LAPORAN PROYEK
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Genetika I
Yang dibimbing oleh Prof. Dr. H. Agr. M. Amin, Msi dan
Andik Wijayanto, SSi, MSi.
Oleh:
Kelompok 7 / Offering H
Lirofiatillah (150342601222)
Rendhika Farah A.P (150342605471)
A. Latar Belakang
Pada tahun 1900 ditemukannya kembali mengenai hukum pemisahan
Mendel dan hukum pilihan bebas Mendel dari berbagai kegiatan penelitian.
Melalui kegiatan-kegiatan penelitian tersebut terungkap bahwa hukum pemisahan
Mendel dan hukum pemilihan bebas Mendel berlaku pada lingkup seluruh
makhluk hidup diploid yang berbiak secara seksual termasuk manusia. (Corebima,
2003). Dari Hukum -hukum Mendel yang telah ditemukan tersebut yang
dilakukan oleh para peneliti juga ditemukan beberapa penyimpangan dari hukum
Mendel tersebut. Seorang peneliti yaitu Hugo De Vries menengahi teori mutasi
yang sebagian besar didasarkan pada pengamatan tanaman Oenothera
lamarckiana, yang selanjutnya teori ini berkembang menjadi suatu teori evolusi
atas dasar mutasi.
Dari teori evolusi tersebut juga ditemukan teori pautan kelamin, teori ini
dikemukakan oleh Morgan. Morgan adalah yang pertama kali
menginterpretasikan hasil persilangannya dengan benar mengenai adanya pautan,
dengan melakukan percobaan persilangan antara strain-strain Drosophila
melanogaster (Corebima, 2013). Morgan memiliki strain Drosophila
melanogaster yang bermata putih dan ternyata strain tersebut tergolong galur
murni. Jika strain bermata putih disilangkan dengan strain bermata merah ternyata
turunannya yang muncul tidak sesuai dengan yang seharusnya berdasarkan hukum
Mendel. Bila mata merah betina disilangkan dengan strain mata putih jantan,
maka F1 yang muncul bermata merah seluruhnya, jika faktornya mata merah
dominan terhadap faktor mata putih, selanjutnya jika F1 disilangkan satu sama lain
maka bagian F2 bermata merah dan bagiannya bermata putih, ini terjadi jika
faktor mata merah dominan terhadap faktor mata putih. Tetapi setelah dikaji ulang
ternyata seluruh F2 yang betina bermata putih sedangkan separuh jantan bermata
merah dan separuhnya lagi bermata putih, hal inilah yang menyimpang dan tidak
sesuai terhadap prinsip kebakaan Mendel. Fenomena ini dijelaskan oleh Morgan
bahwa, 1) Faktor warna mata terdapat pada kromosom kelamin X, dan 2)
Kromosom kelamin jantan tidak mengandung faktor warna mata tersebut
(Corebima, 2013).
Beberapa tahun terakhir ditemukan beragam cara pewarisan sifat pada
mahkluk hidup, salah satunya adalah pewarisan sifat-sifat yang terpaut kromosom
kelamin X. Pewarisan sifat-sifat yang terpaut kromosom kelamin X mengikuti
pola khas yaitu crisscross pattern of inheritance. Crisscross pattern of inheritance
adalah pola pewarisan menyilang. Dalam hal ini suatu sifat fenotip yang ada pada
induk betina diwariskan dan terekspresi pada turunan jantan, sifat yang ada pada
induk jantan diwariskan pada turunan betina (Corebima, 2013). Namun, terdapat
penemuan yang menyimpang. Corebima (2013) menjelaskan bahwa persilangan
pada Drosophila melanogasterantara individu betina bermata putih dan jantan
bermata merah menghasilkan turunan jantan bermata putih dan betina bermata
merah, sebagaimana yang pertama kali dilaporkan T. H. Morgan dan Bridges.
Dilaporkan pula bahwa satu diantara 2000 turunan F1 tersebut mempunyai warna
mata menyimpang, betina bermata putih atau jantan bermata merah.
Penyimpangan tersebut dijelaskan oleh Morgan sebagai teori gagal
berpisah (nondisjunction). Gagal berpisah terjadi pada kromoson X, dalam hal ini
kedua kromosom X gagal memisah selama meiosis sehingga keduanya menuju
kutub yang sama dan terbentuklah telur yang memiliki dua kromosom kelamin X
maupun yang tidak memiliki kromosom kelamin X. Gagal berpisah terjadi pada
gamet betina (Corebima, 2013). Hal ini juga dibuktikan oleh Janicke., et al (2007)
melalui penelitiannya pada tahun 2006, Janicke., et al (2007) membuktikan bahwa
nondisjunction disebabkan oleh malorientasi pada kromosom. Janicke., et al
(2007) juga menyebutkan bahwa nondisjunction merupakan hasil anomali dari
mitosis atau meiosis sehingga salah satu kutub mengandung ekstra kromosom
sedangkan yang lainnya kehilangan kromosom.
Pada faktanya, peristiwa gagal berpisah (nondisjunction) belum dipahami
dengan baik, sehingga perlu untuk dilakukan penelitian dengan menggunakan
strain-strain mutan yang terpaut kromosom X. Peristiwa gagal berpisah
(nondisjunction) bisa diketahui dengan melakukan persilangan pada Drosophila
melanogaster Strain N >< w Dan N >< m beserta resiproknya. Peneliti
menggunakan strain N, w dan m karena strain-strain tersebut merupakan strain
yang terpaut kromosom X. Menurut Sved (1976) yang menyatakan bahwa
terdapat gen yang berperan dalam menyebabkan fenomena gagal berpisah. Selain
itu dilakukan perhitungan untuk mengetahui frekuensi gagal berpisah pada strain
yang mengalami fenomena gagal berpisah.
Sebagaimana hal-hal yang diungkapkan diatas, maka diadakan penelitian
berjudul Fenomena Gagal Berpisah (Non-disjunction) pada Persilangan
Drosophila melanogaster Strain N >< w Dan N >< m Beserta
Resiproknya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka rumusan
masalah untuk penelitian adalah sebagai berikut.
1. Bagaimanakah fenotip F1 pada persilangan Drosophila melanogaster strain
N >< w dan N >< m beserta resiproknya?
2. Bagaimana rasio gagal berpisah pada persilangan Drosophila melanogaster
strain N><w dan N><m beserta resiproknya?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan untuk
penelitiannya adalah sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui fenotip F1 pada persilangan Drosophila melanogaster
strain N >< w dan N >< m beserta resiproknya.
2. Untuk mengetahui rasio gagal berpisah pada persilangan Drosophila
melanogaster strain N><w dan N><m beserta resiproknya
D. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan penelitian ini adalah sebagi berikut.
1. Bagi Peneliti
a. Memberikan informasi, bukti dan pemahaman konsep tentang ilmu
genetika dalam fenomena gagal berpisah (Nondisjunction) pada
persilangan N >< w dan N >< m beserta resiproknya.
b. Mengembangkan kemampuan berpikir kritis, logis dan ilmiah
untuk dapat menganalisis fenomena-fenomena pewarisan sifat
terutama pada penelitian yang dilakukan.
c. Melatih kemampuan menulis ilmiah dalam melakukan suatu
penelitian sehingga dapat menjadi bekal sebagai ilmuan.
2. Bagi Pembaca
a. Memberikan informasi dan meningkatkan pemahaman kepada
pembaca tentang ilmu genetika dalam fenomena gagal berpisah
(Nondisjunction) pada persilangan N >< w dan N >< m
beserta resiproknya.
b. Menambah referensi bagi pembaca yang akan melakukan
penelitian lebih lanjut.
c. Dengan adanya kegiatan penelitian ini dapat membekali mahasiswa
agar dapat terampil sehingga nantinya dapat diaplikaskan pada
tahap selanjutnya
E. Asumsi Penelitian
Adapun asumsi penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Faktor internal seperti umur Drosophila melanogaster yang digunakan dalam
penelitian dan aspek biologis setiap individu, khususnya saat persilangan
dianggap sama.
2. Faktor abiotik atau kondisi lingkungan seperti suhu, kelembaban, cahaya
dianggap sama dan tidak berpengaruh terhadap persilangan Drosophila
melanogaster selama penelitian.
3. Kondisi medium sebagai tempat perkembangbiakan Drosophila
melanogaster dianggap sama selama penelitian.
F. Batasan Masalah
Adapun batasan masalah untuk memberikan gambaran terhadap penelitian
yaitu sebagai berikut:
1. Penelitan menggunakan Drosophila melanogaster strain N, w dan m.
2. Penelitian ini dibatasi pada persilangan Drosophila melanogaster strain
N><w dan N >< m beserta resiproknya.
3. Drosophila melanosger yang disilangkan maksimal berusia 3 hari.
4. Data yang diambil pada jumlah fenotipnya sampai F1 pada setiap persilangan.
5. Ciri fenotip yang diamati meliputi warna mata, warna tubuh, dan keadaan
sayap.
6. Pengambilan data dari hari menetesnya pupa yang dihitung sebagai hari ke 1-
7.
7. Indikator terjadinya gagal berpisah dilihat dari munculnya anakan yang
menyimpang dari yang seharusnya muncul.
G. Definisi Operasional
1. Fenotip adalah kenampakan yang mencakup fermokologi, fisiologi, dan
tingkah laku (Ayala, 1984 dalam Corebima, 2013). Fenotip yang diamati
dalam penelitian ini adalah warna mata, warna tubuh, dan keadaan sayap.
2. Strain adalah suatu kelompok intraspesifik yang memilliki hanya satu atau
sejumlah kecil ciri yang berbeda, biasanya secara genetik dalam homozygote
untuk ciri-ciri tersebut atau galur murni (King R. C. 1985). Dalam penelitian
ini, strain yang digunakan adalah strain N, w, dan m.
3. Perkawinan resiprok merupakan perkawinan kebalikan dari perkawinan yang
dilakukan (Suryo, 1996). Dalam penelitian ini, perkawinan resiprok adalah
perkawinan antara N >< w dengan w >< N dan N >< m dengan
m >< N.
4. Gagal berpisah adalah suatu peristiwa yang terjadi pada kromoson X, dalam
hal ini kedua kromosom X gagal memisah selama meiosis sehingga keduanya
menuju kutub yang sama dan terbentuklah telur yang memiliki dua
kromosom kelamin X maupun yang tidak memiliki kromosom kelamin X.
Gagal berpisah terjadi pada gamet betina) (Corebima, 2013).
5. Frekuensi gagal berpisah adalah banyaknya individu dari Drosophila
melanogaster yang muncul pada F1 yang mengalami penyimpangan
dibandingkan dengan jumlah keseluruhan individu yang dihasilkan.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Drosophila melanogaster
Drosophila melanogaster merupakan jenis lalat buah, dimasukkan dalam
filum Artropoda kelas Insekta bangsa Diptera, anak bangsa Cyclophorpha
(pengelompokan lalat yang pupanya terdapat kulit instar 3) seri Acaliptrata (imago
menetas dengan keluar dari bagian anterior pupa), suku Drosophilidae, Jenis
Drosophila melanogaster di Indonesia terdapat sekitar 600 jenis, pulau Jawa
sekitar 120 jenis dari suku drosophilidae (Wheeler, 1981). Selain itu juga
Drosophila melanogaster biasa terdapat di buah-buahan dan biasanya digunakan
sebagai objek dalam percobaan genetika karena daur hidupnya sangat cepat.
Selain itu, lalat ini sangat subur yang betina dapat menghasilkan ratusan telur
yang dibuahi dalam hidupnya yang pendek (Kimball, 2001).
Klasifikasi Drosophila melanogaster menurut Borror et al., (1992)
adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Class : Insecta
Ordo : Diptera
Family : Drosophilidae
Genus : Drosophila
Spesies : Drosophila melanogaster
D. Kerangka Konseptual
F.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
W W
w+ w+ w+
w N w N
w w
w w
P1 : N >< w
w w
Genotip : >< w
w
Gamet : w+, ; w , 0, w, w
w 0 w w
w
w+ w
+ w
w+ w+ w+
w
0 w N w N
N super N steril
w w 0 w w
w w
Letal
w fertil
w+ w+
w+ w+ w+
w+ w+
N N
w+ w+
N N
w+ w+
w+ w w+ w
N N
,
fertil fertil
0 w+ w+
0 N 0 N steril
steril
w w+ w+
w N w N
w+ w+
N N
m M
m+ m m
m
N m
N
m m
m m
Genotip : >< m
m
Gamet : m+, ; m , 0, m, m
m 0 m m
m
+ +
m+ m
+ m
m+ m m
m 0 m N m N
N super N steril
m m 0 m m
letal m m
m fertil
4. Persilangan antara N >< m
a. Rekonstruksi persilangan yang tidak mengalami nondisjunction
P1 : N >< m
+
m
m+ m
Genotip : ><
Gamet : m+, m+ ; m,
m+ m+
m m+ m+
m N m N
m+ m+
N N
fertil fertil
+ +
0 m m
0 0
N steril N steril
+ +
m m m
m N m N
m+ m+
N N
+
w
berpisah (nondisjunction). Pada strain N memiliki genotip 0 . w+
w w
dengan genotipe . Dilihat dari keturunan ini dapat dikatakan bahwa
w+ w
lalat betina fertil (Suryo, 1984). Genotipe yang muncul w menghasilkan
N super. Hal ini didukung oleh Ayala dkk (1984) dalam Corebima (2013) yang
menyatakan bahwa mekanisme perimbangan antara jumlah X pada kromosom
kelamin dan jumlah A (autosom) pada tiap pasangan A. Hasil perbandingan dari
w+ w
genotip w yaitu jumlah kromosom sebanyak 3 dan jumlah autosom
sebanyak 2, sehingga hasil rasio yang diperoleh yaitu 3/2 yang menghasilkan
fenotip betina super (Corebima, 2013). Menurut Snustad (2012) menyatakan
bahwa zigot XXX akan menghasilkan fenotip betina mata merah tetapi
kebanyakan mati. Hal ini sesuai dengan perhitungan menggunakan chi square,
pada persilangan N X w menghasilkan X2hitung = 233,569288 lebih besar dari
pada X2tabel=12,592, sehingga pada persilangan ini dinyatakan mengalami proses
gagal berpisah (nondisjunction).
Pada persilangan N >< w menghasilkan keturunan F1 N dan N
Berdasarkan hasil rekonstruksi persilangan keturunan F1 tersebut
mengindikasikan adanya peristiwa gagal berpisah (nondisjunction) pada
persilangan ini. Keturunan F1 strain N dan N merupakan individu hasil
fertilisasi antara gamet jantan dan gamet betina yang mengalami pembelahan
meiosis secara normal. Pada uji chi square persilangan N >< w menghasilkan
X2hitung = 301,284644 lebih besar dari pada X2tabel=12,592. Sehingga, pada
persilangan ini dinyatakan mengalami proses gagal berpisah (nondisjunction).
+ w
w
Pada hasil rekonstruksi, genotip w menunjukkan fenotip betina normal
w+ w
fertil. Perbandingan dari genotip w yaitu jumlah kromosom sebanyak 3
dan jumlah autosom sebanyak 2, sehingga hasil rasio yang diperoleh yaitu 3/2
w+
yang menghasilkan fenotip betina super (Corebima, 2013). Pada genotip 0 .
w+ merupakan kromosom X hasil dari pembelahan meiosis pada induk N betina,
sedangkan 0 menandakan bahwa tidak adanya pewarisan kromosom X oleh induk
w jantan. Menurut Corebima A.D. (1997) penyimpangan ini terjadi karena pada
kromosom X selama pada tahap meiosis kromosom menuju ke kutub yang sama
sehingga terbentuk telur yang memilki dua kromosom X maupun yang tidak
memiliki kromosom X.
Berdasarkan data hasil pengamatan pada persilangan Drosophila
melanogaster strain N >< m menghasilkan keturunan F1 strain N dan m.
m m
Pada keturunan dengan strain m dengan genotip menunjukkan bahwa
m+ +
genotip dari strain N yaitu 0 . m merupakan kromosom X hasil dari
m+
pada genotip 0 pada persilangan N >< m sebesar . Didasarkan pada
nilai ini dapat dikatakan bahwa fenotipnya adalah jantan normal. Genotipe yang
+ m
m
muncul m yaitu N super. Menurut Ayala dkk (1984) dalam Corebima
m+ m
perbandingan dari genotip m yaitu jumlah kromosom sebanyak 3 dan
jumlah autosom sebanyak 2, sehingga hasil rasio yang diperoleh yaitu 3/2 yang
menghasilkan fenotip betina super (Corebima, 2013). Pada perhitungan
menggunakan chi square, pada persilangan N X m menghasilkan X2hitung =
164,439024 lebih besar dari pada X2tabel=12,592, sehingga pada persilangan ini
dinyatakan mengalami proses gagal berpisah (nondisjunction)
Pada persilangan N >< m menghasilkan keturunan F1 N, N dan m.
Berdasarkan hasil rekonstruksi persilangan keturunan F1 tersebut
mengindikasikan adanya peristiwa gagal berpisah (nondisjunction) pada
persilangan ini. Keturunan F1 strain N dan N merupakan individu hasil
fertilisasi antara gamet jantan dan gamet betina yang mengalami pembelahan
meiosis secara normal. Sedangkan keturunan F1 yang berupa m merupakan
hasil dari peristiwa gagal berpisah pada peristiwa oogenesis. Seperti yang
dikatakan oleh Corebima A.D.(1997) bahwa peristiwa gagal berpisah pada
peristiwa oogenesis dapat menghasilkan telur yang memilki dua kromosom X
maupun yang tidak memiliki kromosom X. Pada strain N dengan genotip
m+ +
0 hanya memilki satu kromosom X dari induk betina karena m
DAFTAR RUJUKAN
Abidin, K. 1997. Pengaruh Sodium Siklamat Terhadap Frekuensi Nondisjunction
Kromosom Kelamin X D. melanogaster. Skripsi tidak diterbitkan, Malang:
IKIP.
Agustina. E, Nursalmi. M & Herdanawati .2013. Perkembangan Metamorphosis
D .melanogaster (Drosophilla melanogaster) Pada Media Biakan Alami
Sebagai Referensi Pembelajaran Pada Matakuliah Perkembangan Hewan.
Jurnal Biotik. Vol. 1, No.1, hlm 1-66
Bickel, S.E, Moore, D. P. Lai, C dan Orr-Weaver, T.L. 1988. Genetic Interactions
Between mei-S332 and ord in the Control of Sister-Chromatid Cohesion.
Cambridge: Whitehead Institute and Department of Biology, Massachusetts
Institute of Technology.
Borror, D.J., Triplehorn, C. A., dan Johnson, N.F. 1993. Pengenalan Pelajaran
Serangga. Yogyakarta: GadjahMada University Press.
Brooker, Robert J. 2009. Genetics Principle and Analysis 3rd et. USA:
McGrawHill, Inc.
Corebima, AD. 1997. Genetika Mendel. Surabaya: Airlangga University Press.
Campbell, Neil A. 2002. Biologi Edisi Kelima Jilid I. Jakarta: Erlangga
Corebima, A. D. 2013. Genetika Kelamin. Surabaya: Airlangga University Press.
Corebima, A. D. 2013. Genetika Mendel. Surabaya: Airlangga University Press.
Corebima, A.D. 2004. Genetika Kelamin. Surabaya: Airlangga University Press
Corebima, AD. 2003. Genetika Mendel. Surabaya: Airlangga University Press
Dimit, C. 2006. Drosophila melanogaster. (online). http:// resources.
wardsci.com/livecare/working-with drosophila/html. Diakses pada tanggal
18 April 2017.
Gardner., Simmons, Michael., and Snustad, Peter. 1991. Principles of Genetics.
New York: John Willey and Sons Inc.
Hartl, D. L., and E. J. Jones. 1998. Genetics: Principles and Analysis.
Massachusetts: Jones and Bartlett Publishers.
Hillis, D.M. et al. 2012.Principles of Life. Sunderland: Sinauer Associates.
Koehler, KE; Hawley, RS; Sherman, S; Hassold, T. 1996. Recombination and
Nondisjunction in Humans and Flies. Journal of Human Molecular
Genetics. Vol. 5. Pp. 14951504.
Janicke, M.A., Lasko, Loren., Oldenbourg, Rudolf., and LaFountain, James. 2007.
Chromosome Malorientations after Meiosis II Arrest Cause Nondisjunction.
Journal of Molecular Biology of the Cell. Vol. 18, 16451656.
Mulyanti, F. 2005. Mutagenesitas Perakuat dengan Uji Letal Resesif Terpaut Seks
pada Drosophila melanogaster. Bandung: FMIPA UNPAD Jurusan Biologi.
Pai, C. A. 1987. Dasar-dasar Genetika. Jakarta: Erlangga.
Pai, A.C.1992.Dasar-dasar Genetika, Ed. II. Jakarta: Erlangga.
Patterson, J. dan W. Stone. 1952. Evolution in the Genus Drosophila. New York:
Macmillan Co.
Russell, P.J. 1994. Foundamental of Genetics. New York: Harper Collins College
Publishers.
Siburian, J .2008. Diversity of Drosphila sp at the Jambi City .Biospecies Vol 1,
No 2, hlm 47 54.
Snustad and Simmons. 2012. Principles of Genetic Sixth Edition. United States of
America: John Wiley and Sons, Inc
Strickberger, M. W. 1962. Experiment in Genetics with Drosophila. New York:
John Wiley & Sons.
Suryo. 1984. Genetika. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Suryo .2005. Genetika Strata 1.Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Sved, J. A. 1976. Hybrid Dysgenesis In Drosophila Melmogaster: A Possible
Explanation In Terms Of Spatial Organization Of Chromosomes. Australian
Journal Biology Science. No. 29. Pp. 375-388.