen Hr39 dan sekresi protein canonical yang dibutuhkan untuk
ovulasi pada individu betina Drosophila melanogaster (Castillo, 2014). Interaksi
antara protein Acp36DE dan CG9997 individu jantan kedua dengan protein Hr39
yang disekresikan oleh kelenjar reproduktif pada betina juga akan menyebabkan
berhentinya proses kapasitasi sperma dari jantan pertama sehingga keturunan
yang dihasilkan pada anakan F1 didominasi oleh fenotip dari individu jantan
kedua (Castillo, 2014).
Pemanfaatan sperma secara acak juga disebabkan oleh struktur dari organ
penyimpanan sperma dan kompetisi sperma. Sperma yang tersimpan dalam
reseptakulum seminalis digunakan untuk fertilisasi terlebih dahulu daripada yang
tersimpan di spermateka. Mekanisme ini terjadi karena posisi relatif organ
penyimpanan sperma pada traktus genetalis individu betina; dalam hal ini bagian
proksimal reseptakulum seminalis terbuka langsung ke oviduk di atas uterus. Juga
menyatakan bahwa sperma dari individu jantan kedua yang masuk ke vulva
selanjutnya dapat masuk organ penyimpanan reseptakulum seminalis yang tidak
mempunyai katub pembuka. Sperma terakhir yang masuk mendesak sperma
sebelumnya ke bagian puncak yang melingkar-melingkar dan sulit keluar lagi.
Sedangkan sperma terakhir lebih berada di sebelah luar organ penyimpan dan
mempunyai kesempatan dimanfaatkan lebih dahulu (Singh, et al., 2002).
Selain itu, jika melihat bentuk dari organ spermateka yang lebih lurus
daripada reseptakulum seminalis, pada spermateka ini sperma individu jantan
kedua lebih leluasa berkompetisi dengan sperma dari individu jantan pertama
dibandingkan jika organ penyimpan sperma melingkar-lingkar. Jika memang
demikian maka sperma kedua yang lebih dekat dengan bagian luar organ
penyimpan yang lebih mempunyai kesempatan dimanfaatkan. Sehingga sperma
dari reseptakulum seminalis yang paling cepat dimanfaatkan (Wolfner, 2011).

K. Kompetisi Sperma
Kompetisi sperma yakni kompetisi sperma dalam tubuh betina dari dua atau
lebih jantan yang akan membuahi sel telur. Dari perkawinan yang dilakukan oleh
individu betina Drosophila melanogaster, penggunaan sperma dari individu
jantan kedua lebih utama dan reduksi kesuksesan reproduksi dari jantan kedua
berhasil terjadi setelah 2 hari perkawinan. Hal tersebut karena sperma dari jantan
pertama masih tertinggal dalam organ penyimpanan sampai beberapa hari
sebelum terkena pengaruh dari cairan seminal sperma jantan kedua dimana cairan
seminal dari jantan kedua menghalangi penggunaan sperma jantan pertama yang
disimpan (Singh, et al., 2002).
Sebagian besar mekanisme yang menjelaskan tentang penggunaan sperma
jantan dari jantan kedua lebih besar karena penyimpanan sperma dari jantan kedua
tersebut juga lebih banyak. Hal tersebut sering ditunjukkan dengan pola langsung
yang menggambarkan keuntungan dari sperma dari jantan kedua yang disimpan
secara utuh dan banyak, karena individu betina menggunakan sperma secara acak
untuk membuahi sel telur. Sehingga dapat dilihat bahwa sperma yang lebih
banyak disimpan dalam individu betina merupakan sperma dari individu jantan
kedua karena adanya pemindahan sperma dari jantan pertama pada organ
penyimpanan (Singh, et al., 2002).
Persaingan sperma timbul terutama karena kapasitas penyimpanan sperma
yang rumit di dalam betina, karena penggunaan sperma yang sangat efisien saat
pembuahan, dan karena probabilitas kawin kembali yang tinggi. Persaingan
sperma mungkin sangat kuat saat sperma beberapa jantan disimpan bersamaan di
dalam organ penyimpanan khusus atau bagian dari saluran reproduksi betina
sebelum pembuahan. Peran manipulasi betina mungkin besar dan dapat memiliki
efek dramatis pada hasil permainan kompetisi sperma dalam kasus yang ekstrim,
betina dapat kawin dengan sejumlah jantan dan kemudian memilih sperma yang
akan digunakan untuk membuahi telur mereka. Betina memilih sperma melalui
spermisida, kejadian ini dengan membuang sperma yang diterima, dengan
mencerna sperma atau melalui fagositosis spermatozoa, di lain sisi jantan telah
berevolusi untuk menghasilkan sperma dalam jumlah besar untuk
membingungkan atau mencampuradukkan sistem pilihan betina yang samar
sehingga spermisida dapat bermanfaat bagi betina hanya dengan menyediakan
sumber nutrisi yang berharga (Singh, et al., 2002).
Teori persaingan sperma memprediksi bahwa jantan beradaptasi untuk sukses
dalam kompetisi sperma dengan menghasilkan sperma dalam jumlah besar. Jantan
yang dikawinkan dengan risiko persaingan sperma tinggi meningkatkan investasi
pada produksi sperma. Ini berarti bahwa jantan yang spermanya berisiko
mengalami persaingan harus melepaskan lebih banyak sperma saat berkopulasi
daripada jantan yang spermanya tidak berisiko. Jika jumlah sperma yang
dilepaskan tidak penting untuk hasil kompetisi (Singh, et al., 2002).
Kemampuan bersaing sperma juga meliputi pertahanan sperma (sperm
defense). Kemampuan bertahan jantan pertama mungkin dihitung oleh
kemungkinan bahwa betina akan kawin kembali sebelum menggunakan semua
spermanya yang tersimpan. Betina yang dikawinkan dengan jantan pertama
dengan kemampuan defensif yang lebih besar tidak akan kawin kembali sampai
lebih sedikit sperma yang tersimpan di penyimpanannya. Kemampuan pertahanan
sperma jantan pertama mungkin lebih jauh diukur dengan kemampuan spermanya
untuk menahan perpindahan atau untuk mengurangi keberhasilan fertilisasi
sperma jantan kedua (Singh, et al., 2002).
Ada juga pelanggaran sperma (sperm offense). Kemampuan ofensif jantan
kedua bisa dihitung oleh kemampuannya untuk mendorong seorang betina untuk
kawin lagi sebelum dia menggunakan semua sperma yang tersimpan. Kemampuan
ofensif bisa diukur dengan kemampuan jantan kedua untuk menggantikan sperma
jantan pertama. Dari perspektif kemampuan kesuburan jantan dengan kemampuan
yang tinggi akan datang dari genotipe yang memaksimalkan jumlah keturunan
induk jantan, terlepas dari urutan kawin (Singh, et al., 2002).

3. Daftar Strain Drosophila melanogaster yang Tersedia di Laboratorium


Genetika FMIPA UM
Strain Drosophila melanogaster yang tersedia di laboratorium Genetika
FMIPA UM mengalami mutasi pada beragam aspek misalnya warna mata, bentuk
faset mata, bentuk sayap, warna tubuh, dan gabungan dari beberapa mutasi.
No Nama dan Simbol Strain
1 Normal/Wild Type (N)
2 Miniature (m)
3 Vestigial (vg)
4 Dumpy (dp)
5 White (w)
6 White eosin (w)
7 White apricot (wa)
8 Clot (cl)
9 Maroon like (mal)
10 Plum (Pm)
11 Ebony (e)
12 Black (b)
13 Eyemissing (eym)
14 Bar3
15 Rough (ro)
16 Black clot (bcl)
17 Black vestigial (bvg)
18 Ebony clot (ecl)
19 Ebony vestigial (evg)
20 Ebony white eosin (ew)
21 Ebony white apricot (ewa)
22 Ebony maroon like (emal)
23 Miniature clot (mcl)
24 Black vegstigial clot (bvgcl)
4. Prosedur Dasar untuk Menjalankan Proyek Menggunakan Drosophila
melanogaster
1. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan selama praktikum
 Mikroskop stereo, digunakan untuk mengamati ciri morfologi Drosophila
melanogaster.
 Senter, digunakan untuk memberikan pencahayaan yang terang pada saat
pengamatan di bawah mikroskop stereo.
 Plastik, digunakan sebagai tempat Drosophila melanogaster saat diamati
di bawah mikroskop stereo.
 Botol selai, digunakan untuk tempat peremajaan dan persilangan
Drosophila melanogaster.
 Gunting, digunakan untuk memotong spons penutup botol selai dan selang
ampulan.
 Kuas, digunakan untuk mengambil pupa hitam yang siap untuk diampul
pada dinding botol selai.
 Neraca, digunakan untuk menimbang massa bahan yang akan digunakan
untuk pembuatan medium Drosophila melanogaster.
 Kompor gas, digunakan untuk memasak medium Drosophila
melanogaster.
 Pisau, digunakan untuk memotong bahan dalam pembuatan medium
Drosophila melanogaster.
 Kardus, digunakan sebagai tempat meletakkan botol selai berisi
Drosophila melanogaster serta untuk menyimpan alat dan bahan dalam
penelitian.
 Selang ampul, digunakan untuk mengampul pupa hitam Drosophila
melanogaster.
 Selang atau sedotan, digunakan untuk menyedot Drosophila melanogaster
dari dalam botol selai.
 Cutter, digunakan untuk memotong spons.
 Blender, digunakan untuk mencampurkan bahan dalam pembuatan
medium Drosophila melanogaster.
 Kain kasa, digunakan bersamaan dengan selang sedotan sebagai alat untuk
menyedot Drosophila melanogaster.
 Panci, digunakan untuk tempat memasak medium Drosophila
melanogaster.
 Pengaduk, digunakan untuk mengaduk bahan pembuatan medium
Drosophila melanogaster.
 Spons/busa, digunakan untuk menutup botol selai sebagai tempat
perkembangbiakan Drosophila melanogaster.
 Sendok, digunakan untuk membersihkan medium yang telah kadaluarsa.
 Box medium, digunakan untuk menyimpan medium Drosophila
melanogaster.
 Tissue, digunakan untuk membersihkan alat yang digunakan dalam
penelitian.
 Alat tulis, digunakan untuk mencatat segala keperluan dalam penelitian.
 Kertas tabel, digunakan untuk menulis dan melabeli botol serta ampulan
Drosophila melanogaster.
 Stok Drosophila melanogaster yang digunakan sebagai bahan amatan
dalam penelitian.
 Pisang raja mala, digunakan untuk bahan pembuatan medium Drosophila
melanogaster.
 Tape singkong, digunakan untuk bahan pembuatan medium Drosophila
melanogaster.
 Gula merah, digunakan untuk bahan pembuatan medium Drosophila
melanogaster.
 Kertas pupasi, digunakan sebagai tempat telur dan pupa Drosophila
melanogaster.
 Fermipan, digunakan untuk mengubah polisakarida pada medium menjadi
monosakarida sehingga mudah untuk dicerna Drosophila melanogaster.
 Air, digunakan untuk membersihkan botol selai, membasahi kuas pada
saat pengampulan pupa Drosophila melanogaster, dan sebagai campuran
bahan pembuatan medium.
2. Pembuatan Medium
 Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat medium antara lain pisang,
tape singkong dan gula merah ditimbang dengan perbandingan 7:2:1
(dalam pembuatan satu resep) yaitu 700 gram pisang raja mala, 200 gram
tape singkong dan 100 gram gula merah.
 Pisang yang telah ditimbang kemudian dipotong menjadi ukuran yang
lebih kecil kemudian ditambahkan air secukupnya dan dihaluskan bersama
tape singkong dengan menggunakan blender.
 Gula merah diiris hingga halus kemudian dicairkan dengan cara
memanaskan di atas panci menggunakan api sedang.
 Pisang dan tape singkong yang telah dihaluskan selanjutnya dimasukkan
ke dalam panci berisi gula merah cair dan dimasak di atas kompor dengan
api sedang selama 45 menit sambil terus diaduk-aduk.
 Setelah ±45 menit, medium diangkat dari kompor kemudian dimasukkan
ke dalam botol selai yang bersih dan steril menggunakan centong lalu
ditutup dengan busa penutup yang sudah disterilkan dengan cara diuapkan.
 Medium pada botol didinginkan dengan cara dimasukkan ke dalam
nampan yang berisi air.
 Medium yang telah didinginkan di dalam botol selai ditambahkan dengan
±3-4 butir yeast dan sebuah kertas pupasi kemudian botol ditutup kembali.
3. Pembuatan Stok Induk
 Disiapkan botol selai yang telah berisi medium.
 Dimasukkan Drosophila melanogaster dari stok lama ke dalam botol selai
yang telah berisi medium.
 Masing-masing botol diberi label.
 Ditunggu hingga muncul pupa hitam yang siap diampul.
4. Pengampulan Pupa
 Digunting ±5 cm selang plastik yang bersih.
 Dicetak pisang rajamala dengan selang plastik yang telah dipersiapkan dan
dimasukkan pisang sampai pada bagian tengahnya.
 Ujung kuas dibasahi dengan air yang selanjutnya digunakan sebagai alat
untuk mengambil pupa yang telah menghitam pada botol peremajaan.
 Setelah pupa hitam diambil dengan kuas, dimasukkan pupa tersebut ke
dalam pipa selang yang sudah berisi pisang.
 Ujung-ujung selang yang telah berisi pupa yang menghitam ditutup
dengan spons.
 Pupa yang telah diampul selanjutnya ditunggu hingga menetas untuk
kemudian disilangkan.
5. Persilangan P1
 Penelitian ini dilakukan dengan mengawinkan 1 betina Drosophila
melanogaster dengan 4 jantan Drosophila melanogaster dengan strain
yang berbeda secara bergantian. Hal ini bertujuan untuk mengetahui
pemanfaatan sperma yang dilakukan oleh betina Drosophila melanogaster
dengan melihat hasil turunan pertama nya (F1). Perkawinan dengan empat
individu jantan yang berbeda strain dilakukan secara bergantian setiap kali
sudah muncul pupa. Prosedur tersebut membuktikan keberhasilan
perkawinan kedua atau perkawinan kembali pada individu betina
Drosophila melanogaster. Adanya lebih dari satu jantan yang dikawinkan
pada satu betina, maka akan ada banyak macam sperma (dari jantan
berbeda) yang masuk ke dalam organ penyimpanan sperma, sehingga
dapat diketahui bagaimana kompetisi sperma dari keempat jantan tersebut
sebagai syarat terjadinya pemanfaatan sperma.
 Persilangan ini menggunakan Drosophila melanogaster strain ♀evg
sebanyak 4 tipe yaitu ♀evg dengan ♂evg, ♂e, ♂vg, ♂N dan persilangan
strain ♀ecl sebanyak 4 tipe yaitu ♀ecl dengan ♂ecl, ♂e, ♂cl, dan ♂N.
Tipe persilangannya akan dijabarkan pada tabel berikut.
Tipe Persilangan Tipe Persilangan
evg tipe 1 ♀evg><♂evg ecl tipe 1 ♀ecl<♂ecl
♀evg><♂e ♀ecl><♂e
♀evg><♂vg ♀ecl><♂cl
♀evg><♂N ♀ecl><♂N
evg tipe 2 ♀evg><♂e ecl tipe 2 ♀ecl><♂e
♀evg><♂vg ♀ecl><♂cl
♀evg><♂N ♀ecl><♂N
♀evg >< ♂evg ♀ecl><♂ecl
evg tipe 3 ♀evg><♂vg ecl tipe 3 ♀ecl><♂cl
♀evg><♂N ♀ecl><♂N
♀evg><♂evg ♀ecl><♂ecl
♀evg><♂e ♀ecl><♂e
evg tipe 4 ♀evg><♂N ecl tipe 4 ♀ecl><♂N
♀evg><♂evg ♀ecl><♂ecl
♀evg><♂e ♀ecl><♂e
♀evg><♂vg ♀ecl><♂cl

 Persilangan tipe I dengan betina evg


- ♀ evg disilangkan dengan ♂ evg
- Setelah 2 hari ♂ evg dilepas dan ♀ evg dipindah ke medium baru
setelah muncul larva kemudian disilangkan dengan ♂ e.
- Setelah 2 hari ♂ e dilepas dan ♀ evg dipindah ke medium baru setelah
muncul larva kemudian disilangkan dengan ♂ vg.
- Setelah 2 hari ♂ vg dilepas dan ♀ evg dipindah ke medium baru setelah
muncul larva kemudian disilangkan dengan ♂ N.
- Setelah 2 hari ♂ N dilepas dan ♀ evg dipindah ke medium baru setelah
muncul larva tanpa disilangkan.
- Jika sudah keluar pupa ♀evg dilepas.
- Mengamati fenotip dan jenis kelamin serta menghitung jumlah hasil
persilangan F1 dari hari ke-1 sampai hari ke-7.
- Persilangan diulangi pada tipe II, III, dan IV
 Persilangan tipe I dengan betina ecl.
- ♀ ecl disilangkan dengan ♂ ecl
- Setelah 2 hari ♂ ecl dilepas dan ♀ ecl dipindah ke medium baru setelah
muncul larva kemudian disilangkan dengan ♂ e.
- Setelah 2 hari ♂e dilepas dan ♀ ecl dipindah ke medium baru setelah
muncul larva kemudian disilangkan dengan ♂ cl.
- Setelah 2 hari ♂ cl dilepas dan ♀ ecl dipindah ke medium baru setelah
muncul larva kemudian disilangkan dengan ♂ N.
- Setelah 2 hari ♂ N dilepas dan ♀ ecl dipindah ke medium baru setelah
muncul larva tanpa disilangkan.
- Jika sudah keluar pupa ♀ecl dilepas.
- Mengamati fenotip dan jenis kelamin serta menghitung jumlah hasil
persilangan F1 dari hari ke-1 sampai hari ke-7.
- Persilangan diulangi pada tipe II, III, dan IV.
Setelah memahami uraian materi di atas, selesaikanlah permasalahan
berikut!

Berdasarkan strain Drosophila melanogaster yang tersedia di Laboratorium


Genetika FMIPA UM, pilihlah lima strain (1 betina double mutan dan 4
jantan single mutan) yang dapat digunakan untuk mengkaji fenomena
pemanfaatan sperma!
Tuliskan deskripsi dari kedua strain tersebut pada tabel di bawah ini!
Deskripsi ciri meliputi letak mutasi (kromosom dan lokus), serta ciri
morfologi Drosophila melanogaster (warna mata, warna tubuh, panjang
sayap).
Catatan: Pilihlah strain yang berbeda dari strain yang digunakan pada contoh.

Nama dan Foto Drosophila melanogaster Deskripsi Ciri


Simbol Strain melanogaster (jantan dan betina)
bcl (Black clot) Betina - Warna tubuh
hitam
- Warna mata abu-
abu kehitaman
- Faset mata halus
- Sayap menutupi
tubuh dengan
sempurna
(Fauzi, 2016).
Gambar 1. D. Melanogaster strain bcl
betina
Sumber: Fauzi, 2016

Jantan

Gambar 2. D. Melanogaster strain bcl


jantan
Sumber: Fauzi, 2016
b (black) Betina - Memiliki mata
berwarna merah
terang
- Memiliki faset
mata halus
- Memiliki tubuh
berwarna hitam
- Memiliki sayap
panjang
melebihi
panjang tubuh.
Gambar 1. D. melanogaster betina
black strain (b)
Sumber: Sholihah, 2016

bcl (Black clot) Betina  Strain clot (cl)


dikontrol oleh
krimososm 2
(Strickberger,
1962)
 Strain clot (cl)
memiliki mata
berwarna
coklat, hal ini
menandakan
Gambar 4. D. Melanogaster strain bcl bahwa Strain
betina clot (cl)
Sumber: Fauzi, 2016 mengalami
Jantan mutasi pada
kromosom 2
yang
mengontrol
warna mata
(Strickberger,
1962).
 Strain clot (cl)
memiliki sayap
lebih panjang
daripada
Gambar 5. D. Melanogaster strain bcl tubuhnya
jantan (Sholihah,
Sumber: Fauzi, 2016 2016).
 Strain clot (cl)
memiliki warna
tubuh coklat
menyerupai
stain wild type
(Sholihah,
2016).
N (Normal/wild- Jantan - Tubuh berwarna
type) kuning
kecoklatan
- Mata berwarna
merah
- Sayap lurus dan
panjang
melebihi
abdomen
- Tidak
mengalami
Gambar 2. D. Melanogaster strain N mutasi
jantan Lalat betina
Sumber: Eksplonatorium, 2021 mempunyai
Betina panjang sekitar 2,5
milimeter,
sedangkan lalat
jantan berukuran
lebih kecil
daripada lalat
betina dan
memiliki bintik
hitam di bagian
abdomennya
(Corebima, 2013).
Gambar 3. D. Melanogaster strain N
betina
Sumber: Eksplonatorium, 2021
Jelaskan alasan pemilihan kelima strain tersebut untuk mengamati
fenomena pemanfaatan sperma pada Drosophila melanogaster
melanogaster!
Jawab:
Karena dalam memudahkan pendeteksian pemanfaatan sperma pada D.
melanogaster, maka dibutuhkan strain betina double mutan (unsur mutannya),
dimana yang kami pilih adalah bcl (Black clot). Pemilihan ini juga didasarkan
pada ada atau tidaknya strain dalam laboratorium di UM (skala prioritas).
Kemudian pada strain jantan perlu adanya strain normal/wild-type juga (N)
karena strain N yang normal yang tidak mengalami mutasi memiliki pengaruh
yang lebih baik terhadap jumlah turunan dibandingkan dengan strain lain yang
telah mengalami mutasi. Perubahan karena mutasi tersebut akan menyebabkan
terjadinya perubahan pada genotif pada kromosom. Sementara kromosom pada
Drosophila melanogaster berpengaruh terhadap masalah perkelaminan karena
ekspresi kelamin pada Drosophila melanogaster tergantung dari perimbangan
antara kromomosom X dan autosom. Hal ini diduga dapat menyebabkan atau
mempengaruhi jumlah turunan yang dihasilkan, karena jumlah turunan sangat
terkait dengan ekspresi kelamin.
Rujukan
R. Amelia, PENGARUH PERSILANGAN STRAIN WILD TYPE (N) DENGAN
WHITE (W) TERHADAP JUMLAH TURUNAN F2 LALAT BUAH
(Drosophila sp). 2016.

Setelah memilih strain yang akan digunakan untuk mengamati fenomena


pemanfaatan sperma pada Drosophila melanogaster, langkah selanjutnya
yaitu menyusun prosedur persilangan. Berdasarkan uraian materi di atas,
rancanglah prosedur penelitian untuk mengkaji fenomena pemanfaatan
sperma pada Drosophila melanogaster!

Macam Persilangan
- Persilangan Drosophila melanogaster strain ♀bcl dengan ♂bcl,
- Persilangan Drosophila melanogaster strain ♀bcl dengan ♂b
- Persilangan Drosophila melanogaster strain ♀bcl dengan ♂cl
- Persilangan Drosophila melanogaster strain ♀bcl dengan ♂N

Rumus menghitung ulangan


RAL = t (r-1) ≥ 15
Keterangan
t = perlakuan (macam persilangan)
r = ulangan

Jumlah Ulangan
RAL = t (r-1) ≥ 15
RAL = 4(r-1) ≥ 15
RAL = 4r – 4 ≥ 15
RAL = 4r ≥ 15 + 4
RAL = 4r ≥ 19 → r = 19/4 = 4.75 = 5

Jumlah Generasi
1 generasi

Alasan
Karena pada pemanfaatan sperma Drosophilla melanogaster sudah bisa dilihat
hasilnya terjadi secara acak atau tidak acak dari generasi pertamanya.

Prosedur Persilangan
Persilangan tipe I dengan betina bcl
- ♀ bcl disilangkan dengan ♂ bcl
- Setelah 2 hari ♂ bcl dilepas dan ♀ bcl dipindah ke medium baru setelah
muncul larva kemudian disilangkan dengan ♂ b.
- Setelah 2 hari ♂ b dilepas dan ♀ bcl dipindah ke medium baru setelah
muncul larva kemudian disilangkan dengan ♂ cl.
- Setelah 2 hari ♂ cl dilepas dan ♀ bcl dipindah ke medium baru setelah
muncul larva kemudian disilangkan dengan ♂ N.
- Setelah 2 hari ♂ N dilepas dan ♀ bcl dipindah ke medium baru setelah
muncul larva tanpa disilangkan.
- Jika sudah keluar pupa ♀bcl dilepas.
- Mengamati fenotip dan jenis kelamin serta menghitung jumlah hasil
persilangan F1 dari hari ke-1 sampai hari ke-7.
- Persilangan diulangi pada tipe II, III, dan IV.

Setelah merancang prosedur penelitian, langkah selanjutnya adalah


membuat rekonstruksi kromosom dari persilangan yang kita buat.
Berikut adalah contoh pembuatan rekosntruksi kromosom, cermatilah
dengan seksama!

Rekonstruksi pada persilangan ♀evg


Parental : ♀evg >< ♂evg
Genotip : ><
Gamet : evg; evg
F1 : (evg)

Parental : ♀evg >< ♂e


Genotip : ><
Gamet : evg; evg+
F1 : (e)

Parental : ♀evg >< ♂vg


Genotip : ><
Gamet : evg; e+vg
F1 : (vg)

Parental : ♀evg >< ♂N


Genotip : ><
Gamet : evg; e+vg+
F1 : (N)(heterozigot)
Rekonstruksi pada persilangan ♀ ecl
Parental : ♀ecl >< ♂ecl
Genotip : ><
Gamet : ecl; ecl
F1 : (ecl)

Parental : ♀ecl >< ♂e


Genotip : ><
Gamet : ecl; ecl+

F1 : (e)
Parental : ♀ecl >< ♂cl
Genotip : ><
Gamet : ecl; ecl

F1 : (cl)

Parental : ♀ecl >< ♂N


Genotip : ><
Gamet :ecl; e+cl+
F1 : (N)(heterozigot)
Setelah memahami contoh rekonstruksi kromosom di atas, buatlah
rekonstruksi kromosom berdasarkan macam persilangan yang sudah
ditentukan!
Rekonstruksi pada persilangan ♀ bcl
Parental : ♀bcl >< ♂bcl
𝑏 𝑐𝑙 𝑏 𝑐𝑙
Genotip : >< 𝑏 𝑐𝑙
𝑏 𝑐𝑙
Gamet : bcl ; bcl
𝑏 𝑐𝑙
F1 : (bcl)
𝑏 𝑐𝑙

Parental : ♀bcl >< ♂b


𝑏 𝑐𝑙 𝑏 𝑐𝑙+
Genotip : 𝑏 𝑐𝑙 >< 𝑏 𝑐𝑙+
Gamet : bcl; bcl+
𝑏 𝑐𝑙 +
F1 : (b)
𝑏 𝑐𝑙

Parental : ♀bcl >< ♂cl


𝑏 𝑐𝑙 𝑏+ 𝑐𝑙
Genotip : ><
𝑏 𝑐𝑙 𝑏+ 𝑐𝑙
Gamet : ecl; ecl
𝑏 + 𝑐𝑙
F1 : (cl)
𝑏 𝑐𝑙

Parental : ♀bcl >< ♂N


𝑏 𝑐𝑙 𝑏+ 𝑐𝑙 +
Genotip : 𝑏 𝑐𝑙 ><𝑏+ 𝑐𝑙 +
Gamet : bcl; b+cl+
𝑏+ 𝑐𝑙+
F1 : 𝑏+ (N) (heterozigot)
𝑐𝑙+
Menyusun Jadwal (Create Schedule)

Kondisi saat ini tidak


memungkinkan untuk
melaksanakan proyek secara
langsung, maka cukup kita
rancang saja jadwal dan estimasi
waktu pelaksanaannya saja

Jika anda diminta untuk merancang sebuah percobaan yang mengkaji


tentang fenomena pemanfaatan sperma pada Drosophila melanogaster,
susunlah kegiatan yang mungkin anda lakukan selama 1 semester (16
minggu perkuliahan) pada tabel di bawah!. Kegiatan tersebut terdiri atas
indentifikasi strain, penyediaan stok Drosophila melanogaster, persilangan,
pengambilan data, analisis data, dan pelaporan hasil penelitian. Tentukan
pula estimasi waktu dari setiap kegiatan disertai berbagai instrument (alat
dan bahan) pendukung.

Catatan: dalam penyusunan jadwal, pertimbangkan lama siklus hidup Drosophila


melanogaster.

Estimasi Instrumen
Kegiatan
Waktu Pendukung
Minggu ke-1 Pemilihan strain Drosophilla Sediaan strain
melanogaster Drosophila
melanogaster yang
tersedia di
laboratorium

Minggu ke-2 Pembuatan Medium Bahan-bahan yang


digunakan untuk
membuat medium
antara lain pisang,
tape singkong dan
gula merah
ditimbang dengan
perbandingan 7:2:1
(dalam pembuatan
satu resep) yaitu 700
gram pisang raja
mala, 200 gram tape
singkong dan 100
gram gula merah.

Minggu ke-3 Pembuatan Stok Induk Medium diisi dalam


botol selai,
Drosophila
melanogaster dari
sediaan lama yang
telah dipilih, alat
tulis, kertas label.
Minggu ke-4 Pengampulan Pupa Gunting, selang
plastik, kuas, air,
botol peremajaan,
spons.

Minggu ke-5 Persilangan P1 tipe I Strain betina dan


Betina bcl: jantan D.
- Persilangan ♀ bcl x ♂ bcl (2 hari) Melanogaster. Botol
- Persilangan ♀ bcl x ♂ b (2 hari) selai kosong, kertas
- Persilangan ♀ bcl x ♂ cl (2 hari) pupasi, alat tulis,
- Persilangan ♀ bcl x ♂ N (2 hari) kardus, mikroskop,
dan plastik.
Minggu ke-6 Pengambilan Data Alat tulis, mikroskop

Minggu ke-7 Persilangan P1 tipe II Strain betina dan


Betina bcl: jantan D.
- Persilangan ♀ bcl x ♂ b (2 hari) Melanogaster. Botol
- Persilangan ♀ bcl x ♂ cl (2 hari) selai kosong, kertas
- Persilangan ♀ bcl x ♂ N (2 hari) pupasi, alat tulis,
- Persilangan ♀ bcl x ♂ bcl (2 hari) kardus, mikroskop,
dan plastik.
Minggu ke-8 Pengambilan Data Alat tulis, mikroskop

Minggu ke-9 Persilangan P1 tipe III Strain betina dan


Betina bcl: jantan D.
- Persilangan ♀ bcl x ♂ cl (2 hari) Melanogaster. Botol
- Persilangan ♀ bcl x ♂ N (2 hari) selai kosong, kertas
- Persilangan ♀ bcl x ♂ bcl (2 hari) pupasi, alat tulis,
- Persilangan ♀ bcl x ♂ b (2 hari) kardus, mikroskop,
dan plastik.
Minggu ke-10 Pengambilan Data Alat tulis, mikroskop

Minggu ke-11 Persilangan P1 tipe IV Strain betina dan


Betina bcl: jantan D.
- Persilangan ♀ bcl x ♂ N (2 hari) Melanogaster. Botol
- Persilangan ♀ bcl x ♂ bcl (2 hari) selai kosong, kertas
- Persilangan ♀ bcl x ♂ b (2 hari) pupasi, alat tulis,
- Persilangan ♀ bcl x ♂ cl (2 hari) kardus, mikroskop,
dan plastik.

Minggu ke-12 Pengambilan Data Alat: alat tulis,


laptop, handphone.
Bahan: data hasil
pengamatan
Drosophila
melanogaster.
Minggu ke-13 Analisis Data Alat: alat tulis,
laptop, handphone.
Bahan: data hasil
pengamatan
Drosophila
melanogaster.
Minggu ke-14 Penyusunan Laporan Alat: alat tulis,
laptop, handphone.
Bahan: data hasil
pengamatan
Drosophila
melanogaster.
Minggu ke-15 Penyusunan Laporan Alat: alat tulis,
laptop, handphone.
Bahan: data hasil
pengamatan
Drosophila
melanogaster.
Minggu ke-16 Pengumpulan Hasil Akhir Laporan Alat: alat tulis,
laptop, handphone.
Bahan: laporan hasil
proyek.
Penilaian Hasil (Assess The Outcome)
Untuk memperkuat pemahaman Anda, carilah 1 artikel yang mengkaji tentang
fenomena pemanfaatan sperma pada Drosophila melanogaster melanogaster,
kemudian paparkan isi artikel tersebut sesuai format berikut:
No Komponen Isi
1 Identitas artikel Harshman, L. G., & Prout, T. (1994). Sperm
displacement without sperm transfer in Drosophila
melanogaster. Evolution, 48(3), 758-766.

2 Tujuan penelitian Untuk membuktikan hasil dua percobaan independen


dan menguji pengaruh semen terhadap perpindahan
sperma yang diukur dengan jumlah keturunan dari
perkawinan betina sebelumnya.

3 Metode penelitian Percobaan Jantan Steril


Persiapan stok
Dua strain jantan steril digunakan. Pertama, stok
tudor yang digunakan memiliki genotipe tud1 bw sp.
Jantan steril lainnya berasal dari strain transgenik
yang dilambangkan dengan mst316-DTA. Jantan
mst316-DTA tidak memiliki sperma dan hampir
seluruhnya kekurangan sekresi kelenjar aksesori.
Efek steril jantan mst316-DTA berperilaku dominan,
dan bersifat rosy+, sehingga stok dijaga dengan cara
mengawinkan betina subur heterozigot untuk
mst316- DTA dan rosy resesif (ry502) hingga rosy
subur (ry502) jantan tiap generasi.

Prosedur
Betina dikawinkan dengan jantan subur dan
disilangkan dengan dua jantan steril yang berbeda,
dengan dan tanpa sekresi kelenjar aksesori.

Percobaan Kawin Terganggu


D. melanogaster jantan akan mentransfer sedikit atau
tidak ada sperma. Terdapat sperma yang ditransfer
pada betina melalui cairan praejakulasi selama
interval.

Persiapan stok
Untuk percobaan kawin yang terputus, tiga sediaan
digunakan. M berasal dari garis isofemale yang
dikumpulkan dan stok telah disimpan di media
laboratorium standar selama kurang lebih 200
generasi. CS (Canton-S) adalah stok laboratorium
standar dan bwD adalah mutan warna mata dominan
dari Drosophila Stock Center.

Prosedur
Lalat beri anestesi berupa CO2 singkat untuk
memisahkan virgin jantan dan betina. Perkawinan
pertama diamati dan setelah itu betina kawin ditahan
secara individual di dalam vial sebelum kawin kedua.
Betina dan jantan pertama berumur 1-3 hari pada saat
kawin pertama, dan jantan kedua berumur 2-4 hari
saat remasi. Lalat dibiakkan pada suhu kamar (sekitar
22°C) dan cahaya selama 12 jam. Perkawinan
pertama dan kedua biasanya diamati mulai pukul 7-8
pagi dan tidak dilanjutkan setelah jam 12 malam.
Sekitar 95% virgin betina kawin, dan 70%-80%
betina kawin. Dalam percobaan 1, 6 betina
digunakan per perlakuan. Dalam percobaan 2, 3, dan
4 digunakan Canton-S, 20-30 betina digunakan per
pengobatan. Dalam percobaan 5 dan 6, bwD
digunakan sebagai jantan pertama, untuk
memungkinkan deteksi transfer sperma kedua jantan
sebelum memperbaiki gangguan jantan normal.

4 Hasil penelitian - Drosophila melanogaster betina yang


dikawinkan dengan jantan Tu yang memiliki
kelenjar aksesori menghasilkan keturunan
lebih sedikit dibandingkan dengan yang
dikawinkan dengan jantan DT tanpa kelenjar
aksesori. Ketika dikawinkan dengan jantan Tu,
11 dari 69 betina tidak menghasilkan
keturunan setelah perkawinan kedua.
Sementara itu ketika dikawinkan dengan jantan
DT, hanya 4 dari 93 betina yang tidak
menghasilkan keturunan.
- Perbedaan jumlah keturunan tersebut dapat
terjadi dikarenakan adanya variasi jumlah
sperma yang dibawa oleh betina dari
perkawinan pertama dan juga adanya
komponen cairan seminal sperma jantan.
- Penurunan jumlah keturunan dari perkawinan
dapat disebabkan karena penurunan jumlah
sperma. Jumlah sperma yang disimpan
tergantung pada peristiwa pemindahan spema
dan berdasarkan keturunan yang tersisa dari
perkawinan sebelumnya dan masa isolasi D.
Melanogaster tersebut.

5 Simpulan Proses inkapasiasi sperma berperan dalam proses


perpindahan sperma. Proses perpindahan ini
merupakan adaptasi langsung yang dihasilkan dari
seleksi seksual diantara jantan yang bersaing untuk
menggantikan sperma sebelumnya.
Evaluasi Pengalaman (evaluation the experience)

Setelah memperlajari materi pemanfaatan sperma pada


Drosophila melanogaster melanogaster, refleksikan diri
Anda mengenai pengalaman belajar kali ini! Isi refleksi
mengenai pengetahuan baru apa saja yang Anda dapatkan
serta upaya apa yang akan Anda lakukan untuk
meningkatkan pengetahuan Anda.

Nama : Dipta Septiya Rena Ningtiyas


NIM : 190342621306
Refleksi Diri : Setelah mempelajari LKM topik pemanfaatan sperma ini,
saya dapat mengetahui bahwa pemanfaatan sperma dapat terjadi secara
acak dan tidak acak. Pemanfaatan sperma bersifat acak jika keturunan dari
jantan pertama dengan betina muncul kembali pada persilangan betina
tersebut dengan jantan kedua, ketiga, ataupun keempat. Pemanfaatan
sperma bersifat tidak acak jika turunan dari jantan pertama tidak muncul
pada persilangan betina tersebut dengan jantan kedua, ketiga, ataupun
keempat. Peristiwa ini dapat terjadi karena beberapa faktor, diantaranya
seperti organ betina dan juga kompetisi sperma.

Nama : Rani Dwi Lestari


NIM : 190342621253
Refleksi Diri : Setelah mempelajari topik 5 mengenai pemanfaatan
sperma saya memahami pengetahuan baru yaitu tentang bagaimana sperma
yang diinjeksikan oleh jantan pada betina ternyata dapat disimpan oleh
betina pada suatu organ yaitu dua spermateka dan satu reseptakulum
seminalis. Pemanfaatan sperm ini ada yang secara acak dan tidak acak.
Pemanfaatan sperma dalam fertilisasi bersifat tidak acak jika turunan dari
jantan pertama tidak muncul pada persilangan betina tersebut dengan
jantan kedua, ketiga maupun keempat atau dengan kata lain keturunan
pada persilangan tertentu hanya akan menghasilkan fenotip keturunan
pertama dari hasil persilangan tersebut. Pemanfaatan sperma bersifat acak
terjadi apabila keturunan dari jantan pertama dengan betina muncul
kembali pada persilangan betina tersebut dengan jantan kedua, ketiga
maupun keempat atau dengan kata lain muncul pada persilangan dengan
jantan selanjutnya
Nama : Yusniar Zurroh Asfiniya
NIM : 190342621266
Refleksi Diri : Dari materi Pemanfaatan Sperma pada Drosophilla
melanogaster, saya memperoleh pengetahuan bahwa sperma dari pejantan
D. melanogaster dapat berkompetisi dalam tubuh betina jika dua atau
lebih jantan yang membuahi sel telur, kemampuan bersaing tersebut
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kapasitas penyimpanan sperma
yang rumit di dalam betina, karena penggunaan sperma yang sangat
efisien saat pembuahan, dan karena probabilitas kawin kembali yang
tinggi. Terdapat dua jenis pemanfaatan sperma, yaitu secara acak atau
tidak acak. Pemanfaatan sperma bersifat tidak acak jika keturunan pada
persilangan tertentu hanya akan menghasilkan fenotip keturunan pertama
dari hasil persilangan tersebut. Pemanfaatan sperma bersifat acak terjadi
apabila keturunan dari jantan pertama dengan betina muncul pada
persilangan dengan jantan selanjutnya.

Anda mungkin juga menyukai