Anda di halaman 1dari 22

FENOMENA HUKUM PEMISAHAN MENDEL

PADA PERSILANGAN Drosophila melanogaster STRAIN N><e, N><Cl


BESERTA RESIPROKNYA

LAPORAN PROYEK
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Genetika I yang dibimbing oleh
Prof. Dr (agr). Muhammad Amin, M. si, Andik Wijayanto S.si, M.si

Disusun Oleh:
Kelompok 4
Off I
Lukas Adi Nugrah 150342607308
Mastika Marisahani Ulfah 150

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGATAHUAN ALAM
JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI
APRIL 2017
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Genetika merupakan suatu ilmu cabang biologi yang mengkaji materi genetic, reproduksi,
ekspresi,struktur, perubahan dan rekombinasi. Keberadaan dalam populasi serta perekayasaan
gen. genetika sebagai ilmu bioogi memiliki kedudukan yang sangat tinggi dan sangat penting,
karena genetika merupakan inti dalam biologi (Corebima, 1997)
Menurut Russel (1992) genetika adalah ilmu yang mempelajari tentang pewarisan sifat
yang mencakup struktur dan fungsi gen, serta pewarisan gen-gen dari satu generasi
kegenerasi berikutnya. Oleh karena itu, studi dalam bidang genetika sangatlah penting untuk
dipelajari.
Dewasa ini lalat buah Drosophila banyak digunakan dalam pengajaran biologi dan
penelitian genetika. Sebagai salah satu contohnya adalah Drosophila melanogaster. Menurut
Darwanto (1993) penggunaan Drosophila melanogaster sebagai materi percobaan genetika
sudah berlangsung mulai tahun 1903. Alasan ilmuwan terdahulu menggunakan Drosophila
melanogaster sebagai penelitian adalah karena populasi Drosophila melanogaster yang
sangat besar, mempunyai daur hidup yang sangat cepat, lalat buah mempunyai tingkat
kesuburan yang tinggi, individu betina dapat menghasilkan ratusan telur (Kimball, 1992).
Selain itu ada satu hal yang menarik pada Drosophila melanogaster adalah ditemukannya
kromosom raksasa pada kelenjar ludah dan saluran malphigi pada tubuh hewan ini.
Drosophila melanogaster memiliki panjang tubuh sekitar 3 mm, berkembang biak secara
seksual, memiliki banyak variasi strain.
Salah satu ilmuan yang berhasil melakukan penelitian pewarisan sifat adalah J.G.
Mendel pada tahun 1865. Dengan percobaan menggunakan kacang ercis yang mempelajari
sifat bentuk biji dan dari rangkaian percobaan yang diamati hanya satu cirri saja. Percobaan
Mendel ini memiliki kelebihan dibandingkan percobaan yang dilakukan oleh para ahli atau
peneliri genetika sebelumnya, yaitu rangkaian percobaan yang mengupayakan kuantifikasi
pengamatan dan dilakukan secara terencana selama lebih dari satu generasi, pada rangkaian
percobaan itu diamati satu cirri dan selanjutnya lebih dari satu ciri (Corebima, 1997).
Corebima (2003) menyatakan bahwa selama pembentukan anggota-anggota suatu
pasang gen akan memisah satu sama lainnya dan inilah yang disebut hukum pemisahan
Mendel. Berkenaan dengan hukum pemisahan Mendel ini, Ayala, dkk. (1984) menyebutkan
kesimpulan Mendel sebagai Beliau menyimpulkan bahwa kedua faktor (gen) untuk tiap sifat
tidak bergabung dengan cara apapun, tetapi tetap berdiri sendiri selama hidupnya individu,
dan memisah disaat pembentukan gamet, sehingga separuh gamet mengandung satu gen
sedangkan separuhnya lagi mengandung gen lainnya. Dikatakan lebih lanjut Kesimpulan
ini dikenal sebagai hukum pemisahan Mendel. Suatu sifat (satu pasang gen) memisah secara
bebas dari sifat lainnya (pasangan gen lainnya) selama pembentukan gamet (Corebima,
2003). Dalam hubungannya dengan hukum pilihan bebas Mendel Ayala, dkk. (1984)
menyatakan bahwa gen-gen (untuk karakter-karakter yang berbeda) diwariskan sacara bebas
satu sama lainnya.
Berdasarkan penjelasan di atas, peniliti mengetahui apakah fenomena Mendel
ditemukan pada persilangan antar strain Drosophila melanogaster. Untuk mengetahui
fenomena tersebut, maka dilakukan penelitian yang berjudul Fenomena Hukum Mendel I
Pada Persilangan Drosophila Melanogaster Strain N><e, N><Cl Beserta Resiproknya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dibuat rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana fenotip yang muncul pada F1 dan F2 pada persilangan persilangan Drosophila
melanogaster strain N >< e dan N >< CL beserta resiproknya?
2. Bagaimana rasio F2 pada persilangan Drosophila melanogaster strain N >< e dan N
>< CL beserta resiproknya?
3. Apakah fenomena yang muncul pada persilangan Drosophila melanogaster strain N ><
e dan N >< CL beserta resiproknya sesuai dengan hukum Mendel I?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk untuk mengetahui fenotip yang muncul pada F1 dan F2 pada persilangan
persilangan Drosophila melanogaster strain N >< e dan N >< CL beserta
resiproknya
2. Untuk mengetahui rasio F2 pada persilangan Drosophila melanogaster strain N >< e
dan N >< CL beserta resiproknya
3. Untuk mengetahui kesesuaian fenomena yang muncul pada persilangan Drosophila
melanogaster strain N >< e dan N >< CL beserta resiproknya dengan hukum
Mendel I
D. Kegunan Penelitian
Hasil penelitian ini memiliki kegunaan baik dari segi pengembangan ilmu maupun
terapan, antara lain:
1. Menambah pemahaman mata kuliah genetika I, khususnya tentang hokum Mendel.
2. Memberikan informasi tentang terjadinya fenomena Hukum Mendel I pada persilangan
Drosophila Melanogaster strain N >< e dan N >< CL beserta resiproknya.
3. Memberikan informasi strain yang muncul pada persilangan Drosophila Melanogaster
strain N >< e dan N >< CL beserta resiproknya.
4. Memberikan informasi tentang keturunan F1 dari persilangan Drosophila melanogaster
strain N >< e dan N >< CL beserta resiproknya.
5. Memberikan informasi tentang keturunan F2 dari persilangan Drosophila melanogaster
strain N >< e dan N >< CL beserta resiproknya.
E. Ruang Lingkup
Untuk memperjelas ruang lingkup dalam penelitian ini, maka penulis memberikan
batasan masalah yaitu sebagai berikut:
1. Drosophila melanogaster yang digunakan dalam penelitian ini adalah strain N, e, Cl.
2. Pengamatan dilakukan sebatas pada pengamatan fenotip (warna mata, warna tubuh,
keadaan sayap) dan jumlah keturunan F1 dan F2.
3. Masing-masing perlakuan dilakukan 6 kali ulangan.

F. Batasan Penelitian
Penelitian yang dilakukan hanya sebatas pada hal-hal sebagai berikut:
1. Strain-strain yang digunakan dalam penelitian ini hanya berasal dari stok yang ada di
laboratorium geetika UM, yaitu:
a. Drosophila melanogaster strain N atau normal
b. Drosophila melanogaster strain e atau ebony bertubuh gelap
c. Drosophila melanogaster strain Cl atau calyptras bermata coklat
2. Data yang diperoleh berasal dari pengamatan fenotip baik F1 dan F2.
3. Penelitian dilakukan untuk mengetahui hukum Mendel I.
G. Definisi Operasional
Untuk menghindari adanya salah penafsiran, maka perlu diberikan definisi operasional
yaitu sebagai berikut:
1. Fenotip merupakan karakter-karakter yang dapat diamati pada suatu individu (yang
merupakan hasil interaksi antara genotip dan lingkungan tempat hidup dan berkembang)
(Corebima, 2003: 36).
2. Genotip merupakan keseluruhan jumlah informasi genetik yang terkandung pada suatu
makhluk hidup (Crowder, 1990).
3. F1 adalah hasil persilangan dari perental (induk) atau turunan pertama.
4. F2 adalah hasil persilangan F1 atau turunan kedua.
5. Homozigot adalah karakter yang dikontrol oleh dua gen (sepasang) identik (Corebima,
2003: 37).
6. Heterozigot adalah karakter yang dikontrol oleh dua gen (sepasang) tidak identik
(berlainan) (Coerobima, 2003: 37).
7. Strain adalah suatu kelompok-kelompok intra spesifik, yang memiliki hanya satu atau
sejumlah kecil ciri yang berbeda.
8. Dihibrid adalah persilangan dengan dua sifat beda (Corebima, 1997)
9. Penulisan simbol dominan digunakan simbol (+) sedangkan penulisan simbol resesif
digunakan simbol (-)
10. Hukum pilihan bebas Mendel adalah hokum yang menyatakan bahwa factor-faktor yang
menentukan karakter yang berbeda diwariskan ssecara bebas satu sama lain (Vorebima,
1997).

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Ciri umum Drosophila melanogaster


Pada kegiatan penelitian ini objek yang digunakan adalah lalat buah yang
memiliki nama ilmiah Drosophila melanogaster. Ciri-ciri dari strain D. melanogaster
ini ada berbagai macam , dimana setiap strain menujukkan ciri-ciri yang bervariasi.
Untuk penentuan jenis kelamin jantan atau betina pada D. melanogaster ciri utama
yang dapat dilakukan adalah dengan melihat warna ujung posterior abdomennya. Pada
D. melanogaster jantan memiliki warna hitam pada ujung posterior abdomennya.
Sedangkan pada D. melanogaster betina pada ujung posterior abdomennya berwarna
putih (tidak memiliki bercak hitam). Selain itu D. Melanogaster jantan memiliki
ukuran tubuh yang lebih kecil jika dibandingan dengan D. Melanogaster betina. Hal
yang paling memudahkan membedakan Drosophila jantan dan betina adalah, ujung
abdomen jantan lebih tumpul, sementara ujung abdomen betina runcing dan tidak
berwarna hitam.
Lalat ini dapat dengan mudah berkembangbiak dimana saja, memiliki ukuran

yang sangat kecil yaitu berkisar 2 4 mm,memiliki sepasang mata majemuk .

Deskripsi tentang keadaan tubuh lalat Drosophila melanogaster yang lain bergantung
pada strain masing-masing. Berikut ini adalah gambar dari salah satu strain yang
menunjukkann perbedaan fisik antara Drosophila melanogaster jantan dan betina.
Gambar 1. Perbedaan fisik antara Drosophila melanogaster jantan dan betina

Drosophila melanogaster merupakan salah satu jenis lalat buah yang sering
digunakan dalam penelitian terutama penelitian genetika. Dimana penelitian yang
dilakukan pada tahun 1916 dengan menggunakan lalat ini telah menyimpulkan bahwa
bahwa kromosom merupakan basis fisik pewarisan, struktur yang mengandung gen.
Begitu pula dengan penelitian-penelitian berikutnya, dimana gen peregulasi utama
yang menyusun bengun tubuh hewan saaat pekembangan embrio ditemukan pada
Drosophila melanogaster dan para ahli biologi menemukan gen-gen yang menyusun
bangun tubuh lalat ini tepat sama dengan gen-gen pada manusia (Campbell & Reece,
2008). Drosophila melanogaster memiliki empat pasang kromosom dimana 3
pasangnya merupakan autosom dan sepasang kromosom seks. Lalat buah betina ini
memiliki pasangan kromosom homolog X dan jantan memiliki satu kromosom X dan
satu kromosom Y (Campbell & Reece, 2008).

B. Klasifikasi Drosophila melanogaster

Menurut Strickberger (1962) sistematika dari Drosophila yang digunakan dalam


penelitian ini adalah sebagai berikut:
Filum : Arthropoda
Anak filum : Mandibulata
Kelas : Insekta
Anak kelas : Pterygota
Bangsa : Diptera
Anak bangsa : Cyclorrapha
Induk suku : Ephydroidea
Suku : Drosophilidae
Marga : Drosophila
Anak marga : Sophophora
Grup : Melanogaster
Jenis : Drosophila melanogaster
Drosophila melanogaster memiliki banyak strain, tetapi kemi hanya meneliti
Drosophila melanogaster dengan strain N, e, dan Cl yang mana strai-strain tersebut memiliki
ciri-ciri sebagai berikut:
Drosophila melanogaster strain N memiliki karakter mata merah, keadaan sayap
menutupi tubuh dan warna tubuh coklat.
Drosophila melanogaster strain ebony memiliki karakter mata merah, keadaan
sayap menutupi tubuh dan warna tubuh hitam.
Drosophila melanogaster strain Cl memiliki karakter mata coklat, keadaan sayap
menutupi tubuh dan warna tubuh coklat.

C. Hukum Mendel I tentang Pewarisan Sifat


Sejak tahun 1865 J.G. Mendel mulai mempelajari cara pewarisan suatu sifat atau
faktor. Tumbuhan yang digunakan adalah kacang ercis. Percobaan menggunakan kacang ercis
ini menggunakan strain-strain yang telah diseleksi atas cirri dasar dari suatu organism yang
disilangkan hingga keturunan kedua (F2). Ciri yang muncul pada F2 direkam frekuensinya
untuk melihat proporsi ciri-ciri tersebut. Hasil tersebut kemudian dihubungkan dengan data
ciri turunan pertama (F1) dan cirri dari induk. Dengan demikian memungkinkan Mendel
menemukan hokum pemisahan Mendel yang kemudian dikenal dengan hukum Mendel I
Salah satu percobaan yang dilakukan oleh J.G. Mendel yaitu mempelajari pewarisan
sifat bentuk biji kacang ercis. Tanaman ercis berbiji bulat disilangkan dengan kacang ercis
berbiji keriput dan turunan pertama (F1) yang muncul seluruhnya berbiji bulat. Hal ini tidak
memperhatikan induk jantan yang digunakan berbiji bulat atau keriput. Dilihat dari ciri yang
tampak dari F1, bentuk biji yang keriput tertutupi oleh bentuk biji bulat .J.G. Mendel
melanjutkan persilangannya hingga keturunan kedua (F2). Hasil pada keturunan kedua yang
muncul adalah tanaman ercis berbiji bulat dan berbiji keriput dengan rasio mendekati 3:1.
Selanjutnya J.G. Mandel ingin mengetahui apakah hasil dari F2 tersebut merupakan galur
murni atau bukan. Maka biji bulat dan keriput F2 ditanam hingga dewasa dan dibiarkan
melakukan penyerbukan sendiri (Corebima, 2013).
Dari hasil itu selanjutnya terbukti bahwas ekitar 1/3 biji bulat merupakan galur murni
karena setelah tumbuh dan berkembang menghasilkan tanaman ercis berbiji bulat. Sedangkan
2/3 bagiannya bukan merupakan galur murni, karena jika tumbuh dan berkembang akan
menghasilkan tanaman ercis berbiji bulat dan keriput. Pada biji keriput yang tumbuh
merupakan galur murni karena semua hasil yang didapat adalah tanaman ercis berbiji keriput.
Dari percobaan diatas terlihat bahwa ciri resesif yang muncul pada F2 terbukti selalu galur
murni karena selalu menghasilkan keturunan yang sama dengan induknya yang resesif
(Corebima, 2013).
Berdasarkan hasil percobaan J.G. Mendel berpendapat bahwa galur murni ditentukan
oleh dua faktor yang identik yang dikenal dengan istilah homozigot. Sedangkan yang tidak
tergolong galur murni ditentukan oleh dua faktor yang tidak identik atau dikenal dengan
istilah heterozigot. Jadi dapat disimpulkan bahwa kedua factor untuk tiap cirri tidak
bergabung atau bercampur melainkan berdiri sendiri dan memisah saat pembentukan gamet,
sehingga hal ini dikenal dengan hokum pemisahan Mendel (Goodenough, 1978).
Hukum pemisahan mendel adalah selama pembentukan gamet, anggota-anggota suatu
pasang gen akan memisah satu sama lainnya dan konsep ini ternyata hanya mampu
digunakan pada persilangan-persilangan tertentu atau pada kondisi-kondisi tertentu (Volpe,
1981). Pandangan J.G Mendel bahwa suatu sifat tertentu dikontrol oleh sebuah karakter
misalnya, seperti diterima tanpa hambatan saat penelitian akan persilangan yang dilakukanya
itu dengan satu sifat beda (persilangan monohibrid). Sebagai contoh pada Drosophila
melanogaster disebutkan faktor (gen) e mengontrol warna tubuh hitam, dan sebagainya. Pada
contoh-contoh tersebut maupun contoh-contoh lain yang sejenis terlihat bahwa konsepsi di
atas sangat kuat. Padahal memang ada karakter atau sifat makhluk hidup yang dikontrol oleh
hanya satu factor saja, tetapi ada pula karakter atau sifat yang dikontrol oleh lebih dari satu
faktor (gen), dan ada pula faktor yang ternyata mengontrol lebih dari satu karakter (sifat).

BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS

A. Kerangka Konseptual
Penelitian ini dirancang untuk mengetahui fenotip F1 dan F2 serta rasio fenotip F2 pada
persilangan Drosophila Melanogaster strain N><b, N><Cl beserta resiproknya

Sifat maklhluk hidup dikendalikan oleh gen dan kedua factor (gen) untu
setiap sifat tidak bergabung dengan cara apapun tetapi berdiri sendiri.
Hanya makhluk hidup yang diploid yang berbiak secara seksual yang
mengalami peristiwa yang mengikuti hokum-hukum Mendel

Ciri-ciri yang belawanan di tentukan oleh gen-gen yang di wariskan


dari induk jantan dan induk betina pada turunannya melalui gamet

Faktor-faktor yang menentukan Rasio fenotip F2 pada


karakter-karakrer yang berbeda di persilangan dihibrid adalah
wariskan secara bebas satu sama 3:1
lain

Fenomena hukum Mendel I pada persilangan Drosophila


Melanogaster strain N><b, N><Cl beserta resiproknya

Analisis data

Kesimpulan
B. Hipotesis Penelitian
1. Fenotip F1 yang muncul pada persilangan Drosophila Melanogaste strain N><b,
N><Cl beserta resiproknya adalah strain N (normal).
2. Fenotip F2 yang muncul pada persilangan Drosophila Melanogaste strain N><b,
beserta resiproknya adalah N dan b. Sedangkan persilangan N><Cl beserta
resiproknya menghasilkan strain N, dan Cl.
3. Rasio Fenotip F2 yang muncul pada persilangan N><b, N><Cl beserta
resiproknya adalah 3:1.

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian ini merupakan penggalian penelitian yang sudah pernah dilakukan,
dimana pengamatan dilakukan dengan pengamata melalui penghitungan jumlah keturunan
(F2) pada masing-masing persilangan antara strain N, e dan Cl dilakukan sebanyak 6 kali
ulangan. Turunan antara strain N, e dan Cl ini diamati dan kemudian diambil datanya. Setelah
itu pengamatan dapat dideskripsikan secara sistematik.
B. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Genetika gedung O5 lantai III ruang 310 Jurusan
Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Malang mulai
Februari 2017 sampai April 2017.
C. Populasi dan Sampel
Pada penelitian ini, populasi yang digunakan adalah seluruh Drosophila Melanogaster.
Sedangkan sampel yang digunakan adalah Drosophila Melanogaster strain N, e dan Cl.
D. Alat dan Bahan

Alat yang praktikan gunakan adalah yang pertama microskop stereo yang digunakan untuk
mengamati fenotip lalat, kemudian panci, pengaduk, blender, timbangan, kompor,bak plastik,
sendok, pisau, selang, kain kasa, guntinng, Bahan :
1. Mikroskop stereo 12. Kain kasa 1. D.Melanogaster
2. Panci 13. Pisau strain N, b dan Cl
3. Pengaduk 14. Gunting 2. Pisang rajamala
4. Blender 15. Spon 3. Tape singkong
5. Timbangan 16. Kuas 4. Gula merah
6. Kompor gas 17. Spidol 5. Kertas pupasi
7. Bak plastik transparansi 6. Yeast
8. Botol selai 18. Kertas pupasi 7. Air
9. Botol ampul 19. Plastik 8. Eter / kloroform
10. Sendok 20. Karet gelang
11. Selang
Prosedur Kerja
1. Pembuatan Medium
Menimbang bahan berupa pisang, tape singkong, dan gula merah dengan
perbandingan 7: 2 : 1 untuk satu resep, yaitu 700 gram pisang, 200 gram tape
singkong dan 100 gram gula merah.
Memotong-motong pisang rajamala dan gula merah.
Memblender pisang dan tape singkong dengan menambahkan air secukupnya.
Setelah halus, memasukkan adonan ke dalam panci dan menambahkan gula
merah yang telah dipotong-potong.
Memasak adonan tersebut selama 45 menit untuk satu resep. Jika pembuatan
bahan lebih dari satu resep, maka memasaknya selama 1 jam.
Memasukkan medium tersebut kedalam botol selai, kemudian segara
menutupnya dengan spon dan mendinginkannya.
Setelah medium dingin, memasukkan 7 butir yeast ke dalam medium dan
membersihkannya dari uap air serta memberi kertas pupasi pada botol selai
yang telah terisi medium tersebut.
2. Pengamatan Fenotip
Mengambil satu ekor Drosophila melanogaster dari stok dan memasukkannya
ke dalam botol ampul.
Memasukkan kapas yang telah diberi eter atau kloroform ke dalam botol ampul
tersebut sehingga lalat tersebut pingsan.
Mengamati fenotip Drosophila melanogaster yang meliputi warna mata, warna
tubuh, dan keadaan sayap kemudian mencatatnya. Pengamatan ini dapat
menggunakan mata telanjang atau dengan menggunakan mikroskop stereo.
3. Peremajaan Stok dan Pengampulan.
Menyiapkan botol selai yang telah diisi medium.
Memasukkan beberapa pasang Drosophila melanogaster untuk masing-masing
strain pada botol yang berbeda dan memberi label sesuai strain dan tanggal
pemasukkannya.
Setelah muncul pupa yang menghitam, mengisolasi pupa kedalam botol ampul
yang telah diberi potongan pisang dengan menggunakan kuas.

4. Persilangan Generasi I
Dari ampulan yang sudah menetas dipilih Drosophila melanogaster strain N
disilangkan dengan b, beserta resiproknya dan Drosophila melanogaster
strain N disilangkan dengan Cl beserta resiproknya dan dimasukkan dalam
botol dengan medium yang baru. Dengan catatan umur lalat yang digunakan
untuk persilangan tidak lebih dari 3 hari.
Memberikan label seperti strain apa, ulangan ke berapa dan tanggal perlakuan
persilangan.
Setelah dua hari persilangan induk jantan dilepas.
Setelah muncul larva induk betina dipindahkan dalam medium baru begitu
seterusnya hingga induk betina mati, minimal dua kali pindahan.
Dibiarkan sampai mucul anak hasil persilangan, kemudian mengamati fenotip
yang muncul pada F1. Pengamatan fenotip dilakukan selama 7 hari.
5. Persilangan F2
Mengampul dari F1 sesuai dengan ulangannya dan semua fenotip yang
muncul disilangkan semua.
Memberikan label seperti strain apa, ulangan ke berapa dan tanggal perlakuan
persilangan.
Setelah dua hari persilangan induk jantan dilepas.
Setelah muncul larva induk betina dipindahkan dalam medium baru begitu
seterusnya hingga induk betina mati, minimal dua kali pindahan.
Dibiarkan sampai mucul anak hasil persilangan, kemudian mengamati fenotip
yang muncul pada F2. mulai dari hari ke-0 sampai ke-6 dan dihitung jumlah
keturunan F2.
E. Teknik Pengumpula Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara
melakukan pengamatan fenotip yang meliputi: warna tubuh, warna mata dan
keadaan sayap pada hasil keturunan F1 dan F2 secara langsung. Menghitung
jumlah keturunan yang dimulai dari hari ke-0 sampai hari ke-6 untuk setiap
ulangan dan memasukkan dalam tabel hasil pengamatan.

F. Teknik Analisis Data


Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis rekonstruksi
kromosom untuk mengetahui bahwa rasio perbandingan F2 dari persilangan
N><b, N><Cl beserta resiproknya tidak menyimpang dari fenomena
hukum Mendel I

. BAB V

DATA DAN ANALISIS DATA


A. Data
1. Ciri- ciri strain D. melanogaster yang digunakan dalam penelitian ini:
a. Strain N (normal)
1) warna mata merah
2) faset mata halus
3) warna tubuh kuning kecoklatan
4) sayapnya menutupi seluruh tubuh

b. Strain e (ebony)
1) warna mata merah
2) faset mata halus
3) warna tubuh hitam
4) sayapnya menutupi seluruh tubuh

c. Strain cl (clot)
1) Warna mata coklat
2) Faset mata halus
3) Warna tubuh kuning kecoklatan
4) Sayapnya menutupi seluruh tubuh

Tabel hasil pengamatan F1


Ulangan
Persilngan Fenotip Sex
1 2 3 4 5 6
157 60 106 68 59 50 500
N><e N
153 73 86 56 50 52 470
970
Ulangan
Persilngan Fenotip Sex
1 2 3 4 5 6
79 71 99 78 39 100 366
N><e N
68 72 90 72 32 84 418
784
Ulangan
Persilngan Fenotip Sex
1 2 3 4 5 6
132 38 111 59 23 31 394
N><Cl N
107 34 96 54 25 35 351
745
Ulangan
Persilngan Fenotip Sex
1 2 3 4 5 6
5 69 149 49 130 73 470
N><Cl N
11 56 146 52 132 75 472
942

Tabel hasil pengamatan F2


Ulangan
Persilngan Fenotip Sex
1 2 3 4 5 6
N><N 122 - - 155 106 - 383
N
147 - - 125 118 - 390
Dari
23 - - 16 30 - 69
E
(N><e) 15 - - 7 19 - 41
883
Ulangan
Persilngan Fenotip Sex
1 2 3 4 5 6
N><N - - - 148 93 116 357
N
- - - 121 82 124 327
Dari
- - - 18 15 10 43
E
(e><N) - - - 10 17 15 42
769
Ulangan
Persilngan Fenotip Sex
1 2 3 4 5 6
N><N 128 - 112 94 - - 334
N
123 - 113 80 - - 316
Dari
19 - 31 10 - - 60
(N><cl) Cl
13 - 17 11 - - 41
751
Ulangan
Persilngan Fenotip Sex
1 2 3 4 5 6
N><N N - 65 105 99 - - 269
Dari - 61 85 91 - - 237
- 7 12 16 - - 35
(cl><N) Cl
- 5 10 16 - - 31
572

B. Analisis Data
Rekontruksi kromosom tubuh
Persilangan N><e
P1 N><e
Genotip

Gamet e+ ; e
F1
e+ e+

E
(N) (N)

E
(N) (N)

Perbandingan F1 : 100% N (heterozigot)

P2 N><N
Genotip

Gamet e+ ; e >< e+ ; e
F2

e+ e

e+
N (N)

E
(N) (e)
Perbandingan F2 : 3:1
N:e

Rekontruksi persilangan tubuh


Persilangan N><cl
P1 N><cl
Genotip

Gamet cl+ ; cl
F1
cl+ cl+

Cl
(N) (N)

Cl
(N) (N)

Perbandingan F1 : 100% N (heterozigot)

P2 N><N
Genotip

Gamet cl+ ; cl >< cl+ ; cl


F2

cl+ cl

cl+
N (N)

Cl
(N) (cl)

Perbandingan F2 : 3:1
N:l

BAB VI
PEMBAHASAN

A. Persilangan Drosophila Melanogaster Strain N><e, N><cl Beserta


Resiproknya

Dari hasil analisis data dapat diketahui bahwa semua keturunan F1 pada
persilangan Drosophila Melanogaster strain N><e, N><cl beserta
resiproknya didapatkan strain yang normal, yaitu memiliki mata merah, warna
tubuh coklat dan sayap menutupi tubuh. Gen b dan Cl terletak pada satu alela
yang sama, yaitu pada kromosom 3 dari Drosophila Melanogaster. Peristiwa
pemunculan strain normal pada F1 dapat diterangkan bahwa alela yang membawa
gen-gen normal menang terhadap alela yang membawa gen b dan Cl sehingga
pada F1 yang muncul bersifat heterozigot. Corebima (1997) menyatakan bahwa
suatu karakter heterozigot adalah suatu karakter yang dikontrol oleh dua gen
(sepasang) tidak identik (berlainan), pada hasil analisis didapatkan bahwa F2 yang
muncul dari persilangan N><e, N><cl beserta resiproknya adalah strain N,
e dan cl. Hal ini dapat diterangkan dari persilangan F1 (strain N heterozigot) alela-
alela resesif yang sebelumnya tertutupi oleh alela dominan memisah akibat
pemisahan bebas ketika membentuk gamet pada masing-masing P2. Sifat yang
muncul pada F2 yang sebelumnya tidak muncul pada F1 bersifat resesif. Hal ini
sesuai dengan hasil analisis rekonstruksi kromosom yang menghasilkan keturunan
pertama (F1) yang seluruhnya berfenotip N dan bersifat heterozigot.
Dari hasil analisis menggunakan rekonstruksi kromosom untuk
persilangan Drosophila Melanogaster strain N><e, N><cl beserta
resiproknya dapat dijelaskan pada pembentukan gamet, terbentuk gamet haploid
yang membawa gen normal dari induk jantan, sedangkan induk betina membawa
gen normal,. Ini menunjukkan pemisahan secara bebas pada alela induk, denga
demikian secara deskriptif dapat diketahui persilangan Drosophila Melanogaster
strain N><e, N><cl beserta resiproknya mengikuti hukum Mendel I.
perbandingan 3:1 akan digunakan apabila percobaan persilangan memperlihatkan
satu ciri saja (monohibrida) dan terletak pada kromosom tubuh.
Dalam Corebima (1997) menyatakan bahwa semua cirri yang tampak pada
F1 itu oleh J.G. Mendel disebut cirri dominan, sedangkan cirri yang tidak tampak
disebut sebagai cirri resesif. Pada keturunan kedua ata F2 dihasilkan keturunan N,
b dan Cl pada persilangan Drosophila Melanogaster strain N><b, N><Cl
beserta resiproknya, hal ini dapat diterangkan dari persilangan F1 (strain normal
heterozigot), alela-alela resesif yang sebelumnya tertutupi atau tidak tampak oleh
alela dominan memisah akibat pemisahan bebas ketika pembentukan gamet pada
masing-masing P2 sehingga akan dihasilkan gamet yang memiliki salah satu sifat
alel , dalam hal ini muncul gamet dengan fenotipe N dan b pada persilangan
N><b beserta resiproknya dan gamet N dan Cl pada persilangan N><Cl
beserta resiproknya. Sehingga pada persilangan F2 ini diperoleh rasio fenotipe 3:1
yang sesuai dengan hukum Mendel I
Dari kenyataan adanya ciri yang menang terhadap yang lainnya, J.G.
Mendel menyimpulkan bahwa pada individu-individu (atau pada cirri-ciri)
heterozigot, satu alela dominan sedangkan lainnya resesif. Dalam kenyataan
bahwa cirri-ciri induk muncul kembali pada turunan ercis yang tumbuh dari biji
heterozigot, J.G. Mendel menyimpulkan bahwa kedua factor utnuk tiap cirri tidak
bergabung (tidak bercampur) dalam cara apapun kedua factor itu tetap berdiri
sendiri selama hidupya dan memisah pada waktu pembentukan gamet-gamet.
Dalam hubungan ini separuh gamet membawahi satu factor, sedangkan separuh
lainnya membawa factor lain. Kesimpulan terakhir inilah yang dikenal sebagai
hukum pemisahan Mendel (Corebima, 1997)
kelompok kami tidak bisa meneliti secara pasti hasil persilangan dikarenakan
kurangnya ketelitian kami sehingga tidak bisa mendapatkan data dan semua itu
merupakan kesalahan kami dalam melakukan percobaan, sehingga kami hanya
mampu melakukan analisis data berdasarkan rekonstruksi kromosom tubuh.

BAB VII

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian dan analisis data yang dilakukan, maka didapatkan
kesimpulan sebagai berikut:
1. Fenotip F1 yang dihasilkan pada persilangan Drosophila Melanogaster strain
N><b, N><Cl beserta resiproknya adalah N (normal).
2. Fenotip F2 yang dihasilkan pada persilangan Drosophila Melanogaster strain
N><b, beserta resiproknya adalah N dan b.
3. Fenotip F2 yang dihasilkan pada persilangan Drosophila Melanogaster strain
N><Cl beserta resiproknya adalah N dan Cl
4. Rasio fenotip F2 yang dihasilkan pada persilangan Drosophila Melanogaster
strain N><b, N><Cl beserta resiproknya adalah 3:1

B. Saran
1. Dalam melakukan penelitian ini sebaiknya praktikan lebih teliti dan telaten
terutama dalam melakukan pengamatan fenotip dan menghitung jumlah
keturunan baik F1 maupun F2 agar data yang dihasilkan lebih akurat.
2. Dalam melakukan penelitian ini sebaiknya dilakukan pengontrolan terhadap
faktor-faktor eksternal secara maksimal sehingga diperoleh hasil yang
maksimal dan tidak terkontaminasi.
3. Penelitian genetika ini hendaknya terus dilaksanakan sebab penelitian dalam
bidang genetika ini dapat menambah ilmu pengetahuan dan dapat memberikan
sumbangan bagi kemajuan ilmu pengetahuan lainnya.

DAFTAR RUJUKAN

Corebima, A. D. 2004. Genetika Mendel. Surabaya: Airlangga University Press

Goodenough, Ursula. 1998. Genetika. Jakarta: Erlangga

Kimball, John W. Biologi. Jakarta: Erlangga

Strickberger, M. W. 1985. Genetics Third Edition. New York: Macmillan


Pubishing Company
Suryo. 1996. Genetika. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi: Proyek Pendidikan Tenaga Guru.

Yatim, Wildan. 1986. Genetika. Bandung: Tarsito

Klugh, W.S & Clummings M.R. 2000. Consep of Genetic. Nre Jersey: Pretince
Hall Inc.

Anda mungkin juga menyukai