Anda di halaman 1dari 14

MODUL PRAKTIKUM GENETIKA

Disusun oleh :
Erma Musbita, S.Si, M.Si
Yasir Sidiq, S.Pd., M.Sc.
Muhammad Imam Fatkhurohman, S.Si., M.Sc.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2017
TATA TERTIB PRAKTIKUM GENETIKA

1. Praktikan datang 15 menit sebelum praktikum dimulai.


2. Praktikan yang terlambat lebih dari 15 menit tidak diperbolehkan mengikuti praktikum
dan hanya diperbolehkan mengikuti praktikum gelombang terakhir setelah mendapat
ijin dari dosen pengampu dan asisten praktikum.
3. Setiap praktikan wajib mengenakan jas praktikum dan dipakai dengan rapi sebelum
praktikum dimulai.
4. Setiap praktikan tidak diperkenankan memakai kaos (dalam bentuk apapun), celana
jeans, dan harus memakai sepatu tertutup.
5. Praktikan diwajibkan menyelesaikan semua latihan yang sudah ditentukan dalam buku
petunjuk praktikum.
6. Praktikan diwajibkan membawa modul dan buku petunjuk praktikum pada saat
asistensi.
7. Praktikan tidak boleh membawa modul praktikum pada saat praktikum.
8. Setiap praktikan tidak diperbolehkan ijin kecuali atas ijin dari dokter atau dosen
pengampu praktikum.
9. Praktikan wajib mengikuti kegiatan asistensi maupun praktikum.
10. Tidak melayani praktikum dan responsi susulan.

Surakarta, September 2017


Dosen Pengampu
LATIHAN V
PERKAWINAN HIBRID PADA Drosophila melanogaster

I. DASAR TEORI
Sifat-sifat yang dimiliki oleh makhluk hidup dikendalikan oleh sepasang gen. Satu
alel berasal dari induk jantan dan satu alel dari induk betina. Pada waktu gametogenesis terjadi
peristiwa segregasi yang menyebabkan dibentuknya dua gamet haploid (yang berbeda
genotipnya). Pada waktu fertilisasi terjadi kombinasi antara gamet jantan dengan gamet betina
secara bebas. Interaksi antara gen dengan alelnya dapat bersifat dominan resesif, kodominan,
semidominan, resesif homozigot letal atau dominan homozigot letal.
Setelah Hukum Mendel diakui kebenaran dan manfaatnya, muncul berbagai percobaan
yang pada umumnya menggunakan tanaman dengan berbagai beda sifat. Akibatnya muncul
pula beberapa kaedah-kaedah tentang hasil perkawinan antara tanaman yang memiliki beda
sifat. Di bidang peternakan, hukum mendel baru ditetapkan pada tahun 1902 oleh William
Batteson pada ayam dan kemudian pada sapi. Perkawinan antara dua jenis/bedasifat yang
berlainan disebut hibrida (Ronald, 2000).

Kombinasi Gen dalam Hibrida


Di dalam kombinasi gen terdapat istilah-istilah sebagai berikut :
Monohibrid, yaitu perkawinan antara dua individu dengan satu beda sifat. Dihibrid, yaitu
perkawinan antara dua individu dengan dua beda sifat, memiliki dua pasang gen yang berbeda.
Trihibrid, yaitu perkawinan antara dua individu dengan tiga beda sifat. Tetrahibrid, yaitu
perkawinan antara dua individu dengan empat beda sifat. Dari berbagai macam bentuk hibrida,
dapat disusun suatu rumus untuk meramalkan berbagai macam efek yang ditimbulkannya,
yaitu sebagai berikut : Banyaknya macam kombinasi gamet yang dibentuk dalam suatu
persilangan atau hibrida menggunakan rumus sebagai berikut :
Banyaknya macam gamet = 2n
n diatas menandakan banyaknya beda sifat, angka “2” disebabkan karena setiap pasang
alel akan menjadi dua macam gamet. Jadi misalnya dalam hal monohibrid, misalnya individu
dengan susunan gen (Aa) disilangkan dengan (Aa), maka jumlah macam gamet yang akan
dihasilkannya adalah sebanyak 2n = 21 = 2 macam gamet, yaitu A dan a.
Banyaknya kombinasi genotip dari persilangan yang akan dihasilkan dari suatu
perkawinan hibrida dapat diramal menurut rumus sebagi berikut :
Banyaknya kombinasi = (2n)2
Pada monohibrid, misalnya perkawinan antara (Aa x Aa) akan terjadi kombinasi sebanyak
(21)2 = 4, yaitu AA, Aa, aA, dan aa. Sedang pada dihibrid misalnya perkawinan antara (AaBb
x AaBb) akan terjadi kombinasi sebanyak (22)2 = 16 kombinasi.
Banyaknya individu yang homosigotik dari perkawinan hibrida mengikuti rumus sebagai
berikut :
Jumlah individu yang homosigotik = 2n/(2n)2
Pada perkawinan monohibrid, jumlah individu yang homosigotik adalah sebesar : 2 1/(21)2 =
2/4 atau 50%, yaitu AA dan aa. Untuk dihibrid, jumlah genotip yang homosigot adalah sebesar
: 22/(22)2 = 4/16 atau 25%, yaitu genotip AABB, Aabb, aaBB, dan aabb dari 16 kombinasi yang
ada.
Bentuk fenotip dalam hibrida yang mungkin timbul dalam persilangan hibrida dapat diramal
dengan menggunakan rumus binomium ( a + b )n yang sering pula disebut sebagai “segitiga
pascal” sebagai berikut :
( a + b )1 1 1 hibrid 1
( a + b )2 1 2 1 hibrid 2
( a + b )3 1 3 3 1 hibrid 3
( a + b )4 1 4 6 4 1 hibrid 4
( a + b )5 1 5 10 10 5 1 hibrid 5
( a + b )6 1 6 15 20 15 6 1 hibrid 6
dan seterusnya,
Penggunaan rumus diatas adalah sebagai berikut :
Hibrid 2 : (1 x 32) : (2 x 31) : (1 x 30)
Hibrid 3 : (1 x 33) : (3 x 32) : (3 x 31) : (1 x 30)
Hibrid 4 : (1 x 34) : (4 x 33) : (6 x 32) : (4 x 31) : (1 x 30)
dan seterusnya.
Drosophila melanogaster dalam perkembangan ilmu genetika digunakan sebagai
objek percobaan yang sering digunakan. Drosophila melanogaster sering digunakan karena
memiliki karakteristik yang sangat sesuai sebagai objek riset genetika. Penelitian-penelitian
menggunakan Drosophila melanogaster telah menghasilkan pemahaman dasar mengenai pola
penurunan sifat pada makhluk hidup yang kemudian memberi pengaruh besar dalam
perkembangan genetika. Morgan memulai risetnya dengan drosophila melanogaster pada tahun
1910 dan tidak berhenti sampai di situ, hingga saat ini para ilmuwan masih menggunakan
Drosophila melanogaster sebagai objek percobaan. Beberapa pertimbangan utama Drosophila
digunakan untuk percobaan genetika dikarenakan:
1. Mudah didapat
2. Pemeliharaan mudah dan murah
3. Siklus hidup pendek
4. Mudah membedakan jantan dan betina
5. Jumlah keteuruna yang dihasilkan dalam satu siklus berjumlah banyak
6. Cepat berkembangbiak
7. Jumlah kromosom sedikit yaitu 3 sampai 4 pasang saja
Dikenal dengan nama lokal lalat buah, Drosophila melanogaster biasa ditemukan di dekat
buah-buahan yang membusuk. Menurut Geiger (2002), Drosophila melanogaster dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
Domain : Eukarya Ordo : Diptera
Kingdom : Animalia Famili : Drosophilidae
Filum : Arthropoda Genus : Drosophila
Kelas : Insecta Spesies : Drosophila melanogaster

Berikut adalah ciri-ciri umum Drosophila melanogaster dewasa (Miller, 2000):


1. Tubuhnya terbagi menjadi tiga segmen yaitu, kepala, thorax, dan abdomen.
2. Seperti lalat lainnya, Drosophila melanogaster memiliki satu pasang sayap
transparan yang berpangkal dari thorax bagian tengah.
3. Drosophila melanogaster memiliki tiga pasang kaki yang bersegmen.
4. Drosophila melanogaster berwarna coklat dengan panjang 3 mm dan lebar 2 mm.
5. Drosophila melanogaster memiliki sepasang mata majemuk berwarna merah
dengan tiga buah mata tunggal berada di antara sepasang mata majemuk.
6. Pada bagian kepala terdapat sepasang antena yang masing-masing terbagi menjadi
enam segmen, segmen ke-6 berbentuk seperti semacam sungut disebut arista.
7. Terdapat garis-garis hitam pada dorsal abdomen
Drosophila melanogaster jantan dan betina mempunya ciri yang berbeda sebagai berikut
(Demerec et al, 1996):
Jantan Betina
Ukuran tubuh relatif kecil Ukuran tubuh relatif besar
Ujung posterior abdomen tumpul dan Ujung posterior abdomen runcing berwarna
berwarna gelap terang
Abdomen terdiri dari lima segmen Abdomen terdiri dari tujuh segmen
Pada kaki terdapat sisir kelamin (sex Pada kaki tidak terdapat sisir kelamin (sex
comb) comb)
Gambar Drosophila melanogaster jantan dan betina

Drosophila melanogaster dewasa memiliki kapasitas reproduksi yang besar. Seekor


Drosophila melanogaster betina dapat menghasilkan ±3000 keturunan; seekor Drosophila
melanogaster jantan dapat menjadi parental dari ±10000 keturunan. Drosophila melanogaster
betina mempunyai organ penyimpan sperma yang memungkinkan Drosophila melanogaster
betina menghasilkan beberapa ratus telur setelah sekali perkawinan (Hartwell et al, 2004).
Mutasi genetik yang terjadi pada Drosophila melanogaster dapat menyebabkan
perbedaan fenotipe pada organisme tersebut. Drosophila melanogaster yang mengalami mutasi
sehingga morfologinya berubah disebut mutan. Beberapa jenis mutasi pada Drosophila
melanogaster yang dapat terlihat dari fenotipenya adalah mutasi warna mata, bentuk mata,
bentuk sayap dan warna tubuh.
Warna mata lalat buah normal adalah merah, namun terdapat berbagai variasi mutan
warna mata, diantaranya adalah mata putih. Mutan tipe mata putih (white) mengalami mutasi
pada kromosom nomor 1, lokus 1,5. Pigmen merah yang seharusnya dihasilkan sebagai warna
pada faset mata lalat tidak dihasilkan. Sehingga yang terjadi adalah penyimpangan gen white
yang memberikan warna putih pada faset matanya. Mutasi juga dapat terjadi pada fenotipe
atau penampakan bentuk mata. Pada pengamatan bentuk mata, ditemukan lalat buah yang tidak
memiliki mata atau hanya berupa titik yang disebut juga dengan eyemissing (eym). Mutan eym
mengalami mutasi pada kromosom nomor 3, lokus 67,9 sehingga menimbulkan keabnormalan
gen “mata absen” yang memberikan perintah pada sel yang ada di larva untuk memunculkan
mata. Mutasi ini menyebabkan penglihatan mutan lalat buah terganggu bahkan tidak dapat
melihat.
Bentuk sayap lalat buah wild type adalah panjang dan lurus. Variasi bentuk sayap yang
berubah di antaranya adalah dumpy, miniature, curled dan taxi. Mutasi tipe curled (cu) terjadi
karena adanya kecacatan pada kromosom nomer 3, lokus 50,0. Pada tipe ini gen “curled”
merupakan gen dominan yang memunculkan bentuk sayap melengkung ke atas.
Perbedaan warna tubuh juga merupakan salah satu akibat dari mutasi pada lalat buah.
Warna tubuh lalat normal adalah cokelat muda. Pada pengamatan, ditemukan tipe warna tubuh
ebony dan black. Warna tubuh tipe ebony (e) muncul karena adanya kelainan pada gen eboni,
gen yang secara memberikan pigmen warna cokelat pada lalat Drosophila melanogaster wild
type mengakibatkan lalat memiliki warna tubuh warna tubuhnya hitam mengkilat. Mutan black
(b) pada Drosophila melanogaster diakibatkan oleh kerusakan pada kromosom nomor 2, lokus
48,5 yang menyebabkan keabnormalan warna badan, kaki, dan urat sayap yang hitam namun
tidak mengkilat.

Siklus Hidup Drosophila melanogaster


Seperti kupu-kupu dan banyak insekta lainnya, Drosophila melanogaster mengalami
metamorfosis sempurna, yang berarti siklus hidupnya terdiri dari fase telur, larva, pupa, dan
imago atau Drosophila melanogaster dewasa. Tahapan larva masih dibagi lagi menjadi larvar
instar 1, larva instar 2, dan larva instar 3 (Geiger, 2002).
Siklus hidup Drosophila melanogaster dimulai dari tahap telur. Pada suhu 250 C telur
akan menetas setelah 24 jam sejak peletakkan telur. Telur Drosophila melanogaster berbentuk
lonjong dengan panjang ±0,5 mm, pada salah satu ujung telur terdapat sepasang filamen yang
berfungsi untuk mencegah telur tenggelam dalam media dan untuk membantu pernapasan
(Shorrocks, 1972).
Setelah menetas larva akan mengalami 3 tahapan yaitu, larva instar 1, larva instar 2,
dan larva instar 3. Larva instar 1 muncul setelah telur menetas, selanjutnya larva instar 1 akan
berubah menjadi larva instar 2 sehari kemudian, dan setelah 2 hari larva instar 2 berkembang
menjadi larva instar 3. Larva akan terus makan hingga ukurannya membesar . Kecepatan
makan dan geraknya akan bertambah seiring dengan perkembangan larva. Selama makan, larva
akan membuat saluran-saluran pada medium. Aktivitas membuat saluran pada medium dapat
dijadikan indikator apakah larva tumbuh dan berkembang dengan baik (Demerec et al, 1996).
Larva makan dengan mulut yang terdapat pada bagian ventral segmen kepala dan
bernapas menggunakan spirakel anterior. Pada tahap akhir larva, larva instar 3 akan mencapai
panjang 4,5 mm. Tubuh larva terdiri dari 12 segmen: 1 segmen kepala, 3 segmen thorax, dan
8 segmen abdomen. Karena tubuhnya yang transparan beberapa organ dalam larva dapat
dilihat. Lemak tubuh larva, usus yang terpilin, gonad (organ seks) dan tabung Malpighian
kuning merupakan organ-organ yang dapat dilihat. Gonad pada Drosophila melanogaster
jantan lebih besar dari pada gonad pada Drosophila melanogaster betina, sehingga kelamin
larva Drosophila melanogaster dapat dikenali (Shorrocks, 1972).
Sebelum pupasi, larva instar 3 akan meninggalkan medium dan merayap pada bagian
yang kering, biasanya pada dinding botol atau pada kertas tissue yang disediakan. Larva
kemudian akan membentuk tanduk pupal (pupal horns), pergerakannya berkurang, dan mulai
berdiam menyerupai penampilan pupa. Kulit terakhir larva, yang juga akan menjadi kulit pupa,
akan mengeras dan menggelap. Setelah ±3,5 jam pupa akan sepenuhnya terpigmentasi
(Shorrocks, 1972).
Drosophila melanogaster dewasa atau imago muncul dari puparium melalui
operculum. Operculum terletak pada bagian dorsal permukaan cangkang pupa. Ketika imago
mendorong operculum, lapisan operculum pecah. Tubuh imago muda berukuran lebih kecil ber
warna lebih terang dan memiliki sayap yang belum terentang. Dalam beberapa jam, tubuh
imago akan menggelap dan membulat dan sayapnya akan merentang (Shorrocks, 1972).
Waktu yang dibutuhkan Drosophila melanogaster untuk melengkapi siklus hidupnya
sangat dipengaruhi oleh suhu. Berikut adalah waktu yang dibutuhkan Drosophila melanogaster
untuk melengkapi siklus hidupnya pada suhu 200 C dan 250 C (Demerec et al, 1996):
Hari yang dibutuhkan untuk melengkapi fase perkembangan
Suhu Fase telur hingga larva Fase puparium Total hari
200 C 8 hari 6,3 hari 15 hari
250 C 5 hari 4,2 hari 10 hari

Faktor-faktor yang mempengaruhi viabilitas Drosophila melanogaster:


1. Suhu lingkungan
Kultur Drosophila melanogaster sebaiknya dijaga pada suhu ruangan yaitu
tidak kurang dari 200 C dan tidak lebih dari 250 C (Demerec et al, 1972). Drosophila
melanogaster masih bisa mentoleransi suhu di atas 250 C hingga 290 C. Menurut Dillion
et al (2007), ekspos terhadap suhu 290 C baik ekspos yang akut maupun yang kronis
tidak berpengaruh pada Drosophila melanogaster, baik kesehatannya maupun
kesuburannya. pada suhu di atas 300 C, Drosophila melanogaster dapat mengalami
sterilisasi atau bahkan kematian (Demerec et al, 1972). Perlu diperhatikan adanya
peningkatan suhu dalam botol kultur akibat proses fermentasi ragi.
Lingkungan dengan suhu rendah dapat merusak viabilitas Drosophila
melanogaster dan memperpanjang siklus hidupnya (Demerec et al, 1996). Contoh: pada
suhu 100 C, Drosophila melanogaster membutuhkan waktu 57 hari untuk
menyelesaikan siklus hidupnya, sedangkan pada suhu 150 C dibutuhkan 18 hari.
Suhu kultur Drosophila melanogaster sebaiknya diusahakan agar tetap konstan
karena pada suhu yang berfluktuasi kemungkinan Drosophila melanogaster mati lebih
besar dari pada pada suhu yang konstan (Ohnisni, 1976). Selain, itu fluktuasi suhu
lingkungan (200 C~300 C) dapat mengurangi kemampuan reproduksi Drosophila
melanogaster.
2. Nutrisi
Ketersediaan nutrisi dalam kultur berpengaruh pada viabilitas telur. Tidak
semua telur dapat berkembang menjadi larva, salah satunya disebabkan oleh jenis
makanan yang dimakan oleh Drosophila melanogaster betina. Jika lalat betina
dipelihara pada kondisi yang sesuai, viabilitas telur (telur yang dapat berkembang
menjadi larva) akan mencapai jumlah maksimum. Selain jenis makanan, viabilitas telur
juga dipengaruhi oleh jumlah makanan yang dikonsumsi lalat betina saat masih berupa
larva (Shorrocks, 1972).
3. Kepadatan dalam kultur
Kepadatan dalam kultur mempengaruhi kemampuan lalat dewasa untuk
bertahan (Shorrocks, 1972). Menurut Ohnisni (2007), kepadatan populasi yang tinggi
dapat menekan produksi telur oleh lalat betina.
4. Pencahayaan
Ohnisni (2007), menyatakan bahwa pada pencahayaan yang berfluktuasi masa
hidup Drosophila melanogaster lebih lama dari pada Drosophila melanogaster dengan
pencahayaan konstan.Umumnya, Drosophila melanogaster menyukai cahaya yang
remang-remang.Intensitas cahaya yang terlalu tinggi dapat mempercepat siklus hidup
lalat buah (Reiger et al, 2007).
5. Kelembaban udara
Seperti yang tersirat dari namanya Drosophila yang berarti dew lover,
Drosophila melanogaster adalah hewan yang tinggal pada lingkungan yang lembab
(Miller, 2000). Menurut Demerec et al (1996) kelembaban udara optimum bagi
Drosophila melanogaster adalah 60%.
Drosophila melanogaster memiliki empat pasang kromosom, baik pada jantan
maupun betina.Tiga pasang kromosom yang sama baik disebut dengan autosom.
Pasangan kromosom XX pada betina dan XY pada jantan disebut kromosom kelamin.
Kromosom kelamin inilah yang sewaktu berlangsung pembelahan reduksi akan
diwariskan kepada gamet-gamet yang akan dibentuk secara bebas.
Beberapa Tipe Penentuan Jenis Kelamin:
1. Tipe XY
Pada lalat. Mamalia, dan manusia
Misal pada manusia:
P 22AA + XX 22AA + XY
22 A + X
22A + Y
F1 22AA + XX Wanita
22AA + XY Pria
2. Tipe XO: Protenor
Pada serangga, belalang, kepiting, kutu daun
Misal pada belalang:
P 11AA + XX 11AA + XX
11A + X 11A +X
11A
F1 11AA + XX Betina
11AA + X Jantan
3. Tipe ZW: Abraxas
Pada burung, ikan, kupu-kupu, ngengat.
Hewan diatas yang bersifat heterogamatis betina, sedangkan yang bersifat
homogamatis jantan.
P 19AA + ZW 19AA + ZZ
19A + Z 19A +Z
19A + W
F1 19AA + ZW Betina
19AA + ZZ Jantan

4. Parthenogenesis
Pada lebah nadu dan semut.
Parthenogenesis yaitu peristiwa dimana terjadinya individu baru dari sel telur
tanpa didahului oleh pembuahan. Pada lebah madu individu yang berkembang
secara parthenogenesis akan menjadi lebah jantan, sedang yang berkembang
melauli pembuahan akan menjadi lebah betina.
Lebah madu jantan : 16 kromosom (haploid)
Lebah madu betina : 32 kromosom (diploid)
5. Perististiwa Gagal Berpisah
Terjadi pada lalat buah, pada waktu pembentukan sel telur ada kemungkinan
kedua kromosom X tetap terkumpul selama pembelahan reduksi, dengan
demikian akan terbentuk dua macam sel telur
P 3AA + XX 3AA + XY
Gamet 3A + XX 3A + X
3A + Y
F1 3AA + XXX Betina
3AA + XXY Jantan
3AA + X Jantan steril
3AA + Y Jantan mati
Melihat kenyataan bahwa lalat 3AA + XXY adalah lalat betina, sedang lalt 3AA +
X adalah lalat jantan maka dapat diambil kesimpulan:
a. Y kromosom pada Drosophila bukanlah merupakan kromosom yang
menentukan jenis kelamin.
b. Y kromosom penting untuk menentukan vertilitas bagi Drosophila, karena
lalat 3AA + X membentuk spermatozoon ang tidak dapatbergerak sehingga ia
bersifat steril.
Jika baik kromosom XX, maupun XY pada lalt bukan merupakan dasar untuk
menentukan jenis kelamin.
6. Ginandromorf
Peristiwa ini terjadi pada lalat buah, jika lalat buah kadang-kadang
memperlihatkan separuh tubuhnya bersifat betina dan separuh lainnya
memperlihatkan sifat jantan dengan batas yang nyata. Setelah terbentuk zigot
3AA + XX, pembelahan mitosis dari zigot mengalami penyimpangan dimana
terbentuk dua sel anakan, yaitu:
a. Sel anakan yang mengandung inti 3AA + XX, selanjutnya akan membentuk
bagian tubuh yang bersifat betina.
b. Sel anakan yang mengandung inti 3AA + X, yang akan membentuk bagian
tubuh yang bersifat jantan, karena X kromosom lainnya hilang.

7. Interseks
Terjadi pada lalat buah bahwa kadang-kadang lalat buah memperlihatkan
sifat antara jantan dan betina secara intermedier kromosom 3AAA + X bersifat
steril. Penambahan autosom menyebabkan perubahan pada kejantanan,
sedangkan penambahan kromosom X mnyebabkan perubahan kebetinaan.

II. TUJUAN
a. Mengenal lalat buah Drosophila melanogaster baik normal (wild type) ataupun mutan
b. Belajar membuat media makanan untuk lalat buah.
c. Belajar membedakan seks pada lalat buah tersebut.
d. Membandingkan lalat buah normal (wild type) dan mutan
e. Mengamati ratio fenotip dalam keturunan dari perkawinan lalat buah normal dan
mutan

III. BAHAN DAN ALAT


Bahan : lalat buah Drosophila melanogaster, kapas, plastik, karet gelang, eter, dan
buah-buahan, kertas label
Alat : Botol selai, lup.

IV. CARA KERJA


A. Metode Pembuatan Medium Makanan
Membuat medium makanan pada lalat sangat mudah dan sederhana, medium
yang biasa dipakai adalah buah pisang. Caranya yaitu buah pisang kita haluskan tapi
jangan terlalu lembek, karena medium makanan yang lembek akan menenggelamkan
larva lalat sehingga larva mati. Selain itu medium yang lembek akan ikut tumpah dari
botol saat kita akan mengeluarkan anak-anak lalat ari botol untuk dihitung.
Botol yang akan dipakai harus dibuat steril terlebih dahulu. Masukkan medium
makanan yang sudah disiapkan ke dalam botol. jangan lupa pula letakkan kemudian
potongan kertas (biasanya kertas merang) pada makanan itu. Kertas ini biasanya
disukai lalat untuk bersarang diwaktu bertelur.
Tutuplah botol dengan kapas, kertas, atau plastik yang diberi lubang-lubang
halus supaya udara masih dapat masuk.

B. Eterasi
Eter adalah gas yang berbahaya karena mudah meledak, maka tidak
diperkenankan ada api yang menyala di dekatnya .

Cara membius dengan eter dosis ringan adalah sebagai berikut :


1. Sediakan segumpal kapas dan basahi dengan eter.
2. Sebelum eterasi pastikan tidak ada lalat menempel pada mulut tabung, jika ada
ketoklah perlahan-lahan agar jatuh ke media pakan.
3. Usapkan kapas pada plastik penutup secara perlahan.
4. Setelah 1 menit lalat akan berhenti bergerak.
5. Tuangkan lalat yang sudah dibius dan letakkan di dalam petridish, kemudian
amati di bawah mikroskop.
6. Tentukan jenis kelamin dari lalat buah tersebut.
C. Perkawinan lalat buah Drosophila melanogaster.
1. Letakkan 2 ekor Drosophila melanogaster, yang masing-masing berjenis kelamin
jantan dan betina ke dalam botol.
2. Tutuplah botol tersebut menggunakan plastik transparan dan ikat menggunakan
karet gelang, lubangi plastik sehingga memungkinkan pertukaran udara pada botol
tersebut.
3. Beri label pada botol dan letakkan pada temperatur ruang (lebih kurang
300C).
4. Lakukan pengamatan selama 7 hari, hitung jumlah individu baru yang dihasilkan
(F1).
5. Lakukan tahapan yang sama untuk mendapatkan F2
6. Buatlah skema silsilah keturunan dari individu baru yang dihasilkan dan tentukan
ratio fenotip yang dihasilkan.
7. Lakukan perhitungan menggunakan Chi Square Test.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim.2009. Genetika. http ://wiki/genetika/or.id


Corebima, A.D. 1997. Genetika Mendel. Surabaya : Airlangga University Press

fmsscience.pbworks.com, Polygenic Inheritence (diunduh Februari 2012)

Hartati. 2009. Penuntun Praktikum Genetika. Makasar : UNM

health.nytimes.com/health/guides/test/blood-typing/overview.html (diunduh Februari 2012)

Jusuf, Muhammad. 2001. Genetika I. Jakarta : CV INFOMEDIA

Lister Hill National Center for Biomedical Communications, 2012, Handbook Help Me
Understand Genetic, Departement of Health & Human Service; National Institute of
Health

Muzajjanah dkk, 2010, Penuntun Praktikum Genetika, Jakarta : UNJ

Mr. Comet’s Living Environment Laboratory Manual, 2005-2006, South Lewis High School,
Turin, New York.

NIGMS, 2010, The New Genetics, Departement of Health & Human Service; National Institute
of Health

Suryo, 1986, Genetika Manusia, Yogyakarta : UGM Press

Sweeney Diane. DNA Isolation from


Strawberries.http://www.caseciw.org/first_light_case/horn/strawberries/strawbdnap
roc.html

Toegino, Drs., 2001. Genetika I, Surakarta : FKIP UNS

Wendy A Bickmore, Karyotype Analysis andChromosome Banding, MRC Human Genetics


Unit, Edinburgh, Scotland, UK

Wulangi, Kartolo. S. 1993. Prinsip-Prinsip Fisiologi Hewan. Jakarta : Departemen Pendidikan


dan Kebudayaan

Anda mungkin juga menyukai